You are on page 1of 14

BAB I

PENDAHULUAN
Rhinoskleroma adalah suatu kondisi granulomatosa kronik dari hidung
dan struktur lainnya pada saluran nafas bagian atas. Rhinoskleroma merupakan
hasil dari infeksi bakteri Klebsiella rhinoscleromatis. Seorang ahli bedah Johann
von Mikulich di Wroclaw pertama kali berhasil mendeskripsikan bentuk histologis
dari rhinoskleroma pada tahun 1877. Pada tahun 1882, von Frisch berhasil
mengidentifikasi

Klebsiella

rhinoscleromatis

sebagai

penyebab

dari

rhinoscleroma.(1)
Penyakit ini endemis di beberapa negara termasuk Indonesia yang
kasusnya terutama ditemukan di Indonesia timur. Diagnosis rhinoskleroma mudah
ditegakkan di daerah endemis, tapi di tempat non-endemis perlu diagnosis
banding dengan penyakit granulomatosa lain. (2)
Diagnosis rhinoskleroma ditegakkan dari temuan klinis dan biopsi.
Penatalaksanaannya berupa penggunaan antibiotik jangka panjang dengan bantuan
pembedahan bila terdapat obstruksi jalan nafas. (3)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI


Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah yaitu pangkal hidung (bridge), batang hidung (dorsum), puncak hidung
(tip), ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares anterior).(2)

Anatomi hidung luar (4)


Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi
kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau
menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari os.nasal, processus
frontalis os.maxilla, processus nasalis os.frontal. Sedangkan kerangka tulang
rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah
hidung, yaitu kartilago nasalis lateralis superior, kartilago nasalis inferior, dan
kartilago septum.(2)

Anatomi tulang dan tulang rawan hidung (5)


Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke
belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares
anterior

dan

lubang

belakang

disebut

nares

posterior

(choana)

yang

menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.(2)


Kedua kavum nasi merupakan bagian paling atas dari traktur respirasi dan
mempunyai reseptor olfaktorius dan tertahan terbuka karena struktur tulang dan
tulang rawan (6)
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di
belakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit
yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang disebut
vimbrisae. (6)

Anatomi hidung dalam (7)


Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral,
inferior dan superior. (2)
Dinding medial hidung ialah septum nasi, septum dibentuk oleh tulang
dan tulang rawan. Bagian tulang

adalah lamina perpendikularis os.ethmoid,

vomer, Krista nasalis os.maxilla dan Krista nasalis os.palatina. Bagian tulang
rawan adalah kartilago septum dan kolumela. (2)
Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan
periosteum pada bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi oleh mukosa hidung.
(2)

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya
paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media,

lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka
suprema yang biasanya rudimenter. (2)
Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os.maxilla
dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan
bagian dari labirin etmoid. (2)
Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit
yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus, yaitu inferior,
medius dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar
hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara
duktus nasolakrimalis. Pada meatus medius terdapat muara sinus frontal, sinus
maxilla dan sinus ethmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang
diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior
dan sinus sphenoid. (2)
Fungsi hidung adalah :
1. Fungsi respirasi
Untuk jalur tempat lewatnya udara, mengatur kondisi udara (air
conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam
pertukaran tekanan dan mekanisme imunologik lokal
2. Fungsi penghidu
Dengan adanya mukosa olfaktorius
3. Fungsi fonetik
Untuk resonansi suara, membantu proses bicara dan mencegah hantaran
suara sendiri melalui konduksi tulang
4. Refleks nasal
Berupa reflex bersin, reflex yang merangsang sekresi kelenjar liur dan
kelenjar saluran pencernaan. (2)

