You are on page 1of 30

OPTIMASI PELILINAN DAN SUHU PENYIMPANAN

BUAH MANGGIS MENGGUNAKAN


RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)

SKRIPSI

JEFRY HIDAYAT
F14080017

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Optimization waxing and storage temperature of mangosteen

use response surface methodology


Jefry Hidayat and Emmy Darmawati, Dr. Ir. M.Si
Departement of Mechanical and Biosystem Engineering, Faculty of Agricultural Technology
Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor, West Java
Indonesia.

ABSTRACT
Orders for mangosteen fruits (Garciana mangostana L) is currently increasing both for local and
export markets. Quality of mangosteen fruit has been kept until now, even increased by efforts of postharvest handling. Several practices in post-harvest handling of fresh mangosteen to preserve its self life
and quality includes but is not limited to packaging technique, storage temperature control, storage in
modified atmosphere, waxing, or any combinations of the above. Researches on the most preferred
procedure of combining temperature control and waxing are still on going.
This research aims to knowing the combination of waxing and optimum storage temperature fresh
mangosteen fruit to extend the lifespan of save. From the literature it is found out that the latest research
was looking for optimum combinations by comparing the treatment variations. By creating a
mathematical model the responses to the treatment (as the variables) can be estimated, even the optimum
values can be found. Response surface methodology (RSM) is used to look for the conditions of the
treatment ( temperature and waxing concentration) which exerts the optimum influence to the
temperatures under observation.
Response noted were rate of respiration, weight reduction, the firmness and total soluble solid (TSS)
value. The experiment had been performed using central composite design (CCD) with two factors
(variables). Variables being optimized were storage temperature (X 1) 80C, 100C, 130C, 160C, 180C, and
waxing concentration (X2) 2%, 3%, 6%, 9%, 10%. Further, the response to firmness optimization in 2 nd
order yielded the best value. The validity of the RSM method was proven by the regression test result R 2 of
90.2%, lack of fit was obtained at 0.170. The optimum temperature is 12 0C, wax concentration is 4% with
firmness rate is 0.068 kgf/day. The format of the plot surface resulted was a maximum, mathematical
model obtained was :
Y = 0.662 0.1002 X1 + 0.0025 X2 + 0.0048 X12 + 0.004 X22 0.003 X1X2
The response value of the other quality parameters when treated at a stationary point of the best model
produce the response value at the minimum area although not at the stationary point. The reponse value of
carbon dioxide production rate is 4.83 ml CO 2/kg/day, value of oxygen consumption rate is 5.67 ml
O2/kg/day, value of weight reduction rate is 0.30 %/day, value of total soluble solid rate is 0.42 oBrix/day.
Keyword : Response surface methodology, Mangosteen, Waxing Concentration and Storange
Temperature

JEFRY HIDAYAT. F14080017. Optimasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Buah Manggis
Menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Di bawah bimbingan Emmy Darmawati. 2012.

RINGKASAN
Potensi pengembangan buah-buahan di Indonesia sangat besar. Keanekaragaman varietas dan
didukung oleh iklim yang sesuai untuk buah-buahan tropika akan menghasilkan berbagai buah-buahan
yang sangat bervariasi dan menarik. Di samping itu areal yang cukup luas dapat menghasilkan buahbuahan dalam jumlah yang besar sehingga memungkinkan untuk di ekspor. Seiring dengan hal tersebut,
dalam beberapa tahun terakhir ini ekspor buah-buahan Indonesia naik cukup pesat. Salah satu komoditas
buah-buahan yang mendominasi pasar ekspor Indonesia adalah buah Manggis.
Manggis (Garcinia mangostana Linn) yang lebih dikenal dengan istilah The Queen Of Fruit
merupakan buah eksotik tropika dari salah satu komoditas buahbuahan yang memiliki nilai ekonomi
tinggi. Kualitas buah manggis terus dipertahankan dengan upaya-upaya penanganan pascapanen. Berbagai
macam teknologi penanganan pascapanen telah banyak dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan
pascapanen buah manggis antara lain, sortasi, pre-cooling, penyimpanan dingin, penyimpanan dengan
atmosfir terkendali, pelilinan, pengemasan dan lain sebagainya. Dari penelitian-penelitian tersebut yang
terkait dengan perlakuan efektif untuk memperpanjang umur simpan manggis adalah penyimpanan dingin
dan pelilinan. Untuk mengetahui kombinasi optimum dari suhu dan pelilinan untuk memperpanjang umur
simpan buah manggis dapat digunakan metode gabungan antara metode statistika dan matematika yaitu
metode respon permukaan.
Rancangan percobaan dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM) dalam penelitian
ini terdiri dari 2 faktor (variable bebas) yaitu suhu, dinotasikan X 1 dengan range antara 8 sampai dengan
180C dan konsentrasi lilin, dinotasikan X 2 dengan range antara 2% sampai 10%, sedangkan variabel
respon yaitu perubahan laju respirasi, susut bobot, kekerasan dan total padatan terlarut (TPT). Persamaan
RSM mencakup model orde pertama yaitu faktorial 22 ditambah ulangan pada perlakuan titik pusat (centre
point), sehingga ada 5 perlakuan dengan 9 pengamatan dan persamaan model orde kedua digunakan
model central composite design (CCD) dengan menambah perlakuan 4 axialpoint pada nilai = 1.414,
sehingga secara total ada 8 perlakuan dengan 13 pengamatan. Tahapan proses penanganan pasca panen
buah manggis dimulai dari pelilinan dilanjutkan penyimpann dingin pada variasi suhu.
Model yang dihasilkan dari pengolahan data menggunakan software MINITAB 14, diuji dengan nilai
parameter yang dihasilkan oleh program yaitu uji Lack of Fit, nilai p (p-value) dan koefisien determinan.
Kriteria utama dalam menentukan ketepatan model adalah dengan uji simpangan dari model (Lack of Fit).
Model dianggap tidak tepat apabila uji penyimpangan dari model (Lack of Fit) bersifat nyata secara
statistik. Berdasarkan uji Lack of Fit dan diperkuat dengan nilai determinasi dari ke empat model respon
yang dihasilkan (laju respirasi, susut bobot, kekerasan dan TPT) didapat bahwa respon yang memenuhi
kriteria utama adalah perubahan kekerasan dimana nilai Lack of Fit sebesar 0.170 yang berarti model telah
dibuat sesuai dengan data. Jika melihat koefisien determinasi (R 2) dari respon sebesar 90.2%, maka respon
perubahan kekerasan kulit memiliki nilai yang tinggi sehingga model dari perubahan kekerasan kulit dapat
dijadikan sebagai model optimasi. Model matematika orde kedua untuk perubahan kekerasan kulit adalah :
Y = 0.662 0.1002 X1 + 0.0025 X2 + 0.0048 X12 + 0.004 X22 0.003 X1X2
dari parameter mutu untuk perubahan kekerasan yang menghasilkan model terbaik dapat digunakan dalam
memprediksi perlakuan suhu dan konsentrasi pelilinan optimum. Kontur yang dihasilkan untuk kombinasi
suhu dan pelilinan optimum pada suhu 120C dan konsentrasi lilin 4% dengan perubahan kekerasan kulit
0.068 kgf/hari.
Nilai respon dari parameter mutu yang lain bila diberi perlakuan pada titik stasioner dari model
terbaik menghasilkan perubahan laju produksi CO 2 pada hari 10-28 sebesar 4.83 ml CO2/kg/hari,
perubahan laju konsumsi O2 sebesar 5.67 ml O2/kg/hari, perubahan susut bobot sebesar 0.30 %/hari,
perubahan TPT pada hari 15-36 sebesar 0.42 oBrix/hari. Dari hasil-hasil nilai respon tersebut jika dilihat
pada masing-masing kontur dari tiap respon menunjukkan nilai respon berada pada wilayah minimum
walaupun tidak berada pada titik stasionernya.

OPTIMASI PELILINAN DAN SUHU PENYIMPANAN


BUAH MANGGIS MENGGUNAKAN
RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM)

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh
JEFRY HIDAYAT
F14080017

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Judul Skripsi

: Optimasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Buah Manggis Menggunakan Response


Surface Methodology (RSM)

Nama
NIM

: Jefry Hidayat
: F14080017

Menyetujui,
Pembimbing Akademik,

(Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si)


NIP. 19610505.198601.2.001

Mengetahui :
Ketua Departemen,

(Dr.Ir. Desrial, M.Eng)


NIP. 19661201.199103.1.004

Tanggal lulus :

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul OPTIMASI PELILINAN DAN
SUHU

PENYIMPANAN

BUAH

MANGGIS

MENGGUNAKAN

RESPONSE

SURFACE

METHODOLOGY (RSM) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik,
dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2012


Yang Membuat Pernyataan

Jefry Hidayat
F14080017

Hak cipta milik Jefry Hidayat, tahun 2012

Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari


Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak,
fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya.

