Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepala merupakan struktur yang kompleks. Kepala terdiri dari kulit dan jaringannya,
tulang tengkorak, selaput otak, dan otak. Cedera kepala dapat berefek pada semua bagian
tersebut tergantung berat ringannya trauma. Trauma kepala adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injury baik
secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Rita juliani, 2001).
Cedera Kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai
respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Smeltzer, 2000 :
2210). Penyebab cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas, disusul dengan
jatuh (terutama pada anak-anak), benturan, pukulan. Secara umum, cedera kepala diakibatkan
trauma tumpul dan trauma tajam. Cedera kepala bisa berdiri sendiri atau merupakan bagian
dari cedera kompleks (multitrauma).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kecacatan dan kematian. Data Rumah
Sakit Panti Rapih sepanjang tahun 2010 menunjukkan dari 593 kasus cedera kepala,59 kasus
berakhir dengan kematian. Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia
produktif antara 15 44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu cidera kepala
derajat ringan, bila GCS : 13 15, Cidera kepala derajat sedang, bila GCS : 9 12, Cidera
kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat dilakukan
pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda X, atau oleh karena
kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi
membuka mata diberi nilai X, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun
dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai T.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah:
1. Apa etiologi dari cedera kepala?
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya
2
(Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cidera kepala adalah pukulan atau benturan
mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 1998).
Cidera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio (gegar)
serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu diantaranya subdural,
epidural, intraserebral, dan batang otak (Doenges, 2000:270). Cedera Kepala adalah suatu
gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial
dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
Cedera Kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai
respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Smeltzer, 2000 :
2210). Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi
(sylvia anderson Price, 1985).
B. Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga
e. Benturan langsung pada kepala.
f. Kecelakaan industri.
C. Patofisiologi
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma mendadak, langsung atau tidak langsung pada
kepala yang menimbulkan tiga mekanisme yang berpengaruh yaitu : akselerasi (benda
bergerak membentur kepala yang diam misalnya terkena lemparan batu), deselerasi (kepala
bergerak membentur benda yang diam misalnya kepala membentur tanah) dan deformitas
adalah kerusakan pada bagian tubuh akibat trauma misalnya adanya fraktur kepala, kompresi,
ketegangan atau pemotongan otak. ( Tarwoto dan Wartonah, 2007: 123).
Pada cidera kepala terjadi perdarahan kecil- kecil pada permukaan otak yang tersebar
melalui substansi otak daerah tersebut dan bila area contusio besar akan menimbulkan efek
massa yang dapat menyebabkan
vasomotor terstimulasi dan tekanan sistemik meningkat untuk mempertahankan aliran darah
yang disertai dengan lambatnya denyutan nadi dan pernafasan yang tidak teratur Dampak
dari peningkatan intracranial
menyebabkan gangguan aktivitas dan gangguan persepsi sensori. Dampak terhadap medulla
oblongata yang merupakan pusat pengatur pernafasan terjadi gangguan pola nafas (Brunner
dan Suddart, 2002: 2114).
D. Klasifikasi
1. Menurut jenis cedera
a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
b. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan geger otak ringan
dengan cedera serebral yang luas.
2. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS
a. Cedera kepala ringan
GCS 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
Tidak ada fraktur tengkorak
Tidak ada kontusia serebral, hematoma
b. Cedera kepala sedang
GCS 9 12
Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 m tetapi kurang dari 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak
Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial
c. Cedera kepala berat
GCS 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intra kranial.
3. Menurut patologis :
1. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi
segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat (fokal) local maupun
difus.
- Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja
-
2. Cedera kepala sekunder adalah kelainan atau kerusakan yang terjadi setelah terjadinya
trauma/benturan dan merupakan akibat dari peristiwa yang terjadi pada kerusakan
primer.
