You are on page 1of 21

STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK

DENGAN KEJANG DEMAM


BAB I
PENDAHULUAN

1. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
mencapai >380C). Kejang demam dapat terjadi karena proses intrakranial maupun
ekstrakranial. Kejang demam terjadi pada 2-4% populasi anak berumur 6 bulan s/d. 5 tahun.
Paling sering pada anak usia 17-23 bulan (IDAI, 2004).
Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure)
Ciri dari kejang ini adalah:

Kejang berlangsung singkat

Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu <10 menit

Tidak berulang dalam waktu 24 jam

2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure)


Ciri kejang ini:

Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit

Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam.

2. PENYEBAB
Etiologi kejang dibedakan menjadi intrakranial dan ekstrakranial.
Intrakranial meliputi:

Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler

Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis

Kongenital: disgenesis, kelainan serebri

Ekstrakranial, meliputi:

Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan elektrolit


(Na dan K) misalnya pada pasien dengn riwayat diare sebelumnya.

Toksik: intoksikasi, anestesi local, sindroma putus obat

Kongenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan keurangan


piridoksin.

Beberapa faktor risiko berulangnya kejang yaitu:

Riwayat kejang dalam keluarga

Usia kurang dari 18 bulan

Tingginya suhu badan sebelum kejang makin tinggi suhu sebelum kejang demam,
semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang

Lamanya demam sebelum kejang semakin pendek jarak antara mulainya demam
dengan kejang, maka semakin besar risiko kejang demam berulang.

3. TANDA DAN GEJALA


1. Kejang umum biasanya diawali kejang tonik kemudian klonik berlangsung 10 s.d. 15
menit, bisa juga lebih.
2. Takikardia : pada bayi frekuensi sering diatas 150-200 per menit.
3. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat
menurunnya curah jantung.
4. Gejala bendungan system vena :
o Hepatomegali
o Peningkatan tekanan vena jugularis

4. PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2
dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipid dan
permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal, memmbran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) serta
elektrolit lainnya kecuali ion kloirda (Cl-). Akibatnya, konsentrasi ion K+ dalam neuron
tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron berlaku sebaliknya.
Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat

perbedaan potensial membran yang disebut sebagai potensial membran dari neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membran ini, diperlukan energi dan bantuan enzim Na-KATP-ase ynag terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstra seluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawia atau aliran listrik
dari sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran neuron itu sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan meningkatkan metabolisme basal 1015% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun,
sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan orang dewasa yang hanya
mencapai 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari
membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion
natrium melalui membran sel yang mengakibatkan lepasnya aliran listrik. Lepasnya aliran
listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh bagian sel maupun
membran sel di sekitarnya dengan bantuan neurotransmitter sehingga terjadilah kejang.
Ambang kejang tiap anak berbeda. Pada anak dengan ambang rendah, kejang dapat
terjadi pada suhu 380C, sedang anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada
suhu 400C atau lebih.
Perjalanan penyakit kejang demam dapat diamati pada gambar di bawah ini:

Gambar 1. Patofisiologi Kejang Demam

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit, dan glukosa
darah dapat dilakukan walupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti.
2. Indikasi lumbal pungsi pada kejang demam adalah untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Indikasi lumbal pungsi pada pasien dengan
kejang demam meliputi:
o Bayi<12 bulan harus dilakukan lumbal pungsi karena gejala meningitis sering
tidak jelas
o Bayi antara 12 bulan -1 tahun dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi kecuali
pasti bukan meningitis
3. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam yang tidak khas
4. Pemeriksaan foto kepala, CT-scan, dan/atau MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa
kelainan neurologist karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. CT scan
atau MRI direkomendasikan untuk kasus kejang fokal untuk mencari lesi organik di otak.

