You are on page 1of 52

MAKALAH PENGANTAR ILMU POLITIK TENTANG PARTAI POLITIK

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang

Partai politik sesungguhnya merupakan sebuah kendaraan, yang fungsinya untuk


menyatukan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama dalam
penyelenggaraan negara.
Berdasarkan definisi di atas, partai politik mencakup kumpulan orang-orang yang
terorganisir secara teratur dan memiliki persamaan tujuan, serta cita-cita untuk
memperoleh kekuasaan pemerintah, dengan cara mengawasi dan melaksanakan
kebijakan umum yang mereka aspirasikan. Jadi, definisi ini lebih menekankan
pada fungsi pengawasan dan kontrol terhadap kebijakan yang diambil dalam
pemerintahan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, biasanya partai politik
ikut serta dalam perumusan kebijakan, yaitu dengan cara mendudukkan sebagian
anggotanya pada lembaga pemerintahan.
Berdasarkan definisi di atas, partai politik mencakup kumpulan orang-orang yang
terorganisir secara teratur dan memiliki persamaan tujuan, serta cita-cita untuk
memperoleh kekuasaan pemerintah, dengan cara mengawasi dan melaksanakan
kebijakan umum yang mereka aspirasikan. Jadi, definisi ini lebih menekankan
pada fungsi pengawasan dan kontrol terhadap kebijakan yang diambil dalam
pemerintahan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, biasanya partai politik
ikut serta dalam perumusan kebijakan, yaitu dengan cara mendudukkan sebagian
anggotanya pada lembaga pemerintahan.
Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan diri pada fungsi rekrutmen politik,
karena rekrutmen politik sangat penting sekali dilakukan oleh partai politik, sebab
rekrutmen politik akan menentukan kualitas dari calon legislatif yang diusung
oleh partai politik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Partai Politik
Partai politik sesungguhnya merupakan sebuah kendaraan, yang fungsinya untuk
menyatukan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama dalam
penyelenggaraan negara. Berdasarkan visi dan misi tersebut, partai politik
memiliki program-program politik yang dilakukan dengan bersama-sama dari
setiap masing-masing anggotanya, serta memiliki tujuan untuk menduduki
jabatan politik di pemerintahan
2.1.1 Pengertian Partai Politik
Menurut Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Ilmu
Politik pengertian partai politik adalah: Suatu kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama.
Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut
kekuasaan politik dengan cara konstutisional untuk melaksanakan
kebijaksanaan-kebijaksanan mereka. (Budiardjo,2004:160)
Definisi di atas senada dengan pendapat R.H Soltau yang tertulis dalam buku
Miriam Budiardjo dengan judul buku Dasar-dasar Ilmu Politik sebagai berikut:
A group of citizens more or les organized, who act as a political unit and who, by
the use of their voting power, aim to control the goverment and carry out their
general policies
(sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisir, yang bertindak
sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk
memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijaksanaan
umum mereka) (Soltau dalam Budiardjo,2004:160)
Definisi di atas didukung oleh Raymond Garfield Gettell yang mengungkapkan
pendapatnya tentang partai politik seperti yang dikutip oleh H.B Widagdo dalam
bukunya Manajemen Pemasaran Partai Poltik Era Reformasi yaitu:
A political party consists of a group of citizens, more or less organized, who act
as a political unit and who and, by the use of their voting power, aim to control
the geverment and carry out the general politices.

(Partai politik terdiri dari sekelompok warga negara yang sedikit banyak
terorganisasi, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik yang mempunyai
kekuasaan memilih, bertujuan mengawasi pemerintahan dan melaksanakan
kebijaksanaan umum mereka).
(Gettell dalam Widagdo, 1999:6)
Sementara itu, J.A. A.Corry dan Henry J. Abraham mengungkapkan pendapatnya
tentang partai politik seperti yang dikutip oleh Haryanto dalam bukunya Partai
Politik Suatu Tinjauan Umum yaitu:
Political party is a volomtary association aiming to get control of the
government by filling elective offices in the government with its members.
(Partai politik merupakan suatu perkumpulan yang bermaksud untuk mengontrol
jalannya roda pemerintahan dengan menempatkan para anggotanya pada
jabatan-jabatan pemerintahan).
(Corry dan dalam Haryanto,1948:9)
Berdasarkan definisi di atas, partai politik mencakup kumpulan orang-orang yang
terorganisir secara teratur dan memiliki persamaan tujuan, serta cita-cita untuk
memperoleh kekuasaan pemerintah, dengan cara mengawasi dan melaksanakan
kebijakan umum yang mereka aspirasikan. Jadi, definisi ini lebih menekankan
pada fungsi pengawasan dan kontrol terhadap kebijakan yang diambil dalam
pemerintahan. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan, biasanya partai politik
ikut serta dalam perumusan kebijakan, yaitu dengan cara mendudukkan sebagian
anggotanya pada lembaga pemerintahan.
Sedangkan menurut Ramlan Surbakti, dalam bukunya Memahami Ilmu Politik,
partai politik dapat didefinisikan sebagai berikut:
Kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan
dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan berusaha mencari dan
mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum, guna
melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun.
(Surbakti,1992:116)
Pendapat di atas senada pula dengan pendapat Rusadi Kantaprawira dalam
bukunya yang berjudul Sistem Politik Indonesia, partai politik adalah:
Organisasi manusia dimana didalamnya terdapat pembagian tugas dan petugas
untuk mencapai suatu tujuan, mempunyai ideologi (political doctrine, political

ideal, political thesis, ideal objective), mempunyai program politik ( political


platform, material objective) sebagai rencana pelaksanaan atau cara pencapaian
tujuan secara lebih pragmatis menurut pentahapan jangka dekat sampai yang
panjang, serta mempunyai ciri berupa keinginan untuk berkuasa (power
endeavor).
(Kantaprawira,1988:62)
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka partai politik tidak hanya kumpulan
orang-orang yang terorganisir, tetapi didalamnya terdapat pula tugas dan fungsi,
ideologi-ideologi, program-program, nilai-nilai dan cita-cita yang sama, serta
memiliki tujuan untuk menguasai dan merebut kekuasaan politik.
Beberapa pendapat di atas, berbeda dengan pendapat Sigmun Neuman seperti
yang dikuti oleh Miriam Budiardjo dalam bukunya Partisipasi Politik dan Partai
Politik mengemukakan definisi partai politik sebagai berikut:
Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik
yang aktif dalam masyarakat yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada
menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing untuk memperoleh dukungan
masyarakat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang
berbeda-beda. Dengan demikian partai politik merupakan perantara besar yang
menghubungkan kekuasaan-kekuasaan dan ideologi sosial dengan lembagalembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengikatnya dengan aksi politik
didalam masyarakat politik yang lebih luas. (Neuman dalam Miriam
Budiardjo,1998:16-17)
Pengertian ini mengungkapkan bahwa partai politik merupakan sebuah
organisasi artikulasi yang didalamnya terdapat orang-orang yang memiliki
kepentingan politik yaitu menguasai pemerintah dan bersaing untuk
mendapatkan dukungan dari masyarakat. Jadi partai politik disini merupakan
penghubung kekuasaan antara pemerintah dengan masyarakat, tentunya sebagai
media penghubung dan penampung aspirasi masyarakat.
Hal ini berbeda pula dengan pendapat Inu Kencana dkk, yang mengemukakan
bahwa
Partai politik itu tidak hanya menekankan pada kumpulan orang-orang yang
memiliki ideologi yang sama atau berniat merebut dan mempertahankan
kekuasaan belaka, tetapi lebih untuk memperjuangkan kebenaran, dalam suatu
level negara. (Kencana dkk, 2002:58).

Jadi, partai politik tidak hanya sekedar kumpulan orang-orang yang memiliki
kesamaan ideologi dan tujuan yang sama, tetapi harus bersedia memperjuangkan
kebenaran, terutama dalam melaksanakan aktivitas politik dalam suatu negara..
Pengertian partai politik di atas senada dengan yang tertera dalam Undangundang Nomor 31 tahun 2002 pasal 1 (1) adalah:
Organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga negara Republik Indonesia
secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk
memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan negara melalui
pemilihan umum.

Beberapa penjelasan definisi partai politik menurut para ahli di atas mengatakan
bahwa, partai politik didalamnya terdapat kumpulan orang-orang yang
terorganisir yang memiliki tugas dan fungsi, tujuan bersama, visi dan misi,
program, yang pada akhirnya menguasai pemerintah, dengan cara menduduki
jabatan politik. Partai politik juga sebagai media penghubung antara masyarakat
dengan pemerintah yaitu, dalam rangka penampung dan penyalur aspirasi
masyarakat. Jadi ada satu hal yang membedakan antara partai politik dengan
organisasi lainnya, yaitu adanya tujuan untuk memperoleh kekuasaan di
pemerintahan. Apabila suatu organisasi memiliki tujuan untuk memperoleh
kekuasaan politik dalam pemerintahan, maka organisasi tersebut dapat dikatakan
sebagai partai politik. Sedangkan untuk mempertahankan kekuasaannya partai
politik harus memiliki massa pendukung sebanyak mungkin.
2.1.2 Ciri-ciri Partai Politik
Partai politik sebagai organisasi politik mempunyai ciri-ciri tertentu yang
membedakan dari organisasi politik lainnya. Lapalombara dan Weiner
mengemukakan beberapa ciri partai politik yang dikutip oleh Ramlan Surbakti
dalam bukunya Memahami Ilmu Politik yaitu:
1.

Berakar dalam masyarakat lokal

Partai politik dibentuk atas keinginan masyarakat sebagai penyalur aspirasinya,


adanya legitimasi dari masyarakat terhadap sebuah partai politik merupakan hal
yang penting. Selain itu partai politik juga harus memiliki cabang di daerah, agar
dapat mengakar dalam masyarakat lokal karena jika tidak begitu bukan
merupakan partai politik
2.

Melakukan kegiatan terus menerus

Kegiatan yang dilakukan oleh partai politik haruslah berkesinambungan,


dimana masa hidupnya tidak bergantung pada masa jabatan atau masa hidup
pemimpinnya.
3.

Berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan

Partai politik bertujuan memperoleh dan mempertahankan kekuasaan


pemerintahan dengan maksud agar dapat melaksanakan apa yang telah menjadi
programnya.
4.

Ikut serta dalam pemilihan umum

Untuk dapat menempatkan orang-orangnya dalam lembaga legislatif, partai


politik di negara demokratis turut serta dalam pemilihan umum.
(Surbakti,1992:115)

Berdasarkan ciri-ciri partai politik di atas, maka partai politik harus memiliki
kepengurusan yang tersebar di setiap daerah, sehingga betul-betul mengakar
pada masyarakat. Begitu pula dengan kegiatan yang dilakukan partai politik
tentunya harus terlaksana secara terus-menerus, sehingga keberadaan partai
politik tersebut dapat bertahan dengan lama. Ciri yang paling menonjol dalam
partai politik adalah berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan
seluas-luasnya dalam pemerintahan, yaitu melalui proses pemilihan umum
2.1.3 Tujuan Partai Politik
Setiap organisasi apapun pasti memiliki tujuan tertentu, dimana tujuan tersebut
akan menjadi penuntun serta pedoman ketika organisasi tersebut berjalan. Dalam
mencapai tujuan tersebut harus dilaksanakan secara bersama-sama oleh orangorang yang menjalankan organisasi tersebut, sehingga dalam pencapaian tujuan
tersebut dapat membuahkan hasil yang sempurna. Begitu pula dengan partai
politik yang memiliki tujuan yaitu untuk memperoleh kekuasaan di dalam
pemerintahan.
Menurut Rusadi Kantaprawira dalam bukunya Sistem Politik Indonesia bahwa
tujuan partai politik sangat luas, antara lain meliputi aktivitas-aktivitas sebagai
berikut:
1. Berpartisipasi dalam sektor pemerintahan, dalam arti mendudukkan orangorangnya menjadi pejabat pemerintahan sehingga dapat turut serta mengambil
atau menentukan keputusan politik atau output pada umumnya

2. Berusaha melakukan pengawasan, bahkan oposisi bila perlu, terhadap


kelakuan, tindakan, kebijaksanaan para pemegang otoritas (terutama dalam
keadaan mayoritas pemerintahan tidak berada dalam tangan partai politik yang
bersangkutan).
3. Berperan untuk memandu tuntutan-tuntutan yang masih mentah, sehingga
partai politik bertindak sebagai penafsir kepentingan dengan mencanagkan isuisu politik yang dapat dicerna dan diterima oleh masyarakat secara luas.
(Kantaprawira,1988:62)
Apabila dilihat dari tujuan partai politik tersebut, maka terlihat jelas betapa
besarnya peranan dan partisipasi partai politik dalam sektor pemerintahan,
terutama dalam melaksanakan pengawasan, pengambilan keputusan, penafsir
kepentingan dan melakukan kontrol terhadap jalannya pemerintahan. Jadi, setiap
aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah tidak dapat terlepas dari campur tangan
partai politik. Dalam melaksanakan tujuannya, partai politik mengutuskan
beberapa orang wakilnya untuk duduk di lembaga legislatif, tentunya melalui
mekanisme pemilhan umum. Sedangkan jumlah wakil utusan tersebut tergantung
dari perolehan suara dalam pemilu.
2.1.4 Awal Munculnya Partai Politik
Partai politik awalnya berasal dari negara-negara Eropa Barat. Dengan
meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan
serta diikutsertakan dalam proses politik. maka dari itu, partai politik telah lahir
secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat dengan
pemerintah. Jadi, lahirnya partai politik dikarenakan adanya kebutuhan
pemerintah dalam mendapatkan dukungan dari masyarakat dalam membuat
suatu kebijakan. Apabila parlemen harus terjun langsung kemasyarakat dalam
menjaring aspirasi, maka efektivitas kerja parlemen kurang terjamin. Untuk itu
dibutuhkanlah suatu organisasi politik yang nantinya akan membantu pemerintah
dalam memenuhi keinginan masyarakat.
Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik ada tiga teori
munculnya Partai Politik antara lain sebagai berikut:
1.