Gangguan yang Menyertai Cedera Kepala
1. Pada gangguan otak.
a. Comotio serebral/gegar serebral
Tidak sadar kurang dari 10 menit
Muntah muntah, pusing
Tidak ada tanda tanda defisit neurologik
b. Contusio serebri
Tidak sadar lebih dari 10 menit, bila area yang terkena luas, dapat berlangsung
lebih dari 2 3 hari setelah cedera.
Muntah, amnesia retrograd.
2. Perdarahan epidural/epidural hematom
Menyebabkan suatu akumulasi darah pada ruang antara durameter dan tulang
tengkorak yang sebabkan oleh robeknya arterimeningeal media didaerah perictal
temporal akibatnya :
Peningkatan TIK yang menimbulkan gangguan nafas, bradikardi dan penurunan
TTU.
Herniasi otak yang dapat menimbulkan :
a. Peningkatan sirkulasi arteri pada formatio retikularis media oblongata yang
dapat menimbulkan penurunan kesadaran
b. Penekanan syaraf kranial III (N. okulomotorius) yang dapat menimbulkan
dilatasi pupil.
3. Hematom subdural
Akumulasi bekuan darah antara durameter dan arachnoid yang disebabkan oleh robekan
vena yang terjadi diruang subdural.
4. Hematoma subarachnoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang arachnoid yaitu antara lapisan arahnoid piameter
seringkali terjadi karena adanya robekan vena yang ada didaerah tersebut.
5. Hematoma intrakranial
Pengumpulan darah 25 ml atau lebih pada parakim otak penyebabnya seringkali karena
adanya impresi fractur, gerakan aselarasi dan deselerasi yang tiba tiba.
6. Fractur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan lapisan kulit kepala membantu menghilangkan tenaga
benturan kepala sehingga sedikit kekuatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak.
E. Morfologi cedera
Berdasarkan morfologi cedera kepala dibagi atas:
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis
atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya
merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tandatanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan
b.
F. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang biasa timbul pada kasus cedera kepala di antaranya :
a. Hilangnya kesadaran.
b. Perdarahan dibelakang membrane timpani
c. Ekimosis pada periorbital
d. Mual dan muntah.
e. Pusing kepala.
f. Terdapat hematom.
g. Bila fraktur mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea)
dan telinga (otorhea) bila fraktur tulang temporal.
G. Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan
6
plastik
Lubang burr / Burr holes adalah suatu tindakan pembuatan lubang pada tulang kepala
yang bertujuan untuk diagnostik diantaranya untuk
perdarahan ekstra aksial, pembengkakan cereberal, cedera dan mengetahui ukuran serta
posisi ventrikel sebelum tindakan definitif craniotomy dilakukan. dan eksplorasi.
I. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema
serebral progresif dan herniasi otak. Komplikasi dari cedera kepala adalah:
7
1. Peningkatan TIK
Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh hipertensi
intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial (TIK) dihubungkan dengan penurunan
tekanan perfusi dan aliran darah serebral (CBF) dibawah tingkat kritis (60 mmHg) yang
berakibat kerusakan otak iskemik.
Pemantauan TIK yang berkesinambungan bisa menunjukkan indikasi yang tepat untuk
mulai terapi dan mengefektifkan terapi, serta menentukan prognosis.
TIK yang normal: 5-15 mmHg
TIK Ringan : 15 25 mmHg
TIK sedang : 25-40 mmHg
TIK berat : > 40 mmHg
2. Iskemia
Iskemia adalah simtoma berkurangnya aliran darah yang dapat menyebabkan perubahan
fungsional pada sel normal.
Otak merupakan jaringan yang paling peka terhadap iskemia hingga episode iskemik
yang sangat singkat pada neuron akan menginduksi serangkaian lintasan metabolisme
yang berakhir dengan apoptosis. Iskemia otak diklasifikasikan menjadi dua subtipe yaitu
iskemia global dan fokal. Pada iskemia global, setidaknya dua, atau empat pembuluh
cervicalmengalami gangguan sirkulasi darah yang segera pulih beberapa saat kemudian.