6. MANAJEMEN TERAPI
Tujuan penanganan kejang adalah untuk menghentikan kejang sehingga defek
pernafasan dan hemodinamik dapat diminimalkan.
1. Pengobatan saat terjadi kejang
1. Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Dosis pemberian:
1. 5 mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3 tahun,
2. atau 5 mg untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB> 10 kg,

3. 0,5-0,7 mg/kgBB/kali
2. Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5 mg/kgBB.
Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg per menit untuk
menghindari depresi pernafasan. Bila kejang berhenti sebelum obat habis,
hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2 kali dengan jarak 5 menit bila
anak masih kejang. Diazepam tidak dianjurkan diberikan per IM karena tidak
diabsorbsi dengan baik.
3. Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB perlahanlahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50mg IM dan pasang
ventilator bila perlu.

2. Setelah kejang berhenti


Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan dengan
pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah terjadinya kejang
demam. Obat yang diberikan berupa:
1. Antipiretik

Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali atau


tiap 6 jam. Berikan dosis rendah danpertimbangkan efek samping berupa
hiperhidrosis.

Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali


1. Antikonvulsan

Berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan risiko berulangnya kejang, atau

Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari

3. Bila kejang berulang


Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asam valproat dengan dosis
asam valproat 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis, sedangkan fenobarbital 3-5
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis.
Indikasi untuk diberikan pengobatan rumatan adalah:

Kejang lama >15 menit

Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah


kejang misalnya hemiparese, cerebral palsy, hidrocefalus.

Kejang fokal

Bila ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsi

Disamping itu, terapi rumatan dapat dipertimbangkan untuk

Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam

Kejang demam terjadi pada bayi <12 bulan

BAB II
DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pengkajian
1. Riwayat kejang
2. Riwayat penyakit, terutama penyakit infeksi
3. Pengkajian fisik dan neurologi
4. Pantau kejang: awitan, waktu, durasi, kepatenan jalan nafas selama kejang
berlangsung
5. Observasi pasca kejang: status kesadaran, adanya paresis atau kelemahan

2. Masalah Keperawatan Yang Sering Muncul


Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam adalah:
1. Hipertermia
Definisi: temperatur tubuh meningkat di atas rentang normal
Kriteria:

o Peningkatan suhu tubuh dari


rentang normal

o Tingkat pernafasan
meningkat

o Kejang atau konvulsi

o Takikardi

o Kulit memerah

o Palpasi hangat

Faktor yang berhubungan: penyakit, peningkatan metabolic rate


2. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Definisi: ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi atau sumbatan dari saluran nafas
untuk mempertahankan jalan nafas yang bersih
Kriteria:

o Dispnea

o Produksi sputum

o Suara nafas kecil

o Sianosis

o Orthopnea

o Perubahan pada rate dan ritme


nafas

o Suara nafas tambahan

o Gelisah

o Batuk, tidak efektif atau absen

Faktor yang berhubungan: spasme jalan nafas, akumulasi sekret, adanya jalan nafas
buatan (selama kejang)
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral
Definisi: penurunan oksigen yang berdampak pada kegagalan menutrisi jeringan pada
tingkat kapiler
Kriteria:

o Abnormalitas saat berbicara

o Status mental terganggu

o Perubahan reaksi pupil

o Kesulitan menelan

o Kelemahan ekstrimitas atau


paralisis

o Perubahan perilaku

Faktor yang berhubungan: gangguan aliran darah arteri ke otak


4. Risiko aspirasi
Definisi: Berisiko untuk masuknya sekresi gastrointestinal, orofaringeal, zat padat, atau
cairan ke dalam jalur trakheobronkhial.
Faktor risiko: Peningkatan tekanan gastrik, pemberian makan melalui selang, penurunan
kesadaran, adanya selang trakheostomi atau endotrakheal, pemberian obat, peningkatan
residu lambung, penurunan refleks gag dan batuk, gangguan menelan.
5. Risiko injuri
Definisi: Berisiko mengalami cedera sebagai dampak kondisi lingkungan yang
berinteraksi dengan sumber daya adfaptif dan defensif individu.
Faktor risiko: faktor fisik (desain dan tatanan alat), psikologis (kesadaran afektif),
biokemis (fungsi regulatori), perubahan gerakan (lidah tergigit).
6. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Definisi: Pengambilan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Kriteria:
1. laporan pengambilan nutrisi kurang dari rekomendasi asupan harian
2. kelemahan otot-otot untuk menelan atau mengunyah