Teori Kelembagaan.

Teori ini mengatakan bahwa partai politik dibentuk oleh kalangan legislatif dan
eksekutif, karena ada kebutuhan para anggota parlemen untuk mengadakan
kontak dengan masyarakat dan membina dukungan dari masyarakat.
2.

Teori Situasi Historis.

Teori ini mengatakan bahwa partai politik terjadi adanya situasi krisis historis
terjadi manakala sistem politik mengalami masa transisi karena perubahan
masyarakat dari bentuk trasisional yang berstruktur sederhana menjadi
masyarakat modern yang berstruktur kompleks.
3.

Teori Pembangunan.

Teori ini mengatakan bahwa partai politik terjadi adanya modernisasi sosial
ekonomi, seperti pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa dan
transportasi, perluasan dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi,
perluasan kekuasaan negara seperti birokratisasi, pembentukan berbagai
kelompok kepentingan dan organisasi profesi, dan peningkatan kemampuan
individu yang mempengaruhi lingkungan, melahirkan suatu kebutuhan akan
suatu organisasi politik maupun memadukan dan memperjuangkan berbagai
aspirasi tersebut.
(Surbakti,1992:113-114)

2.1.5 Tipologi Partai Politik


Setiap partai politik memiliki asas dan orientasi yang berbeda antara satu dengan
lainnya. Semakin banyak kepentingan politik yang diusung oleh partai politik
dalam suatu negara, maka ini mencerminkan bahwa kepentingan masyarakat
yang ada di negara tersebut beragam. Untuk melihat banyaknya kepentingan
dalam suatu negara, maka dapat dilihat dari asas dan orientasi yang di anut dari
masing-masing partai politik dalam negara tersebut.
Ramlan Surbakti dalam bukunya Memahami Ilmu Politik mengklasifikasi asas
dan orientasi partai politik menjadi tiga tipe yaitu:
1.

Partai politik pragmatis

Yaitu suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tidak terikat kaku
pada suatu doktrin dan ideologi tertentu.
2.

Partai politik doktriner.

Yaitu suatu partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan konkret
sebagai penjabaran ideologi.
3.

Partai politik kepentingan

Yaitu suatu partai politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan
tertentu, seperti petani, buruh, etnis, agama, atau lingkungan hidup secara
langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan.
(Surbakti,1992:112)
Beberapa asas dan komposisi partai politik ini, dituangkan ke dalam sebuah
program politik yang nyata, dimana program-program tersebut harus
dilaksanakan berdasarkan aspirasi masyarakat secara keseluruhan. Setiap partai
politik memiliki program-program yang berbeda-beda, hal ini merupakan
penjabaran ideologi yang dianut partai tersebut. Jadi, semakin banyak
kepentingan yang di usung oleh partai politik, maka ini menandakan adanya
spesialisasi kepentingan-kepentingan yang dibawa oleh partai politik, sehingga
kepentingan-kepentingan yang diaspirasikan oleh partai politik tersebut dapat
terlaksana dengan maksimal berdasarkan kepentingan masyarakat yang
memilihnya.
Sedangkan berdasarkan komposisi dan fungsi anggotanya, partai politik
memiliki karakter yang berbeda-berbeda antara satu dengan lainya. Hal ini dapat
dilihat dari para pengikut-pengikutnya ataupun kader-kader yang mewakili partai
tersebut dalam lembaga legislatif. Untuk itu menurut Ramlan surbakti dalam
bukunya Memahami Ilmu Politik, setidaknya ada dua penggolongan komposisi
dan fungsi anggota partai politik yaitu antara lain:
1.

Partai politik massa atau lindungan.

Yaitu partai politik yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah


anggota dengan cara memobilisasi massa sebanyak-banyaknya, dan
mengembangkan diri sebagai pelindung bagi setiap kelompok dalam masyarakat
sehingga pemilihan umum dapat dengan mudah dimenangkan, dan kesatuan
nasional dapat dipelihara, tetapi juga masyarakat dapat memobilisasi untuk
mendukung dan melaksanakan kebijakan tertentu. Partai ini seringkali
merupakan gabungan berbagai aliran politik yang sepakat untuk berada dalam
lindungan partai guna memperjuangkan dan melaksanakan program-program
yang pada umumnya bersifat sangat umum.
2.

Partai politik kader.

Yaitu suatu partai yang mengandalkan kualitas keanggotaan, keketatan


organisasi, dan disiplin anggota sebagai sumber kekuatan utama. Seleksi
keanggotaan dalam partai kader biasanya sangat ketat, yaitu melalui jenjang dan
intensif, serta penegakan disiplin partai yang konsisten dan tanpa pandang bulu.
(Surbakti,1992:123)

Berdasarkan komposisi dan fungsi anggota partai politik, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa PDI-P termasuk dalam kategori partai massa. Hal ini
terbukti bahwa PDI-P memiliki massa yang besar dan program-program yang
dirumuskan secara umum dan fleksibel, serta para kader-kader PDI-P memiliki
latar belakang sosial yang berbeda-beda. Besarnya jumlah massa PDI-P dapat
dilihat pada pemilu umum legislatif tahun 2004, PDI-P berhasil memperoleh
kemenangan pada urutan ke dua. Dilihat dari orientasi keanggotaannya partai
massa terdiri dari berbagai macam aliran politik yang kemudian dituangkan ke
dalam berbagai macam program-program politik yang bersifat umum, tak heran
partai ini pun mengatasnamakan sebagai partai nasionalis yang mampu
mengakomodir segala kepentingan yang berlaku di masyarakat.

2.1.6 Fungsi Partai Politik


Partai politik bisa dikatakan sebagai jembatan penghubung antara pemerintah
dengan masyarakat, dimana ketika masyarakat ingin menyampaikan aspirasinya,
partai politik harus berperan aktif dalam hal penampung dan penyampai aspirasi
tersebut. Hal ini merupakan penjabaran salah satu fungsi partai politik.
Menurut Miriam Budiardjo dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Ilmu
Politik ada beberapa fungsi partai politik sebagai berikut :
1.

Partai Politik sebagai sarana komunikasi politik

2.

Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik

3.

Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik

4.

Partai politik sebagai sarana pengatur konflik


(Budiardjo,2002:163)

Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan diri pada fungsi rekrutmen politik,
karena rekrutmen politik sangat penting sekali dilakukan oleh partai politik, sebab
rekrutmen politik akan menentukan kualitas dari calon legislatif yang diusung
oleh partai politik.
2.2 Rekrutmen Politik
Setiap organisasi tidak akan pernah terbentuk apabila tidak memiliki anggota,
karena anggota merupakan pengerak roda setiap organisasi. Begitu pula dengan
partai politik. Partai politik dituntut harus mampu melahirkan anggota-anggota

legislatif yang berkualitas dan mengerti akan segala aspirasi masyarakat. Untuk
menciptakan kader-kader yang berkualitas tersebut, partai politik harus
menjalankan fungsinya dengan baik, terutama fungsi rekrutmen politik.
2.2.1 Pengertian Rekrutmen Politik
Menurut Fadillah Putra dalam bukunya yang berjudul Partai Politik dan
Kebijakan Publik, rekruitmen politik adalah suatu proses seleksi atau
rekruitmen anggota-anggota kelompoknya dalam jabatan-jabatan administrasi
maupun politik.
Hal ini sependapat dengan Ramlan Surbakti dalam Bukunya Memahami Ilmu
Politik yang mendefinisikan rekrutmen politik, yaitu:
Rekrutmen politik biasanya mencakup pemilihan, seleksi dan pengangkatan
seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam
sistem politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya
(Surbakti,1992:118).
Agus Pramono dalam bukunya yang berjudul Elit Politik: yang Loyo dan
Harapan Masa Depan berpendapat bahwa rekrutmen politik yaitu proses seleksi
atau rekrutmen anggota-anggota kelompok untuk memiliki kelompoknya dalam
jabatan administrasi maupun politik.(Pramono,2005:30)
Jadi, berdasarkan pengertian di atas maka setiap partai politik memiliki cara
tersendiri dalam melakukan perekrutan anggotanya masing-masing, terutama
dalam pelaksanaan sistem dan prosedur perekrutan yang dilakukan partai politik
tersebut. Fungsi rekrutmen juga merupakan fungsi mencari dan mengajak orangorang yang memiliki kemampuan untuk turut aktif dalam kegiatan politik, yaitu
dengan cara menempuh berbagi proses penjaringan, yang nantinya akan
dijadikan sebagai calon anggota legislatif.
2.2.2 Mekanisme Rekrutmen Politik
Elit politik yang ada seharusnya dapat melakukan mekanisme rekrutmen politik
yang dapat menghasilkan pelaku-pelaku politik yang berkualitas di masyarakat,
karena salah satu tugas dalam rekrutmen politik adalah bagaimana elit politik
yang ada dapat menyediakan kader-kader partai politik yang berkualitas untuk
duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif.
Menurut Fadillah Putra dalam bukunya Partai politik dan Kebijakan publik
terdapat beberapa mekanisme rekrutmen politik antara lain.

a. Rekrutmen terbuka, yang mana syarat dan prosedur untuk menampilkan


seseorang tokoh dapat diketahui secara luas. Dalam hal ini partai politik
berfungsi sebagai alat bagi elit politik yang berkualitas untuk mendapatkan
dukungan masyarakat. Cara ini memberikan kesempatan bagi rakyat untuk
melihat dan menilai kemampuan elit politiknya. Dengan demikian cara ini sangat
kompetitif. Jika dihubungkan dengan paham demokrasi, maka cara ini juga
berfungsi sebagai sarana rakyat mengontrol legitimasi politik para elit. Adapun
manfaat yang diharapkan dari rekrutmen terbuka adalah:
1.

Mekanismenya demokratis

2. Tingkat kompetisi politiknya sangat tinggi dan masyarakat akan mampu


memilih pemimpin yang benar-benar mereka kehendaki
3.

Tingkat akuntabilitas pemimpin tinggi

4. Melahirkan sejumlah pemimpin yang demokratis dan mempunyai nilai


integritas pribadi yang tinggi.
b. Rekrutmen tertutup, berlawan dengan cara rekrutmen terbuka. Dalam
rekrutmen tertutup, syarat dan prosedur pencalonan tidak dapat secara bebas
diketahui umum. Partai berkedudukan sebagai promotor elit yang berasal dari
dalam tubuh partai itu sendiri. Cara ini menutup kemungkinan bagi anggota
masyarakat untuk melihat dan menilai kemampuan elit yang ditampilkan. Dengan
demikian cara ini kurang kompetitif. Hal ini menyebabkan demokrasi berfungsi
sebagai sarana elit memperbaharui legitimasinya.
(Putra, 2003:209)
Jadi, mekanisme rekrutmen politik yang dilakukan partai politik terdiri dari dua
sistem yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Sistem terbuka akan
memungkinkan lahirnya calon-calon legislatif yang betul-betul demokratis dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya, hal ini dikarenakan oleh proses
pengangkatan calon tersebut dilakukan secara terbuka. Sedangkan sistem
tertutup merupakan kebalikan dari sistem terbuka, dimana para pemilih tidak
mengenal seseorang calon legislatif, karena sistem pengangkatan calon legislatif
tersebut dilakukan secara tertutup. Hal ini memungkinkan timbulnya calon
legislatif yang tidak kompetitif, berhubung proses pengangkatan tidak diketahui
oleh umum.
2.2.3 Kriteria Anggota Legislatif
Sehubungan dengan hal ini, Czudnomski dalam bukunya Fadillah Putra dalam
bukunya Partai Politik dan Kebijakan Publik mengemukakan tujuh hal yang

dapat menentukan terpilih atau tidaknya seseorang dalam lembaga legislatif, dan
ini juga penentu dari penampilan seorang elit politik, yaitu:
1.

Social Background

Faktor ini berhubungan dengan pengaruh status sosial dan ekonomi keluarga,
dimana seseorang calon elit dibesarkan.
2.

Political Socialization

Melalui sosialisasi politik, seseorang menjadi terbiasa dengan tugas-tugas


ataupun isu-isu yang harus dilaksanakan oleh suatu kedudukan politik. Dengan
demikian, orang tersebut dapat menentukan apakah dia masuk dan punya
kemampuan untuk menduduki jabatan tersebut, sehingga dia dapat
mempersiapkan dengan baik.
3.

Initial political Activity

Faktor ini menunjukkan pada aktivitas atau pengalaman politik seseorang calon
elit selama ini. Dalam praktek politik, faktor ini menjadi semacam belenggu bagi
elit sebab ia berhubungan dengan garis afliasi kelompok yang dianutnya.
4.

Apprenticeship

Faktor ini menunjukkan langsung kepada prosesmagang dari calon elit ke elit
lain yang sedang menduduki jabatan yang di diincar oleh calon elit. Segi positif
faktor ini adalah calon elit mengerti benar mekanisme kerja serta norma-norma
yang berlaku dilingkungan kerjanya. Segi negatifnya adalah reputasi calon elit
dapat tenggelam sebab kualitas elit yang digantikannya memiliki reputasi yang
sangat tinggi, maka calon elit akan sulit untuk melepaskan diri dari bayangbayang pendahulunya.
5.

Occupational Variables

Faktor ini hampir sama dengan faktor yang ketiga, bedanya disini calon elit dilihat
dari pengalaman kerjanya dalam lembaga formal yang belum tentu berhubungan
dengan politik. Ini menarik, sebab elit politik sebenarnya tidak sekedar dinilai dari
popularitas saja (sesuai dengan ajaran demokrasi), namun dinilai pula faktorfaktor: kapasitas intelektual, rasa diri penting, vitalitas kerja, latihan peningkatan
kemampuan yang diterima, dan pengalaman kerja.
6.

Motivations

Ini merupakan faktor yang paling penting, asumsi dasar yang digunakan oleh
pakar politik adalah orang akan termotivasi untuk aktif dalam kegiatan politik
karena hal-hal sebagai berikut:

a.