Pada iskemia fokal, sirkulasi darah pada pembuluh nadi otak tengah umumnya terhambat
oleh
gumpalan
trombus
sehingga
memungkinkan
terjadi
reperfusi.
Simtoma
terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam
48 jam 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa
bulan.
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat,
kejang dan edema pupil.
c. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil
ipsilateral dan kaku kuduk.
4. Kejang pasca trauma
Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10 %, terjadi di awal cedera 4-25%
(dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7 hari trauma). Faktor risikonya
adalah trauma penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi
kranium, kontusio serebri, GCS <10.
5. Demam dan menggigil
Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolism dan memperburuk
outcome.
Sering
terjadi
akibat
kekurangan
cairan,
infeksi,
efek
sentral.
nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral. Penanganan farmakologi antara
lain dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron, stimulant,
benzodisepin dan terapi modifikasi lingkungan.
9. Mood, tingkah laku dan kognitif
Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding gangguan fisik setelah
cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons Ford,menunjukkan 2 tahun setelah
cedera kepala masih terdapat gangguan kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk
problem daya ingat pada 74 %, gangguan mudah lelah (fatigue) 72%, gangguan
kecepatan berpikir 67%. Sensitif dan Iritabel 64%, gangguan konsentrasi 62%.
Cicerone (2002) meneliti rehabilitasi kognitif berperan penting untuk perbaikan
gangguan kognitif. Methyl phenidate sering digunakan pada pasien dengan problem
gangguan perhatian, inisiasi dan hipoarousal (Whyte). Dopamine, amantadinae
dilaporkan dapat memperbaiki fungsi perhatian dan fungsi luhur. Donepezil dapat
memperbaiki daya ingat dan tingkah laku dalam 12 minggu. Depresi mayor dan minor
ditemukan 40-50%. Faktor resiko depresi pasca cedera kepala adalah wanita, beratnya
cedera kepala, pre morbid dan gangguan tingkah laku dapat membaik dengan
antidepresan.
10. Sindroma post kontusio
Merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1 bulan
pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun pertama:
Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah, sensitif
terhadap suara dan cahaya, kognitif: perhatian, konsentrasi, memori,
Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi labil.
10
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kasus
Pasien Ny. N masuk ke IGD RSUD pukul 12.00 siang karena kehilangan kesadaran yang
disebabkan oleh benturan pada kepala akibat terjatuh dari tangga. 3 jam SMRS penderita
terjatuh dari tangga dengan ketinggian 2 meter, pada saat kejadian tidak ada anggota
keluarga yang melihat, saat ditemukan pasien sudah tidak sadarkan diri. Pasien sempat
dibaringkan dirumah dan sadar 15 menit kemudian.
Saat sadar pasien mengeluh sakit kepala pada daerah belakang kepala dan dahi, nyeri
pinggang dan nyeri pada kaki sebelah kanan tetapi pasien masih dapat berjalan dibantu oleh
keluarga. Tidak ada darah yang keluar dari kedua lubang hidung, mulut serta kedua lubang
telinga, pandangan mata kabur tidak ada. Pasien muntah 1x setelah diberi minum dan makan,
nyeri perut tidak ada, kejang tidak ada. Setelah kejadian pasien tidak ingat peristiwa
sebelumnya dan tidak bisa mengenal amggota keluarga. Pasien masuk bangsal saraf pukul
13.00 siang.