3. menunjukkan ketidakmampuan untuk ingesti makanan


Faktor yang berhubungan: ketidakmampuan ingesti b.d. faktor mekanik
7. Gangguan mobilitas fisik
Definisi: Pembatasan dalam gerakan fisik yang independen, bertujuan dari badan atau
satu ekstrimitas atau lebih.
Kriteria:
1. keterbatasan dalam menunjukkan ketrampilan motorik
2. terbatasnya rentang gerakan
3. gerakan yang tidak terkoordinasi
4. kesulitan mengubah posisi
5. tremor yang diinduksi oleh gerakan
Faktor yang berhubungan:
Kerusakan muskuloskeletal, kerusakan persepsi sensori

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No
.

1.

Diagnosa

Hipertermia b.d.
penyakit,
peningkatan

Kriteria Hasil (NOC)

Pengaturan suhu

1. Suhu kulit dalam

Intervensi (NIC)

Penanganan Demam:

1. Monitor tekanan darah,

metabolic rate

rentang yang
diharapkan ( 36,5
37,50 C)

2. Kecepatan nadi
dalam rentang yang
diharapkan (100
190x/mt)

3. Kecepatan respirasi
dalam rentang yang
diharapkan (2030
x/mt)

4. Hidrasi adekuat
5. Suhu tubuh dalam
batas normal

6. Tidak terdapat
iritabilitas

7. Tidak terdapat
kejang otot

8. Berkeringat ketika
panas

nadi, dan pernafasan secara


tepat

2. Monitor penurunan
kesadaran

3. Monitor adanya kejang


4. Monitor nilai WBC, Hbg,
dan Hct

5. Monitor intake dan out put


6. Monitor abnormalitas
elektrolit

7. Monitor ketidakseimbangan
asam basa

8. Monitor adanya aritmia


jantung

9. Kelola pengobatan
antipiretik secara tepat

10. Kelola pengobatan untuk


merawat penyebab demam,
secara tepat

11. Kelola tepid sponge bath,


secara tepat

12. Dorong peningkatan intake


cairan per oral

13. Kelola cairan per IV, secara


tepat

14. Kompres dengan es pada


lipatan paha dan ketiak

15. Tingkatkan sirkulasi udara


dengan menggunakan kipas
angin

16. Dorong atau kelola


perawatan mulut secara
tepat

17. Kelola pengobatan yang


tepat untuk mengkontrol
atau mencegah kejang

18. Kelola oksigen secara tepat


19. Monitor suhu sesering
mungkin secara tepat

20. Monitor insensible water


loss

2.

Bersihan jalan
nafas tidak efektif
b.d. spasme jalan
nafas, akumulasi
sekret, adanya
jalan nafas buatan
(selama kejang)

Status respirasi: kepatenan


jalan nafas

Manajemen jalan nafas

1. Buka jalan nafas, gunakan

Demam tidak terjadi

Kecemasan tidak
terjadi

2. Posisikan pasien untuk

Tersedak tidak
terjadi

3. Identifikasi kebutuhan

Ritme nafas dalam


rentang yang
diharapkan (drh)

4. Pasang jalan nafas buatan

Mengeluarkan
sputum dari jalan
nafas

teknik teknik Chin Lift dan


Jaw Thrust

memaksimalkan ventilasi

aktual/potensial pasien
terhadap alat bantu
pernafasan

melalui oral atau


nasofaringeal, sesuai
kebutuhan

5. Keluarkan sekret dengan


Bebas dari suara
nafas tambahan

batuk atau suksion

6. Anjurkan nafas dalam dan


batuk

7. Ajarkan bagaimana cara


batuk efektif

8. Bantu penggunaan
spirometer

9. Auskultasi suara nafas,


catat area penurunan atau
tidak adanya ventilasi, dan
adanya suara tambahan

10. Bantu suction endotracheal


atau nasotracheal

11. Berikan bronkodilator


12. Ajarkan pasien terhaadap
penggunaan inhaler

13. Berikan pengobatan dengan


aerosol

14. Berikan perawatan


nebulizer ultrasonik

15. Berikan pelembab udara


atau oksigen

16. Berikan intake cairan untuk


mengoptimalkan
keseimbangan cairan

17. Posisikan pasien untuk


mencegah sesak nafas

18. Monitor status respiratori


dan oksigenasi

3.

