You are on page 1of 13

1.

HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan pembuatan Nata de coco pada tinggi media awal, tinggi ketebalan nata dan
% lapisan nata dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de coco
Ke
l
B1
B2
B3
B4
B5

Tinggi Media
Awal (cm)
2,00
1,50
2,90
2,00
1,50

Tinggi Ketebalan Nata (cm)


0
7
14
0
0,30
0,80
0
0,50
0,60
0
0,30
0,50
0
0,40
0,50
0
0,50
0,80

0
0
0
0
0
0

% Lapisan Nata
7
14
15
40
33,3
40
10,34
17,24
20
25
33,3
53,3

Dari hasil pengamatan nata de coco pada tabel 1. Dapat dilihat bahwa hasil pengamatan
ketebalan dan presentase lapisan nata pada pengamatan yang dilakukan pada hari ke-0, 7 dan
14. Pada semua kelompok dihari ke-0 belum tampak terbentuknya lapisan nata nya. Sehingga
belum dapat dihitung presentasenya. Pada hari ke-7, lapisan nata kelompok B2 dan B5
mempunyai nilai ketebalan nata yang terbesar yaitu 0,5 cm dengan presentase lapisan 33%,
sedangkan pada kelompok B1 dan B3 mempunyai nilai ketebalan nata terkecil diantara
kelompok lain, yaitu 0,3 cm dengan presentase lapisan 10% hingga 15%. Pada hari ke-14
lapisan nata kelompok B5 yang mengalami peningkatan paling tinggi yaitu mencapai
presentase 53,3%.

2. PEMBAHASAN
3.

4.

Nata de coco menurut teori (Santosa, et al, 2012), merupakan suatu produk hasil

fermentasi yang menggunakan air kelapa sebagai media. Selama proses fermentasi
berlangsung melibatkan bakteri Acetobacter xylinum yang bekerja mengonversi komponen
gula yang terdapat dalam air kelapa menjadi selulosa. Selulosa inilah yang dikenal sebagai
nata de coco. nata de coco memiliki kandungan air sebesar 98%, berbentuk padat, memiliki
tekstur Kenyal, dan bewarna putih transparan (Anastasia,et al, 2008). Hal ini didukung
dengan teori dari (Astawan & Astawan,1991), yang mangatakan bahwa nata de coco dengan
kualitas baik memiliki tekstur yang kenyal, rasa seperti kolang-kaling, warna putih
transparan, tekstur padat, kuat dan kokoh.
5.
6.
Terdapat beberapa jenis nata yang umumnya dikenal oleh masyarakat diantaranya
nata de coco yang berasal dari air kelapa, nata de larry yang berasal dari air cucian beras,
nata de soya yang berasal dari limbah tahu, nata de cashew yang berasal dari sari buah
jambu, nata de pina dari sari nanas dan nata de cassava yang berasal dari air singkong.
Dimana pada jenis nata tersebut dalam prosesnya fermentasinya melibatkan peran bakteri
yang sama yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri tersebut berperan dalam pembentukan gel
selulosa pada permukaan larutan yang mengandung gula. Menurut teori (Palungkun,1996),
bakteri Acetobacter xylinum tersebut mengambil glukosa pada larutan gula dimana kemudian
digabungkan dengan asam lemak sampai terbentuk prekursor pada membrane sel, sehingga
prekursor akan dikeluarkan bersama enzim menjadi selulosa. Menurut (Santosa et al., 2012),
nata de coco termasuk makanan berkalori rendah sehingga sangat baik dikonsumsi bagi yang
diet, tidak hanya itu nata de coco juga kaya dengan serat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
menjaga kesehatan seperti memperlancar pencernaan serta mencegah serangan kanker usu
besar.
7.
8.
Dalam pembuatan nata de coco dapat memanfaatkan limbah air kelapa, hal ini untuk
mengoptimalkan pemanfaatan dari buah kelapa, karena didalam air kelapa terdapat berbagai
nutrisi yang bisa dimanfaatkan oleh bakteri penghasil nata de coco. menurut (Woodroof,
1972), nutrisi didalam air kelapa yaitu gula sukrosa 1,28%, sumber mineral Mg2+3,54 gr/l,
adanya mineral didalam substrat dapat membantu meningkatkan aktivitas enzim kinase dalam
memetabolisme sel Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa, serta menurut (Lapus,
et al, 1967), terdapat adanya faktor pendukung pertumbuhan (growth promoting factor) yaitu
suatu senyawa yang mampu meningkatkan pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.
9.

