You are on page 1of 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Dismenore
Dismenore (dysmenorrheu) berasal dari bahasa yunani. Kata dys yang berarti
sulit, nyeri, abnormal : meno yang berarti bulan ; dan rrhea yang berarti
aliran. Dismenore adalah kondisi medis yang terjadi sewaktu haid/menntruasi
yang dapat mengganggu aktivitas dan memerlukan pengobatan yang ditandai
dengan nyeri atau rasa sakit di daerah perut maupun pinggul. Menurut kamus
kesehatan, dismenore adalah nyeri mentruasi yang mungkin disertai kram
perut, kejang (spasme), dan nyeri punggung.
B. Klasifikasi Dismenore
Dismenore dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada tidaknya
kelainan atau penyebab yang sapat diamati, berikut adalah klasifikasi
dismenore :
1. Dismenore berdasarkan jenis nyeri
a. Dismenore spasmodic
Dismenore spamosdik adalah nyeri yang dirasakan di bagian bawah
perut dan terjadi sebelum atau segera setelah haid dimulai. Dismenore
spasmodic dapat dialami oleh wanita muda maupun wanita berusai 40
tahun ke atas. Sebagian wanita yang mengalami dismenore spasmodik
tidak dapat melakukan aktivitas. Adapun tanda dismenore spamodik
antara lain sebagai berikut :
- Pingsan
- Mual
- Muntah
Dismenore spamosdik

dapat diobati atau di kurangi dengan

melahirkan bayi pertama, walaupun tidak semua wanita mengalami


hal tersebut.

b. Dismenore Kongestif
Dismenore kongestif dapat diketahui beberapa hari sebelum haid
dating. Gejala yang ditimbulkan berlangsung 2 dan 3 hari sampai

kurang dari 2 minggu. Pada saat haid dating, tidak terlalu


menimbulkan nyeri, bahkan setelah hari pertama haid. Penderita
dismenore kongestif akan merasa lebih baik di bandingkan dengan
dismenore spasmodik. Adapun gejala yang ditimbulkan pada
dismenore kongestif antara lain :
- Pegal (pegal pada paha)
- Sakit pada payudara
- Lelah
- Mudah tersinggung
- Kehilangan keseimbangan
- Ceroboh
- Gangguan tidur dan timbul memar dipaha dan lengan atas.
2. Dismenore berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab
a. Dismenore Primer
Dismenore primer biasanya dimulai dalam 6 hingga 12 bulan setelah
menarche (pertama kali menstruasi). Saat menstruasi, pelepasan selsel endometrium akan diikuti dengan dikeluarkannya prostaglandin
yang akan menyebabkan timbulnya iskemia, kontraksi miometrium
dan vasokonstriksi. Ternyata dari penelitian tersebut menunjukkan
bahwa wanita dengan dismenorhea berat, terjadi peningkatan
prostaglandin pada darah menstruasinya.
Keadaan di bawah ini akan meningkatkan risiko mengalami
dismenorhea primer yaitu:
- Wanita yang merokok
- Wanita yang minum alkohol selama menstruasi karena alkohol
-

akan memperpanjang nyeri pada saat menstruasi


Wanita yang kelebihan berat badan dan obesitas
Wanita yang tidak memiliki anak
Menarche dini (wanita yang pertama menstruasi sebelum umur 12

tahun)
Mempunyai riwayat yang sama dalam keluarga

b. Dismenore Sekunder
Dismenorhea sekunder bisa terjadi kapanpun setelah menarche, tetapi
paling sering ketika wanita berumur 20an atau 30an tahun, setelah
beberapa tahun mengalami siklus normal tanpa rasa nyeri.
Peningkatan prostaglandin juga ikut berperan di sini, akan tetapi

disertai adanya kelainan atau penyakit pada pelvic (panggul).