1. Konsep cedera kepala
- Pengertian
Serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat
melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan
Medis ,RS Dr.Sardjito)
- Etiologi
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
5. Luka tembak
6. benturan benda tumpul
- Mekanisme cedera kepala ada 3:
1. akselerasi -> benda bergerak pada orang
2. deselerasi -> jika kepala yang bergerak benda diam
3. devormitas -> perubahan / kerusakkan pada bagian tubuh akibat trauma
-
menurun terdapat
kebocoran lcs / perdarahan dari hidung / telinga peningkatan titik, trauma kepala yang
c. EEG
d. X-RAY
e. TOKSITOLOGI
f. BAER
g. PET
h. Fungsi lumbal CSS
i. GDA
j. Anti konvulsan
GCS :
Eyes (mata) : 4
Verbal
:5
Motorik
:4
Hasil : 13 (termasuk cedera kepala sedang)
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A. Pengumpulan Data
Identitas klien
Nama
: Ny. N
Umur
: 20 Tahun
Jenis kelamin
: Wanita
Agama
: Islam
Suku/bangsa
: Indonesia
Status Marital
: Belum menikah
Tanggal masuk
: 28 April 2013
Tanggal Pengkajian
: 29 April 2013
No. Medrec
: 04023830
Diagnosa medis
: Gangguan pada saraf
Alamat
: Babakan kalijati Rt 09/Rw 03 Batusari Sindang Bandung
Ruangan
: III
Identitas penanggung jawab
Nama
: Ny. T
Umur
: 34Tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Guru
Suku/bangsa
: Indonesia
Status
: Menikah
Hubungan dengan Klien : Istri
Alamat
: Babakan kalijati Rt 09/ Rw 03 Batusari Sindang Bandung
B. Riwayat Kesehatan
o Keluhan Utama
Klien mengeluh sakit kepala pada daerah belakang kepala
o Riwayat kesehatan sekarang
13
Klien mengeluh sakit kepala pada daerah belakang kepala dan dahi, nyeri pinggang dan
nyeri kaki sebelah kanan
o Riwayat kesehatan dahulu : o Riwayat kesehatan keluarga(Bagan Genogram)
Keterangan
:
: Perempuan
: Laki-laki
: Klien
: Yang ada Hubungan
Menurut klien riwayat penyakit yang di deritanya bukan karena keturunan.
Pemeriksaan Fisik
Tingkat kesadaran (GCS)
Respon membuka mata : 4 (spontan)
Respon verbal
: 4 (bicara membingungkan)
Respon motorik
:5 (melokalisir nyeri)
Tingkat keparahan cedera kepala
Cedera kepala sedang (GCS 13)
Sistem penglihatan
Posisi mata
normal,konjungtiva
simetris,kelopak
dan
skelera
mata
normal,
normal,kornea
pergerakan
normal,otot
mata
bola
tidak
mata
ada
Kulit kepala tampak bersih, rambut tidak lengket, distibusi rambut merata, tidak
mudah dicabut. Kuku sianosis, terdapat clubbing finger. Tampak lingkaran hitam di
kelopak mata.
Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada perubahan tekanan darah, denyut nadi normal.
C. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium : D. Pola Aktivitas Sehari-hari
N
O
1.
Aktivitas
Nutrisi
a. Makan
Frekuensi
Nafsu makan
Jenis
Sebelum Sakit
Sesudah Sakit
b. Minum
Jenis
Jumlah
2.
3.
Eliminasi
a. BAB
Frekuensi
Konsistensi
Warna
b. BAK
Frekuensi
Warna
1x/ hari
Lembek
Kuning
3-5x/hari (diare)
Lembek
Kuning
3-4x/ hari
Kuning jernih
Nokturia
Berwarna gelap.
Jarang
Istirahat tidur
a. Siang
b. Malam
c. Kualitas
00.00-04.00
Dispnea pada istirahat
4.
5.
Personal hygiene
a. Mandi
b. Keramas
c. Gosok gigi
2x/ hari
3x/ hari
2x/ hari
d. Gunting kuku
Kalau panjang
Aktivitas
Memakai sabun
Belum
Setiap bangun tidur pagi
Belum
15pekerjaan
mengerjakan
tidur
kantor.
E. Analisa Data
Nama : Ny. N
Umur : 20 Tahun
16
NO
1.
