You are on page 1of 26

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepala merupakan struktur yang kompleks. Kepala terdiri dari kulit dan jaringannya,
tulang tengkorak, selaput otak, dan otak. Cedera kepala dapat berefek pada semua bagian
tersebut tergantung berat ringannya trauma. Trauma kepala adalah suatu trauma yang
mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak, atau otak yang terjadi akibat injury baik
secara langsung maupun tidak langsung pada kepala (Suriadi dan Rita juliani, 2001).
Cedera Kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai
respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Smeltzer, 2000 :
2210). Penyebab cedera kepala terbanyak adalah akibat kecelakaan lalu lintas, disusul dengan
jatuh (terutama pada anak-anak), benturan, pukulan. Secara umum, cedera kepala diakibatkan
trauma tumpul dan trauma tajam. Cedera kepala bisa berdiri sendiri atau merupakan bagian
dari cedera kompleks (multitrauma).
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kecacatan dan kematian. Data Rumah
Sakit Panti Rapih sepanjang tahun 2010 menunjukkan dari 593 kasus cedera kepala,59 kasus
berakhir dengan kematian. Distribusi kasus cedera kepala terutama melibatkan kelompok usia
produktif antara 15 44 tahun dan lebih didominasi oleh kaum laki-laki dibandingkan dengan
perempuan.
Berdasarkan GCS maka cidera kepala dapat dibagi menjadi 3 gradasi yaitu cidera kepala
derajat ringan, bila GCS : 13 15, Cidera kepala derajat sedang, bila GCS : 9 12, Cidera
kepala berat, bila GCS kuang atau sama dengan 8. Pada penderita yang tidak dapat dilakukan
pemeriksaan misal oleh karena aphasia, maka reaksi verbal diberi tanda X, atau oleh karena
kedua mata edema berat sehingga tidak dapat di nilai reaksi membuka matanya maka reaksi
membuka mata diberi nilai X, sedangkan jika penderita dilakukan traheostomy ataupun
dilakukan intubasi maka reaksi verbal diberi nilai T.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalah:
1. Apa etiologi dari cedera kepala?
1

2. Bagaimana patofisiologi dari cedera kepala?


3. Ada berapa klasifikasi cedera kepala?
4. Apa saja komplikasi (akibat) dari cedera kepala?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dibuat makalah ini:
1. Mengetahui etiologi dari cedera kepala
2. Mengetahui patofisiologi cedera kepala
3. Mengetahui klasifikasi cedera kepala.
4. Mengetahui komplikasi (akibat) dari cedera kepala.
D. Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui semua hal tentang cedera kepala.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma
kepala yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya
2

(Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Cidera kepala adalah pukulan atau benturan
mendadak pada kepala dengan atau tanpa kehilangan kesadaran (Tucker, 1998).
Cidera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari fraktur tengkorak, commusio (gegar)
serebri, contusio (memar) serebri, laserasi dan perdarahan serebral yaitu diantaranya subdural,
epidural, intraserebral, dan batang otak (Doenges, 2000:270). Cedera Kepala adalah suatu
gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial
dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin, 2008).
Cedera Kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai
respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Smeltzer, 2000 :
2210). Cidera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada
jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi
(sylvia anderson Price, 1985).
B. Etiologi
Menurut Tarwoto (2007), penyebab dari Cedera Kepala adalah :
a. Kecelakaan lalu lintas.
b. Terjatuh
c. Pukulan atau trauma tumpul pada kepala.
d. Olah raga
e. Benturan langsung pada kepala.
f. Kecelakaan industri.
C. Patofisiologi
Cedera pada otak bisa berasal dari trauma mendadak, langsung atau tidak langsung pada
kepala yang menimbulkan tiga mekanisme yang berpengaruh yaitu : akselerasi (benda
bergerak membentur kepala yang diam misalnya terkena lemparan batu), deselerasi (kepala
bergerak membentur benda yang diam misalnya kepala membentur tanah) dan deformitas
adalah kerusakan pada bagian tubuh akibat trauma misalnya adanya fraktur kepala, kompresi,
ketegangan atau pemotongan otak. ( Tarwoto dan Wartonah, 2007: 123).
Pada cidera kepala terjadi perdarahan kecil- kecil pada permukaan otak yang tersebar
melalui substansi otak daerah tersebut dan bila area contusio besar akan menimbulkan efek
massa yang dapat menyebabkan

peningkatan Tekanan Intracranial/ TIK (Carolyn dan

Barbara, 1996: 227).