Penyebab tersering adalah endometriosis, leiomioma, adenomiosis,
polip endometrial, chronic pelvic inflammatory disease (PID), dan
pemakaian IUD.
C. Etiologi Dismenore
Penyebab dari nyeri haid ini belum ditemukan secara pasti meskipun telah
banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari penyebabnya.
1. Etiologi atau penyebab dari dismenore primer
a. Faktor Psikologis
Biasanya terjadi pada remaja dengan emosi yang tidak stabil,
mempunyaiambang nyeri yang rendah, sehingga sangat sedikit rasa
nyeri dapat merasakan kesakitan
b. Factor Endokrin
Pada umumnya hal ini di hubungkan dengan kontraksi usus yang tidak
baik. Hal ini sangat erat kaintannya dengan pengeruh hormonal.
Peningkatan produksi prostaglandin akan menyebabkan terjadinya
kontraksi uterus

yang tidak terkoordinasi sehingga menimbulkan

nyeri.
2. Etiologi Dismenore Sekunder
Dalam dismenore sekunder, etiologi yang mungkn terjadi adalah :
a. Factor Konstitusi Seperti Anemia
Pemakaian kontrasepsi IUD, benjolan yang menyebabkan penderahan,
tumor atau fibroid.
b. Anomali Uterus congenital
Anomali Uterus kongenital,Seperti rahim yang terbalik, peradangan
selaput lender rahim.
c. Endometriosis
Penyakit yang ditandai dengan adanya pertumbuhan jaringan
endometrium

diluar rongga rahim. Endometrium adalah jaringan

yang membatasi bagian dalam rahim. Saat siklus metruasi, lapisan


endometrium ini akan bertambah sebagai lapisan terjadinya
kehamilan. Bila kehamilan tidak terjadi, maka lapisan ini akan
terlepas dan di keluarkan sebagai mentruasi.
D. Tanda dan Gejala Dismenore

Dismenore dapat di tandai dengan gajala nyeri pada perut bagian bawah,
nyeri yang dirasakan sebagai kram yang timbul hilang atau sebagai nyeru
tumpul yang terus menerus ada. Nyeri mulai timbul sesaat sesudah atau
selama haid, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari
akan menghilang. Dismenore juga sering disertai dengan sakit kepala, mual,
sembelit atau diare dan sering berkemih, dan kadang sampai menjadi muntah.
E. Diagnosis Dismenore
Diagnosis dimulai dengan evaluasi ginekologis melalui anamnesis dan
pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan rongga panggul. Diagnosis
dismenorhea hanya bisa dipastikan saat dokter telah mengeliminasi kelainan
menstruasi yang lain atau kondisi medis lain dengan gejala yang sama atau
pengobatan yang mungkin bisa menyebabkan kondisi seperti itu. Sebagai
tambahan, prosedur diagnostik untuk dismenorhea termasuk di dalamnya
antara lain dengan USG, MRI, laparoskopi dan histeroskopi.
Dismenorhea primer dengan sekunder dapat dibedakan melalui anamnesis,
termasuk di dalamnya usia pada saat menarche, perdarahan abnormal dari
vagina atau cairan abnormal dari vagina, dispareunia (nyeri saat hubungan
seksual) dan riwayat obstetri.
F. Cara Mengatasi Dismenore
Cara untuk mengatasi dismenore dapat dilakukan dengan mengkonsumsi
obat anti peradangan non steroid ( ibuprofen, naprokseen, asam mefenamat).
Obat ini akan efektif jika diminum 2 hari sebelum mentruasi dan dilanjutkan
sampai 1-2 hari ketika mentruasi.
Selain dengan obat-obatan, dismenore juga dapat diatasi dengan cara-cara
sebagai berikut :
- Istirahat cukup
- Olah raga teratur (terutama jalan)
- Pemijatan
- Mengalami orgasme (bagi yang telah menikah)
- Kompres hangat diarea sekitar perut
- Banyak mengkonsumsi air putih, hindari konsumsi garam berlebihan
serta kafein untuk mencegah pembengkakan dan retensi cairan

Makan makanan kaya zat besi, kalsium, vitamin B kompleks seperti susu,

sayuran hijau
Tinggikan posisi pinggul melebihi bahu ketika tidur telentang untuk
membantu meredakan dismenore.

G. Temuan-Temuan Ilmiah terkait Menopause


Pemberian minuman fungsional berbasis susu skim yang disuplementasi
isoflavon kedelai sebanyak 100 mg/hari dan Zn sulfat 8 mg/hari, selama 2
bulan kepada para wanita premenopause, secara nayata meningkatkan kadar
timulin dan fungsi estrogen endogen, tetapi tidak berpengaruh pada kadar
estrogen (Winarsi et al. 2003).
Dengan meningkatnya aktifitas timulin, membuktikan bahwa gangguan
sisitem imun pada usia lanjut sebagai akibat atrofi kelenjar timus, dapat
diperbaiki