Harapan (ekspetasi) atas Personal reward (material, sosial, psikologi)

b. Orientasi mereka terhadap isu-isu politik, seorang pemimpin oleh sebab yang
lain, yang disebut collective goals. Seharusnya seorang elit membedakan kedua
hal tersebut, namun yang banyak terjadi adalah para elit memanipulasi personal
needs menjadi public objectives.
7.

Selection

Faktor ini menunjukan kepada mekanisme atau prosedur rekrutmen politik yang
berlaku.
Negara demokrasi menuntut adanya elit politik yang mampu memaksimalkan
dirinya untuk benar-benar menjalankan fungsinya dengan baik, karena hal ini
akan berhubungan dengan fungsi dari elit politik tersebut. Untuk itu, menurut
Agus Pramono dalam bukunya yang berjudul Elit Politik yang Loyo dan Harapan
Masa Depan, seorang elit politik harus memenuhi beberapa kemampuan yaitu:
a.

Kemampuan artikulasi kepentingan

Dalam pengertian bahwa elit politik harus mampu memahami sikap, nilai nilai
dan orientasi politik masyarakat. Dengan kemampuan tersebut elit politik dapat
menjunjung aspirasi politik masyarakat yang bersangkutan.
b.

Kemampuan agregasi kepentingan.

Dalam pengertian mampu memadukan tuntutan-tuntutan yang disampaikan


berbagai kelompok masyarakat menjadi alternatif-alternatif pembuat kebijakan
publik.
c.

Kemampuan sosialisasi politik.

Dalam pengertian memberdayakan masyarakat. Upaya ini dimaksudkan


sebagai upaya mentranspormasikan segenap potensi masyarakat kedalam
kekuatan-kekuatan nyata yang diharapkan mampu melindungi dan
memperjuangkan hak-hak sipil.
d.

Kemampuan komunikasi politik.

Komunikasi politik dilakukan dengan revitalisasi (penguatan) dan


demokratisasi pranata sosial. Penguatan institusi wakil rakyat yang diwakili oleh
elit politik, berfungsi sebagai tempat bargain masyarakat dan negara.
(Pramono,2005:56-60)

Pemilihan calon anggota legislatif adalah mutlak kewenangan pengurus partai


politik, rakyat tidak dapat langsung memilih calon anggota legislatif yang bersih
dari korupsi. Namun demikian, Indonesia Corruption Watch (ICW), Komisi untuk
Orang hilang dan korban tindak kekerasan (Kontras), dan Lembaga Bantuan
Hukum meresmikan Komite Pemantau Legislatif (KPL). Beberapa kriteria-kriteria
calon anggota legislatif yang layak dijadikan wakil rakyat adalah:
1.

Tidak pernah memerintahkan atau melakukan kejahatan/kecurangan politik.

2. Tidak pernah menggunakan jabatannya untuk melakukan kekerasan terhadap


rakyat.
3.

Tidak memiliki gagasan atau pikiran yang mendukung tindak kekerasan.

4.

Tidak pernah dipidana, diberhentikan atau dipindahkan karena korupsi.

5.

Tidak memiliki kekayaan yang diduga hasil korupsi, kolusi dan nepotisme.

6.

Tidak memiliki jabatan pada lembaga/perusahaan negara.

7. Tidak melakukan kecurangan dalam bisnis yang merugikan negara dan


pelayanan masyarakat.
8. Tidak pernah menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pibadi,
keluarga dan kroni.
9. Tidak mendapatkan fasilitas karena kedekatannya dengan pejabat
pemerintah.
(Media
Transparansi Edisi 9 Juni 1999)
Berdasarkan beberapa penjabaran kriteria calon anggota legislatif yang
dikemukakan oleh beberapa pakar di atas, maka kriteria calon anggota legislatif
itu mencakup kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki oleh seseorang dalam
menjalankan tugas-tugas politik serta persayaratan yang harus dipenuhi seorang
calon anggota legislatif, yang mencakup tidak pernah melakukan tindakantindakan yang merugikan, baik negara maupun masyarakat, sehingga calon
legislatif yang diusung oleh partai politik betul-betul berkualitas dan dapat
menjalankan tugasnya dengan bijaksana.

BAB III
PENUTUP
3.1.

Kesimpulan

Partai politik sesungguhnya merupakan sebuah kendaraan, yang fungsinya untuk


menyatukan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sama dalam
penyelenggaraan negara. Berdasarkan visi dan misi tersebut, partai politik
memiliki program-program politik yang dilakukan dengan bersama-sama dari
setiap masing-masing anggotanya, serta memiliki tujuan untuk menduduki
jabatan politik di pemerintahan.
Dalam penelitian ini, penulis memfokuskan diri pada fungsi rekrutmen politik,
karena rekrutmen politik sangat penting sekali dilakukan oleh partai politik, sebab
rekrutmen politik akan menentukan kualitas dari calon legislatif yang diusung
oleh partai politik.
Dapat kita simpulkan bahwa di Indonesia yang kini menganut sistem Multipartai
tidak menutupi kemungknanan perjalanan demokrasi di negara kita ini
berlangsung cukup sengit dengan berbagai dinamika yang terjadi di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Budiardjo, Miriam. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.

Partai Politik

Pendahuluan
Partai politik adalah salah satu komponen yang penting di dalam dinamika
perpolitikan sebuah bangsa. Partai politik dipandang sebagai salah satu cara
seseorang atau sekelompok individu untuk meraih kekuasaan,argumen
seperti ini sudah biasa kita dengar di berbagai media massa ataupun
seminar-seminar yang kita ikuti khususnya yang membahas tentang partai
politik.
Definisi Partai Politik
Partai politik, per definisi, merupakan sekumpulan orang yang secara
terorganisir mem-bentuk sebuah lembaga yang bertujuan merebut
kekuasaan politik secara sah untuk bisa menjalankan program-programnya.
Parpol biasanya mempunyai asas, tujuan, ideolog, dan misi tertentu yang

diterjemahkan ke dalam program-programnya. Parpol juga mempunyai


pengurus dan massa.

Ada pula Roger F Saltou yang mendefinisikan partai politik sebagai


kelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasikan, yang
bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan
kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan
menjalankan kebijakan umum yang mereka buat.
Asal Usul partai politik Menurut Ramlan Surbakti dalam bukunya
Memahami Ilmu Politik berasal dari 3 teori yaitu :
1. teori kelembagaan yang melihat ada hubungan antara parlemen awal dan
timbulnya partai politik.
2. teori situasi historik yang melihat timbulnya partai politik sebagai upaya
sistem politik mengatasi krisis yang ditimbulkan dengan perubahan
masyarakat yang luas.
3. teori pembangunan yang melihat partai politik sebagai produk modernisasi
sosial ekonomi
Fungsi-Fungsi Partai Politik

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Partai politik sebagai sebuah instrumen politik memiliki beberapa macam


fungsi partai politik diantaranya.
melakukan sosialisasi politik, pembentukan sikap dan orientasi politik para
anggota masyarakat
rekrutmen politik yaitu seleksi dan pemilihan atau pengangkatan seseorang
atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem
politik.
partisipasi politik, kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses
pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan ikut menentukan
pemimpin pemerintahan.
pemandu kepentingan, mengatur lalu lintas kepentingan yang seringkali
bertentangan dan memiliki orientasi keuntungan sebanyak-banyaknya.
komunikasi politik, partai politik melakukan proses penyampaian informasi
mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat
kepada pemerintah.
pengendalian konflik, partai politik melakukan pengendalian konflik mulai
dari perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antar individu atau
kelompok.

g. Kontrol politik, partai politik melakukan kegiatan untuk menunjukan


kesalahan, kelemahan dan penyimpangan dalam isi kebijakan atau
pelaksaan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Sistem Partai Politik
Maurice Duverger membagi sistem partai politik menjadi tiga sistem
utama yaitu :
A. Sistem partai Tunggal
Sistem partai ini biasanya berlaku di dalam negara-negara Komunis seperti
Cina dan Uni Soviet
B. Sistem dua partai
Sistem partai seperti ini dianut sebagian negera yang menggunakan paham
liberal pemilihan di negara-negara tersebut mengguanakan sistem distrik.
Negara yang menganut sistem dua partai adalah Amerika Serikat dan
Inggris.
C. Sistem Multipartai
Sistem partai seperti ini dianut oleh negara Belanda, Perancis, di dalam
ssitem ini menganut partai mayoritas dan minoritas dan diikuti oleh lebih
dari dua partai.
ciri-ciri partai politik adalah :
1.
Berakar dalam masyarakat lokal
2.
Melakukan kegiatan terus menerus
3.
Berusaha memperoleh dan mempertahankan kekuasaan dalam
pemerintahan
4.
Ikut serta dalam peilihan umum.
Tujuan Partai Politik
Berdasarkan basis sosial dan tujuan partai politik dibagi menjadi empat tipe
yaitu[ 7] :
1. Partai politik berdasarkan lapisan masyarakat yaitu bawah, menengah dan
lapisan atas.
2. Partai politik berdasarkan kepentignan tertentu yaitu petani, buruh dan
pengusaha.
3. Partai politik yang didasarkan pemeluk agama tertentu.
4. Partai politik yang didasarkan pada kelompok budaya tertentu.
Penutup
Partai politik sebagai salah satu instrumen politik yang memiliki tujuan untuk
meraih kekuasaan.Selain memiliki tujuan yang jelas adapula fungsi-fungsi
yang harus dijalankan yaitu rekrutmen politik, komunikasi politik, pengendali
konflik dan lain-lain. Disamping itu partai politik merupakan representasi dari

beberapa kelompok yang ada di dalam masyarakat. Oleh karena itu partai
politik perlu kita pelajari.

PARPOL (PARTAI POLITIK)


BAB I
PENDAHULUAN
Berkembangnya aspirasi-aspirasi politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai
dengan kebutuhan terhadap partisipasi politik lebih besar, derngan sendirinya menuntut
pelembagaan sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru. Tetapi
pengalaman di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai baru tidak akan
banyak bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak ikut diperbaharui.
Suatu sistem kepartaian baru disebut kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap dan
menyatukan semua kekuatan sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi[i]. Dari sudut
pandang ini, jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem
untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung partisipasi
politik.
Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus memiliki dua kapasitas.
Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur partai, sehingga dapat mengalihkan segala
bentuk aktivitas politik anomik dan kekerasan. Kedua, mengcakup dan menyalurkan partisipasi
sejumlah kelompok yang baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan
kuat yang dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat
menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga guna
mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik.
Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat mengkomunikasikan pandangan dan
prinsip-prinsip partai, program kerja partai, gagasan partai dan sebagainya. Agar anggota partai
dapat mengetahui prinsip partai, program kerja partai atau pun gagasan partainya untuk
menciptakan ikatan moral pada partainya, komunikasi politik seperti ini menggunakan media
partai itu sendiri atau media massa yang mendukungnya
Dalam perkembangan partai politik umumnya diterima sebagai suatu lembaga penting
terutama di negara-negara yang berdasarkan demokrasi konstitusional, yaitu sebagai

kelengkapan sistem demokrasi suatu negara. Dan partai politik yang berkembang di Indonesia
dapat digolongkan dalam beberapa periode yang mempunyai ciri dan tujuan masing-masing,
yaitu : Masa penjajahan Belanda, Masa pedudukan Jepang dan masa merdeka[ii].
A. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan masalah adalah:

e.

a. Apakah yang dimaksud dengan partai politik?


b. Apa fungsi dari partai politik?
c. Apa tujuan dari pembentukan partai politik?
d. Dimana partai politik dilahirkan?
Bagaimanakah sejarah perkembangan partai politik?

B. Tujuan Masalah
Yang menjadi tujuan dari permasalahan adalah:
a.
b.
c.
d.
e.

Untuk mengetahui maksud dari partai politik.


Untuk mengetahui fungsi dari partai politik.
Untuk mengetahui tujuan dari pembentukan partai politik.
Untuk mengetahui dimana partai politik dilahirkan.
Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan partai politik.

C. Manfaat Masalah
Manfaat dari permasalahan adalah?
a.
b.
c.
d.
e.

Kita dapat mengetahui maksud dari partai politik.


Kita dapat mengetahui fungsi dari partai politik.
Kita dapat mengetahui tujuan dari pembentukan partai politik.
Kita dapat mengetahui dimana partai politik dilahirkan.
Kita dapat mengetahui bagaimana sejarah perkembangan partai politik.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi Partai Politik

Partai politik yaitu organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk
dengan tujuan khusus[iii]. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.
Sedangkan definisi partai politik menurut ilmuwan politik yaitu:
Friedrich : partai politik sebagai kelompok manusia yang terorganisasikan secara stabil
dengan tujuan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan bagi
pemimpin partainya, dan berdasarkan kekuasaan tersebut akan memberikan kegunaan materil
dan idil kepada para anggotanya.[iv]
Soltau : partai politik sebagai kelompok warga negara yang sedikit banyak
terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan dengan memanfaatkan
kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan menjalankan
kebijakan umum yang mereka buat.[v]
Tujuan dari pembentukan partai polik ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik (biasanya) dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan
kebijakan-kebijakan mereka.[vi]

2. Fungsi Partai Politik


Partai politik menjalankan fungsi sebagai alat mengkomunikasikan pandangan dan
prinsip-prinsip partai, program kerja partai, gagasan partai dan sebagainya. Agar anggota partai
dapat mengetahui prinsip partai, program kerja partai atau pun gagasan partainya untuk
menciptakan ikatan moral pada partainya, komunikasi politik seperti ini menggunakan media
partai itu sendiri atau media massa yang mendukungnya[vii].

Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi
masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan
merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini
dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan
kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat.

Partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan
orientasi terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah

masyarakat. Sosialisi politik mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, partai politik berusaha menciptakan image
(citra) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.

Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik berfungsi mencari dan mengajak
orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.

Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di tengah masyarakat terjadi berbagai perbedaan
pendapat, partai politik berupaya untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan
bukan untuk kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan umum.
3. Tujuan Pembentukan Partai Politik
Tujuan dari pembentukan partai politik menurut Undang-undang no.2 tahun 2008 tentang
partai politik, yaitu:

mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam pembukaan

undang-undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945


menjaga dan memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia
mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjunjung tinggi

kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan republik Indonesia


mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
meningkatkan partisipasi politik anggota dan masyarakat dalam rangka penyelenggaraan

kegiatan politik dan pemerintahan


memperjuangkan cita-cita partai politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara
membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
Selain itu ada juga tujuan partai politik menurut basis sosial dibagi menjadi empat tipe
yaitu :

Partai politik berdasarkan lapisan masyarakat yaitu bawah, menengah dan lapisan atas.
Partai politik berdasarkan kepentingan tertentu yaitu petani, buruh dan pengusaha.
Partai politik yang didasarkan pemeluk agama tertentu.
Partai politik yang didasarkan pada kelompok budaya tertentu.[viii]
4. Lahirnya Partai Politik

Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara Eropa Barat bersamaan dengan


gagasan bahwa rakyat merupakan fakta yang menentukan dalam proses politik. Dalam hal ini
partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain
pihak[ix]. Maka dalam perkembangannya kemudian partai politik dianggap sebagai menifestasi
dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat.
Pada permulaannya peranan partai politik di negara-negara Barat bersifat elitis dan
aristokratis, dalam arti terutama mempertahankan kepentingan golongan bangsawan terhadap
tuntutan raja, namun dalam perkembangannya kemudian peranan tersebut meluas dan
berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh perlunya
dukungan yang menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat. Dengan demikian terjadi
pergeseran dari peranan yang bersifat elitis ke peranan yang meluas dan populis.
Perkembangan selanjutnya adalah dari Barat, partai politik mempengaruhi dan
berkembang di negara-negara baru, yaitu di Asia dan Afrika. Partai politik di negara-negara
jajahan sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke arah persatuan
nasional yang bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal ini terjadi di Indonesia (waktu itu masih
Hindia Belanda) serta India. Dan dalam perkembanganya akhir-akhir ini partai politik umumnya
diterima sebagai suatu lembaga penting terutama di negara-negara yang berdasarkan demokrasi
konstitusional, yaitu sebagai kelengkapan sistem demokrasi suatu negara.

5. Sejarah Perkembangan Partai Politik


Perkembangan partai politik di Indonesia dapat digolongkan dalam beberapa periode
perkembangan, dengan setiap kurun waktu mempunyai ciri dan tujuan masing-masing, yaitu :
Masa penjajahan Belanda, Masa pedudukan Jepang dan masa merdeka[x].
a. Masa Penjajahan Belanda.
Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indoneisa (waktu itu
Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua
organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang
berazaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI dan Partai Katolik, ikut
memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.

Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasional
untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat , gerakan
ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi
di dalam Dewan Rakat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB
(Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische
Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin.
Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan
menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite
Rakyat Indoneisa) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan
gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islami) yang merupakan
gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis
Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan organisasi buruh.
b. Masa Pendudukan Jepang
Pada masa ini, semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam diberi
kebebasan untuk membentuk partai Masyumi, yang lebih banyak bergerak di bidang sosial.
c.

Masa Merdeka (mulai 1945).


Beberapa bulan setelah proklamsi kemerdekaan, terbuka kesempatan yang besar untuk
mendirikan partai politik, sehingga bermunculanlah parti-partai politik Indonesia. Dengan
demikian kita kembali kepada pola sistem banyak partai.
Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu : Masyumi, PNI, NU dan PKI.
Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena
partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui
sistem parlementer[xi]. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik
tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat
melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjaan dengan
baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mewakili masa
masa demokrasi terpimpin.

Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di
pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM
(Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi
Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama memalui
G 30 S/PKI akhir September 1965).
Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak lebih
leluasa dibanding dengan msa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini adalah
munculnya organisasi kekuatan politik bar yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan
umum thun 1971, Golkar munculsebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu
NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.
Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai
politik Islam, yaitu : NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam dan Perti bergabung menjadi Partai
Persatu Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Parati Katolik,
Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi
Partai Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi keuatan politik
Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997. Setelah gelombang reformasi terjadi di
Indonesia yang ditandai dengan tumbangnya rezim Suharto, maka pemilu dengan sistem multi
partai terus berlanjut hingga pemilu 2004.[xii]

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a.

Partai Politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau dibentuk

dengan tujuan
khusus.
b. Partai Politik di Indonesia pertama kali dibentuk sejak jaman penjajahan Belanda, meskipun
system politik di Indonesia bersifat multipartai, namun pada masa orde baru sempat terjadi

pemusatan kekuatan sehingga partai politik hanya ada 3 partai politik. Sejak jaman reformasi
Indonesia kembali menjadi system multipartai.
c. Yang diperlukan oleh partai politik bukan hanya dukungan, tapi juga kesabaran pemilih untuk
memberikan kesempatan kepada partai politik pilihan, agar partai politik Indonesia biar menjadi
lebih baik lagi dari sekarang.
2. Saran
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih banyak kekurangan dari
kesempurnaan, maka agar makalah ini sempurna mohon kritik dan saran dari pembaca, dan
penulis mengucapkan terimakasih.
Tugas Proyek Pengantar Ilmu Politik tentang Partai Politik Masa Depan

BAB I
PEMBAHASAN
1.1 Pengertian Partai Politik
Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau
dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang
anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok
ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya)
dengan cara konstitusionil untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka
Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya
mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial,
memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok
dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.
Dalam rangka memahami Partai Politik sebagai salah satu komponen Infra Struktur
Politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai Partai Politik, yakni :
1)

Carl J. Friedrich, Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil
dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya,
dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat
ideal maupun materil.

2) R.H. Soltou, Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir,
yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih,
3)

bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.


Sigmund Neumann, Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha
untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan

melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.


4) Miriam Budiardjo, Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggotaanggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna
melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama penyangga
demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena begitu pentingnya peran
Partai Politik, maka sudah selayaknya jika diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan
mengenai Partai Politik. Peraturan perundang-undangan ini diharapkan mampu menjamin
pertumbuhan Partai Politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional.
Pentingnya keberadaan Partai Politik dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan
dalam peraturan perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak
mengajukan calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik
dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan menghilangkan peran
dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini masyarakat mempunyai penilaian negatif terhadap
Partai Politik, bukan berarti lantas menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan.
Semua yang terjadi sekarang hanyalah bagian dari proses demokrasi.
Untuk menciptakan sistem politik yang memungkinkan rakyat menaruh kepercayaaan,
diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan yang mampu menjadi landasan bagi
tumbuhnya Partai Politik yang efektif dan fungsional. Dengan kata lain, diperlukan perubahan
terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem Politik Indonesia yakni Undangundang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang
Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk
melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol
sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna
mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah
belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat
dan fungsional.
Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah.
Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar
berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat. Bagi Indonesia, pertumbuhan Partai Politik telah
mengalami pasang surut. Kehidupan Partai Politik baru dapat di lacak kembali mulai tahun 1908.
Pada tahap awal, organisasi yang tumbuh pada waktu itu seperti Budi Oetomo belum bisa
dikatakan sebagaimana pengertian Partai Politik secara modern. Budi Utomo tidak
diperuntukkan untuk merebut kedudukan dalam negara (public office) di dalam persaingan
melalui Pemilihan Umum. Juga tidak dalam arti organisasi yang berusaha mengendalikan proses
politik. Budi Oetomo dalam tahun-tahun itu tidak lebih dari suatu gerakan kultural, untuk
meningkatkan kesadaran orang-orang Jawa.

1.2 Keadaan Partai Politik Di Indonesia Saat Ini


Di era reformasi ini jalannya demokrasi Indonesia ternyata masih panjang dan berliku.
Terutama pada salah satu pilar demokrasi yang penting yakni partai politik. Partai politik
memang mempunyai peran dan fungsi strategis. Secara ideal partai politik dapat menentukan dan
menyeleksi kandidat pejabat publik. Tidak hanya itu, partai politik juga berperan dan
bertanggung jawab besar dalam pendidikan politik warga negara agar mereka bisa lebih melek
secara politik. Lebih lanjut, di sisi lain, partai politik juga mempunyai tugas untuk mengartikulasi
sekaligus mengagregasikan berbagai macam kepentingan dalam masyarakat sekaligus dalam
konteks tertentu bertanggung jawab menuntaskan berbagai konflik yang muncul.
Meski begitu, diyakini pula tidak semua peran ideal tersebut mampu dijalankan secara
konsekuen dan konsisten. Bahkan,saat ini keadaan partai politik di Indonesia sungguh
memprihatinkan karena banyaknya partai politik yang kehilangan jati diri dan arah
perkembangannya. Sekarang partai politik lebih mengutamakan kepentingan diri atau golongan
dan menjadikannya motif untuk bersikap dan bertindak di dalam perjuangan kekuasaan dan

penggunaan kekuasaan negara. Maka masyarakat atau bangsa Indonesia menjadi terbiasa dengan
ulah partai politik yang membiarkan rakyat dan negara merugi asal bukan partainya.
Kondisi perpolitikan Indonesia di tahun 2011 diprediksi akan berbeda dengan kondisi
tahun sebelumnya 2010. Bila sebelumnya situasinya saling mengunci maka pada tahun ini
situasinya diperkirakan saling menyerang. Menurut pengamat politik Sukardi Rinakit, Perubahan
situasi politik tersebut dipengaruhi tiga aspek, yakni aspek bawaan 2010, aspek obyektif, dan
aspek daerah. Pada aspek bawaan, tiap partai politik telah memiliki amunisi yang dikumpulkan
sejak 2010 untuk menyerang partai lain di tahun ini. "Amunisi itu seperti kasus Gayus yang
dikaitkan dengan Golkar, kasus Bank Century dengan Demokrat, kasus travel cek Miranda
Goeltom dengan PDIP, dan kasus Misbhakun dengan PKS," kata Sukardi Rinakit dalam Polemik
Trijaya dengan tema Meneropong Indonesia 2011 di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (08/01).
Dalam aspek obyektif, Sukardi mencontohkan harga cabai yang makin hari semakin
mahal. Kondisi tersebut akan semakin parah bila pemerintah mengeluarkan kebijakan yang
tergesa-gesa, misalnya dengan kenaikan harga tiket kereta ekonomi. Momentum ini bisa dipakai
untuk menyerang kekuatan politik lawannya.
Untuk aspek dari daerah, Sukardi mencontohkan polemic keistimewaan Yogyakarta yang
hingga saat ini masih berlarut-larut. Menurut Sukardi, pemerintah harus cepat menyelesaikan
polemic tersebut. Kalau tidak, masalah itu juga akan dijadikan partai lain sebagai amunisi untuk
menyerang Demokrat. Meski pun diperkirakan kondisi politik mulai memanas, namun Sukardi
meminta parapolitikus menyerap semangat sportivitas supporter sepak bola. Sebab kalau tidak
maka politik di Indonesia tidak akan pernah dewasa.
Kehadiran partai politik di Indonesia menjadi begitu dilematik. Di satu sisi, hadir sebagai
pengantar dalam upaya menuju bangsa yang demokrasi. Di sisi yang lain, partaipolitik muncul
seolah menjadi benalu yang menghisap sari pati demokrasi dari tubuh bangsa ini. Hingar bingar
pra Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta membawa angin yang tidak segar, terutama bagi
penduduk di kota ini. Calon-calon gubernur dan wakil gubernur tak henti-henti menjadi sorotan
media-media massa. Berita menarik terakhir, terkait dengan uang setoran yang harus dibayarkan
oleh setiap tokoh yang ingin mencalonkan diri. Setiap orang yang ingin diusung untuk menjadi
kandidat gubernur maupun wakilnya, harus menyetor uang yang tak tanggung-tanggung kepada
partai politik, miliaran rupiah.

Meski selentingan-selentingan semacam ini masih terlihat kabur, namun jika kasus ini benar
adanya, tentu jelas seperti apa wajah partai politik Indonesia yang ada saat ini. Partai politik yang
seharusnya menjadi wahana pendewasaan demokrasi bangsa, berubah menjadi sebuah agen jual
beli kekuasaan dan tempat penampungan dana dari masyarakat dan hal ini seolah sah dan baikbaik saja. Melihat kondisi yang seperti ini, tentu bangsa ini semakin risih dengan ulah aktor-aktor
politik ini, aktor-aktor yang pintar berdalih.Dibutuhkanlah partai-partai politik yang benar-benar
mengabdikan dirinya pada upaya pendewasaan demokrasi.
Meskipun akan sulit sekali menemukan partai politik seperti ini, pesimisme ini tentu tak
boleh dibiarkan berlarut-larut, demi sebuah perubahan tentunya. Harus ada upaya yang sungguhsungguh dari partai-partai politik, rakyat, media massa, dan Negara untuk mewujudkan
perubahan yang lebih baik. Keempat elemen ini harus ada, atau paling tidak harus ada upaya
yang muncul dari partai politik, rakyat, dan media massa itu sendiri. Posisi negara yang meski
vital namun masih tak sepenting tiga unsure lainnya. Akan benar sekali bahwa partai politik
dapat mentransformasikan diri hanya oleh dirinya sendiri. Jika mau berubah, tentu perubahan itu
akan muncul, tapi karena semua telah tenggelam dalam suasana kegilaan politik semacam ini,
layaknya perubahan itu tak perlu dilakukan. Akan lebih nikmat bila suasana tetap seperti ini.
Akan lebih nyaman jika perubahan tak pernah terjadi. Inilah ciri khas manusia Indonesia,
manusia yang tahan uji, tahan banting, sosok manusia dengan kesabaran yang sempurna
demikianlah kata Cak Nun.
Kedua, rakyat yang telah menyadari kegilaan dunia politik, tentu akan memiliki pilihanpilihan dan cara dalam menentukan sikap politiknya. Semakin sadar satu masyarakat pada apa
yang menjadi pilihannnya, tentu semakin baik pola piker mereka. Implikasi dari hal ini adalah
semakin berkurangnya jumlah massa pada partai politik itu, akibat surutnya rasa percaya
masyarakat pada partai politik. Untuk menarik massa kembali, partai politik akan segera
memperbaiki dan menampakkan kinerja baiknya kembali. Nampak ada hubungan yang begitu
manis dari sini. Namun rakyat sebagai agen perubahan pun bukannya tanpa kendala. Kendala
utama yang dihadapi rakyat itu adalah menumbuhkan kedewasaan rakyat itu sendiri.
Kondisi yang tergambar dari rakyat Indonesia saat ini jelas merupakan gambaran sebagai
sekumpulan manusia dengan budaya yang serba menerima apa adannya (budaya bisu). Jelas sulit
mendewasakan rakyat seperti ini. Ketiga, perubahan pada partai politik (demokratisasi) akan

muncul dengan bantuan media massa. Partai politik yang melakukan perselingkuhan, sedikit
banyak akan berubah dengan adanya sorotan yang intens dari media massa. Sebuah partai akan
berfikir cerdas ketika setiap saat menjadi sorotan media massa, lagi-lagi ini juga karena upaya
menjaga image yang dibangun oleh partai politik tersebut. Media massalah, yang saat ini dapat
menjadi tumpuan utama dari upaya pendewasaan diri Parpol di Indonesia.
Media massa yang sejak paska reformasi mengalami perubahan kearah yang baik, tentu
dapat dijadikan panduan dalam membantu mengontrol upaya demokratisasi di atas. Pengaruh
negative politik terhadap media massa agaknya dapat diminimalisir, sehingga suara
independennya dapat terjaga. Media massa harus berperan aktif dalam upaya perubahan itu,
dengan melakukan tekanan dan investigasi-investigasi mendalam terhadap partai politik
Indonesia. Namun, karena perubahan dalam diri partai politik itu cakupannya masih setengahsetengah, dalamartian, perubahan itu muncul bukan karena adanya keinginan untuk mewujudkan
perubahan itu sendiri. Maka, perubahan yang sesungguhnya akan ada di saat ketiga elemen di ata
seksis dalam menjaga kesinambungan perubahan itu.
Hal ini karena media partai politik enggan meninggalkan kenyamanannya pada kondisi
saat ini, sengatan-sengatan media massa hanya memunculkan upaya partai politik untuk
memperbaiki

image.