BIODATA PENULIS

Jefry Hidayat. Lahir di Bekasi, 11 Oktober 1989 dari ayah Sukardi (alm)
dan ibu Siswanti, sebagai putra kedua dari tiga bersaudara. Penulis
menyelesaikan pendidikan dasar di SD Cipinang Melayu 09 Jakarta pada tahun
2002, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 80
Jakarta hingga tahun 2005. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2008 dari SMA
Negeri 61 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknik
Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi
Pertanian.
Selama masa kuliah S1 penulis aktif mengikuti kepanitiaan dalam berbagai kegiatan yang diadakan
oleh Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (HIMATETA), fieldtrip ke tempat-tempat yang berhubungan
dengan departemen Teknik Mesin dan Biosistem seperti berkunjung ke pabrik Kubota United Tractor,
pabrik penggilingan beras PT Alam Makmur Sembada Bekasi, PTPN VIII Kebun Malabar Bandung, PT
Dua kelinci Pati, pabrikasi Traktor Quick Jogja, dan banyak lagi. Penulis juga aktif menjadi asisten
praktikum mata kuliah Statika dan Dinamika tahun 2010 dan Teknik Pengolahan Pangan tahun 2012.
Pada bulan Juni - Agustus 2011, penulis melaksanakan kegiatan praktik lapangan di PT Parung Farm,
Bogor, Jawa Barat. Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian di Laboratorium Teknik Pengolahan
Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) dengan judul Optimasi Pelilinan dan Suhu Penyimpanan Buah
Manggis Menggunakan Response Surface Methodology (RSM) di bawah bimbingan Dr. Ir. Emmy
Darmawati, M.Si.

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul Optimasi Pelilinan dan Suhu
Penyimpanan Buah Manggis Menggunakan Response Surface Methodology (RSM). Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (FATETA IPB) sejak bulan
Januari hingga Juni 2012.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, pengarahan, saran serta
dukungan yang berarti kepada penulis selama penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr dan Dr. Lenny Saulia, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan
saran dan bimbingan.
3. Bapak Sukardi (alm) dan Ibu Siswanti selaku orangtua, serta kedua saudara penulis Kak Eny
Nurhayati dan Aprian Fauzi atas kasih sayang, perhatian, dan dukungannya kepada penulis baik moral
maupun materi untuk keberhasilan penyusunan skripsi ini.
4. Bapak Sulyaden selaku teknisi laboratorium TPPHP yang telah banyak membantu dalam penelitian.
5. Reny Irmayanti yang selalu membantu, mendukung, dan memberi penulis semangat dalam semua
aktifitas.
6. Sahabat-sahabat Pondok Kuning, Panji Laksamana, Edo Vernando, Bareth Juanda, Hazirur Rahman,
Nur Fitri Shofiyatun atas dukungan dan perhatiannya kepada penulis.
7. Teman-teman yang selalu membantu saat penelitian, Siti Musfiroh, Siti Tri Nurasih, Oryza Sativa,
Gladys Citra Pratiwi, Rima Khairani, Arie Febriyan, Yudhi Sudiyanto, AM Haratul Lisan, Ramli
Baharman, A Tri Setiawan atas bantuannya selama penelitian.
8. Kakak-kakak senior S2 TPP 2010, Kak Fajri, Kak Putri, Kak Tajul, Kak Ani, Kak Elmy, Kak Cici atas
kebersamaan dan bantuannya selama penelitian.
9. Para penghuni Satelit 2, Kinah, Icha, Ria, Nunik dan Hena atas tempat singgahnya.
10. Serta teman-teman Teknik Pertanian 2008 (Magenta) atas kebersamaan, kerjasama, bantuan dan
dukungan selama penulis melaksanakan studi di IPB.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah banyak membantu penulis selama
menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, sehingga kritik dan saran yang
membangun sangat diharapkan untuk memperbaiki skripsi ini. Penulis berharap semoga tulisan ini
bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di
bidang pangan.
Bogor, Juni 2012

Jefry Hidayat

DAFTAR ISI
iii
Halaman
KATA PENGANTAR............................................................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................iv
DAFTAR TABEL...................................................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................................vi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................................vii
I. PENDAHULUAN...............................................................................................................................1
1.1. LATAR BELAKANG...................................................................................................................1
1.2. TUJUAN.......................................................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................................................3
2.1. TANAMAN DAN BUAH MANGGIS.........................................................................................3
2.2. LAJU RESPIRASI........................................................................................................................7
2.3. PELAPISAN LILIN......................................................................................................................9
2.4. PARAMETER PENURUNAN MUTU......................................................................................11
2.4.1. Susut Bobot....................................................................................................................11
2.4.2. Total Padatan Terlarut (TPT)..........................................................................................11
2.4.3. Kekerasan Kulit Buah....................................................................................................12
2.5. RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM).....................................................................12
III. METODOLOGI PENELITIAN...................................................................................................18
3.1. WAKTU DAN TEMPAT............................................................................................................18
3.2. BAHAN DAN ALAT..................................................................................................................18
3.3. RANCANGAN PERCOBAAN..................................................................................................18
3.4. TAHAPAN PENELITIAN..........................................................................................................19
3.5. PENGOLAHAN DATA..............................................................................................................23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................................................28
4.1. LAJU RESPIRASI......................................................................................................................28
4.1.1. Laju Produksi CO2..........................................................................................................28
4.1.2. Laju Konsumsi O2..........................................................................................................36
4.2. SUSUT BOBOT.........................................................................................................................39
4.3. TOTAL PADATAN TERLARUT...............................................................................................44
4.4. KEKERASAN KULIT BUAH ..................................................................................................51
4.5. ANALISIS MODEL.............................................................................................................56
V. PENUTUP.........................................................................................................................................58
5.1. KESIMPULAN...........................................................................................................................58
5.2. SARAN.......................................................................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................................59
LAMPIRAN..........................................................................................................................................61

DAFTAR TABEL
iv
Halaman

Tabel 1. Komposisi gizi buah manggis setiap 100 g................................................................................4


Tabel 2. Tingkat kematangan buah manggis............................................................................................4
Tabel 3. Indeks kematangan buah manggis..............................................................................................5
Tabel 4. Persyaratan mutu buah manggis (SNI 01-3211-2009)...............................................................6
Tabel 5. Umur simpan buah manggis pada perlakuan yang berbeda.......................................................7
Tabel 6. Laju respirasi dan produksi etilen pada 20oC.............................................................................9
Tabel 7. Komposisi dasar emulsi lilin 12%............................................................................................10
Tabel 8. Central Composite Design.......................................................................................................15
Tabel 9. Hubungan perlakuan dan kode perlakuan................................................................................19
Tabel 10. Rancangan percobaan dengan sistem pengkodean.................................................................19
Tabel 11. Pengkodean rancangan orde pertama.....................................................................................24
Tabel 12. Analisis regresi orde pertama laju produksi CO2....................................................................30
Tabel 13. Analisis regresi orde kedua laju produksi CO2.......................................................................31
Tabel 14. Analisis regresi laju produksi CO2 10 hari pertama...............................................................33
Tabel 15. Analisis regresi perubahan laju produksi CO2 hari 10-28......................................................34
Tabel 16. Analisis regresi orde pertama laju konsumsi O2.....................................................................37
Tabel 17. Analisis regresi orde kedua laju konsumsi O2........................................................................38
Tabel 18. Analisis regresi orde pertama delta susut bobot.....................................................................41
Tabel 19. Analisis regresi orde kedua delta susut bobot.........................................................................42
Tabel 20. Analisis regresi orde pertama delta total padatan terlarut......................................................46
Tabel 21. Analisis regresi orde kedua delta total padatan terlarut..........................................................46
Tabel 22. Analisis regresi model delta total padatan terlarut 12 hari pertama.......................................48
Tabel 23. Analisis regresi model delta total padatan terlarut hari 15-36................................................50
Tabel 24. Analisis regresi orde pertama delta kekerasan kulit...............................................................54
Tabel 25. Analisis regresi orde kedua delta kekerasan kulit...................................................................54
Tabel 26. Model-model yang dihasilkan pada berbagai respon mutu....................................................57

DAFTAR GAMBAR
v
Halaman
Gambar 1. Buah manggis (Garcinia mangostana L.)..............................................................................3
Gambar 2. Skema pembagian tahap-tahap klimakterik...........................................................................8
Gambar 3. Permukaan respon orde pertama dan jalur steepest ascent..................................................14
Gambar 4. Central Composite Design (CCD).......................................................................................15
Gambar 5. CCD yang rotatable untuk dua variabel...............................................................................16

Gambar 6. Permukaan respon................................................................................................................17


Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian...........................................................................................20
Gambar 8. Continous gas analyzer tipe IRA-107..................................................................................21
Gambar 9. Portable oksigen tester POT-101..........................................................................................22
Gambar 10. Timbangan Mettler PM-4800.............................................................................................22
Gambar 11. Refraktometer model N-1 Atago........................................................................................23
Gambar 12. Rheometer tipe CR-300 DX...............................................................................................23
Gambar 13. Diagram alir analisis pengolahan data dengan RSM..........................................................27
Gambar 14. Laju produksi CO2..............................................................................................................29
Gambar 15. Permukaan respon laju produksi CO2.................................................................................31
Gambar 16. Kontur laju produksi CO2...................................................................................................32
Gambar 17. Permukaan respon laju produksi CO2 10 hari pertama.......................................................33
Gambar 18. Kontur laju produksi CO2 10 hari pertama.........................................................................34
Gambar 19. Permukaan repon laju produksi CO2 pada hari 10-28........................................................35
Gambar 20. Kontur laju produksi CO2 pada hari 10-28.........................................................................35
Gambar 21. Laju konsumsi O2...............................................................................................................36
Gambar 22. Permukaan respon laju konsumsi O2..................................................................................38
Gambar 23. Kontur laju konsumsi O2....................................................................................................39
Gambar 24. Susut bobot.........................................................................................................................40
Gambar 25. Delta susut bobot................................................................................................................41
Gambar 26. Permukaan respon delta susut bobot..................................................................................43
Gambar 27. Kontur delta susut bobot.....................................................................................................43
Gambar 28. Total padatan terlarut..........................................................................................................44
Gambar 29. Delta total padatan terlarut.................................................................................................45
Gambar 30. Permukaan respon delta total padatan terlarut...................................................................47
Gambar 31. Kontur delta total padatan terlarut......................................................................................47
Gambar 32. Permukaan respon delta total padatan terlarut 12 hari pertama.........................................49
Gambar 33. Kontur delta total padatan terlarut 12 hari pertama............................................................49
Gambar 34. Permukaan respon delta total padatan terlarut hari 15-36..................................................50
Gambar 35. Kontur delta total padatan terlarut hari 15-36....................................................................51
Gambar 36. Kekerasan kulit manggis....................................................................................................52
Gambar 37. Delta kekerasan kulit manggis...........................................................................................53
Gambar 38. Permukaan respon delta kekerasan kulit............................................................................55
Gambar 39. Kontur delta kekerasan kulit...............................................................................................55

DAFTAR LAMPIRAN
vi
Halaman
Lampiran 1. Data laju produksi CO2......................................................................................................62
Lampiran 2. Data laju konsumsi O2.......................................................................................................63
Lampiran 3. Data nilai susut bobot........................................................................................................64
Lampiran 4. Data nilai total padatan terlarut..........................................................................................64
Lampiran 5. Data nilai kekerasan kulit manggis....................................................................................65
Lampiran 6. Analisis statistik laju produksi CO2...................................................................................66
Lampiran 7. Analisis statistik laju konsumsi O2....................................................................................68
Lampiran 8. Analisis statistik delta susut bobot.....................................................................................69
Lampiran 9. Analisis statistik delta total padatan terlarut......................................................................70
Lampiran 10. Analisis statistik delta kekerasan kulit manggis..............................................................72

vii

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Saat ini potensi pengembangan buah-buahan di Indonesia sangat besar. Keanekaragaman varietas
yang didukung oleh iklim yang sesuai untuk buah-buahan tropika akan menghasilkan berbagai buahbuahan yang sangat bervariasi dan menarik. Di samping itu areal yang cukup luas dapat menghasilkan
buah-buahan dalam skala besar sehingga memungkinkan untuk di ekspor. Seiring dengan hal tersebut,
dalam beberapa tahun terakhir ini ekspor buah-buahan Indonesia naik cukup pesat. Salah satu
komoditas buah-buahan yang mendominasi pasar ekspor Indonesia adalah buah manggis.
Manggis merupakan salah satu ciri khas buah Asia Tenggara dan buah unggulan Indonesia yang
memiliki peluang ekspor yang menjanjikan. Dari tahun ke tahun permintaan manggis meningkat
seiring dengan kebutuhan konsumen terhadap buah yang mendapat julukan Queen of Fruits, baik
untuk konsumen dalam negeri maupun ekspor. Ekspor manggis Indonesia mengalami peningkatan
sepanjang tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor manggis untuk periode Januari dan
Februari 2010 mencapai 8,225 ton meningkat 91% dibandingkan volume ekspor Januari - Februari
2009 yang hanya 4,285 ton. Sementara itu nilainya meningkat 120% dari US$ 2,781,712 di JanuariFebruari 2010 menjadi US$ 6,310,272. Manggis yang diekspor umumnya berasal dari daerah
penghasil utama di Sentra Produksi manggis, seperti: Tasikmalaya, Purwakarta, Bogor, Sukabumi,
Lampung, Kampar, Purworejo, Belitung, Lahat, Tapanuli Selatan, Padang Pariaman, Trenggalek,
Blitar dan Banyuwangi. Peluang ekspor manggis masih terbuka karena pasar buah-buahan termasuk
manggis belum dibatasi oleh kuota. Kontribusi ekspor manggis terhadap total ekspor buah-buahan
nasional di tahun 2006 adalah sebesar 37.4 %. Sedangkan untuk laju perkembangan ekspornya dari
tahun 2001-2007 mencapai 35.6 % per tahun.
Buah manggis Indonesia diekspor ke berbagai negara khususnya ke Cina, Singapura, Malaysia,
Hongkong, Saudi Arabia dan Belanda. Sebagai komoditas buah ekspor, kualitas buah menjadi faktor
yang sangat penting. Kriteria persyaratan manggis untuk ekspor adalah tidak burik, segar, warna sepal
(kelopak bunga) hijau segar, jumlah sepal lengkap (dengan toleransi hilang maksimal satu), kulit buah
berwarna hijau keunguan sampai merah ungu, tangkai buah berwarna hijau segar dan kulit buah mulus
serta tidak terdapat cacat (Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2004).
Masalah utama yang dihadapi dalam proses distribusi manggis untuk tujuan ekspor adalah
mempertahankan mutu manggis sampai di negara tujuan yang kadang membutuhkan waktu
pengiriman cukup lama. Berbagai penelitian telah dilakukan dalam upaya memperbaiki penampilan,
mempertahankan mutu dan memperpanjang umur simpan manggis. Penelitian tersebut diantaranya
pengembangan pemutuan buah manggis untuk ekspor secara non destruktif dengan jaringan syaraf
tiruan (Sandra, 2007); pengkajian bahan pelapis kemasan dan suhu penyimpanan untuk
memperpanjang masa simpan buah manggis (Azhar, 2007); kajian penyimpanan buah manggis dalam
kemasan atmosfer termodifikasi (Muliansyah, 2004); kajian pengaruh konsentrasi pelilinan dan suhu
penyimpanan terhadap mutu buah manggis (Sihombing, 2010). Dari penelitian-penelitian tersebut
yang terkait dengan perlakuan efektif untuk memperpanjang umur simpan manggis adalah suhu
dingin dan pelilinan.
Penelitian yang dilakukan oleh Riza (2004) menyatakan bahwa pelilinan pada konsentrasi 3%,
6% dan 12 % dengan suhu penyimpanan 5 0C dan 130C diperoleh konsentrasi lilin optimum 6% pada
suhu 130C. Penelitian yang dilakukan Riza tersebut tidak dapat memprediksi respon mutu jika
konsentrasi pelilinan yang diinginkan berbeda dengan konsentrasi pelilinan dalam penelitiannya.

Berdasarkan hal tersebut, perlu dikembangkan suatu penelitian dalam bentuk model matematika yang
menyatakan hubungan kombinasi perlakuan suhu penyimpanan dingin dan pelilinan terhadap mutu
manggis dimana dengan model tersebut dapat teridentifikasi perlakuan yang optimal terhadap respon
yang dihasilkan. Oleh karena itu dipilihlah Response Surface Methodology (RSM).
RSM merupakan sekumpulan teknik matematika dan statistika yang berguna untuk menganalisis
permasalahan dimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel respon dan tujuan
akhirnya adalah untuk mengoptimalkan respon. Ide dasar metode ini adalah memanfaatkan desain
eksperimen berbantuan statistika untuk mencari nilai optimum dari suatu respon (Iriawan, 2006).
RSM merupakan teknik optimasi yang banyak digunakan dalam berbagai bidang. Beberapa penelitian
yang menggunakan RSM untuk optimasi perlakuan antara lain : optimasi kualitas warna minyak
goreng dengan perlakuan temperature, waktu pengadukan dan persentase karbon aktif sebagai
variabel bebas warna minyak sebagai variabel respon (Wahyudi, 2009); optimasi produktifitas
budidaya udang vaname (litopenaues vaname) dengan perlakuan padat tebar, kandungan protein
pakan udang dan salinitas (Hudi, 2006); optimasi dosis pemupukan untuk tanaman padi IR64 dengan
perlakuan pupuk nitrogen, phospor dan potasium (Wibowo, 2008);
Penelitian tentang optimasi suhu dan pelilinan untuk penyimpanan manggis dengan
menggunakan metode RSM telah dilakukan oleh Lubis (2010), dengan hasil yang masih perlu dikaji
ulang. Adapun faktor yang perlu dikaji ulang adalah range suhu dan pelilinan. Pada model yang
digunakan oleh Lubis range pelilinan adalah 4-11 % sedang hasil penelitian yang dilakukan oleh Riza
(2004), menunjukkan bahwa kondisi yang optimum adalah 6 %. Pelilinan ditujukan untuk menutup
pori-pori kulit buah, memperkecil proses transpirasi dan menghambat proses respirasi, tetapi pelapisan
lilin yang tebal justru akan berdampak negatif terhadap mutu buah yang disimpan.
Dugaan lain yang perlu dikaji ulang adalah keseragaman buah manggis yang digunakan dalam
penelitian. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengukuran parameter mutu pada beberapa perlakuan sangat
berbeda baik pola maupun besaran angkanya. Terutama pada perlakuan suhu dibawah 10 oC dengan
konsentrasi pelilinan 5% dan 10%. Pada perlakuan tersebut, hasil grafik menunjukkan nilai yang
relatif sama pada setiap hari penyimpanan untuk laju respirasi, susut bobot, kekerasan kulit buah serta
total padatan terlarut buah manggis.
Berdasarkan kondisi tersebut, penelitian akan dilakukan dengan menggunakan buah manggis
yang seragam dengan range indeks 2-3. Pada penelitian ini ditetapkan dua kombinasi perlakuan yaitu
suhu penyimpanan dan konsentrasi pelilinan yang dijadikan sebagai variabel bebas dari model.
Responnya dikaji dari beberapa parameter yang mengindikasikan perubahan mutu manggis selama
dalam penyimpanan yaitu perubahan konsentrasi CO 2 dan O2, perubahan susut bobot, perubahan total
padatan terlarut dan perubahan kekerasan kulit buah.