Pengelompokan Data
Resiko tinggi terhadap perubahan
Etiologi
Cedera primer
(langsung)
nutrisi
Penurunan ADO
Penurunan suplai
Masalah
Gg. Pemenuhan
nutrisi ke otak
Perubahan
metabolisme anaerob
Hipoksia
Peningkatan TIK
Nutrisi kurang
Gg.rasa nyaman
Cedera primer
(langsung)
Penurunan ADO
Penurunan suplai
nutrisi ke otak
Perubahan
metabolisme anaerob
Hipoksia
Peningkatan TIK
Gangguan nyeri
Cedera primer
(langsung)
Penurunan ADO
Penurunan suplai
F. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
O
1
1.
Perencanaan
Intervensi
2
Resiko tinggi terhadap
3
Tupan : Klien
dapat mengatakan
pasien untuk
menentukan
kondisinya sudah
mengunyah, menelan,
pemilihan terhadap
mulai membaik
jenis makanan
muntah.
sekresi.
sehingga pasien
lagi.
4
1. Kaji kemampuan
Rasional
harus terlindungi
2. Auskultasi bising
usus, catat adanya
Tupen:
dari aspirasi
2. Fungsi saluran
penurunan/hilangnya
Setelah dilakukan
tindakan
hiperaktif.
3. Kaji feses, cairan
Intake nutrisi
lambung, muntah
meningkat
Keseimbangan
cairan dan
keluarga dalam
biasanya tetap
baik pada kasus
cedera kepala, jadi
elektrolit
Berat badan stabil
Membantu
pencernaan
keperawatan:
5
1. Faktor ini
bising usus
membantu dalam
menentukan
respons untuk
makan atau
berkembangnya
komplikasi, seperti
memenuhi
kebutuhan nutrisi
diberikan per oral
paralitik ileus.
3. Perdarahan
subakut/akut dapat
terjadi (ulkus
cushing) dan perli
intervensi dan
metode alternatif
18
pemberian makan.
4. Merupakan sumber
yang efektif untuk
2.
mengidentifikasi
kebutuhan
kalori/nutrisi
tergantung pada
usia, berat badan,
1. Kaji keluhan nyeri,
ukuran tubuh,
lokasi, karakteristik,
keadaan penyakit
onset/durasi,
sekarang (trauma,
frekuensi, kualitas,
penyakit
jantung/masalah
metabolisme).
efektivitasnya.
Tupan :
Nyeri terkontrol,
menunjukkan
3.
terbebas dari rasa
tidak nyaman
Tupen :
Setelah diberikan
tindakan
keperawatan :
4.
1. Klien
dapat
mengontrol
3.
1. Menyebutkan
nyeri.
2. Ekspresi
rasa
wajah
rileks.
3. Kebutuhan istirahat
dan tidur tercukupi
4. Klien
dapat
melaporkan nyeri,
19
Hindari dari
penggunaan narkotik.
Pertahankan tirah
lokasi nyeri,
frekuensi, dan
beratnya nyeri
yang dirasakan
baring di tempat tidur
2. Analgesik
dengan posisi
menghambat rasa
setengah duduk sesuai
nyeri. Analgesik
program.
narkotik menutupi
Bila sakit kepala tidak
tanda-tanda
teratasi dengan
perubahan
anlalgesik dalam 4
neurologis.
jam atau lebih buruk,
3. Tirah baring
evaluasi terhadap
mengurangi
gangguan neurologis
pemakaian oksigen
tambahan (Apendiks
jaringan. Posisi
J), kemudian beri tahu
setengah duduk
frekuensi,
dan dokter.
5. Pertahankan
lama episode nyeri
lingkungan yang
membantu
kelancaran
drainase vena
dengan gravitasi
redup
sehingga
mengurangi risiko
meningkatnya
tekanan
intrakranial.
4. Ini merupakan
1. Tentukan faktor-faktor
yang berhubungan
dengan keadaan
terputus.
lesi intrakranial.
5. Stres akan
memperberat sakit
kepala dan
menyebabkan
menyebabkan
koma/penurunan
kejang
dan potensial
peningkatan TIK.
tingkat kesadaran 2. Pantau/catat
biasa/perbaikan,
neurologis secara
indikasi meluasnya
1. Menentukan
pilihan intervensi.