Perlu

diingat

bahwa

partai

politik

dan

rakyat

yang

sakit

takdapatmenyembuhkan dirinya sendiri. Maka, usaha perubahan itu dimulai melalui media
massa. Media massa terlebih dahulu harus menyembuhkan partai-partai politik yang sakit.
Setelah upaya ini selesai, tahap berikut adalah upaya pendewasaan pola piker rakyat. Di mana
secara persuasive sedikit demi sedikit rakyat yang menjadi anggota partai politik tidak hanya
diberi penyuluhan. Penyuluhan hanya menimbulkan efek sementara bagi pola piker rakyat.Yang
lebih penting adalah dengan menjadi partai politik yang bersih, rakyat dapat memperoleh satu
panutan baik dalam ranah perpolitikan bangsa.
Minimnya panutan-panutan baik inilah yang selama ini menjadi kendala dalam
mewujudkan demokrasi Indonesia. Partai-partai politik di Indonesia dapat memilih, hendak
menampilkan wajah bopeng yang ditutup topeng atau wajah asli tanpa bopeng. Akal sehat tentu
memilih pilihan kedua.
Selain hal itu, masih banyak lagi hal yang menggambarkan betapa carut-marutnya
keadaan partai politik saat ini. Salah satunya adalah keinginan untuk menang dalam kompetisi
secara instan yakni dengan menjual figure tokoh.

Contohnya pencalonan artis menjadi kepala daerah, artis yang terkenal dengan pelantun
tembang Belah Duren, Julia Perez bersedia dicalonkan sebagai Bupati/Wakil Bupati Pacitan. Ini
adalah salah satu indikasi kegagalan partai dalam melakukan kaderisasi kepemimpinan. Mereka
terjebak pada logika massa dengan memanfaatkan begitu banyak fitur modernisasi dan
kebutuhan instant masyarakat untuk meraih tujuan pragmatis yang pendek seperti lolos sebagai
caleg dalam pemilihan umum atau berhasil memenangkan pasangan calon dalam pemilihan
kepala daerah. Padahal menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik ,
partai politik berfungsi sebagai sarana pendidikan politik bagi anggota dan masyarakat,
penciptaan iklim yang kondusif dalam menyejahterakan masyarakat, penyerap, penghimpun dan
penyalur aspirasi masyarkat, wadah partisipasi politik warga negara dan rekrutmen politik.
Semakin lama, tingkat persaingan antarparpol tentu saja semakin tinggi dan ketat. Jalan
untuk meraih suara pemilih secara pintas adalah dengan memanfaatkan ketokohan partai. Tokohtokoh partai yang mempunyai nama besar dan tentu saja dikenal menjadi daya pikat. Semua
atribut ini biasanya berasal dari petinggi partai. Sadar akan kondisi yang ada, maka terjadi
simbiosis mutualisme antara tokoh dan klan keluarga yang mencalonkan diri. Tokoh partai
memiliki tujuan untuk melanjutkan tujuan yang belum tercapai. Ini berarti, pencalonan dari klan
keluarga bukan berdasarkan faktor ideologi partai, akan tetapi lebih besar karena dipengaruhi
oleh faktor pragmatisme tokoh. Praktik semacam ini tentu saja akan mendapat respon dan
gejolak keras dari kader-kader partai yang lain. Terlebih jika mereka merasa memerlukan kerja
keras dan pengorbanan untuk duduk dalam posisi puncak partai. Bahkan telah jauh-jauh hari
melakukan kerja keras dan penggalangan dukungan di tingkat akar rumput. Publik pun
memandang tidak ada kemajuan berarti dalam cara berpolitik yang dipertontonkan partai.
Sehingga dapat kembali menurunkan kepercayaan rakyat. Padahal, untuk menciptakan partai
politik yang efektif dan fungsional diperlukan adanya kepercayaan penuh dari rakyat. Tanpa
dukungan dan kepercayaan rakyat, partai politik akan terus dianggap sebagai pembawa
ketidakstabilan politik sehingga kurang berkah bagi kehidupan rakyat.
Respon negative dan gejolak ini jika tidak ditanggapi dengan bijak berpotensi untuk
merusak tatanan dalam partai itu sendiri. Bukan tidak mungkin akan menimbulkan perpecahan
dalam partai. Bahkan kader-kader partai yang merasa terzalimi dapat membentuk parta-partai
tandingannya yang terpisah dari induknya. Artinya, keinginan rakyat untuk menciptakan jumlah
partai yang sedikit agar lebih stabil akan tersendat untuk dapat terwujud.

Partai tidak hanya sekedar menjadi batu loncat karir politik seseorang, lebih dari itu partai
harus menjadi pabrik kepemimpinan yang mampu melahirkan pemimpin dengan kualifikasi
ideal. Disini arah ideologis partai dalam memenuhi fungsinya sebagai pendidikan politik dalam
rangka kesejahteraan rakyat menjadi penting untuk dikaji sebagai spirit dalam gerakan gerakan
perubahan dalam masyarkat.
Pada momentum pemilu maupun pemilu kada, masyarakat sudah tidak lagi membeo
dalam memilih akibat dibukanya kran demokrasi selama tiga puluh tahun. Ini memberikan ruang
sebesar-besarnya kepada setiap orang untuk menentukan parameter apa yang digunakan dalam
pemilihan, yang jelas terlihat adalah masyarakat menggunakan parameter materialistik, sehingga
mereka yang berniat bertarung dalam pesta demokrasi harus mempersiapkan modal sebanyakbanyaknya agar bisa membeli suara rakyat dengan uang ataupun barang. Hal ini diperparah
dengan rahasia umum bahwa partai pun melakukan transaksi politik dagang sapi dengan para
kandidat, terlepas dari alasan apologetik yang dilontarkan setiap partai dalam menjawab masalah
ini. Dalam alam pikiran masyarakat terpahat ketidak percayaan terhadap ketulusan niat kandidat
dan motivasi partai dalam rasionalisasi pilihan-pilihan dukungan yang ditawarkan kepada
mereka. Sehingga kecerdasan masyarakat membaca ini pun bisa dilihat dalam ungkapan
sederhana yang sering ditemukan di masyarakat daripada setelah terpilih tidak dapat apa-apa
lebih baik ambil sebanyak-banyaknya uang/pemberian dari para calon, setelah itu terserah anda
mau anda apakan daerah yang anda pimpin saya lebih sibuk bekerja. Ketika ini terjadi, maka
sesungguhnya kemajuan dalam berbagai aspek akan sangat sulit tercapai. Karena pemimpin yang
terpilih hanya bermodalkan visi dangkal tanpa spirit sementara masyarakat acuh tak acuh dengan
pemimpin yang dipilihnya.
Iklim keterbukaan sekarang ini sebenarnya adalah momentum yang baik untuk
memasarkan beberapa alternatif strategi perubahan yang mestinya direbut oleh partai sebagai
salah satu pilar demokrasi. Yakni dengan memunculkan partai politik yang berkarakter, dan
menawarkan sesuatu lebih dari sekedar tawaran periodik lima tahunan atau sepuluh tahunan.
Menurut J Kristiadi perlu sebuah sistem kaderisasi partai yang berkesinambungan dan konstan
dilakukan sebagai ujud keseriusan dalam mencetak calon pemimpin di masa depan. Kesimpulan
ini diambil dengan mengamati fenomena artis ramai-ramai memasuki panggung politik dan
meninggalkan panggung hiburan untuk sementara. Seperti Emilia Kontessa, Ayu Azhari,
Kristina, Eko Patrio, Andre Taulani dan Julia Perez yang dipinang oleh beberapa partai politik.

Pertanyaannya adalah standar kualifikasi seperti apa yang digunakan oleh partai politik dalam
menentukan calon dalam pemilu kada. Dari berbagai informasi popularitas dan uanglah yang
menjadi jawaban sesungguhnya meski ada kesan rasionalisasi yang terkesan apologetik dalam
menjawab pertanyaan macam ini.
Sesungguhnya bukan karena profesi artis yang menjadi masalah, karena semua orang
punya hak dalam mencalonkan atau dicalonkan, tetapi hal ini menjadi pertanyaan ketika
misalnya seorang Jupe yang bersedia dicalonkan menjadi calon bupati/wakil bupati di Pacitan
sementara indikator mengapa memilih Jupe tidak terpenuhi. Kita melihat dalam beberapa
wawancara terkesan kurang memahami dan kurang wawasan yang seharusnya dimiliki oleh
seorang politisi.
Jika dirunut ke belakang, sebenarnya fenomena ini bisa ditemukan di Pemilu 2009 lalu
dimana proses pencalegan partai-partai politik tidak lagi berdasarkan kualitas, tetapi berdasarkan
kedekatan dengan elit partai, popolaritasnya serta uang yang dimiliki sebagai modal untuk turut
serta dalam proses demokrasi ini. Indikator lain seperti tingkat pendidikan, moralitas, rekam
jejak dan sebagainya hanya pelengkap penderita saja. Sehingga yang terjadi kita temukan ceritacerita menggelikan sekaligus memilukan terjadi di ruang wakil rakyat. Kasus-kasus ijazah palsu
oleh anggota DPR/DPRD merupakan indikasi dari lemahnya rekam jejak yang dibutuhkan dalam
melihat seorang calon. Kemampuan intelektual dalam memahami peraturan perundangan hanya
bisa disamakan dengan pentium II dalam ilmu komputer, belum lagi perilaku amoral yang hanya
sebagian kecil muncul di media, hingga fungsi dewan yang berfungsi melahirkan peraturan,
penganggaran dan pengawasan tidak berjalan dengan baik.
Akhirnya masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap partai politik,karena partai
kehilangan cara untuk meyakinkan masyarakat tentang posisinya yang berada bersama
masyarakat. Seringkali partai terkesan layaknya perusahaan yang dimiliki oleh komunitas atau
klan keluarga tertentu, sehingga tidak lagi dipercaya sebagai wadah pembentukan pemimpin
yang

berkarakter.

Selain

itu

partai

belum

menemukan

cara

yang

baik

dalam

mengkomunikasikan/ menyambungkan gagasan-gagasan ideal partai dengan pragmatisme


masyarakat. Ini berujung pada perubahan-perubahan yang seharusnya bisa dihindari.
Dalam analogi organik Herbert Spencer dinyatakan bahwa masyarakat seperti tubuh
manusia, seperti sebuah organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama

lain. Peran partai politik sebagai salah satu pilar demokrasi menjadi penting adanya. Karena akan
memberikan pengaruh terhadap proses perubahan. Jika partai politik sudah tidak lagi menjadi
entitas yang dipandang sebagai tempat bersemainya idealisme kepemimpinan, maka ini akan
berujung pada krisis kepemimpinan yang sangat membahayakan masa depan. Oleh karena itu
tugas partai politik saat ini setidaknya adalah; pertama kembali menajamkan konsep-konsep
ideologisnya untuk kemudian ditransformasikan kepada seluruh kader melalui sistem yang telah
dirumuskan secara matang. Kedua mengembalikan kepercayaan masyarakaat terhadap partai
politik sebagai unsur perubah untuk tatanan kehidupan yang lebih baik. Ketiga merumuskan dan
menguatkan mekanisme check and balance dalam konteks kepartaian sehingga dinamika politik
adalah laboratorium pembelajaran dalam kesiapan kader dalam meresepon tantangan demokrasi.
Menawarkan dimensi ideologis partai politik ke ruang publik membutuhkan proses dan
energi panjang bagi masyarakat dengan kebebasan euforia demokrasi yang menurut Tjipta
Lesmana sudah sangat kebablasan. Lebih mudah bercerita tentang tawaran-tawaran pragmatis
partai apalagi dalam konteks pemilu kada. Tetapi jika ini tidak dilakukan maka bangsa ini tidak
akan menemukan jati dirinya sendiri ditengah arus globalisasi dan modernisasi yang demikian
cepat.
Salah satu fenomena partai politik di Indonesia adalah menyandarkan pada kharisma
kepemimpinan yang disandang oleh individu yang mempengaruhi partai. Padahal modernisasi
partai selayaknya melepaskan ketergantungan individu untuk lebih mengarahkan pada kerangka
pemikiran/ide yang lebih besar yang menjadi spirit komunal, tidak terjebak pada ikatan-ikatan
temporer semata. Ini akan bisa mengembalikan kepercayaan publik jika dikelola dengan baik,
karena masyarakat saat ini sudah sedemikian dinamisnya dalam perubahan akibat keterbukaan
informasi, sehingga diperlukan penyikapan yang sesuai. Informasi juga sekaligus menjadi
mekanisme check and balance yang sekaligus memberikan psychological reward dan punishment
(penghargaan dan hukuman psikologis) bagi partai politik dan masa depannya. Jika perubahan
ini tidak segera direspon dengan baik, maka ketidakpercayaan publik terhadap partai akan
memicu gerakan-gerakan masyarakat anti politik yang lebih besar, dan mungkin kita bisa beralih
ke wacana negara tanpa partai.
Memang eksistensi partai di negeri ini menjadi persoalan besar yang tidak ada habisnya
dibicarakan. Dihubungkan dengan hasil survei yang kembali mendudukan partai politik dalam