I.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan :
1. Menyusun model dengan menggunakan Response Surface Methodology untuk mengetahui
kombinasi perlakuan suhu dan konsentrasi pelilinan terhadap mutu simpan buah manggis.
2. Menentukan kombinasi suhu dan konsentrasi pelilinan yang optimum untuk mutu simpan buah
manggis sesuai yang diharapkan.

II.
II.1

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman dan Buah Manggis

Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari
hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu Malaysia dan Indonesia. Tanaman ini
menyebar dari Asia Tenggara ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Srilanka,
Malaysia, Karibia, Hawai dan Australia Utara. Tanaman manggis terkenal di beberapa negara dengan
nama yang beragam antara lain: mangostane (Jerman), mangosteen (Inggris), mangoustainer
(Perancis) dan mangistan (Belanda). Nama aslinya sendiri adalah manggis (Melayu dan Jawa),
manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara) dan Manggu (Sunda) (Reza et al, 1998).
Berdasarkan taksonominya, tanaman manggis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Guttiferanales
Keluarga
: Guttifernae
Genus
: Garcinia
Spesies
: Garcinia mangostana L.
(Rukmana, 1993)
Buah manggis dapat disajikan dalam bentuk segar, sebagai buah kaleng, dibuat sirop/sari buah.
Buah manggis bulat dan berkulit licin, berdiameter 4-7 cm, kulit buah memiliki ketebalan 6-10 mm,
agak keras dan saat masak berwarna ungu. Di dalam buah manggis terdapat daging buah sebanyak 4-7
juring dengan ukuran yang berbeda-beda. Daging buah tebalnya kira-kira 0.9 cm. Setiap juring
memiliki bakal biji, namun tidak semua bakal biji dalam juring akan menjadi biji (Nakasone et al,
1998). Juring dicirikan dari daging buah berwarna putih susu, lunak, manis dan segar. Warna daging
buah manggis tidak selalu berwarna putih susu tetapi putih bening atau transparan seperti yang terlihat
pada Gambar 1. Bentuk bunga adalah rotate dengan 4 sepal (kelopak bunga) dan 4 petal (mahkota
bunga), tetapi berbeda dalam ukurannya. Bunga manggis berwarna merah jambu dengan warna
kuning dekat dengan pangkal mahkota, biasanya setelah bunga mekar sempurna, daun mahkota akan
gugur sedangkan kelopak akan tetap menempel pada bunga hingga menjadi buah.

Gambar 1. Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)


Manggis (Garcinia mangostana L.) sangat bermanfaat untuk kesehatan tubuh karena diketahui
mangandung Xanthone sebagai antioksidan, antiproliferativ, antiinflamasi dan antimikrobial. Sifat

antioksidannya melebihi vitamin E dan vitamin C. Xanthone merupakan substansi kimia alami yang
tergolong senyawa polyhenolic. Xanthone tidak ditemui pada buah-buahan lainnya kecuali pada buah
manggis, karena itu manggis di dunia diberikan julukan Queen of Fruit atau si ratu buah. Kulit
buahnya dapat digunakan sebagai bahan penyamak kulit dan bahan pewarna (Ashari, 1995). Buah
manggis dapat digunakan sebagai obat tradisional yaitu untuk mengobati sariawan, wasir dan luka.
Kulit buah dimanfaatkan sebagai pewarna termasuk untuk tekstil dan air rebusannya dimanfaatkan
sebagai obat tradisional. Batang pohon dipakai sebagai bahan bangunan, kayu bakar atau kerajinan.
Komponen kimia buah manggis yang paling banyak adalah air yaitu 83% dan karbohidrat 15%.
Kalori yang dihasilkan oleh 100 gram daging buah manggis yang dapat dimakan adalah 63 kkal.
Komposisi kimia dan nilai gizi buah manggis dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi gizi buah manggis setiap 100 g
Kandungan gizi
Komposisi
Kalori (kkal)
63.00
Protein (g)
0.60
Lemak (g)
0.60
Karbohidrat (g)
15.60
Kalsium (mg)
8.00
Fosfor (mg)
12.00
Zat besi (mg)
0.80
Vitamin A (S.I)
14.00
Vitamin B1 (mg)
0.03
Vitamin C (mg)
2.00
Air (g)
83.00
Bagian yang dapt dimakan (%)
29.00
Sumber : Pusat Kajian Buah-Buahan Tropika (2007)
Buah manggis yang masih muda banyak mengandung getah yang berwarna kuning, semakin tua
umur buah semakin berkurang getahnya dan akan sama sekali tidak bergetah selama matang penuh.
Buah yang masak memiliki kelopak bunga yang tetap menempel pada bagian pangkal buah dan bekas
kepala putik masih melekat sehingga tampak seperti bintang pada ujung buah. Tingkat kematangan
sangat berpengaruh terhadap mutu dan daya simpan manggis. Umur panen dan ciri fisik manggis siap
panen dapat dilihat pada Tabel 2. Untuk konsumsi lokal, buah dipetik pada umur 114 SBM sedangkan
untuk ekspor pada umur 104-108 SBM (Satuhu, 1997).

Umur Panen
104 hari
106 hari
108 hari
110 hari
114 hari
Sumber : Satuhu (1997)

Tabel 2. Tingkat Kematangan Buah Manggis


Ciri Fisik Manggis
Warna Kulit
Berat
Hijau bintik ungu
80-130 g
Ungu kemerahan 10-25 %
80-130 g
Ungu kemerahan 25-50 %
80-130 g
Ungu kemerahan 50-75 %
80-130 g
Ungu merah
80-130 g

Diameter
55-60 mm
55-60 mm
55-60 mm
55-60 mm
55-65 mm

Cara panen memiliki pengaruh terhadap mutu buah pasca panen khususnya dalam keseragaman
buah. Pemetikan buah langsung dengan mengikutsertakan tangkai buah dapat meningkatkan daya
tahan buah manggis selama 2-3 minggu setelah panen. Berdasarkan penelitian Suyanti et al (1999)
dalam Lubis (2010) menyatakan bahwa cara panen buah manggis langsung petik dengan tangan dapat
memberikan hasil kesegaran kelopak buah terbaik dibandingkan cara panen yang lainnya. Hasil
penelitian Suyanti et al (1999) dalam Lubis (2010) menunjukkan buah manggis yang dipanen dengan

warna kulit buah hijau dengan setitik warna ungu (104 HSBM), warna kulit buahnya berubah dengan
cepat menjadi 10-25 % ungu kemerahan dalam satu hari pada penyimpanan 25 oC, RH 60-70 %.
Direktorat Tanaman Buah (2002) menyebutkan bahwa standar warna dari berbagai tingkat
kematangan buah manggis dinyatakan dengan indeks kematangan. Buah yang dipanen terlalu muda
mengandung banyak getah berwarna kuning yang menempel pada permukaan kulit sehingga
penampakan buah menjadi kurang menarik. Buah manggis yang dipanen pada indeks warna 1
biasanya untuk pasaran yang jauh. Indeks warna 2 dan 3 untuk ekspor, indeks 4 dan 5 bisa langsung
dikonsumsi. Tabel 3 memperlihatkan indeks kematangan buah manggis.

Indeks
Warna
0

Tabel 3. Indeks Kematangan Buah Manggis


Deskripsi
Warna kulit kuning kehijauan, kulit buah masih bergetah dan
buah belum siap petik.

Warna kulit buah hijau kekuningan. Buah belum tua dan getah
masih banyak. Isi buah masih sulit dipisahkan dari daging.
Buah belum siap dipanen.