10. Dan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh (Hayati, 2003), terdapat hal-hal yang
perlu untuk diperhatikan dalam membuat nata, yakni:
a) Peralatan untuk membuat nata harus steril
b) Suhu yang digunakan harus stabil yaitu sekitar 30C
c) pH yang digunakan dalam membuat nata harus optimal, yaitu sekitar 4,3-4,5. pH dapat
diukur saat penambahan asam asetat glacial
d) Sisa media nata yang sudah dipanen, dapat dimanfaatkan kembali sebagai starter untuk
membuatnata.
11.
11.1.
Cara Pembuatan Nata de coco
11.1.1. Pembuatan Media
12.
Mula-mula air kelapa sebanyak 1000 ml untuk satu kloter B disaring dengan
menggunakan kain saring, hal ini untuk membersihkan kotoran-kotoran yang terdapat pada
air kelapa. Hal ini sesuai dengan dengan teori yang dikemukakan oleh (Astawan & Astwan
1991), tujuan dari penyaringan tersebut untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang mungkin
terdapat pada air kelapa. Pada proses penyaringan dapat dilihat pada gambar 1.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Gambar 1. Penyaringan Air Kelapa

20. Air kelapa yang sudah disaring tersebut kemudian dipanaskan dan ditambah dengan
gula pasir sebanyak 10%, yaitu (100 gram) dan diaduk sampai larut. menurut teori
dari (Awang, 1991), mengemukakan bahwa pada penambahan gula ke dalam air
kelapa, bertujuan sebagai sumber C (karbon) organic yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan

Acetobacter xylinum supaya dapat menghasilkan selulosa secara

maksimal. Menurut teori (Palungkun, 1996), tujuan dari pemanasan air kelapa sampai
mendidih adalah untuk membunuh mikroba yang dapat mengkontaminasi/ mencemari
nata yang akan dihasilkan. Apabila tidak dilakukan pemanasan, maka akan ditemukan
mikroba lain yang dapat menganggu pertumbuhan serta aktivitas Acetobacter xylinum
dalam mengkonversi gula menjadi selulosa. Sedangkan menurut teori (Astawan &
Astawan, 1991), pemanasan tidak hanya bertujuan membunuh mikroba, tetapi juga
dapat berfungsi untuk melarutkan gula. Pelarutan gula dapat mempengaruhi
keberhasilan pembentukan nata, karena pada prinsipnya dengan kelarutan gula yang
rendah, akan menyebabkan gula sulit untuk diserap oleh Acetobacter xylinum,

sehingga tidak dapat menghasilkan selaput tebal dipermukaan larutan. Penambahan


gula pasir dapat dilihat pada Gambar 2, pemanasan dapat dilihat pada gambar 3 dan
pengadukan dapat dilihat pada gambar 4. .
21.
22.
23.
24.
25. Gambar 2. Pemanasan

Gambar 3. Penambahan Gula

Gambar

4.