Peningkatan TIK menyebabkan aliran darah ke otak menurun dan terjadi berhentinya
aliran darah ke otak/ iskemik Bila terjadi iskemik komplet dan lebih dari 3 sampai 5 menit,
otak akan menderita kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Pada iskemik serebral, pusat
3

vasomotor terstimulasi dan tekanan sistemik meningkat untuk mempertahankan aliran darah
yang disertai dengan lambatnya denyutan nadi dan pernafasan yang tidak teratur Dampak
dari peningkatan intracranial

yang lain diantaranya : penurunan kesadaran yang

menyebabkan gangguan aktivitas dan gangguan persepsi sensori. Dampak terhadap medulla
oblongata yang merupakan pusat pengatur pernafasan terjadi gangguan pola nafas (Brunner
dan Suddart, 2002: 2114).
D. Klasifikasi
1. Menurut jenis cedera
a. Cedera kepala terbuka dapat menyebabkan fraktur tulang tengkorak dan laserasi
duameter. Trauma yang menembus tengkorak dan jaringan otak
b. Cedera kepala tertutup : dapat disamakan pada pasien dengan geger otak ringan
dengan cedera serebral yang luas.
2. Menurut berat ringannya berdasarkan GCS
a. Cedera kepala ringan
GCS 13-15
Dapat terjadi kehilangan kesadaran, amnesia, tetapi kurang dari 30 menit
Tidak ada fraktur tengkorak
Tidak ada kontusia serebral, hematoma
b. Cedera kepala sedang
GCS 9 12
Kehilangan kesadaran dan asam anamnesa lebih dari 30 m tetapi kurang dari 24 jam
Dapat mengalami fraktur tengkorak
Diikuti contusia serebral, laserasi dan hematoma intrakranial
c. Cedera kepala berat
GCS 3 8
Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam
Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma intra kranial.
3. Menurut patologis :
1. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada masa akut, yaitu terjadi
segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat (fokal) local maupun
difus.
- Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian tertentu saja
-

dari kepala, sedangkan bagian relatif tidak terganggu.


Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari
otak dan umumnya bersifat makroskopis.

2. Cedera kepala sekunder adalah kelainan atau kerusakan yang terjadi setelah terjadinya
trauma/benturan dan merupakan akibat dari peristiwa yang terjadi pada kerusakan
primer.
Gangguan yang Menyertai Cedera Kepala
1. Pada gangguan otak.
a. Comotio serebral/gegar serebral
Tidak sadar kurang dari 10 menit
Muntah muntah, pusing
Tidak ada tanda tanda defisit neurologik
b. Contusio serebri
Tidak sadar lebih dari 10 menit, bila area yang terkena luas, dapat berlangsung
lebih dari 2 3 hari setelah cedera.
Muntah, amnesia retrograd.
2. Perdarahan epidural/epidural hematom
Menyebabkan suatu akumulasi darah pada ruang antara durameter dan tulang
tengkorak yang sebabkan oleh robeknya arterimeningeal media didaerah perictal
temporal akibatnya :
Peningkatan TIK yang menimbulkan gangguan nafas, bradikardi dan penurunan

TTU.
Herniasi otak yang dapat menimbulkan :
a. Peningkatan sirkulasi arteri pada formatio retikularis media oblongata yang
dapat menimbulkan penurunan kesadaran
b. Penekanan syaraf kranial III (N. okulomotorius) yang dapat menimbulkan

dilatasi pupil.
3. Hematom subdural
Akumulasi bekuan darah antara durameter dan arachnoid yang disebabkan oleh robekan
vena yang terjadi diruang subdural.
4. Hematoma subarachnoid
Perdarahan yang terjadi pada ruang arachnoid yaitu antara lapisan arahnoid piameter
seringkali terjadi karena adanya robekan vena yang ada didaerah tersebut.
5. Hematoma intrakranial
Pengumpulan darah 25 ml atau lebih pada parakim otak penyebabnya seringkali karena
adanya impresi fractur, gerakan aselarasi dan deselerasi yang tiba tiba.
6. Fractur tengkorak
Susunan tulang tengkorak dan lapisan kulit kepala membantu menghilangkan tenaga
benturan kepala sehingga sedikit kekuatan yang ditransmisikan ke dalam jaringan otak.