Warna kulit buah kuning kemerahan dan bercak merah hampir


merata buah hampir tua dan getah mulai berkurang. Isi daging
buah masih sulit dipisahkan dari daging buah. Buah dapat
dipetik untuk tujuan ekspor.

Warna kulit buah merah kecoklatan pada seluruh permukaan


kulit. Masih bergetah isi daging buah dan sudah dapat
dipisahkan dari kulit. Buah tepat dipetik untuk tujuan ekspor.

Warna kulit merah keunguan pada seluruh permukaan, siap


dikonsumsi dan isi mudah lepas dari kulit, tidak ada getah
pada kulit. Isi buah sudah dapat dipisahkan dari daging kulit
dan buah dapat dikonsumsi. Buah tepat dipetik untuk tujuan
ekspor.

Warna kulit buah ungu kemerahan pada seluruh permukaan


kulit. Buah sudah masak sesuai untuk pasar domestik.

Warna kulit buah ungu gelap atau kehitaman pada seluruh


permukaan kulit. Buah sudah masak sesuai untuk pasar
domestik dan siap saji.

Sumber : Standar Operasional Prosedur Manggis, 2007


Produk yang dipanen sebelum atau lewat tingkat kemasakannya maka produk tersebut akan
mempunyai nilai atau mutu yang tidak sesuai dengan keinginan pengguna/SNI (Standar Nasional
Indonesia) yaitu SNI 01-3211-2009. Buah manggis segar dapat digolongkan ke dalam tiga jenis mutu
yaitu Mutu Super, Mutu I dan Mutu II yang dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Persyaratan Mutu Buah Manggis (SNI 01-3211-2009)

Jenis Uji

Satuan

Keseragaman
Diameter
Tingkat Kesegaran
Warna Kulit

mm
-

Mutu Super
Seragam
>62
Segar
Hijau kemerahan
sampai merah
muda mengkilat
0
Utuh
0

Buah Cacat
%
Tangkai/Kelopak
Kadar Kotoran
(b/b)
Serangga
%
Tidak ada
hidup/mati
Warna Daging
Bening
Buah
Getah Bening
5
Sumber : SNI (Standar Nasional Indonesia) 2009

Persyaratan
Kelas A
Seragam
59 62
Segar
Hijau kemerahan
sampai merah
muda mengkilat
10
Utuh
0

Kelas B
Seragam
<58
Segar
Hijau kemerahan

10
Utuh
0

Tidak ada

Tidak ada

Bening

Bening

10

20

Perubahan keasaman buah selama penyimpanan dapat berbeda-beda sesuai dengan tingkat
kematangan buah dan tingginya suhu penyimpanan. Menurut Suyanti et al (1999) dalam Lubis (2010)
pola perubahan kandungan asam pada buah manggis sama dengan pola perubahan kandungan asam
pada pisang tanduk, barangan, mangga gedong dan nenas Subang. Hal ini berarti bahwa mutu yang
baik dari suatu produk hortikultura yang telah dipanen hanya dapat dicapai apabila produk tersebut
dipanen pada kondisi yang tepat mencapai kemasakan fisiologis sesuai dengan yang dibutuhkan oleh
penggunanya.
Kemunduran kualitas produk hortikultura yang telah dipanen biasanya diikuti dengan resistansi
produk tersebut terhadap infeksi mikroorganisme sehingga akan semakin mempercepat kerusakan atau
menjadi busuk, sehingga mutu serta nilai jualnya menjadi rendah bahkan tidak bernilai sama sekali.
Mutu produk hortikultura setelah panen tidak dapat diperbaiki, yang dapat dilakukan adalah usaha
untuk mencegah laju kemundurannya. Berbagai penelitian dilakukan untuk memperpanjang umur
simpan buah manggis sebagaimana terlihat pada Tabel 5.

No

Tabel 5. Umur Simpan Optimum Buah Manggis Pada Perlakuan Yang Berbeda
Umur
Perlakuan
PrePelilinan
Pengemasan
Suhu Penyimpanan
Simpan
Cooling
(oC)
(hari)

35

Stretch film

44.3

LDPE

10

15

Car nauba

Lainnya
Kematangan
indeks 4
Kematangan
indeks 2
Kematangan

3%
-

Lebah 6%

4 dan 8
5

30

Hydroco
oling
-

Lebah 6%

PE

10

39

Stretch film

15

30

Hydroco
oling

37

6
7

44
47

8
9

indeks 3
Giberelin 60
ppm 5 menit
Kematangan
indeks 4
Kematangan
indeks 4
Kematangan
indeks 2
Kematangan
indeks 3

Sumber : Mahmudah (2008)

II.2

Laju Respirasi

Produk hortikultura jika dipanen dari tanaman masih melakukan reaksi metabolisme dan
mempertahankan proses fisiologi dalam periode pascapanen. Buah dan sayur melakukan respirasi
dengan mengambil oksigen dan mengeluarkan karbondioksida serta menghasilkan panas. Proses
respirasi yang masih berlangsung setelah buah dipanen menyebabkan terjadinya beberapa perubahan
kandungan kimia dalam buah. Menurut Winarno (2002) respirasi merupakan suatu proses
metabolisme dengan cara menggunakan oksigen dalam pembakaran senyawa-senyawa yang lebih
kompleks, seperti gula, pati, protein, lemak dan asam organik sehingga menghasilkan molekulmolekul yang sederhana seperti CO2, air dan energi, serta molekul lainnya yang dapat digunakan oleh
sel untuk reaksi kimia.
Respirasi dari buah dan sayuran adalah indeks dari aktivitas fisiologi dan kemampuan lama
simpan. Respirasi merupakan salah satu dasar dari proses hidup yang berhubungan dengan
kematangan, penanganan, transportasi dan umur simpan. Bahan lain seperti asam organik, lemak dan
protein juga memegang peran penting selama proses respirasi. Energi yang diproduksi proses respirasi
dirubah menjadi ATP (adenosine triphosphate) sebagai pembawa energi (Winarno, 2002).
Respirasi dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yaitu: (1) pemecahan polisakarida menjadi gula
sederhana, (2) oksidasi gula menjadi asam piruvat, (3) transformasi piruvat dan asam-asam organik
secara aerobik menjadi CO2, air dan energi. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai substrat
dalam proses pemecahan polisakarida (Pantastico et al, 1986). Besar kecilnya laju respirasi dapat
diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, CO 2 yang dikeluarkan, O2 yang digunakan
dan panas serta energi yang dihasilkan. Respirasi biasanya ditentukan dengan pengukuran laju
penggunaan O2 dan pengeluaran CO2. Reaksi kimia sederhana untuk respirasi sebagai berikut:
C6H12O6 + 6O2
6CO2 + 6H2O + 675 kal
Respirasi pada buah-buahan dan sayuran dapat berlangsung secara aerob dan anaerob. Respirasi
aerob adalah respirasi yang berlangsung dengan adanya O 2 yang cukup. Dengan adanya O2,
karbohidrat dioksidasi sepenuhnya menjadi air dan CO 2 dengan produksi ATP dimana energi disimpan
dalam sel. Sedangkan respirasi anaerob terjadi apabila O 2 yang tersedia sangat sedikit atau tidak ada
sama sekali (Winarno, 2002).
Ditinjau dari pola respirasinya, buah dan sayuran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu klimakterik
dan non klimakterik (Pantastico et al, 1986). Respirasi klimakterik dicirikan dengan laju produksi CO2
dan konsumsi O2 sangat rendah saat praklimakterik, diikuti dengan peningkatan mendadak saat
klimakterik dan penurunan laju produksi CO2 dan konsumsi O2 pada fase senessence (Gambar 2).

Menurut Winarno (2002), klimakterik adalah suatu fase kritis dalam kehidupan buah dan dalam fase
ini banyak perubahan yang berlangsung. Sedangkan laju respirasi non klimakterik dicirikan dengan
laju produksi CO2 dan konsumsi O2 tetap tidak ada peningkatan laju respirasi (Pantastico et al, 1986).