posisi yang tidak beranjak dari masa sebelumnya. Keterpurukan partai politik dalam
menjalankan fungsinya memang menjadi persoalan yang meredam daya tarik institusi politik ini.
Jika diinventriskan, berbagai penyebab menyertai keterpurukan partai. Dari sisi ideologi,
ketidakjelasan masih tercermin di sebagian partai, baik dari level filosofis maupun pada
implementasi program. Dalam kondisi seperti itu, kecenderungan munculnya faksi-faksi di
dalam partai menjadi dominan, yang acap kali pula diikuti konflik yang berujung pada
fragmentasi partai. Dalam pemandangan lain, ketidakjelasan ini tecermin dalam terbentuknya
koalisi di antara sesama partai. Batas ideologi, program, ataupun eksistensi historis partai tidak
lagi menjadi halangan dalam berkoalisi. Artikulasi politik yang berseberangan ataupun sama
tidak lagi menjadi harga mati dalam berkoalisi. Koalisi pun berlangsung singkat dan semakin
tidak terpola. Semakin menjadi persoalan pula dominannya orientasi terhadap materi yang kerap
kali dipertontonkan adanya aroma politik uang dalam setiap kontestasi politik ataupun kerja
partai politik.
Masalah lain adalah pendanaan parpol yang juga diakui masih menjadi persoalan utama.
Kemandirian finansial sebuah parpol adalah suatu keniscayaan sekaligus sebuah kondisi ideal.
Akan tetapi, hal itu masih akan sulit dilakukan jika regulasinya masih tidak membolehkan parpol
mendirikan atau memiliki badan usaha sendiri. Padahal, untuk bisa mengandalkan seterusnya
pada sumbangan pihak luar dan simpatisan, hal seperti itu masih terbilang riskan.
Sungguh betapa beragamnya cabikan luka pada partai politik sehingga memunculkan
harapan di hati rakyat agar partai politik mampu memainkan peran dan fungsi ideal partai politik
yang sehat di negeri ini. Masih menjadi persoalan pelik memang. Namun, tidaklah usang jika
inilah saatnya menggaungkan kenikmatan berpartai.

1.3 Partai Politik Dan Sistem Pemilu Republik Federal Jerman


Sistem demokrasi modern tidak akan berfungsi tanpa adanya partai-partai politik saling
bersaing. Partai yang terpilih untuk periode waktu terbatas mengemban tugas kepemimpinan
politik dan fungsi pengawasan. Partai-partai tersebut memainkan peran penting dalam penataan
politik. Para penyusun Grundgesetz memperhitungkan hal itu dengan mencantumkan pasal
tenang partai politik yang ditentukan bahwa, partai-partai ikut serta dalam perwujudan cita-cita
politik rakyat. Pendiriannya bebas, Susunan organisasi partai harus sesuai dengan prinsip

demokrasi, Partai harus membeberkan sumber keuangannya didepan umum.


Menurut undang-undang dasar, partai politik bertugas ikut serta dalam pembentukan
kemauan politik rakyat. Dengan demikian, penentuan calon penyandang fungsi politik dan
pelaksanaan kampanye pemilihan umum ditingkatkan artinya menjadi tugas konstitusional.
Karenanya, partai-partai memperoleh penggantian dari negara untuk biaya kampanye pemilihan
umum. Penggantian yang baru pertama kali dilaksanakan di Jerman itu, sudah menjadi standar di
kebanyakan negara demokrasi. Menurut konstitusi, susunan organisasi partai politik harus sesuai
dengan prinsip-prinsip demokrasi (demokrasi melalui anggota). Partai politik wajib bersikap
loyal terhadap negara demokrasi.
Partai yang disangsikan pendirian demokratisnya dapat dilarang atas permohonan
pemerintah federal. Akan tetapi partai seperti itu tidak harus dilarang. Kalau pemerintah
menganggap partai yang bersangkutan harus dilarang karena membahayakan sistem demokratis,
pemerintah hanya dapat mengajukan permohonan pelarangan. Putusan pelarangan itu sendiri
hanya dapat dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi Federal. Dengan cara itu partai-partai yang
sedang memerintah dihalangi untuk melarang partai lain yang mungkin akan mengganggu dalam
persaingan politik. Jumlah permohonan pelarangan partai dalam sejarah Republik Federal
Jerman sangat kecil; lebih kecil lagi jumlah partai yang pernah dilarang. Undang-Undang
Dasar memang memberikan privilese kepada partai politik. Namun pada dasarnya partai tetap
merupakan sarana ekspresi masyarakat. Partai menanggung segala risiko kegagalan dalam
pemilihan umum, dalam hal kehilangan anggota, dan dalam hal perselisihan paham berkenaan
dengan kebijakan personalia atau topik lain.
Sistem kepartaian Jerman tidak terlalu rumit. Dengan tampilnya Partai Hijau pada
dasawarsa 1980-an dan partai penerus SED setelah reunifikasi, sistem tri-partai yang telah
berlangsung lama berkembang menjadi sistem panca-partai yang kini sudah mantap. Di samping
partai-partai berbasis lebar, CDU/CSU dan SPD, partai-partai "kecil" pun mencapai persentase
hasil suara sebesar dua digit dalam pemilihan umum 2009 untuk Bundestag. Kedua partai uni,
yang tergolong kelompok partai demokrat Kristen di Eropa, tampil di seluruh Jerman kecuali di
Bavaria sebagai Uni Demokrat Kristen (CDU). Di negara bagian Bavaria, CDU tidak tampil
sendiri dan menyerahkan medannya kepada Uni Sosial Kristen (CSU) yang berhubungan erat

dengannya. Di dalam Bundestag, kedua partai itu membentuk fraksi bersama yang bersifat
permanen. Partai Sosialis-Demokrat Jerman (SPD) merupakan kekuatan besar kedua dalam
sistem kepartaian Jerman. Di lingkungan Eropa, partai ini tergolong kelompok partai sosialisdemokrat dan sosialis demokratis. CDU/CSU dan SPD bersikap positif terhadap negara sosial.
CDU/CSU lebih banyak menampung lapisan pekerja mandiri, tukang dan pengusaha kecil dan
menengah,

sedangkan

SPD

lebih

dekat

dengan

serikat

kerja.

Partai Demokrat Liberal (FDP) terhitung anggota keluarga partai-partai liberal di Eropa.
Tujuan pokok politiknya ialah pembatasan campur tangan negara dalam pasaran sampai ukuran
sekecil mungkin. Pendukung FDP terutama datang dari lapisan masyarakat yang pendapatannya
dan pendidikannya cukup tinggi. Partai Hijau termasuk kelompok partai berhaluan "hijau" atau
ekologis di Eropa. Ciri program politiknya ialah kombinasi antara ekonomi pasaran dan tuntutan
akan perlindungan alam dan lingkungan hidup yang pemenuhannya harus diawasi oleh negara.
Partai Hijau pun lebih banyak mewakili kaum pemilih dari lapisan berpendapatan dan
berpendidikan tinggi. Partai Kiri, Die Linke, merupakan yang termuda di antara kekuatan politik
yang berarti. Kedudukannya cukup kuat di kelima negara bagian yang bergabung dengan
Republik Federal Jerman pada saat reunifikasi. Namun sementara ini di negara bagian lain pun
kursi parlemen dipegangnya. Selaku partai yang mencari pendukung dengan menyuarakan tema
keadilan sosial, Partai Kiri terutama bersaing dengan SPD.
Struktur sistem pemilihan Jerman menyulitkan pembentukan pemerintahan oleh partai
tunggal. Hal itu baru terjadi satu kali selama 56 tahun. Biasanya terjadi persekutuan antarpartai.
Agar para pemilih mengetahui siapa mitra partai pilihan mereka kelak, umumnya masing-masing
partai menetapkan sebuah "pernyataan koalisi" sebelum memulai kampanye pemilihan. Jadi,
dengan memberikan suara kepada salah satu partai, pemilih mengungkapkan preferensinya untuk
persekutuan partai tertentu, dan juga menentukan perbandingan kekuatan di antara para mitra
dalam pemerintahan yang diinginkannya.
a) Partai-Partai Politik Di Bundestag
Sejak pemilihan umum pertama untuk seluruh Jerman pada thaun 1990 ada enam partai
yang duduk dalam Bundestag, yaitu : Uni Demokrat Kristen Jerman (CDU), Partai Sosialis
Demokrat Jerman (SPD), Partai Demokrat Liberal (FDP), Uni Sosial Kristen (CSU), Partai
Sosialisme Demokratis (PDS) dan ikatan antara Kelompok 90 dan Partai Hijau (B?ndnis 90/Die

Gr?nen). CDU tidak mempunyai cabang di Bavaria, sedang CSU hanya muncul di negara bagian
tersebut. Namun dalam Bundestag, CDU dan CSU membentuk satu fraksi, SPD, CDU, CSU dan
FDP didirikan antara tahun 1945 dan 1947 di negara-negara bagian zone Barat. SPD didirikan
kembali pada waktu itu dan tetap memakai nama partai pendahulunya. SPD lama yang umumnya
didukung oleh kaum pekerja dilarang oleh rezim Hitler pada tahun 1933. Partai-partai lain adalah
partai baru. Kedua partai berorientasi Kristiani, CDU dan CSU, terbuka baik untuk orang Kristen
Katolik maupun Protestan, berbeda dengan partai katolik Zentrumspartei pada zaman Republik
Weimar. Sedang FDP dalam programnya meneruskan tradisi liberaisme Jerman.
Dalam jangka waktu lima dasawarsa sejak pendiriannya, keempat partai itu mengalami
berbagai perubahan penting. Pada tingkat federasi mereka semua sudah pernah saling berkoalisi
ataupun bekerja sebagai oposisi. Kini mereka menganggap dirinya sebagai partai massa, yang
mewakili seluruh golongan masyarakat. Di dalam masing-masing partai ada kelompok yang
mewakili sayap yang berbeda-beda, hal mana mencerminkan keragaman pandangan dalam tubuh
suatu partai massa. Dari tahun 1983 sampai 1990 Partai Hijau turut duduk di parlemen. Partai ini
didirikan pada tahun 1979 pada tingkat federal dan kemudian berhasil merebut kursi di sejumlah
parlemen negara bagian pula. Partai Hijau, yang mula-mula mencakup kelompok penentang
tenaga nuklir dan kelompok aksi anti peperangan, berasal dari gerakan radikal untuk kelestarian
lingkungan hidup. Pada pemilu tahun 1990, Partai Hijau terganjal Klausul pembatasan, artinya
tidak memperoleh kursi di parlemen karena tidak mencapai lima persen dari seluruh suara sah
yang diberikan. Tetapi B?ndnis 90 (Kelompok 90) yang tergabung dengannya dalam satu daftar
calon dan tampil di negara-negara bagian yang baru berhasil merebut kursi di Bundestag.pada
bulan Mei 1993 kedua partai itu bergabung dengan nama ?B?ndnis 90/Die Gr?nen?, yang pada
tahun 1994 berhasil memasuki Bundestag. Pada tahun 1998 mereka menjadi partai terkuat nomor
empat dan membentuk koalisi pemerintah bersama SPD; Menteri Luar Negeri Federal yang baru,
yang sekaligus Wakil Federal yang baru, yang sekaligus adalah Wakil Kanselir adalah dari
partai ?B?ndnis 90/Die Gr?nen?.
PDS adalah susulan dari Partai Persatuan Sosialis Jerman (SED), yang dahulu menjadi
partai negara di Jerman Timur. Setelah Jerman bersatu, PDS tidak mampu mencapai kedudukan
sebagai kekuatan politk yang berarti. Dalam pemilu 1990, PDS seperti halnya Kelompok 90 /

Partai Hijau dapat berebut kursi di Bundestag hanya melalui peraturan khusus bagi negaranegara bagian baru. Di wilayah bekas Jerman Timur tersebut, klausul pembatas ketika itu
diterapkan secara terpisah. Dalam pemilihan umum 1994, PDS berhasil memperoleh kedudukan
di Bundestag karena merebut empat mandat langsung di Berlin. Jumlah mandat langsung yang
sama mereka capai pula pada tahun 1998, namun sekaligus berhasil melampaui batas 5 persen
dan karenanya memperoleh status fraksi.
b) Klausul Pembatas.
Dari 36 partai yang ikut serta dalam pemilihan Bundestag pertama pada tahun 1949,
tinggal empat saja yang duduk dalam parlemen hasil pemilu 1990. konsentrasi seperti ini
disebabkan terutama oleh adanya klausul pembatas yang diberlakukan sejak 1953 dan diperketat
lagi pada tahun 1957. menurut klausul itu, partai yang bisa mengirim wakilnya ke Bundestag
hanyalah partai yang berhasil mengantongi sedikitnya lima persen dari jumlah suara sah, atau
memenangkan tiga mandat langsung. Mahkamah Konstitusional Federal dengan jelas
menyatakan menerima klausul ini yang bertujuan untuk menghindari pembiasan kekuatan politik
yang terlalu luas seperti yang terjadi pada masa Republik Weimar, dan untuk memungkinkan
adanya

mayoritas

yang

mampu

membentuk

pemerintahan.