Pengadukan

26.
27. Setelah air kelapa tersebut dipanaskan dan ditambah gula, kemudian didinginkan
terlebih dahulu, lalu ditambahkan dengan Ammonium sulfat sebanyak 0,5% dari 1000
ml yaitu ( 5 gram). Menurut teori (Pambayun,2002), penambahan Ammonium sulfat
bertujuan sebagai sumber nitrogen untuk mendukung pertumbuhan dari aktivitas
bakteri nata de coco. tetapi sumber nitrogen akan lebih baik bila menggunakan
Ammonium fosfat (ZA), karena jika dibandingkan dengan urea, ZA dapat
menghambat pertumbuhan Acetobacter aceti yang merupakan pesaing Acetobacter
xylinum. Tidak hanya itu penambahan urea yang lebih banyak dapat menyebabkan
larutan menjadi lebih asam (kondisi pH cairan berkisar 4). Jika hal ini telah terpenuhi
sebagai substrat, maka aktivitas bakteri dapat lebih optimal dalam memfermentasikan
air kelapa menjadi produk nata de coco. setelah ditambahkan Ammonium sulfat, lalu
ditambahkan asam cuka glacial yang diambil dari ruang asam, penambahan cuka
sampai pH larutan media mencapai 4-5, Untuk kloter mencapai hasil pH 4,94.
Kemudian dipanaskan lagi sampai mendidih dan disaring. Menurut teori
(Rahman,1992), pengaturan atau penambahan asam ini terkait dengan sifat dan
karakteristik dari bakteri Acetobacter xylinum yang hanya dapat tumbuh optimal pada
kondisi asama yaitu berkisar pH 4,3 dan untuk media yang digunakan biasanya
berkisar antara 4-5. Hal ini sudah sesuai dengan teori (Rahman,1992), bahwa pH yang
digunakan pada kloter B 4,94. Beberapa proses diatas dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
28.
29.
30.
31.

32.
33.
34.

Gambar 5. Penambahan Ammonium sulfat

Gambar 6. Penambahan Asam cuka

Gambar 7.

Pemanasan kedua

35.
36. Teori (Pato & Dwiloted,1994), mengemukakan pada proses pemasakan kedua ini
bertujuan untuk memastikan bahwa air kelapa yang digunakan sebagai media tidak
mengandung mikroorganisme kontaminan.
37.
38.
39.

2.1.2.Fermentasi
Setelah bagian awal pembuatan media dilakukan, selanjutnya melakukan proses

fermentasi. Setelah dilakukan pemanasan yang kedua, media steril tersebut disaring dengan
menggunakan kain saring untuk memisahkan kotoran yang tertinggal. Lalu 5 wadah plastic
bersih disediakan pada tiap kelompok, lalu masing-masing kelompok mendapat media air
kelapa sebanyak 200 ml, kemudian ditutup dan ditunggu agak dingin atau hangat, karena
apabila dalam kondisi panas akan mematikan biang nata. Setelah media dingin selanjutnya
ditambahkan biang nata (starter) sebanyak 10% (20 ml) dari masing-masing media wadah
plastic secara aseptis. Pemberian starter tersebut sesuai dengan teori (Pato & Dwiloka, 1994),
yang menyatakan bahwa jumlah starter yang ditambahkan untuk pembuatan nata yakni 410%. Hal tersebut di perkuat oleh teori (Rahayu, et al, 1993), menyatakan bahwa bakteri atau
biakan murni yang dapat digunakan untuk membuat nata de coco tergantung pada jumlah dan
umur inokulumnya, jumlah yang ditambahkan biasanya berkisar antara 1-10%. Untuk proses
pemanasan yang dilakukan, sesuai dengan teori (Dwidjoseputro,1994), yang mengemukakan
bahwa perlakuan secara aseptis bertujuan untuk mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme
yang tidak diinginkan selama proses fermentasi berlingsung. Adanya mikroorganisme lain
selama proses fermentasi nata de coco dapat berakibat pada menurunnya jumlah selulosa
yang akan terbentuk, sehingga proses fermentasi tidak maksimal. Kemudian media dan
starter yang telah berada didalam wadah tersebut diaduk perlahan hingga seluruh starter
bercampur, Lalu tutup rapat dengan menggunaka kertas coklat serta diikat dengan karet
gelang. Proses penuangan hingga, pemberian starter dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.

6
47.