E. Morfologi cedera
Berdasarkan morfologi cedera kepala dibagi atas:
a. Fraktur kranium
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak, dan dapat terbentuk garis
atau bintang dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur dasar tengkorak biasanya
merupakan pemeriksaan CT Scan untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tandatanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan

b.

pemeriksaan lebih rinci.


Tanda-tanda tersebut antara lain :
Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign)
Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign )
Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan
Parese nervus facialis ( N VII )
Lesi intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering
terjadi bersamaan.
Termasuk lesi lesi local ;
- Perdarahan Epidural
- Perdarahan Subdural
- Kontusio (perdarahan intra cerebral)
Cedera otak difus umumnya menunjukkan gambaran CT Scan yang normal, namun
keadaan klinis neurologis penderita sangat buruk bahkan dapat dalam keadaan koma.
Berdasarkan pada dalamnya koma dan lamanya koma, maka cedera otak difus
dikelompokkan menurut kontusio ringan, kontusio klasik, dan Cedera Aksona Difus
( CAD).

F. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang biasa timbul pada kasus cedera kepala di antaranya :
a. Hilangnya kesadaran.
b. Perdarahan dibelakang membrane timpani
c. Ekimosis pada periorbital
d. Mual dan muntah.
e. Pusing kepala.
f. Terdapat hematom.
g. Bila fraktur mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea)
dan telinga (otorhea) bila fraktur tulang temporal.
G. Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan
6

Adanya nyeri kepala, mual, muntah, kejang, penurunan kesadaran, mengidentifikasi


adanya hemoragi, pergeseran jaringan otak.
b. Angiografi Serebral
Menunjukkan kelainan sirkulasi cerebral seperti pergeseran cairan otak akibat oedema,
perdarahan, trauma.
c. EEG (Electro Encephalografi)
Memperlihatkan keberadaan/perkembangan gelombang patologis
d. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Mengidentifikasi perfusi jaringan otak, misalnya daerah infark, hemoragik.
e. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang tengkorak.
f. Test Orientasi dan Amnesia Galveston (TOAG)
Untuk menentukan apakah penderita trauma kepala sudah pulih daya ingatnya.
H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan umum cedera kepala:
- Monitor respirasi : bebaskan jalan nafas, monitor keadaan ventilasi, periksa analisa gas
b.

darah, berikan oksigan jika perlu


Monitor tekanan intrakranial
Atasi syok bila ada
Kontrol tanda vital
Keseimbangan cairan dan elektrolit
Operasi
Operasi dilakukan untuk mengeluarkan darah pada intrasereberal, debridemen luka,dan
prosedur shunting, jenis operasi tersebut adalah :
Craniotomy adalah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk
meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Ada tiga tipe craniotomy menurut letak
insisi yaitu: craniotomy

supratentorial (diatas tentorium), infratentorial (dibawah

tentorium) dan craniotomy transfenoidal (melalui sinus mulut dan hidung)


Craniektomy adalah eksisi pada suatu bagian tengkorak
Cranioplasty adalah perbaikan deffek kranial dengan menggunakan plat logam atau

plastik
Lubang burr / Burr holes adalah suatu tindakan pembuatan lubang pada tulang kepala
yang bertujuan untuk diagnostik diantaranya untuk

mengetahui ada tidaknya

perdarahan ekstra aksial, pembengkakan cereberal, cedera dan mengetahui ukuran serta
posisi ventrikel sebelum tindakan definitif craniotomy dilakukan. dan eksplorasi.
I. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan hematoma intrakranial edema
serebral progresif dan herniasi otak. Komplikasi dari cedera kepala adalah:
7

1. Peningkatan TIK
Lebih dari separuh kematian karena trauma kepala disebabkan oleh hipertensi
intrakranial. Kenaikan tekanan intrakranial (TIK) dihubungkan dengan penurunan
tekanan perfusi dan aliran darah serebral (CBF) dibawah tingkat kritis (60 mmHg) yang
berakibat kerusakan otak iskemik.
Pemantauan TIK yang berkesinambungan bisa menunjukkan indikasi yang tepat untuk
mulai terapi dan mengefektifkan terapi, serta menentukan prognosis.
TIK yang normal: 5-15 mmHg
TIK Ringan : 15 25 mmHg
TIK sedang : 25-40 mmHg
TIK berat : > 40 mmHg
2. Iskemia
Iskemia adalah simtoma berkurangnya aliran darah yang dapat menyebabkan perubahan
fungsional pada sel normal.
Otak merupakan jaringan yang paling peka terhadap iskemia hingga episode iskemik
yang sangat singkat pada neuron akan menginduksi serangkaian lintasan metabolisme
yang berakhir dengan apoptosis. Iskemia otak diklasifikasikan menjadi dua subtipe yaitu
iskemia global dan fokal. Pada iskemia global, setidaknya dua, atau empat pembuluh
cervicalmengalami gangguan sirkulasi darah yang segera pulih beberapa saat kemudian.
Pada iskemia fokal, sirkulasi darah pada pembuluh nadi otak tengah umumnya terhambat
oleh

gumpalan

trombus

sehingga

memungkinkan

terjadi

reperfusi.