Untuk kelompok minoritas, klausul pembatas tidak diberlakukan. Umpamanya di


parlemen negara bagian Schleswing Holstein ada seorang wakil Himpunan Pemilih Schleswig
Selatan yang mewakili minoritas Denmark, walaupun mereka hanya mencakup jumlah suara di
bawah lima persen. Pemungutan suara komunal untuk tingkat kota dan kebupaten tak jarang
berbeda jauh dari pemilihan tingkat federal dan negara bagian. Dalam pemilihan ini, apa yang
dinamakan partai-partai balai kota sering memainkan peranan penting sebagai perserikatan bebas
para pemilih.

c) Sistem pemilihan umum.


Pemilihan umum untuk semua Dewan Perwakilan Rakyat bersifat umum, langsung,
bebas, sama dan rahasia. Setiap warga negara Jerman yang telah berusia 18 tahun mempunyai
hak pilih, dengan syarat telah tinggal di Jerman selama paling sedikit tiga bulan dan tidak
kehilangan hak pilihnya; apabila dipenuhi prasyarat-prasyarat tertentu, orang-orang Jerman yang
tinggal di luar negeri juga dapat memilih (hak pilih aktif). Seitap orang yang paling sedikit sudah

satu tahun memiliki kewarganegaraan Jerman dapat mencalonkan diri dalam pemilihan umum,
dengan syarat telah mencapai umur 18 tahun pada hari pemilihan umum dilaksanakan, tidak
kehilangan hak pilih aktifnya atau karena keputusan hakim dicabut haknya untuk dipilih atau
menduduki jabatan publik (hak pilih pasti). Tidak ada tahap pemilihan pendahuluan. Para calon
untuk pemilihan pada umumnya diajukan oleh partai-partai, tetapi terdapat kemungkinan caloncalon perorangan yang tidak berpartai untuk mengajukan diri. Sistem pemilihan Bundestag
adalah peraturan pemilihan sebanding yang bersifat personal setiap pemilih mempunyai dua
suara. Dengan suara pertama ia memilih salah satu calon dari wilayah pemilihannya menurut
sistem mayoritas relatif; calon yang mendapat suara terbanyak dinyatakan terpilih. Dengan suara
kedua, pemilih menentukan wakil-wakil yang akan memperoleh mandat di Bundestag melalui
apa yag disebut daftar calon negara bagian. Hasil suara dari setiap wilayah pemilihan dan dari
daftar tersebut diperhitungkan sedemikian rupa sehingga pebagian jumlah kursi di Bundestag
nyaris sebanding dengan persentase suara bagi masing-masing partai. Apabila suatu partai
mendapat mandat langsung di wilayah-wilayah yang lebih banyak daripada jumlah kursi yang
semestinya menurut persentase suara, maka ia tetap boleh memegangnya sebagai mandat
tambahan, tanpa ada kompensasi yang diberikan pada partai-partai lain. Dalam hal ini,
Bundestag akan memiliki jumlah anggota yang melebihi jumlah yang ditetapkan peraturan, yaitu
656 orang wakil rakyat. Oleh sebab itu sekarang ada 669 wakil rakyat. Peraturan megenai daftar
calon negara bagian dimaksudkan agar setiap partai mampu mengirim wakil-wakilnya ke
Bundestag sesuai perolehan suara masing-masing. Selain itu, dengan adanya mandat langsung,
setiap warga diberikan kemungkinan untuk lansung memilih politisi tertentu. Biasanya
masyarakat menunjukkan minat yang cukup besar dalam pemilu. Pada tahun 1998, 82,2 persen
pemilih menggunakan hak pilih mereka. Dalam pemilihan dinegara bagian dan pemilihan
komunal angka ini berubah-ubah, namun biasanya berkisar pada 70 persen.

d) Keanggotaan dan Pembiayaan


Berdasarkan kedudukan pada bulan Oktober 1998, partai-partai yang diwakili dalam
Bundestag memiliki jumlah anggota sebagai berikut : SPD 851.000, CDU 690.000, CSU
177.000 FDP 94.000, PDS 123.000, B?ndnis 90/Die Gr?nen 43.000. Setiap partai memungut
iuran keanggotaan. Namun jumlahnya hanya cukup untuk menutup sebagian dari pengeluaran.
Juga sumbangan untuk kas partai yang datang dari simpatisan politik tak akan mencukupi. Selain

itu ada bahaya bahwa sumbangan dalam jumlah dapat mempengaruhi kebijaksanaan partai itu
sendiri. Karenanya berdasarkan pengaturan baru pembiayaan partai dalam Undang-undang
Kepartaian yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 1994, dalam pemilihan umum untuk Bundestag,
Parlemen Eropa dan parlemen-parlemen negara bagian (Landtag), partai-partai setiap tahunnya
mendapat 1,30 DM per suara dari pemerintah untuk perolehan sampai dengan lima juta suara
yang sah. Selain itu diberikan pembayaran 0,50 DM untuk setiap 1 DM yang diterima partai dari
iuran anggota atau dari sumbangan-sumbangan. Jumlah-jumlah ini tidak boleh lebih besar
daripada pemasukan dana yang diperoleh partai pertahun. Pembelian dari pemerintah untuk
semua partai sebagai keseluruhan dalam setahun tidak boleh melebihi 230 juta DM (batas
tertinggi mutlak).
Partai-partai di RFJ umumnya mempunyai tradisi dasar demokrasi yang meneruskan
tradisi yang sudah berjalan lama. Perbedaan ideologi diantara partai politik tidak menjadi
masalah dalam mencetuskan suatu perekonomian yang bebas, demokratis dan hak asasi manusia
yang merata. Partai yang ikut dalam pemilu di RFJ banyak jumlahnya, tapi tidak semua berhasil
masuk tingkat nasional karena tidak memebuhi persyaratan (5 % kausal).
Partai-partai membantu memenuhi keinginan dan tuntutan politis rakyat. Di dalam alam
demokrasi di RFJ, partai politik merupakan elemen yang hidup. Keanggotaan partai di RFJ tidak
terbatas pada golongan-golongan tertentu seperti kaum buruh, petani ataupun kelompok
intelektual. Disamping partai politik, di RFJ juga terdapat banyak Organisasi Massa dan LSM
lokal maupun asing.
e) Pemilihan Umum
Setiap 4 tahun sekali diadakan pemilihan umum sesuai dengan peraturan yang ada untuk
memilih Bundestag (parlemen), Landtag (perwakilan negara bagian) dan Komunal. Sistem
pemilu ini bersifat keseluruhan, segera, bebas, rahasia, sama dan tertutup, yang ditentukan
wilayahnya. Para pemilih (warga negara Jerman yang sudah berumur 18 tahun) dipanggil untuk
memenuhi kewajibannya, setiap pemilih mempunyai 2 suara. Dengan suara pertama dapat dipilih
calon (kandidat) dari wilayah yang bersangkurtan, sedangkan suara kedua menentukan partai
untuk parlemen (Bundestag), partai-partai ini harus mempunyai paling tidak 5 dari suara pemilih
untuk harus mempunyai paling tidak 5 % dari suara pemilih untuk dapat masuk ke Parlemen (5
% klausal).

f)

Situasi pra Pemilu 2002


Suasana politik dalam negeri Jerman diwarnai dengan persaingan partai politik untuk
menarik simpati dan suara masyarakat pada Pemilu September 2002. Isu nasional, regional
maupun global tidak luput dari sasaran tema pemilu diantaranya masalah pengangguran,
tunjangan sosial, perpajakan, imigrasi, terorisme, krisis Irak dan lain-lain. Pada awalnya partai
pemerintah koalisi, partai SPD (Sosial Demokrat) dan Partai Hijau (dia grunen) seolah tidak ada
harapan untuk menang karena tidak dapat merealisasikan janjinya di bindang ekonomi pada
pemilu tahun 1998. Kondisi ini tidak mematahkan semangat koalisi dengan memilih isu
keamanan dalam melawan teror internasional, menolak semua tindakan bahwa ketidakberhasilan
perekonomian dari kebijakan partainya serta melakukan pembenahan partai diantaranya
memberhentikan Menteri Pertahanan yang terlibat kasus penerimaan uang.
Terakhir pada bulan Agustus 2002, dalam menanggulangi bencana banjir di wilayah
Jerman bagian timur, pemerintah mengeluarkan dana solidaritas banjir sebensar 6,9 milyar Euro
dengan meningkatkan pajak perusahaan dan menunda reformasi pajak yang sedianya tahun 2003
menjadi tahun 2004, dalam menangani banjir tersebut pemerintah juga mengerahkan instansi
kemanan nasional termasuk militer. Menghadapi Pemilu Nasional Jerman pada tanggal 22
September 2002, pemerintah Kanselir Schroder ditimpa berbagai masalah berat diantaranya
rendahnya pertumbuhan ekonomi, peningkatan jumlah pengangguran, kesehatan dan pensiun
serta penurunan penilaian kemampuan kepemimpinan Schroder. Pihak oposisi yang dimotori
oleh Union partai CDU (Kristen Demokrat) dan Csu (Kristen Sosialis) memmanfaatkan peluang
tersebut untuk menurunkan popularitas partai koalisi.
Untuk melawan Schroder, pihak oposisi mengajukan calon Kanselir dari partai CSU,
Edmund Stoiber karena alasan popularitas ketua partai CDU (partai oposisi terbesar) Angela
Markel dinilai kurang populer. Usaha-usaha lain termasuk memunculkan issu-issu penting
seperti kebijakan Schroder yang menolak Jerman ambil bagian dalam intervensi militer AS ke
Irak, jika dilakukan tanpa resolusi PBB. Adapun isu militer yang dijadikan tema dalam pemilu
adalah wajib militer, pemanfaatan di dalam negeri serta penghematan anggaran Bundeswehr.

BAB II

KESIMPULAN DAN SARAN

2.1 KESIMPULAN
Secara umum partai politik dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yan sama.
Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik
(biasanya) dengan cara konstiusional untuk melaksanakan programnya. Tugas partai politik saat
ini setidaknya adalah; pertama kembali menajamkan konsep-konsep ideologisnya untuk
kemudian ditransformasikan kepada seluruh kader melalui sistem yang telah dirumuskan secara
matang. Kedua mengembalikan kepercayaan masyarakaat terhadap partai politik sebagai unsur
perubah untuk tatanan kehidupan yang lebih baik. Ketiga merumuskan dan menguatkan
mekanisme check and balance dalam konteks kepartaian sehingga dinamika politik adalah
laboratorium pembelajaran dalam kesiapan kader dalam meresepon tantangan demokrasi.
Partai poltik di Indonesia mungkin memang agak sedikit carut marut akan tetapi di sisi
lain partai politik Indonesia tidak sepenuhnya mengacuhkan rakyat, jika ada kasus-kasus yang
mengaitkan dengan partai politik itu mungkin hanya ulah beberapa oknum yang tidak
bertanggungjawab saja. Pemilu di Indonesia banyak di warnai dengan pencalonan para artis yang
di pinang oleh beberapa partai politik. Dengan adanya pencalonan-pencalonan seperti ini
menimbulkan banyak keraguan dari masyarakat. Dibandingkan dengan partai-partai politik yang
ada di jerman, partai politik di Indonesia masih cukup jauh tertinggal.
Jadi partai politik di masa yang akan datang selayaknya lebih memperhatikan
kesejahteraan rayat. Jangan hanya memperhatikan kesejahteraan badan partai itu sendiri.

2.2 SARAN
Dalam membentuk suatu negara demokrasi tidak lepas dari peran rakyat, dan untuk
menyalurkan anspirasi rakyat tersebut perlu adanya partai-partai politik yang menampung segala
anspirasi rakyat. Dengan partai politik yang selalu mengembangkan anspirasi rakyat tersebut
dalam bentuk hal-hal yang bermanfaat bagi rakyat tersebut maka akan tercipta kepercayaan dari
rakyat tersebut. Kita selalu berharap munculnya partai-partai politik yang selalu menampung
anspirasi rakyat dan tidak semata-mata mementingkan kepentingan kelompok atau individu saja.
PENGANTAR ILMU POLITIK
PARTAI POLITIK SEBAGAI SARANA KOMUNIKASI POLITIK

Oleh : Nisya Rifiani

Perkembangan ilmu politik tidak pernah lepas dari perkembangan sistem politik yang
dianut oleh negara-negara di dunia. Bicara mengenai sistem politik tidak lengkap bila tidak
menyinggung masalah partai politik, yang kerap kali dianggap sebagai ruh dari sistem
politik.

Pada

negara

demokratis,

partai

politik

menyelenggarakan

beberapa

fungsi

diantaranya :
Partai politik sebagai sarana komunikasi politik
Partai politik sebagai sarana sosialisasi politik
Partai politik sebagai sarana rekruitmen politik
Partai politik sebagai sarana pengatur konflik, dan lain sebagainya...

Salah satu fungsi partai politik yang paling utama dan paling berpengaruh dalam sistem
politik pemerintahan maupun sosial masyarakat adalah fungsi partai sebagai sarana
komunikasi politik. Tulisan ini akan membahas secara spesifik mengenai partai politik dan
fungsinya sebagai sarana komunikasi politik.

Fungsi Partai Politik sebagai Sarana Komunikasi Politik


Komunikasi politik sangat berpengaruh pada suatu sistem politik. Pada suatu negara, sistem
politik yang sehat harus didukung oleh komunikasi politik yang dijalankan dan digiatkan
oleh partai-partai politik. Partai politik ini adalah pihak yang dinilai paling bertanggung
jawab atas berjalannya komunikasi politik. Fungsi komunikasi politik lebih banyak mengacu
pada posisi komunikasi yang paling klasik. Gabriel Almond mengemukakan tentang fungsi
komunikasi politik :
All the function performed in the political system political socialization and recruitment,
interest

articulation,

interest

agregration,

rule

making,

rule

application,

and

rule

adjudication are performed by means of communication. (Almond, 1960)

Secara umum semua fungsi input yang terdapat dalam suatu sistem politik -sosialisasi dan
rekrutmen politik, perumusan kepentingan, penggabungan kepentingan, yang dapat
menghasilkan

peraturan

serta

kemudian

menjalankan

peraturan

tersebut-

adalah

merupakan bagian dari kajian komunikasi.