Gambar 8. Penyaringan Media

Gambar 9. Pengambilan

Gambar 10. Penuangan Media

Gambar 11. Penambahan

Sampel

48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
Starter

55.
56. Lalu proses selanjutnya, media diinkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang (sekitar
28C). proses ini sesuai dengan teori yang ada yaitu teori (Pambayun, 2002), yang
menyatakan bahwa bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada suhu ruang. Suhu
di atas maupun dibawah 28C dapat mengakibatkan pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum terhambat, sedangkan pada suhu 40C dapat membunuh bakteri Acetobacter
xylinum.
57.
58.
59.
60.
61.

Gambar 12. Proses Inkubasi

62. Pada saat proses inkubasi berlangsung, wadah plastic yang berisi media dan stater
tersebut tidak boleh digoyang-goyangkan agar lapisan yang terbentuk tidak terpisahpisah. Menurut teori (Pambayun,2002), proses inkubasi pada suhu ruang bertujuan
untuk menciptakan suhu yang optimal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter
xylinum. Setelah itu dilakukan pengamatan nata de coco pada hari ke-0, ke-7 dan ke14, yang meliputi tinggi awal media, serta tinggi ketebalan nata, lalu dihitung %
lapisan nata yang terbentuk dengan rumus:

63.

64.

Lapisan Nata=

Tinggi ketebalannata(cm)
x 100
Tinggimedia awal(cm)

65. Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui ketebalan dan persentase lapisan nata
de coco dengan pengamatan yang dilakukan pada hari ke-0, 7, dan 14. Pada hari ke-0,
pada semua kelompok kloter B masih belum terlihat bentuk lapisan natanya, sehingga
persentase lapisan nata tidak dapat dihitung. Pada hari ke-7, lapisan nata kelompok B5
mempunyai nilai ketebalan nata yang terbesar yaitu 0,5 cm dengan presentase lapisan
tertinggi yaitu sebesar 33%, sedangkan pada kelompok B3 mempunyai ketebalan
terkecil yaitu dengan nilai 0,3 dan memperoleh nilai presentase lapisan sebesar
10,3%. Sedangkan pada hari ke-14, nilai tinggi ketebalan nata tertinggi dimiliki oleh
kelompok B5 dengan nilai sebesar 0,8 dan presentase lapisan sebesar

53%.

Sedangkan pada kelompok B3 memiliki tinggi ketebalan nata terendah yaitu 0,5 pada
hari ke -14 dengan presentase lapisan nata sebesar 17,24%. Maka dapat disimpulkan
dari semua kelompok pada kloter B, dari hari ke-0 hingga hari ke-14 mengalami
peningkatan tinggi ketebalan nata dan presentase lapisan nata.
66. Pada hasil tersebut mengalami adanya perbedaan hasil ketebalan dan presentase nata,
hal ini dikarenakan pada tiap kelompok menggunakan wadah plastic yang tidak
seragam, bentuk dan ukurannya berbeda-beda. Menurut teori (Pato & Dwiloted,1994),
Faktor lain yang mempengaruhi ketidakefektivan hasil nata de coco adalah sumber
karbon, sumber nitrogen, umur kelapa, temperature, pH, dan keberadaan
mikroorganisme yang mengkontaminasi. Sedangkan menurut teori (Seumahu et al,
2005),juga menambahkan bahawa nata yang bagus merupakan nata yang memiliki
ketebalan 1,5-2 cm. nata de coco yang terbentuk tidak bagus, dan menimbulkan bau
yang tidak sedap, hal ini dimungkinkan karena terjadi kontaminasi pada saat
inokulasi, sehingga bakteri Acetobacter xylinum,terhambat pertumbuhannya atau
karena suhu ruangan yang tidak stabil, atau kurang sesuai untuk inkubasi sehingga
pertumbuhan dari Acetobacter xylinum tidak dapat optimal.
67.
67.1.

Pembahasan Jurnal
68.

69. Pada jurnal pertama yang berjudul Evaluation of Physical and Mechanical
Properties Composit eof Nata de coco Fibers/Resin Filled SiO2, and Al2O3. nata
dari tair kelapa yang mempunyai kandungan asam asetat sebesar 0,3%, gula 2,0%,
dan urea sebesar 0,5%.