2.2 DEFINISI

Rhinoskleroma adalah suatu penyakit granulomatosa kronik pada hidung


dan nasofaring, yang disebabkan infeksi bakteri Klebsiella rhinoscleromatis. (2)
Skleroma adalah nama yang berasal dari Yunani pada tahun 1932, yang
berarti pembengkakan keras, atau indurasi dari kulit atau membran mukosa.(10)
2.3 SEJARAH
Seorang ahli bedah Johann von Mikulich di Wroclaw berhasil
mendeskripsikan struktur histologik dari rhinoskleroma pada tahun 1877, von
Frisch mengidentifikasikan organismenya pada tahun 1882. Pada tahun 1932,
Belinov mengajukan penggunaan istilah scleroma respiratorium karena proses
patologis pada rhinosklerosis mungkin terlibat tidak hanya sistem pernafasan atas
melainkan juga sistem pernafasan bawah. Pada tahun 1961, Steffen dan Smith
berhasil mendemonstrasikan bahwa Klebsiella rhinoscleromatis merupakan faktor
etiologi pada perubahan proses radang tipikal dari skleroma.(1)
2.4 EPIDEMIOLOGI
Rhinoskleroma endemik pada daerah-daerah Afrika seperti Mesir, Asia
tenggara, Meksiko, Amerika tengah dan selatan dan, Eropa tengah dan timur.
Penyakit ini sudah jarang di Amerika Serikat. Rhinoskleroma juga dilaporkan
jarang di Arab Saudi dan Bahrain. 5 % dari seluruh kasus muncul di Afrika. Akan
tetapi, dengan semakin sering terjadinya migrasi, insindensi dari rhinoskleroma
diperkirakan akan semakin meningkat.(1)
Rhinoskleroma lebih sering terjadi pada wanita dibanding dengan pria,
biasanya terjadi pada pasien dengan usia 10-30 tahun. Pasien dengan tingkat
higienis dan nutrisi yang rendah mempunyai resiko yang lebih tinggi. (1)(7)
2.5 ETIOLOGI
Rhinoskleroma disebabkan oleh bakteri Klebsiella rhinoscleromatis.
Klebsiella adalah genus dari bakteri nonmotil, gram negatif, oksidase negatif, dan
berbentuk batang yang mempunyai kapsul polisakarida. Klebsiella dinamakan atas
nama seorang mikriobiologis asal Jerman yang bernama Edwin Klebs (18341913). (8)

Klasifikasi Klebsiella :
Kingdom

: Bacteria

Phylum

: Proteobacteria

Class

: Gammaproteobacteria

Order

: Enterobacteriales

Family

: Enterobacteriaceae

Genus

: Klebsiella (8)
Spesies Klebsiella sering ditemukan pada manusia di daerah hidung, mulut

dan saluran gastrointestinal sebagai flora normal. Akan tetapi mereka juga dapat
menjadi kuman infeksi oputunistik. Klebsiella juga dapat menyerang berbagai
daerah tubuh dan menyebabkan berbagai macam penyakit seperti pneumonia,
infeksi saluran kemih, septicemia, meningitis, diare dan infeksi soft tissue.
Kebanyakan infeksi yang disebabkan oleh Klebsiella disebabkan oleh Klebsiella
pneumonia. (8)
2.6 PATOFISIOLOGI
Transmisi dari rhinoskleroma via air-borne dan manusia merupakan satusatunya inang yang teridentifikasi. Terjangkitnya penyakitnya ini difasilitasi oleh
tempat tinggal yang ramai, higienis yang buruk dan malnutrisi. Patofisiologi dari
rhinoskleroma belum jelas. Tetapi beberapa penelitian membuktikan bahwa terjadi
gangguan pada imunitas seluler. Terjadi perubahan pada rasio CD-4 dan CD-8
yaitu terjadi penurunan limfosit CD-4 dan peningkatan limfosit CD-8, yang akan
mengakibatkan penurunan respon sel T. Makrofag juga terlihat tidak teraktivasi
seluruhnya. (9)

2.7 STADIUM

Daerah yang terserang biasanya mukosa nasal (95-100%), faring (1843%), sinus paranasal, trakea dan bronkus. (10)
Rhinoskleroma diklasifikasikan secara klinis dan patologis menjadi 3
stadium, yaitu stadium catarrhal, stadium proliferatif dan stadium fibrotik.
1. Stadium Catarrhal
Pada stadium ini, terjadi pengeluaran cairan purulen yang berbau dari
hidung dan terjadi obstruksi nasal. Pada pemeriksaan tampak krusta dan
atrofi dari mukosa nasal. Pada pemeriksaan histologis tampak metaplasia
dari epitel gepeng dengan infiltrasi subepitel oleh sel PMN dan jaringan
granulasi.
2. Stadium Proliferasi / Granulomatosa
Pada stadium ini sering terjadi epistaksis, deformitas nasal, suara serak,
anosmia dan epiphora. Pada pemeriksaan tampak nodul multipel berupa
lesi granulomatosa yang berwarna merah kebiruan. Pada kasus yang berat
terjadi destruksi lokal dan deformitas yang berat. Terjadi pelebaran pada
hidung yang khas Hebra nose. Pada pemeriksaan histologis tampak sel
Mikulicz dan badan Russell.
Sel Mikulicz adalah makrofag bulat atau oval dengan nucleus kecil dan di
dalamnya terdapat Klebsiella rhinoscleromatis, sedangkan badan Russel
adalah

immunoglobulin yang bersifat eosinofilik, besar dan homogen

yang biasanya terdapat dapat sel plasma yang sedang mengalami sintesis
immunoglobulin yang eksesif. Terdapatnya badan Russel menandakan
reticulum endoplasma yang membesar.