Perfusi jaringan
serebral tidak
efektif b.d.
ketidakseimbangan
ventialsi dengan
aliran darah,
penurunan
konsentrasi Hb

Perfusi jaringan: serebral


Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24
jam perfusi jaringan serebral
efektif dengan kriteria hasil:

Peningkatan Perfusi Serebral

1. Konsultasikan dengan
dokter untuk menentukan
parameter hemodinamik,
dan mempertahankannya
tetap dalam rentang normal

2. Rangsang hipotensi dengan

dalam darah

kesadaran baik

Fungsi neurologis
tidak terganggu

Tak ada sakit kepala

Tidak ada agitasi,


gelisah

fungsi motorik dan


sensorik kembali
baik

tanda vital stabil

tidak ada tanda


peningkatan TIK

pemberian volume
expander atau agen
inotropik atau
vasokonstriktif, sesuai yeng
diresepkan untuk
mempertahankan parameter
hemodinamik dan
mengoptimalkan cerebral
perfusion pressure (CPP)

3. Berikan dan titrasikan obat


vasoaktif

4. Berikan agen reologik


seperti manitol atau
dekstran

5. Posisikan pasien untuk


perfusi yang optimal

6. Monitor status neurologis


Manajemen Syok

1. Observasi tanda dan gejala


ketidakadekuatan perfusi
(kepucatan, sianosis,
pengisian kapiler yang
lamban, penurunan
kesadaran)

2. Monitor status cairan


3. Monitor AGD
4. Posisikan pasien untuk
perfusi yang optimal

5. Monitor tanda dan gejala


kegagalan respirasi

4.

Risiko aspirasi b.d.


eningkatan
tekanan dalam
lambung,
penurunan tingkat
kesadaran

Kontrol Aspirasi

Identifikasi faktor
risiko

Mencegah faktor
risiko

Memposisikan diri
duduk untuk
makan/minum

Mempertahankan
konsistensi cairan
dan makanan

Pencegahan Aspirasi

1. Monitor tingkat kesadaran,


refleks batuk, refleks gag,
dan kemampuan menelan

2. Monitor status pulmoner


3. Monitro jalan nafas
4. Posisikan meninggi 900
5. Pertahankan suction
tersedia di tempat

6. Berikan makan dalam porsi


kecil

7. Cek residu dari tube


sebelum memberikan
mkanan

8. Cegah pemberian makan


jika residu tinggi/banyak

9. Berikan makanan atau


cairan yang dapat diberikan
secara bolus

10. Pertahankan kepala tempat


diur dielevasi 30 sampai 45
menit setelah pemberian
makan

5.

Risiko injuri b.d.


faktor fisik (desain
dan tatanan alat),
psikologis
(kesadaran
afektif), biokemis
(fungsi regulatori),
perubahan gerakan
(lidah tergigit)

Risk Control

Manajemen Kejang

Pengetahuan tentang
resiko

Pantau gerakan untuk


mencegah injuri

Memonitor faktor
resiko dari
lingkungan

Longgarkan pakaian

Dampingi pasien selama

Memonitor faktor
resiko dari perilaku
personal

Pertahankan jalan nafas

Berikan oksigen sesuai


kebutuhan

Monitor status neurologis


dan tanda vital

Menggunakan
fasilitas kesehatan
sesuai kebutuhan

Reorientasikan pasien
paska kejang

Menggunakan
dukungan personal
untuk mengontrol
resiko

Catat lama dan karakteristik


kejang: bagian tubuh yang
terlibat,

aktivitas motorik, dan


progresivitas kejang.