dengan

minuman

fungsional

berbasis

susu

skim

yang

disuplementasi dengan isoflavon kedelai dan Zn. Peningkatan aktivitas


timulin tersebut berkorelasi positif dengan status antioksidan seluler dan
sisitem imunitas humoral wanita premenopause. Oleh sebab itu dapat
dikatakan

bahwa

minuman

fungsional

berbasis

susu

skim

yang

disuplementasi dengan isoflavon kedelai dan Zn, bersifat imunopotensial bagi


wanita premenopause (Winarsi et al 2003).
Dengan meningkatnya kadar timulin, maka status imun wanita premenopause
dapat diperbaiki, sehingga dengan mengkonsumsi minuman fungsional ini
para wanita dapat menikmati hari tua, yang ditunjukkan oleh adanya sistem
kekebalan yang prima (Winarsi et al. 2003)
Menurut Dokter Hasto Wardoyo SpOG dan Dr Ova Emilia SpOG bahwa
pada usia 45 tahun perempuan dianjurkan mengonsumsi obat hormonal
maupun melakukan terapi dengan mengonsumsi makanan yang mengandung
hormon estrogen. Di Indonesia banyak makanan dan tumbuhan yang bisa
dimanfaatkan yaitu tempe, pepaya, bengkuang, dan buah terong yang
biasanya digunakan untuk sayuran. Suplementasi estrogen melalui obat
diperlukan bagi perempuan menopause yang mengalami gangguan serius.

Dianjurkan, langkah preventif sejak usia 45 dilakukan daripada cara


pengobatan (Siswono 2001).
Ada proses yang pasti terjadi pada perempuan yaitu proses osteoporosis.
Secara umum, perempuan akan kehilangan massa tulangnya antara 40-60
persen, lebih besar dibanding pria. Oleh sebab itu mengonsumsi kalsium
penting sekali pada usia setengah baya. Dan untuk mendapatkan hubungan
seksual yang tetap harmonis pada usia 51 tahun, selain mengonsumsi buahbuahan seperti jus pepaya atau jus bengkuang misalnya, beberapa kelompok
olahraga usia lanjut di berbagai kota membuktikan pulihnya otot-otot dan
hormon perempuan tersebut (Siswono 2001).
H. Terapi Estrogen pada Wanita Menopause
Di Amerika Serikat lebih banyak wanita meninggal karena penyakit jantung
dibandingkan karena kanker. Dan penyakit jantung ini lebih berisiko bagi
wanita yang telah mengalami menopause (berhenti menstruasi). Pada saat
menopause, hormon estrogen menurun tajam dan peluang menderita penyakit
jantung semakin meningkat. Mekanisme estrogen di dalam melindungi
jantung adalah karena efek proteksi yang ditimbulkannya. Dalam
publikasinya Heart Fitness for Life Mary P McGowan MD menuliskan bahwa
estrogen akan meningkatkan kolesterol HDL (baik) dan menurunkan
kolesterol LDL (jahat). Kolesterol LDL ini akan menimbulkan plak di dalam
darah tetapi dengan kehadiran HDL yang tinggi yang berperan sebagai tukang
sapu maka plak-plak yang mulai menempel akan dibersihkan (Khomsan
2002).
Adanya hormon estrogen pada wanita yang masih aktif menstruasi akan
menekan Lp(a) atau lipoprotein(a). Kadar Lp(a) rata-rata adalah 2 mg/dl, dan
apabila Lp(a) meningkat sampai 20-30 mg/dl maka akan muncul risiko
penyakit jantung koroner. Lp(a) ini berperan sebagai penggumpal yang
kemudian bersama-sama plak yang ada dalam pembuluh arteri akan
menyumbat aliran darah sehingga muncul serangan jantung. Sampai saat ini
belum diketahui peranan diet atau olahraga terhadap kadar Lp(a), terapi yang