Gambar 2. Skema Pembagian Tahap-Tahap Klimakterik (Winarno, 2002)


Selama proses respirasi berlangsung beberapa perubahan fisik, kimia dan biologis yaitu
terjadinya proses pematangan, pembentukan aroma dan kemanisan, berkurangnya keasaman,
melunaknya buah akibat terjadinya degradasi pektin pada kulit buah, serta berkurangnya bobot karena
kehilangan air. Kelayuan dan kebusukan pada buah terjadi bila proses respirasi berlanjut terus,
sehingga mengakibatkan mutu buah berkurang. Winarno (2002) menyatakan bahwa laju respirasi
produk buah-buahan dan sayuran dapat menjadi indikator yang baik bagi penentuan kegiatan
metabolisme jaringan dan umur simpan yang pendek.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi dapat dibedakan atas faktor internal dan eksternal.
Faktor internal meliputi tingkat perkembangan organ, ukuran produk, komposisi kimia jaringan,
pelapis alami pada permukaan kulit dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal meliputi suhu,
penggunan etilen, ketersediaan oksigen, karbondioksida, terdapatnya senyawa pengatur pertumbuhan
dan adanya luka pada buah (Pantastico et al, 1989). Menurut Muchtadi (1990) luka pada buah akibat
benturan atau karena buah jatuh dapat menyebabkan terjadinya peningkatan respirasi.
Winarno (2002) menyatakan bahwa pemberian gas etilen pada buah non klimakterik dapat
menaikkan laju respirasi, tidak berpengaruh terhadap waktu terjadinya puncak klimakterik. Sedangkan
pada buah klimakterik, pemberian gas etilen berpengaruh untuk mempercepat waktu tercapainya
puncak klimakterik, tidak berpengaruh terhadap tingginya laju respirasi. Etilen merupakan suatu
senyawa karbon sederhana tidak jenuh dalam bentuk gas yang memiliki sifat-sifat fisiologis yang luas
pada aspek pertumbuhan, perkembangan dan senessence tumbuhan. Etilen dianggap sebagai hormon
tumbuhan karena merupakan hasil metabolisme tumbuhan, bekerja pada jumlah yang kecil,
bekerjasama atau antagonis dengan hormon-hormon tumbuhan lainnya (Muchtadi, 1990). Hubungan
antara laju respirasi dan produksi etilen dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Laju Respirasi Dan Produksi Etilen Pada 20oC
Respirasi
Etilen
Kelas
Sangat Rendah

Range
(mg kg-1 h-1)
<35

Komoditas
Nanas, carambola

Range
(l kg-1 h-1)

Komoditas

Rendah

35 70

Sedang

70 150

Tinggi

150 300

Sangat Tinggi

>300

Pisang hijau, litchi,


pepaya, jackfruit,
passion-fruit,
manggis
Mangga, rambutan,
chiku, jambu biji,
durian, lanzone

Alpukat, pisang
matang, sugar
apple, atemoya
Soursop

1.1 1.0

Nanas, carambola

1.0 10.0

Pisang, jambu biji,


mangga, pisang raja,
manggis, litchi,
sukun, sugar apple,
durian, rambutan
Alpukat, pepaya,
atemoya, chiku

10 100

>100

Cherimoya, passion
fruit, sapote, soursop

Sumber : Nakasone & Paull (1998)

II.3

Pelapisan Lilin

Menurut Pantastico (1986), pelapisan lilin merupakan usaha penundaan kematangan yang
bertujuan untuk memperpanjang umur simpan produk hortikultura. Pemberian lapisan lilin ini juga
untuk menutupi luka-luka goresan kecil pada buah. Keuntungan lainnya yang diberikan lapisan lilin
ini pada buah adalah dapat memberikan penampilan yang lebih menarik karena memberikan kesan
mengkilat pada buah. Lapisan lilin berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap kehilangan air yang
terlalu banyak dari komoditas akibat penguapan dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi,
sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat proses respirasi (Roosmani,
1975). Roosmani (1975), menyatakan bahwa lilin akan menutupi sebagian pori-pori buah-buahan dan
sayur-sayuran, sehingga dapat mengurangi kehilangan air, memperlambat proses fisiologis dan
mengurangi keaktifan enzim-enzim pernafasan sehingga dapat menunda proses kematangan.
Pelapisan lilin dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah pembusaan,
penyemprotan, pencelupan dan pengolesan. Pembusaan dilakukan dengan cara membuat lilin dalam
bentuk busa, kemudian dilapisi pada produk segar dengan menggunakan sikat. Penyemprotan
dilakukan dengan cara menyemprotkan pelapis langsung ke produk segar. Penyemprotan cenderung
boros dibandingkan dengan cara lain. Pencelupan dilakukan pada produk segar dengan mencelupkan
buah atau sayuran ke dalam bahan pelapis. Sedangkan pengolesan dilakukan dengan cara
mengoleskan bahan pelapis dengan menggunakan kuas ke buah atau sayuran. Berdasarkan cara
pelapisan lilin, cara pelapisan lilin dengan metode pencelupan lebih efektif dibandingkan dengan
metode pengolesan (Mujiono, 1997).
Pelilinan termasuk ke dalam perlakuan prapengangkutan yang bertujuan untuk mengurangi susut
mutu dan kerusakan komoditas pertanian sampai tingkat serendah-rendahnya. Keberhasilan pelapisan
lilin untuk buah-buahan dan sayuran tergantung dari ketebalan lapisan lilin. Pelilinan yang terlalu tipis
tidak berpengaruh nyata terhadap pengurangan penguapan air. Jika lapisan lilin terlalu tebal dapat
menyebabkan kerusakan, bau dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam sayuran dan buahbuahan terlalu banyak mengandung CO2 dan sedikit O2 (Mujiono, 1997).
Lilin alami yang komersial diantaranya adalah lilin lebah, lilin karnauba dan spermaceti. Lilin
karnauba adalah lilin dengan kualitas terbaik. Titik cair lilin ini tinggi (80-87 oC), keras dan kedap air.
Lilin ini di dapat dari pohon palem (Copernica cerifera). Spermaceti adalah lilin dari ikan paus
(Physester macrocephalus). Lilin ini banyak digunakan dalam industri obat dan kosmetik (Anonim,
1977). Lilin lebah merupakan lilin alami komersial yang merupakan hasil sekresi dari lebah madu

(Apis mellifica) atau lebah lainnya. Madu yang diekstrak dengan sentrifusi sisir madunya dapat
digunakan lagi, sedangkan yang diekstrak dengan pengepresan mengakibatkan sarang lebah hancur.
Sarang yang hancur dapat dijadikan lilin atau dapat dibuat untuk sarang baru. Hasil sisa pengepresan
dan sarang yang hancur dicuci dan dikeringkan, kemudian dipanaskan sehingga menjadi lilin atau
malam (Winarno, 1981). Lilin lebah berwana putih, kuning sampai coklat, dengan titik cair 62.8
70oC, bobot jenis sebesar 0.952-0.975 kg/m3.
Lapisan lilin untuk komoditi hortikultura segar harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu (a)
tidak berpengaruh terhadap bau dan rasa komoditi (b) tidak beracun (c) mudah kering dan tidak
lengket (d) tidak mudah pecah, mengkilap dan licin (e) mudah diperoleh dan murah harganya
(Muchtadi et al, 1990). Lapisan lilin yang digunakan untuk komoditi hortikultura adalah lilin lebah
yang dibuat dalam bentuk emulsi lilin dengan konsentrasi 4-12 persen dapat dilihat pada Tabel 7.
Pembuatan emulsi lilin tidak boleh menggunakan air sadah karena garam-garam yang terkandung
dalam air sadah dapat merusak emulsi lilin. Emulsifier yang umum digunakan adalah trietanolamin
dan asam oleat (Pantastico et al, 1986). Emulsi-emulsi lilin dalam air lebih aman digunakan daripada
pelarut-pelarut lilin yang mudah terbakar.
Tabel 7. Komposisi dasar emulsi lilin 12%
Bahan Dasar
Komposisi
Lilin lebah

120 gr

Trietanolamin

40 gr

Asam oleat

20 gr

Air panas

820 ml

Sumber : Balai Hortikultura 2002


Pelilinan biasanya dikombinasikan dengan bahan kimia pemberantas bakteri dan cendawan.
Fungisida digunakan untuk menghindari kerusakan oleh kapang pada bahan organik. Fungisida dapat
diberikan bersama dengan pelapisan lilin yaitu dengan mencelupkan buah-buahan atau sayuran ke
dalam larutan fungisida kemudian baru dicelupkan dalam emulsi lilin atau jika fungisida yang
digunakan tidak merusak lilin dapat mencelupkan komoditas langsung ke dalam emulsi lilin yang
telah dicampur fungisida (Roosmani, 1975). Tebal lapisan lilin harus seoptimal mungkin. Jika lapisan
lilin terlalu tipis maka usaha dalam menurunkan respirasi dan transpirasi kurang efektif. Jika lapisan
terlalu tebal maka kemungkinan hampir semua pori-pori komoditi akan tertutup. Apabila semua poripori tertutup maka akan mengakibatkan terjadinya respirasi anaerob, yaitu respirasi yang terjadi tanpa
menggunakan O2 sehingga sel melakukan perombakan di dalam tubuh buah itu sendiri yang dapat
mengakibatkan proses pembusukan lebih cepat dari keadaan normal (Roosmani, 1975).

II.4

Parameter Penurunan Mutu

Akibat masih berlangsungnya proses respirasi buah setelah dipanen, akan terjadi beberapa
perubahan kandungan kimia dalam bahan. Perubahan yang paling umum terjadi selama pemasakan
adalah perubahan warna, tekstur, padatan terlarut dan keasaman. Penyimpanan buah segar, diharapkan
dapat memperpanjang umur segar. Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah pengendalian laju
transpirasi dan respirasi antara lain mengatur suhu dan kelembaban ruangan, mengendalikan infeksi
penyakit dan mempertahankan produk dalam bentuk yang paling berguna bagi konsumen (Pantastico,
1986).