Dokumentasikan informasi
mengenai kejang

Berikan antikonvulsan
sesuai anjuran

Mengembangkan
strategi kontrol
resiko yang efektif

Melaksanakan
strategi kontrol
resiko yang dipilih

periode kejang

Manajemen Lingkungan

Sediakan lingkungan yang


aman

Memasang side rail tempat


tidur

Membatasi pengunjung

Memberikan penerangan
yang cukup

Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien.

6.

Gangguan
pemenuhan
kebutuhan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
ketidakmampuan
ingesti b.d. faktor
biologis

Status Nutrisi
Karakteristik:

Intake zat gizi


(nutrien) adekuat

Intake makanan dan


cairan adekuat

Energi tercukupi

Masa tubuh sesuai

Berat badan sesuai


usia

Ukuran kebutuhan
nutrisi secara
biokimia dalam
rentang normal

Memindahkan barangbarang yang dapat


membahayakan

Terapi nutrisi

1. monitor makanan/cairan
yang dikonsumsi dan intake
kaori harian

2. Tentukan-kolaborasi
dengan ahli gizi- jumlah
kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien.

3. Tentukan kebutuhan akan


pemasangan NGT

4. Berikan nutrisi enteral,


selayaknya

5. hentikan pemberian makan


melalui selang apabila
asupan oral dapat ditolerir.

6. Berikan cairan yang


mengandung nutrien

7. Kaji kemampuan pasien


untuk mendapatkan nutrisi
yang dibutuhkan

7.

Gangguan
mobilitas fisik b.d.
gangguan
neuromuskuler

Mobilitas
Setelah dilakukan tindakan
selama 7x24 jam anak akan
menunjukkan peningkatan
mobilitas mandiri meliputi:

Terapi aktifitas

1. Berkolaborasi dengan
okupasi terapis, fisik terapis
dalam merencanakan dan
memonitor program

Keseimbangan tubuh

Posisi tubuh

Gerakan Otot

Gerakan sendi

Kemampuan
berpindah

aktivitas secara tepat.

2. Bantu untuk memilih


aktifitas konsisten sesuai
dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial.

3. Memfasilitasi pergantian
aktifitas pada saat pasien
mempunyai keterbatasan
dalam waktu, energi atau
pergerakan.

4. Sediakan aktifitas motorik


untuk menghilangkan
ketegangan otot.

Self Care Assistance

1. Monitor kemampuan klien


untuk perawatan diri yang
mandiri.

2. Monitor kebutuhan klien


untuk alat-alat bantu untuk
kebersihan diri, berpakaian,
berhias, toileting dan
makan.

3. Sediakan bantuan sampai


klien mampu secara utuh
untuk melakukan self-care.

4. Pertimbangkan usia klien


jika mendorong
pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, E.J.2000. Patofisiologi. EGC: Jakarta


Herdman, 2011. Diagnosis Keperawatan, Definisi Dan Klasifikasi 2009-2011, alih bahasa Made
Sumarwati (et al), EGC: Jakarta
Hudak and Gallo, 1996. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI volume 11, EGC,
Jakarta.
Mansjoer, A. dkk. 2000, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Media Aesculaplus. Jakarta.
NANDA, 2005. .Nursing Diagnosis: Definition And Klasification 2005-2006. NANDA
Internasional Philadelphia
Price, S.A. 2006. Patofisiologi dan Konsep Klinik Proses-proses Penyakit. EGC: Jakarta
Suryantoro, P. 2004. Krisis Konvulsi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS DR Sardjito.
Wilkinson, J.M. 2006, Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Criteria
hasil NOC, alih bahasa Widyawati (et al), ed 7, EGC: Jakarta
Wong, Donna L. 2003. Perawatan Klinis Keperawatan Pediatrik. Alih bahasa: Monica Ester.
Editor bahasa Indonesia: Sari Kurnianingsih. Edisi 4. Jakarta. EGC

You might also like