telah dikenal bermanfaat untuk menurunkan level Lp(a) adalah pemberian


estrogen dan niacin (Khomsan 2002).
Estrogen sebenarnya bukan sekedar hormon pada wanita, karena diketahui
bahwa estrogen juga dapat menjalankan fungsi sebagai antioksidan.
Kolesterol LDL lebih mudah menembus plak di dalam dinding nadi
pembuluh darah apabila dalam kondisi teroksidasi. Peranan estrogen sebagai
antioksidan adalah mencegah proses oksidasi LDL sehingga kemampuan
LDL untuk menembus plak akan berkurang. Peranan estrogen yang lain
adalah sebagai pelebar pembuluh darah jantung sehingga aliran darah menjadi
lancar dan jantung memperoleh suplai oksigen secara cukup (Khomsan
2002).
Dengan berkurangnya estrogen pada saat menopause maka tubuh wanita
menjadi rentan terhadap risiko penyakit jantung. Terapi estrogen (Estrogen
Replacement Therapy) bertujuan agar hormon estrogen yang semakin
berkurang ini dapat terisi kembali. Pada umumnya payudara wanita yang
mengalami terapi estrogen akan menjadi lembek, selain itu juga muncul
gejala-gejala mual, lemah dan pusing. Namun demikian, kebanyakan efek
samping ini akan hilang setelah beberapa minggu terapi (Khomsan 2002).
Dalam penelitian Postmenopausal Estrogen Progesterone Intervention
diketahui bahwa kelompok wanita yang mendapat placebo (kontrol) dan
kelompok terapi hormon, pada akhir penelitian yang berlangsung selama 3
tahun, mempunyai berat badan yang sama. Ini membuktikan, kekhawatiran
bahwa terapi hormon akan meningkatkan berat badan tidak terbukti. Adalah
wajar bahwa seiring dengan bertambahnya usia, wanita cenderung akan
meningkat berat badannya dan ini sebenarnya dapat diatasi dengan diet dan
olahraga (Khomsan 2002).
Penggunaan terapi estrogen selama 5-10 tahun tidak akan menyebabkan
kanker payudara. Di Amerika kanker payudara ini membunuh 45.000 wanita
setiap tahun, oleh karena itu kaum wanita mesti berhati-hati dalam
menghadapi setiap risiko yang akan meningkatkan terjadinya kanker
payudara. Wanita-wanita pengguna terapi estrogen jangka lama (>5-10 tahun)

risikonya untuk terkena kanker payudara meningkat tipis. Namun sebenarnya


mereka mempunyai kesempatan untuk melakukan deteksi dini atas
munculnya kanker payudara ini (Khomsan 2002).
Sebagaimana diketahui bahwa wanita menopause juga cenderung mengalami
osteoporosis (tulang rapuh). Jumlah wanita yang meninggal akibat
komplikasi

retak

pinggul

akibat

osteoporosis

ternyata

lebih

besar

dibandingkan mereka yang meninggal akibat kanker. Dengan terapi estrogen


maka risiko osteoporosis dapat ditekan. Dampak positif pemakaian terapi
estrogen bagi wanita adalah pola tidur menjadi lebih baik, suasana batin lebih
tenang, dan dapat memperbaiki hubungan seksual suami-istri (Khomsan
2002).
Apabila seorang wanita pada awalnya mempunyai kadar trigliserida darah
tinggi (250 mg/dl) maka pemakaian terapi estrogen (pil) dapat merangsang
peningkatan trigliserida. Terdapat keterkaitan metabolisme antara trigliserida
dengan kolesterol HDL (baik). Apabila trigliserida tinggi maka HDL
cenderung turun. Oleh karena itu sebelum menjalani terapi estrogen
disarankan melakukan pemeriksaan profil lipid darah (Khomsan 2002).
Bagi wanita muda penderita kanker payudara yang telah menjalani
kemoterapi, menopause mungkin datang lebih awal dan lebih mendadak. Hal
ini disebabkan oleh berhentinya fungsi ovarium untuk menghasilkan
estrogen. Kekhawatiran utama adalah bahwa wanita muda penderita kanker
ini mungkin terpaksa harus menjalani terapi estrogen lebih lama, dan secara
teoritis penggunaan terapi estrogen jangka panjang akan memunculkan risiko
kambuhnya

kanker

yang

pernah

diidapnya.

Terapi

estrogen

akan

meningkatkan kepadatan jaringan payudara dan ini juga akan menyulitkan


deteksi kanker (Khomsan 2002).
Namun demikian manfaat terapi estrogen itu sendiri telah diakui yaitu
menurunkan risiko penyakit jantung, menurunkan risiko osteoporosis, dan
mungkin menurunkan penyakit Alzheimer. Pada tahun 1993 National
Education Cholesterol Program di AS mengakui pentingnya peranan terapi
estrogen di dalam memperbaiki profil lipid (kolesterol) dan memperkecil

risiko penyakit jantung. Mereka merekomendasikan terapi estrogen bagi


wanita yang telah mengalami menopause yang level kolesterolnya tidak dapat
dinormalkan sepenuhnya dengan diet dan olahraga (Khomsan 2002).

You might also like