Penyimpanan pada suhu dingin merupakan cara yang paling efektif dan bermanfaat untuk
memperlambat perkembangan pembusukan pascapanen pada buah-buahan dan sayuran yang
disebabkan oleh infeksi di bagian dalam. Tiap buah dan sayuran mempunyai suhu optimum untuk
menghambat pematangan dan penuaan proses-proses fisiologis yang membuat komoditi menjadi
rentan terhadap kegiatan bakteri (Pantastico, 1986).
Perubahan-perubahan fisik kimia yang umumnya terjadi pada buah-buahan selama pematangan
dan penyimpanan diantaranya adalah tekstur, warna, kandungan gula, keasaman, susut bobot, kadar
air dan kandungan vitamin C. Berikut adalah beberapa perubahan fisik kimia selama pematangan dan
penyimpanan:
II.4.1 Susut Bobot
Buah segar walaupun telah dipetik masih tetap mengalami proses biologis. Proses respirasi dan
transpirasi akan menyebabkan komoditi mengalami susut bobot. Susut bobot yaitu massa buah yang
berkurang sejalan dengan waktu selama proses penyimpanan. Kehilangan bobot pada buah-buahan
yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan
kehilangan karbon selama respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan
respirasi melalui stomata, lenti sel, dan berbagai jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel
epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan susut bobot tetapi juga
menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan. Kehilangan air yang banyak akan menyebabkan
pelayuan dan pengkeriputan (Muchtadi, 1990).
Susut bobot dapat juga disebabkan oleh penguraian glukosa buah menjadi karbondioksida dan
air. Gas yang dihasilkan akan dapat menguap dan menyebabkan terjadinya susut bobot (Roosmani,
1975). Buah terlihat tidak segar lagi, berubah warna, berubah rasa, kandungan nutrisi berkurang,
hingga terjadi pembusukan. Proses metabolisme ini dapat dihambat dengan menyimpan buah-buahan
pada suhu rendah dengan kelembaban relatif uap air yang tinggi dan dapat pula membatasi kontak
antara buah dengan udara ataupun etilen. Wulandari (2006) menyatakan buah-buahan yang mudah
dipetik dari pohon tetap mengalami proses metabolisme. Proses alami buah tersebut antara lain
respirasi, transpirasi, pelepasan etilen dan aroma sehingga berakibat pengurangan pada massanya.
II.4.2 Total Padatan Terlarut
Produk hortikultura menyimpan karbohidrat untuk persediaan energi yang digunakan untuk
melangsungkan keaktifan dari sisa hidupnya. Proses pematangan akan menyebabkan kandungan
karbohidrat dan gula berubah. Menurut Winarno dan Wirakartakusumah (1981), meskipun banyak
macam gula yang ada dalam buah dan sayuran, tetapi perubahan kandungan gula yang sesungguhnya
hanya meliputi tiga macam gula, yaitu glukosa, fruktosa dan sukrosa. Apabila buah-buahan menjadi
matang, maka kandungan gulanya meningkat tetapi kandungan asamnya menurun. Akibatnya
kandungan gula dan asam akan mengalami perubahan yang drastis. Keadaan ini berlaku pada buahbuahan klimakterik, sedangkan pada buah non klimakterik perubahan tersebut umumnya tidak jelas.
Menurut Riza (2004), pelilinan yang dilakukan pada buah manggis diharapkan dapat menjaga
nilai total padatan terlarut agar tetap tinggi. Pada hari penyimpanan ke-37, buah manggis yang
mendapatkan perlakuan pelilinan lebah 6% dan disimpan pada suhu 5 oC dapat mempertahankan nilai
total padatan terlarut tertinggi yaitu 16.2 oBrix, sedangkan untuk kontrol pada suhu penyimpanan 5 oC
nilai 14.95oBrix.
II.4.3 Kekerasan Kulit Buah
Kekerasan buah tergantung pada turgor sel hidup, adanya jaringan, adanya jaringan penunjang
dan sifat kohesi dari sel. Turgor adalah tekanan dari isi sel sehingga sel ada pada volume normal tetapi
dapat terjadi pertukaran senyawa. Tekstur terbentuk dari polisakarida, dimanapun komponen utama
dari dinding sel adalah selulosa dan pektin (Hulme 1970 dalam Riza 2004). Semakin lama buah
disimpan akan semakin lunak, karena protopektin yang tidak larut diubah menjadi pektin yang larut

dan asam pekat. Protopektin adalah bentuk zat pekat yang tidak larut dalam air. Pecahnya protopektin
menjadi zat dengan bobot molekul rendah larut dalam air mengakibatkan lemahnya dinding sel dan
turunnya kohesi yang mengikat sel satu dengan yang lain. Selain itu, melunaknya buah selama
pematangan juga disebabkan oleh aktivitas enzim poligalakturonase yang menguraikan protopektin
dengan komponen utama poligalakturonat menjadi asam galakuronat (Pantastico, 1986).
Perubahan kekerasan yang terjadi pada kulit tergolong perubahan fisik pada buah-buahan.
Tekstur kulit buah tergantung pada ketegangan, ukuran, keterikatan sel-sel, jaringan penunjang dan
susunan tanamannya. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung
pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas
dinding sel. Terjadinya difusi yang terus-menerus meningkatkan jenjang energi sel dan mengakibatkan
tekanan yang mendorong protoplasma ke dinding sel dan menyebabkan sel menjadi tegang
(Pantastico et al, 1989).
Utama (2001) menyatakan bahwa buah manggis mudah mengalami kerusakan setelah panen
terutama akibat benturan-benturan fisik disamping kepekaannya terhadap kerusakan suhu dingin
(chilling injury) yang ditandai dengan adanya pengerasan kulit buah. Kulit buah manggis merupakan
bagian buah manggis yang membungkus daging buah manggis dan merupakan bagian terbesar dari
buah manggis, mencapai 2/3 bagian buahnya. Pengerasan kulit atau cangkang secara normal terjadi
karena adanya perubahan fisiologis menuju pada penuaan atau pelayuan terutama buah yang telah
dipanen dan mengalami penyimpanan beberapa hari. Perubahan fisiologis normal sangat berkaitan
dengan aktivitas metabolisme yaitu respirasi dan transpirasi buah. Tingginya transpirasi akan
mengakibatkan terjadi pengeringan atau dehidrasi pada cangkang buah sehingga kulit buah cenderung
menjadi keras.
Salah satu masalah utama dalam mempertahankan mutu manggis adalah terjadinya pengerasan
kulit buah manggis yang disimpan pada suhu rendah dalam jangka waktu yang lama. Buah manggis
yang mendapat perlakuan pelilinan, kekerasan kulit buahnya lebih rendah dibandingkan buah manggis
tanpa pelilinan.

II.5

Response Surface Methodology

Menurut Montgomery (2001) Response Surface Methodology (RSM) merupakan suatu metode
gabungan antara teknik matematika dan teknik statistika, digunakan untuk membuat model dan
menganalisa suatu respon y yang dipengaruhi oleh beberapa variabel bebas (faktor x) guna
mengoptimalkan respon tersebut. Hubungan antara respon y dan variabel bebas x adalah sebagai
berikut :
y = f(x1,x2,....,xk) +
Dimana :
y
= variabel respon
x1,x2,......xk
= variabel bebas/faktor

= error
Karena bentuk fungsi respon f yang sebenarnya tidak diketahui, maka harus ada pendekatannya.
Perkiraan model didasarkan pada observasi dari proses atau sistem sehingga dapat membentuk model
empirisnya. Jika respon yang diharapkan diasumsikan sebagai E(y) = f(x 1,x2,....,xk) = , maka
permukaannya dilukiskan oleh = f(x 1,x2,....,xk) yang disebut permukaan respon. Umumnya response
surface ditampilkan secara grafik dan untuk membantu visualisasi dari bentuk permukaan plot sering
digunakan countur dari permukaan respon. Garis countur yang terbentuk mempresentasi ketinggian
permukaan yang terbentuk.