70. Pada jurnal kedua yang berjudul The Effect of pH, Sucrose and Ammonium
Sulphate Concentrations on The Production of Bacterial Cellulose (Natadecoco)
by Acetobacter xylinum, bahwa ketebalan dari nata de coco dapat mempengaruhi
daya ikat air. Daya ikat air ini dapat mempengaruhi tekstur fisik dan sifat organoleptik
pada nata. Nata de coco yang bagus,memiliki tekstur yang kenyal, permukaannya
lembut, halus dan tidak beraroma asam.
71. Pada jurnal yang ketiga Teknologi Pembuatan Nata de coco, pembuatan Nata de
coco dengan menggunakan substrat air kelapa dilakukan dengan cara menambahkan
gula sukrosa atau gula pasir sebanyak 10%, urea 0,5%,asam asetat glasial 2% atau
asam cuka dapur 25% sebanyak 16 ml/ liter airkelapa. Hal ini sesuai dengan yang
dilakukan pada saat praktikum.
72. Berdasarkan

jurnal

yang

keempat

berjudul

Physicochemical

Properties

and

Characterization of Nata de cocofrom Local Food Industries as a Source of


Cellulose,dalam jurnal ini dibuktikan dengan serbuk nata de coco yang dihasilkan dapat
larut dalam kuprum (II) etilena diamina. Larutan ini dapat membuktikan bahwa nata de coco
adalah sumber selulosa bakteri yang baik untuk dikonsumsi oleh manusia.

73. Pada jurnal yang terakhir Studies on Fermentation of Monascus purpureus


TISTR 3090 with Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum TISTR 967),
warna dari nata de coco yang putih dapat diberi pewarna lain, salah satu pewarnanya
adalah dengan menggunakan Monascus purpureus. Pewarnaan menggunakan kapang
ini sangat aman bagi kesehatan.
74.
75. KESIMPULAN
76.
Nata de coco adalah produk hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum.
Nata de coco berbentuk padat, warnanya putih transparan, serta bertekstur kenyal.
Perebusan air kelapa bertujuan untuk mengurangi mikroorganisme kontaminan.
Penambahan gula berfungsi sebagai sumber karbon organik.
Penambahan ammonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen anorganik.
pH optimal untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum yakni dengan pH 4,3.
Proses penyaringan dilakukan untuk menghilangkan kotoran pada air kelapa.
Presentase (starter) yang ditambahkan yakni 4-10%.
Penutupan dengan kertas coklat dan diikat dengan karet adalah suatu pencegahan agar
oksigen tidak masuk kedalam media fermentasi

Lapisan nata berada di bagian atas medium.


Faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan nata de coco yaitu sumber karbon, sumber
nitrogen, umur kelapa, pH, temperatur, dan mikroorganisme kontaminan.
77.
78. Semarang, 8 Juli 2015
79. Praktikan

Asisten Dosen
-

Nies Mayangsari
Wulan Apriliana

80. Tri Kurnia Utami


81. 12.70.0189
82.
83.
84.
85.
86.
87.
88.
89.
90.
91. DAFTAR PUSTAKA
92. Anastasia; Nadia; dan Afrianto Eddy.(2008). Mutu Nata de Seaweed dalam
BerbagaiKonsentrasi Sari Jeruk Nipis.Prosiding Seminar Nasional Sains dan
Teknologi II.Universitas Lampung.
93. Astawan, M. dan M. W. Astawan.(1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat GunaEdisi
Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.
94.

Awang, S. A. (1991). Kelapa Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Jakarta.