Penurunan
teratur dan
tanda/gejala
motorik/sensorik.
Tupen :
Setelah diberikan
bandingkan dengan
neurologis atau
niali standar
kegagalan dalam
tindakan
pemulihannya
glascow).
keperawatan:
Mendemonstrasika3. Kaji respon motorik
terhadap perintah
n tanda vital stabil
Tidak ada tandayang sederhana yang
tanda peningkatan
bertujuan (patuh
TIK
Klien mampu
terhadap perintah,
bicara dengan
20
berusaha untuk
setelah serangan
awal mungkin
menunjukkan
bahwa pasien itu
perlu dipindahkan
ke perawatan
intensif untuk
jelas, menunjukkan
menghilangkan
memantau tekanan
konsentrasi,
TIK dan/atau
perhatian dan
diberikan) dan
orientasi baik
Fungsi sensori
motorik cranial
postur tubuh)
utuh : kesadaran 4. Tinggikan kepala
pembedahan.
2. Mengkaji adanya
kecenderungan
pada tingkat
kesadaran dan
potensial
sesuai indikasi/yang
peningkatan TIK
involunter)
dapat ditoleransi.
5. Berikan obat sesuai
indikasi:
Diuretik contohnya
manitol
(osmitrol);furosemid
(lasix)
Analgetik sedang,
seperti kodein
dan bermanfaat
dalam menentukan
lokasi, perluasan
dan perkembangan
kerusakan SSP.
3. Mengukur
kesadaran secara
keseluruhan dan
kemampuan untuk
berespon pada
rangsangan
eksternal dan
merupakan
petunjuk keadaan
kesadaran terbaik
pada pasien yang
matanya tertutup
sebagai akibat daro
trauma atau pasien
afasia.
4. Meningkatkan
aliran balik vena
dari kepala,
21
sehingga akan
mengurangi
konesti dan edema
atau risiko
terjadinya
peningkatan TIK
5. Diuretik dapat
digunakan pada
fase akut untuk
menurunkan air
dari sel otak,
menurunkan
edema otak dan
-
TIK.
Analgesik, dapat
diindikasikan
untuk
menghilangkan
nyeri dan dapat
berakibat negatif
pada TIK tetapi
harus digunakan
dengan hati-hati
untuk mencegah
gangguan
pernafasan
G. Implementasi
22
Tanggal
29 -04 2013
DX
1.
Jam
2.
3.
Paraf
(osmitrol);furosemid (lasix)
Analgetik sedang, seperti kodein
H. Evaluasi
Tanggal
29 April 2013
Catatan Perkembangan
S : - Klien mengatakan bahwa tidak terasa sakit kepala dan dahi, nyeri
pinggang dan nyeri kaki sebelah kanan tidak ada.
O : - Klien dapat mengingat peristiwa sebelumnya dan dapat mengenal
anggota keluarga.
A : - Masalah teratasi sebagian
P : - Pertahankan dan lajutkan intervensi
No 1,2,3,4,5
24
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan
otak yang terjadi secara langsung amaupun efek sekunder dari trauma yang terjadi. Penyebab
cedera kepala, seperti: kecelakaan lalu lintas, terjatuh dan benturan langsung pada kepala.
Beradarkan glasscow coma scale (GCS) cedera kepala terbagi menjadi 3: cedera kepala ringan
(14-15), cedera kepala sedang (9-13), cedera kepala berat (<8).
Kemudian manifestasi klinis dari cedera kepala : hilangnya kesadaran, terdapat hematom,
mual dan muntah. Pemeriksaan penunjang : CT scan, angiografi serebral, EEG, MRI, sinar X.
Komplikasi (akibat) dari cedera kepala : peningkatan TIK, iskemia, perdarahan otak, demam dan
menggigil dan hidrosefalus.
B. Saran
Mahasiswa harus dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan tentang cedera kepala.
Kemudian mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan sistem neurologis dan dapat membuat
asuhan keperawatan tentang cedera kepala.
DAFTAR PUSTAKA
26