Langkah pertama yang dilakukan adalah mencari bentuk hubungan antara respon dengan
perlakuannya. Bentuk hubungan linier merupakan bentuk hubungan yang pertama kali dicobakan
untuk menggambarkan hubungan tersebut. Jika ternyata bentuk hubungan antara respon dengan
perlakuan adalah linier maka pendekatan fungsinya disebut first-order model (model orde pertama),
seperti yang ditunjukkan dalam persamaan 1:
Y = o + iXi
(1)
Jika bentuk hubungannya merupakan kuadrat maka pendekatan fungsinya disebut second-order model
(model orde kedua). Persamaan 2 menunjukkan bentuk umum second-order model:
ijXiXj +
Y = o + iXi + iiXi2 +
(2)
Keterangan :
Y = Respon Pengamatan
o = Intersep
i = Koefisien linier
ii = Koefisien kuadratik
ij = Koefisien interaksi perlakuan
Xi = Kode perlakuan untuk faktor ke-i
Xj = Kode perlakuan untuk faktor ke-j
k = Jumlah faktor yang dicobakan
Kemudian dari model orde kedua ditentukan titik stasioner, karakteristik permukaan respon dan
model optimasinya. RSM pada prinsipnya adalah teknik yang meliputi analisis regresi dan desain
eksperimen untuk menyelesaikan masalah optimasi (Box dan Hunter, 1978).
Eksperimen Orde Pertama
Dalam RSM, dibutuhkan pencarian titik optimum yang berulang-ulang pada desain yang
digunakan untuk perpindahan dari eksperimen orde pertama menuju eksperimen orde kedua.
Pencarian tersebut dilakukan jika pada eksperimen orde pertama terdapat efek lengkungan,
selanjutnya eksperimen orde pertama digantikan oleh eksperimen orde kedua (Sudjana, 2002). Desain
faktorial 2k dan desain fraksional faktorial 2 k-p adalah desain yang sesuai untuk mengestimasi model
orde pertama. Uji kelengkungan eksperimen orde pertama dilakukan dengan metode penambahan titik
pusat dengan ukuran nf dan nc dimana f menandakan desain faktorial dan c menandakan titik
pusat. Pada desain faktorial diberi kode - untuk level rendah dan + untuk level tinggi, sedangkan
titik pusat diberi kode 0. Misalkan yf adalah rata-rata sampel faktorial dan y c adalah rata-rata sampel
pada titik pusat. Selisih dari y f yc dapat digunakan untuk menguji adanya lengkungan kuadrat.
Apabila nilai yf yc kecil, maka titik pusat berada atau dekat pada bidang yang dilewati titik faktorial,
dan pada bagian tersebut tidak terdapat lengkungan kuadrat. Sebaliknya jika y f yc besar, maka disana
terdapat lengkungan kuadrat (Montgomery, 2001).
Eksperimen orde pertama dilanjutkan dengan metode Steepest Ascent (Gambar 3) jika tidak
terdapat lengkungan kuadrat. Jika kondisi optimum dari suatu eksperimen adalah nilai maksimum
respon maka metode disebut dengan metode Steepest Ascent. Sebaliknya, apabila kondisi optimum
yang diinginkan adalah minimum respon disebut dengan metode Steepest Descent. Dasar kerja dari
metode adalah melakukan sebuah eksperimen sederhana pada bagian permukaan respon dengan
daerah yang diprediksi akan menghasilkan nilai optimum. Kemudian, tentukan persamaan bidang ini
setelah itu eksperimen harus diambil sedemikian rupa agar bergerak ke arah optimum atau sekitar
optimum pada permukaan respon (Sudjana, 2002). Dinamakan metode Steepest Ascent atau Lintas
Pendakian Tercuram adalah karena eksperimen berikutnya diharapkan bergerak ke arah mendaki
paling cepat menuju titik optimum pada permukaan respon.

Gambar 3. Permukaan respon orde pertama dan jalur Steepest Ascent (Sudjana, 2002)

Jalur dari Steepest Ascent


Wilayah dari permukaan respon

X2
X1
=50

Dengan mengasumsikan titik x1 = x2 =......= xk = 0 adalah titik asal,


algoritma dalam menentukan
=40
=30
koordinat titik pada jalur Steepest Ascent
adalah:
(Montgomery,
2001)
=10
=20
1. Pilih suatu ukuran langkah dari salah satu variabel proses, variabel yang dipilih adalah
variabel yang memiliki koefisien mutlak regresi terbesar | j|.
2. Ukuran langkah dari proses yang lainnya adalah.
xi =
3.

i
j/ xj

i = 1,2, ....,k; i j

Ubah dari xj variabel kode menjadi kode aktual.

Eksperimen Orde Kedua


Ketika eksperimen orde pertama telah menunjukkan tidak cocok dalam eksperimen baru,
pendekatan model regresi orde kedua mulai digunakan. Untuk mengestimasi model permukaan respon
orde kedua, biasanya digunakan Central Composite Design (CCD). CCD adalah sebuah rancangan
percobaan yang terdiri dari rancangan 2k faktorial dengan ditambahkan beberapa center runs dan axial
run (Federer, 1974). CCD untuk k=2 dan k=3 secara visual ditunjukkan oleh Gambar 4.

Gambar 4. Central Composite Design (CCD) (Federer, 1974)

Elemen dari CCD adalah:


1. Rancangan 2k faktorial (Runs/Cube point) = nf, dimana k adalah banyaknya faktor percobaan.
2. Center Runs (nc), yaitu percobaan pada titik pusat (0,0,...,0)
3. Star runs/Axial runs, yaitu percobaan pada titik-titik (,0,...,0), (-,0,...,0), (0,,...,0), (0,,...,0) ...... (0,0,...,) dan (0,0,...,-) dengan menggunakan axial atau star point yang nilainya
ditentukan oleh jumlah variabel faktor dan jenis CCD yang digunakan, dimana nilai = (nf)1/4.
Jika dibandingkan dengan rancangan response surface yang orde kedua, maka rancangan response
surface orde pertama lebih sedikit membutuhkan unit percobaan, yaitu sebanyak 2 k unit percobaan
dimana k menyatakan banyaknya faktor perlakuan.
Untuk memperoleh orde kedua yang bagus dalam menghasilkan nilai respon, maka model harus
memiliki variansi yang stabil dan konsisten yang layak pada titik x. Variansi dari nilai prediksi respon
pada titik x adalah (Montgomery, 2001).
V[(x)] = 2XT (XT X)-1 x
Desain permukaan respon orde kedua sebaiknya harus rotatable, ini artinya V[(x)] sama pada semua
titik x yang jaraknya sama pada desain pusat. Dengan kata lain, variansi pada nilai prediksi respon
adalah konstan di lingkaran.
Desain CCD dibuat rotatable oleh pemilihan . Nilai untuk rotatablity bergantung dari jumlah
titik pada factorial portion dalam desain. Nilai = (nf) 1/4 menghasilkan sebuah rotatable CCD dimana
nf adalah jumlah titik yang digunakan pada factorial portion. Tabel 8 dibawah ini menampilkan desain
CCD sampai dengan k=6 variabel bebas. Nilai untuk titik aksial didasarkan pada bentuk kode dari
level desain faktorial 2k. Pada umumnya, suatu desain harus memuat setidaknya dua atau tiga titik
pusat agar terbuat beberapa replikasi untuk mengestimasi eksperimen error pada model.

nf (untuk 2k atau 2k-p


Banyaknya titik aksial = 2k
= (nf)1/4
nc
Total
Sumber : Scheffe, 1967

Tabel 8. Central Composite Design


Jumlah Variabel, k
2
3
4
4
8
16
4
6
8
1.414
1.682
2.000
nc
nc
nc
8 + nc
14+ nc
24+ nc

5
32
10
2.378
nc
42+ nc

6
64
12
2.828
nc
76+ nc

Gambar 5. Menyajikan rotatable untuk dua variabel misalnya waktu dan temperatur. Desain
CCD membutuhkan lima level dari masing-masing kodenya yaitu , -1, 0, 1, .

Temp
(oC)

Time
(minute)

Gambar 5. CCD yang rotatable untuk dua variabel (Scheffe, 1967)

Bentuk matriks dari model orde kedua yang telah diestimasi adalah :
= o + xTb + xTBx
dimana:

x=

[] []
x1
x2

xk

b=

11 12/2
21/ 2 22

k 1/2 k 2/ 2

1
2

1k /2

2k / 2

kk

dan

B=

Titik stasioner merupakan turunan pertama dari terhadap vektor x sama dengan nol

= b + 2Bx = 0

sehingga
x=-

1
2

B-1b

Setelah ditemukan titik stasioner, ditentukan pula karakteristik dari permukaan respon yang
artinya menentukan jenis titik stasioner apakah merupakan titik maksimum, titik minimum respon
atau titik pelana. Untuk mempermudah mengetahuinya maka digambarkan kontur dari permukaan
responnya. Dengan program komputer peta kontur dapat dihasilkan untuk analisis permukaan respon.
Apabila hanya terdapat dua atau tiga variabel proses, interpretasi dan konstruksi dari peta kontur akan
lebih mudah. Tetapi, apabila terdapat lebih banyak variabel, analisis yang digunakan adalah Analisis
Kanonik. Metode analisis kanonik yaitu dengan mentransformasikan fungsi respon dari titik asal x
(0,0 .....,0) ke titik stasioner xs dan sekaligus merotasikan sumbu koordinatnya, sehingga
menghasilkan fungsi respon sebagai berikut :
= s +
i Wi
dimana :
Wi = variabel input baru hasil transformasi
s = harga estimasi y pada titik stasioner xs
i = nilai eigen yang berupa konstanta dari matriks B, i=1,2, ....,k.
Karakteristik dari permukaan respon ditentukan dari harga i. Jika nilainya semua positif maka
xs adalah titik minimum dan jika semua negatif maka x s adalah titik maksimum, tetapi jika harganya
berada tanda diantara harga i, maka xs merupakan titik pelana (Montgomery, 2001). Ketiga kondisi
tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Permukaan respon untuk (a) titik maksimum, (b) titik minimum, (c) titik pelana (Montgomery, 2001)

You might also like