Secara

sederhana,

komunikasi

politik

didefinisikan

sebagai:

proses

penyampaian

pesan/informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat, dan dari masyarakat
kepada pemerintah (Lucyan W. Pye, 1963).

Fungsi partai politik sebagai sarana komunikasi politik yaitu: Pertama, berperan sebagai
penyalur aneka pendapat dan aspirasi masyarakat yang beragam kemudian mengaturnya
sedemikian rupa serta menampung dan menggabungkan pendapat dan aspirasi tersebut.
Proses seperti ini dinamakan interest aggregation atau penggabungan kepentingan.
Setelah itu pendapat dan aspirasi diolah dan dirumuskan dalam bentuk yang teratur
(interest articulation) yang akan diajukan sebagai usul dari kebijakan partai politik.
Selanjutnya, partai politik akan memperjuangkan agar pendapat dan aspirasi tersebut
dapat dijadikan kebijakan umum (public policy) oleh pemerintah. Tuntutan dan kepentingan
masyarakat dapat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik.
Kedua, berfungsi sebagai sarana untuk memperbincangkan dan menyebarluaskan
rencana dan/atau kebijakan pemerintah (sebagai political socialization). Arus informasi dan
dialog antara masyarakat dan pemerintah berlangsung secara timbal balik.
Ketiga, berfungsi sebagai penghubung sekaligus penerjemah antara pemerintah dan
warga masyarakat. Kebijakan pemerintah yang biasanya dirumuskan dengan menggunakan
bahasa teknis, oleh partai politik dapat diterjemahkan ke dalam bahasa yang dapat
dipahami masyarakat sehingga komunikasi politik antara pemerintah dan warga masyarakat
dapat berlangsung secara efektif.

Komunikasi Politik sebagai Ilmu Terapan


Komunikasi politik merupakan penggabungan dua konsentrasi ilmu pengetahuan yaitu ilmu
politik dan ilmu komunikasi. Hal ini karena perkembangan ilmu komunikasi yang pesat.
Pada perkembangan itu ilmu komunikasi mampu melahirkan apa yang kemudian disebut
dengan komunikasi politik. Jadi, kajian komunikasi politik berada dalam ranah studi ilmu
komunikasi.
Pada sisi lain, komunikasi politik juga menjembatani dua disiplin dalam ilmu yaitu ilmu
sosial dan ilmu politik. Kajian ilmu sosial dan ilmu politik kerap bersentuhan dengan media
sebagai medium yang menghubungkan berbagai macam kelompok dan kepentingan.
Menyatunya dua disiplin ilmu tersebut membuat media yang peranannya pada masingmasing disiplin ilmu tersebut telah cukup sentral, menjadi cukup signifikan.
Kajian ilmu politik kerap bersentuhan dengan media sebagai medium pengelolaan
pesan. Komunikasi politik memungkinkan adanya analisis tentang propaganda dan agitasi
akibat hubungan antar aktor politik dan aktor media. Wilayah abu-abu antara politik dan
media seharusnya punya garis demarkasi, dan pertukaran informasi antara pelaku dengan
imbalan publisitas.

Komunikasi politik berusaha memahami berbagai fenomena politik di masyarakat.


Misalnya, apa alasan seorang pemilih untuk memilih partai politik tertentu dalam suatu
pemilihan umum? Apa alasan seorang pemilih mengubah pilihannya dan memilih partai lain
dalam suatu pemilihan umum?
Kajian komunikasi politik sebagai ilmu terapan sebenarnya bukan hal yang baru.
Mengkomunikasikan politik tanpa aksi politik yang konkret sebenarnya bisa dilakukan oleh
siapa saja. Tak heran jika ada yang menyebut komunikasi politik sebagai neologisme, yakni
ilmu yang sebenarnya tak lebih dari istilah belaka.
Pada zaman dimana ilmu saling silang-bersilang dan lintas batas, zamanlah yang
menentukan apakah komunikasi politik dapat bertahan sebagai ilmu yang bermanfaat bagi
kehidupan di bidang kemanusiaan dan dalam pencarian kebenaran. Bukan dalam sebuah
jendela dari sekian banyak jendela untuk melihat suatu realitas fisik yang tunggal tetapi
dalam sebuah dunia egaliter dan pluralitas yang rendah hati.

Kedudukan Pers dalam Sistem Politik


Pers merupakan lembaga sosial dan lembaga komunikasi massa yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar,
serta data, dan grafik maupun bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media
elektronik, dan jenis saluran lain yang tersedia.
Pers menjalankan fungsinya dengan cara menyampaikan informasi kepada khalayak
umum. Nilai informasi ini dapat dilihat dalam kaitan dengan keberadaan serta kedudukan
dalam sistem sosial. Pers dapat menjalankan fungsi dan mempunyai kedudukan tertentu
dalam sistem politik, ekonomi, atau pun sosio kultural.
Pada sistem politik dalam masyarakat yang demokratis, lembaga/media pers biasa
disebut sebagai pilar ke-empat demokrasi (the fourth estate). Lembaga pers melengkapi
tiga pilar yang menyangga kehidupan masyarakat yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Dengan adanya empat fungsi yang berbeda dalam polity ini, masyarakat yang hidup
berdasarkan asas dan nilai demokrasi diharapkan dapat lebih terjamin untuk memperoleh
perlindungan dan pelayanan terutama dalam bidang perolehan informasi.
Pandangan bahwa pers merupakan lembaga ke-empat dalam sistem politik ini pada
awalnya hanya berkembang pada masyarakat barat yang berdasarkan nilai demokrasi
dengan tiga pilar sistem politik berdasarkan disiplin otonomi dari masing-masing pilar, dan
pemilihan fungsi secara ketat.

Keberadaan pers sebagai institusi ke-empat yang setara dengan institusi legislatif,
eksekutif, dan yudikatif, hanya dapat terwujud jika antara ketiga pilar lainnya memiliki
fungsi otonom dan hubungan bersifat check and ballance satu sama lain. Karenanya dalam
menempatkan kedudukan institusi pers dalam suatu masyarakat perlu dilihat lebih dahulu
sifat hubungan dan posisi dari ketiga pilar. Kedudukan pers sebagai pilar ke-empat hanya
mungkin terjadi jika dalam polity keberadaan setiap institusi politik merupakan perwujudan
dan akulturasi dari warga masyarakat.
Jika kedudukan pers sebagai pilar ke-empat demokrasi sudah tercapai dalam arti
policy mempunyai kestabilan politik maka kehadiran pers tersebut bisa menggantikan fungsi
pengawasan, yang seharusnya dilakukan ketiga lembaga tersebut. Selain itu pers bisa
menjadi pengontrol lembaga masyarakat bila terlihat menyimpang dari demokrasi dan
hukum yang berlaku.
Fungsi pers secara umum adalah: memberi informasi, mendidik, memberikan kontrol,
dan menghubungkan atau menjembatani. Birokrasi politik juga berkencenderungan untuk
mempengaruhi media pers. Bagi birokrasi politik, pers dapat digunakan sebagai alat dalam
melindungi

sistem

demokrasi

ataupun

merekayasa

sistem

otokrasi

mamsyarakat,

tergantung cara mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.


#

Pengantar Ilmu Politik (Resume)

Kewenangan Legitimasi
1. Politik memiliki definisi yang banyak karena politik merupakan fenomena masa kini dan masa
mendatang
2.

Inti dari politik yaitu power (kekuasaan), yang harus mempunyai atau butuh koridor (aturan
main) untuk mengontrol distribusi-distribusi

3. Kewengan adalah sesuatu yang mendapat keabsahan dari legitimasi, legitimasi dapat diperoleh
dari mekanisme politik
4. Kewenangan adalah hak moral untuk melaksanakan keputusan politik karena kewenangan tidak
boleh dilaksanakan diluar legitimasi

5.

Sumber kewenangan diperoleh melalui 5(lima) sumber yakni dari keluarga, kekuatan sakral,
kualitas pribadi, perundang-undangan dan kekayaan atau pengetahuan.

6. Tipe-tipe kewenangan yakni prosedural dan substansial


Negara dan Pemerintah
1.

Bangsa adalah satu ruang imajinasi yang ada dalam diri seseorang secara sistematis melalui
pendidikan dan pengetahuan.Bangsa merupakan komunitas terbaik untuk mecipatakan bangsa
yang besar yaitu masyarakat yang mempunyai kualitas tinggi

2. Relevansi bangsa dan negara yaitu bangsa tidak memilliki batas-batas ruang.
3. Negara adalah instrumen negra yang dibuat untuk melayani kedaulatan rakyat.
Kelompok Kepentingan dan Kelompok Penekanan
1. Interest group ialah sejumlah orang yang memiliki sifat,sikap, kepercayaan dan/atau tujuan yang
sama dan sepakat mengorganisasikan diri untuk melindungi dan mencapai tujuan.
2. Interest Group memiliki pola kepemimpinan dan keanggotaan yang jelas,sumber dana yang jelas
yang berasal dari anggota-anggota didalamnya serta memiliki identitas yang jelas.
3. Interest group berbeda dengan partai politik dan kelompok penekan (pressure group).Kelompok
kepentingan, sesuai dengan namanya memusatkan perhatian pada bagaimana mengartikulasikan
kepentingan tertentu kepada pemerintah sehingga pemerintah menyusun kebijakan yang
menampung kepentingan kelompok. Jadi ia lebih berorientasi kepada proses perumusan
kebijakan umum yang dibuat pemerintah.
4. Presure group ialah kelompok penekan yang merupakan sekelompok manusia yang berbentuk
lembaga kemasyarakatan dengan aktivitas atau kegiatannya memberikan tekanan kepada pihak
penguasa agar keinginannya dapat diakomodasi oleh pemegang

5.

Salah satu dinamika politik bangsa ialah kehadiran kelompok kepentingan dan kelompok
penekanan.

Sistem Pemerintah
1. Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna
menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanyaperilaku reaksioner maupun radikal dari
rakyatnya itu sendiri.

2.

berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum
mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik,
pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontinu dan
demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan.
Partai Politik

1.

Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai
orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakankebijakan mereka.

2. Partai sebagai sarana komunikasi politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi
masyarakat. Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan
merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest articulation). Rumusan ini
dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa atau usulan kebijakan yang disampaikan
kepada penguasa untuk dijadikan kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat.
3.

Partai sebagai sarana sosialisasi politik. Partai memberikan sikap, pandangan, pendapat, dan
orientasi terhadap fenomena (kejadian, peristiwa dan kebijakan) politik yang terjadi di tengah
masyarakat. Sosialisi politik mencakup juga proses menyampaikan norma-norma dan nilai-nilai
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Bahkan, partai politik berusaha menciptakan image
(citra) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum.

4. Partai politik sebagai sarana rekrutmen politik. Partai politik berfungsi mencari dan mengajak
orang untuk turut aktif dalam kegiatan politik sebagai anggota partai.
5. Partai politik sebagai sarana pengatur konflik. Di tengah masyarakat terjadi berbagai perbedaan
pendapat, partai politik berupaya untuk mengatasinya. Namun, semestinya hal ini dilakukan
bukan untuk kepentingan pribadi atau partai itu sendiri melainkan untuk kepentingan umum.

Demokrasi
1.

Demokrasi berarti berarti kekuasaan tertinggi berada ditangan rakyat dan dijalankan langsung
oleh mereka atau wakil-wakil yang mereka pilih dibawah sistem pemilihan.

2. demokrasi dikemukakan oleh Aristoteles, yakni Kata demokrasi berasal dari dua kata, yaitu
demos yang berarti rakyat, dan kratos/cratein yang berarti pemerintahan, sehingga dapat

diartikan sebagai pemerintahan rakyat, atau yang lebih kita kenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
3.

Demokrasi memiliki 3 hal yaitu terkait dengan proses, terkait dengan content(isi) dan terkait
dengan resul (hasilnya)

4. Demokrasi adalah kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain.


5. Beberapa kriteria dari demokrasi yaitu: pemerintahan oleh rakyat, kesamaan dimata hukum dan
pemerintah, penghargaan tas minat dan bakat dan penghargaan terhadap suatu budaya atau hakhak pribadi.
6.

Yang dibutuhkan dalam demokrasi yaitu demokrasi berupa prinsip, kerangka terdalam negara
berdasarkan individunya.

7.

5 (ima) kriteria demokrasi untuk mencapai political yaitu persamaan hak memilih, partisipasi
yang efektif/maksimal, pembeberan kebenaran, kontrol terakhir dalam agenda dan demokrasi
harus mencakup semua warga yang dewasa (usia).

HAM (Hak Asasi Manusia)


1. HAM ialah persamaan dan kebebasan, kebebasan yang dimaksud ialah kebebasan yang dibatasi
oleh kebebasan orang lain.
2.

Setiap orang berhak mendapatkan kebebasan karena itu merupakan bagian dari HAM tetapi
kebebasan itu tidak boleh mengganggu kebebasan orang lain.

3.

Teori John Locke, yaitu Natural Of Right berjalan secara alamiah digunakan sebagai sebuah
instrumen di Amerika dimana ada 3 pokok materi yaitu seseorang harus bebas dalam kehidupan,
dia tidak boleh hidup dalam ketakutan dan dia harus merasa bebas dalam melakukan apapun.

4. 3 (tiga) generasi dalam hak asasi manusia yaitu: Hak sipil dan politik, hak ekonomi, sosial dan
budaya dan hak atas perdamaian dan pembangunan

Legislatif dan Eksekutif


1. Legislatif sebagai konsep kekuasaan suatu negara
2. Harus mendapat persetujuan dari rakyat
3. Melalui legitimasi

4.

Bisa membawa aspirasi masyarakat karena menentukan arah dan capaian politik (tujuan) dari
kualitas suatu bangsa maka jauh lebih baik dan memungkinkan karena adanya partisipasi
masyarakat.

You might also like