95. Dwijoseputro, D. (1994). Dasar-dasar Mikrobiologi.Djambatan. Jakarta.


96. Halib, Nadia dan Mohd Cairul Iqbal Mohd Amin. (2012). Physicochemical Properties
and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of
Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211.
97.
98.
Hayati, M. ( 2003 ). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa.
Yogyakarta

10

99. Jagannath, A. et al. (2008). The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate
concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter
xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:25932599.
100.
Lapuz, M. M., Gollardo E.G., & Palo M.A. (1967). The Organism and Culture
Requirements, Characteristics and Identity. The Philippine J. Science. 98:191 109.
101.
Misgiyarta. (2007). Teknologi Pembuatan Nata de coco. Pelatihan Teknologi
Pengolahan Kelapa Terpadu. Balai Besar Penelitiandan Pengembangan Pascapanen
Pertanian, Bogor.
102.
Ochaikul, Duangjai. Et al. (2006). Studies on Fermentation of Monascus
purpureus TISTR 3090 with Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum TISTR
967. KMITL Sci. Tech. J.Vol.6 No. 1.
103.

Palungkun, R. ( 1996 ). Aneka Produk Olahan Kelapa.PT

Penebar Swadaya. Jakarta


104.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco.

Kanisius. Yogyakarta.
105. Pato, U. & Dwiloka, B. (1994). Proses & Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (4) : 70-77.
106. Rahayu, E.S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M.N. Cahyanto. (1993).
Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.
107.

Rahman, A . (1992). Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta Santosa dkk., 2012

108. Santosa, B.; K. Ahmadi & D. Taeque. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy
Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco.
IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1 No. 1, Mar
2012,6-11. ISSN : 2252-5297.
109.
Saputra, Asep Handaya dan Darmansyah. (2010). Evaluation of Physical and
Mechanical Properties Composite of Nata de coco Fibers/Resin Filled SiO2, and
Al2O3. ISFAChE 2010.
110.
111. Seumahu, Cecilia. A; Antonius Suwanto & Maggy T. Suhartono. (2005). Dinamika
Populasi Acetobacter Selama Proses Fermentasi Nata de Coco. Jurnal Mikrobiologi
Indonesia, September 2005, hlm. 75-78. ISSN 0853-358X. Vol. 10, No. 2.
112.
Woodroof, J.G. (1972). Coconuts: Production, Processing Product, The AVI
Publishing Company, Inc. Conecticut.
113.
114.

11

115.
116.
117.
118.
119.
120.
121.
122.
123.
124.
125.
126.
127.
128.
129.
130.
131.
132.
133.
134.
135.
135.1.
136.

LAMPIRAN
Perhitungan

137.

Rumus:
Tinggi Ketebalan Nata
x 100%
Tinggi Media Awal

138.

PersentaseLapisanNata =

Kelompok B1

12

139.

H0 Persentase Lapisan Nata =

0
x 100%
1

= 0%
0,3
x 100%
2
140.
H7 Persentase Lapisan Nata =
= 15%
0,8
x 100%
2
141.
H14 Persentase Lapisan Nata =
= 40%
Kelompok B2
0
x 100%
1
142.
H0 Persentase Lapisan Nata =
= 0%
0.5
x 100%
1,5
143.
H7 Persentase Lapisan Nata =
= 33,33%
0,6
x 100%
1,5
144.
= 40%
14 Persentase Lapisan Nata =
H
Kelompok B3
0
x 100%
1,2
145.
H0 Persentase Lapisan Nata =
= 0%
0,3
x 100%
2,9
146.
H7 Persentase Lapisan Nata =
= 10,34%
0,5
x 100%
2,9
147.
H14 Persentase Lapisan Nata =
= 17,24%
Kelompok B4
0
x 100%
1
148.
H0 Persentase Lapisan Nata =
= 0%

149.

H7 Persentase Lapisan Nata =

150.
H14 Persentase Lapisan Nata =
Kelompok B5

151.

H0 Persentase Lapisan Nata =

0,4
x 100%
2

0,5
x 100%
2
0
x 100%
1

= 20 %

= 25 %

= 0%

13

0,5
x 100%
1,5
152.

H7 Persentase Lapisan Nata =

= 33%
0,8
x 100%
1,5

153.

H14 Persentase Lapisan Nata =

153.1.
Jurnal
153.2. Laporan Sementara
154.
155.
156.
157.

= 53%

You might also like