Mikulicz cell (1)

Miculicz cell dan Badan Russel (1)


3. Stadium Fibrotik
Pada stadium ini, stenosis dan deformitas semakin parah, dan ditandai
dengan jaringan fibrous yang sangat banyak pada pemeriksaan histologist.
(2),(10)

2.8 GEJALA KLINIS


Berbagai gejala klinis yang ditemukan tergantung dari stadium yang
sedang dialami oleh pasien :
1. Stadium Catarrhal
Gejalanya seperti rhinitis tidak spesifik dengan ingus purulen berbau dan
krusta. Dapat berlangsung berbulan-bulan dan tidak terdiagnosis
2. Stadium Proliferasi/Granulomatosa
Mukosa hidung membentuk massa peradangan tediri dari jaringan ikat,
membentuk jaringan granulasi atau seperti polip. Dapat menyebabkan
destruksi tulang dan tulang rawan sehingga menyebabkan deformitas
puncak hidung dan septum (Hebra nose) , dan bisa menyebabkan
epistaksis. Tahap ini berlangsung berbulan-bulan atau bertahun
3. Stadium Fibrotik

Terjadi pergantian jaringan granulasi menjadi fibrotik dan sklerotik yang


dapat menyebabkan penyempitan saluran nafas.
Pada satu pasien ketiga stadium tersebut mungkin dapat ditemukan
bersamaan.(11)

10

Rhinoskleroma (1)
2.9 DIAGNOSA
Diagnosa ditegakkan dari pemeriksaan klinis dan biopsi. Dalam
pemeriksaan klinis ditemukan nodul-nodul pada saluran pernafasan atas khas
rhinoskleroma. Pada pemeriksaan biopsi ditemukan sel Mikulicz dan badan
Russel.(2)
Dapat juga dilakukan kultur pada agar MacConkey. Akan tetapi, hasil
kultur hanya positif pada 50-60% pasien. (1)
Diagnosis mudah ditegakkan di daerah endemis, tapi di tempat non
endemis perlu diagnosis banding dengan penyakit granulomatosa lain. Diagnosis
banding yang lain berupa karsinoma sel basal, kusta, dan lain-lain. (1),(11)
2.10 PENATALAKSANAAN

11

Penatalaksanaannya mencakup terapi antibiotik jangka panjang serta


tindakan bedah untuk obstruksi pernafasan. Antibiotik yang direkomendasikan
antara lain tetrasiklin, kloramfenikol, ciprofloksasin dan sefalosporin. Tujuan dari
pemberian farmakoterapi adalah eradikasi infeksi, mengurangi morbiditas dan
mencegah komplikasi. Pemberian antibiotik paling kurang selama 4 minggu. Ada
yang sampai berbulan-bulan. (1),(11)
Dapat

juga

diberikan

kortikosteroid

seperti

prednisone

sebagai

antiinflamasi dan selain itu juga dapat memodifikasi respon imun tubuh dan
mensupresi akitivitas PMN. (1)
Operasi dilakukan untuk mengangkat jaringan granulasi dan sikatriks.
Seringkali juga perlu dilakukan operasi plastic untuk memperbaiki jalan nafas dan
deformitas. (11)
2.11 KOMPLIKASI
Rhinoskleroma merupakan penyebab yang jarang dari obstruksi jalan
nafas atas. Obstruksi trakea, subglotal stenosis dapat menjadi komplikasi dari
rhinoskleroma yang sudah lama. Rhinoskleroma juga diketahui sebagai penyebab
asfiksia yang nonprogresif. (1)

2.12 PROGNOSA
Rhinoskleroma jarang bersifat fatal kecuali bila menyumbat saluran nafas,
tetapi rekurensinya tinggi, terutama bila pengobatan tidak tuntas.(11)
Meskipun dengan antibiotik dan pembedahan, insidensi terjadinya
rekurensi adalah 25% dalam 10 tahun.(1)

12

DAFTAR PUSTAKA

1.
2.
3.
4.

http://emedicine.medscape.com/article/1055113UI
BALLENGER
https://nostrilsflarelovers.wordpress.com/category/nose-classification/
http://fyeahnoserings.tumblr.com/post/38615837620/i-was-browsing-

through-here-and-saw-that-there-was
5. GRAY ANATOMY
6. http://www.edoctoronline.com/medical-atlas.asp?c=4&id=21657&m=4
7. http://www.scielo.br/scielo.php?pid=S141386702010000200015&script=sci_arttext
8. MIKROBIOLOGI
9. http://www.histopathology-india.net/Rhinoscleroma.htm
10. http://cmstudent.creaworld.sg/UploadedImg/5302cr1.pdf
11. UI

13

14

You might also like