Simtoma

terhambatnya sirkulasi darah oleh gumpalan trombus disebut vascular occlusion.


3. Perdarahan otak
a. Epidural hematom
Terdapat pengumpulan darah diantara tulang tengkorak dan duramater akibat
pecahnya pembuluh darah/cabang-cabang arteri meningeal media yang terdapat di
duramater, pembuluh darah ini tidak dapat menutup sendiri karena itu sangat
berbahaya. Dapat terjadi dalam beberapa jam sampai 1 2 hari. Lokasi yang paling
sering yaitu dilobus temporalis dan parietalis.
Tanda dan gejala: penurunan tingkat kesadaran, nyeri kepala, muntah, hemiparesa.
Dilatasi pupil ipsilateral, pernapasan dalam dan cepat kemudian dangkal, irreguler,
penurunan nadi, peningkatan suhu.
b. Subdural hematoma
Terkumpulnya darah antara duramater dan jaringan otak, dapat terjadi akut dan
kronik. Terjadi akibat pecahnya pembuluh darah vena/jembatan vena yang biasanya

terdapat diantara duramater, perdarahan lambat dan sedikit. Periode akut terjadi dalam
48 jam 2 hari atau 2 minggu dan kronik dapat terjadi dalam 2 minggu atau beberapa
bulan.
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, bingung, mengantuk, menarik diri, berfikir lambat,
kejang dan edema pupil.
c. Perdarahan subarachnoid
Perdarahan didalam rongga subarachnoid akibat robeknya pembuluh darah dan
permukaan otak, hampir selalu ada pada cedera kepala yang hebat.
Tanda dan gejala: Nyeri kepala, penurunan kesadaran, hemiparese, dilatasi pupil
ipsilateral dan kaku kuduk.
4. Kejang pasca trauma
Merupakan salah satu komplikasi serius. Insidensinya 10 %, terjadi di awal cedera 4-25%
(dalam 7 hari cedera), terjadi terlambat 9-42% (setelah 7 hari trauma). Faktor risikonya
adalah trauma penetrasi, hematom (subdural, epidural, parenkim), fraktur depresi
kranium, kontusio serebri, GCS <10.
5. Demam dan menggigil
Demam dan mengigil akan meningkatkan kebutuhan metabolism dan memperburuk
outcome.

Sering

terjadi

akibat

kekurangan

cairan,

infeksi,

efek

sentral.

Penatalaksanaan dengan asetaminofen, neuro muscular paralisis. Penanganan lain dengan


cairan hipertonik, koma barbiturat, asetazolamid.
6. Hidrosefalus
Berdasar lokasi penyebab obstruksi dibagi menjadi komunikan dan non komunikan.
Hidrosefalus komunikan lebih sering terjadi pada cedera kepala dengan obstruksi,
Hidrosefalus non komunikan terjadi sekunder akibat penyumbatan di sistem ventrikel.
Gejala klinis hidrosefalus ditandai dengan muntah, nyeri kepala, papil udema, dimensia,
ataksia, gangguan miksi.
7. Spastisitas
Spastisitas adalah fungsi tonus yang meningkat tergantung pada kecepatan gerakan.
Merupakan gambaran lesi pada UMN. Membentuk ekstrimitas pada posisi ekstensi.
Beberapa penanganan ditujukan pada : Pembatasan fungsi gerak, Nyeri, Pencegahan
kontraktur, Bantuan dalam posisioning.
Terapi primer dengan koreksi posisi dan latihan ROM, terapi sekunder dengan splinting,
casting, farmakologi: dantrolen, baklofen, tizanidin, botulinum, benzodiasepin
8. Agitasi
Agitasi pasca cedera kepala terjadi > 1/3 pasien pada stadium awal dalam bentuk
delirium, agresi, akatisia, disinhibisi, dan emosi labil. Agitasi juga sering terjadi akibat
9

nyeri dan penggunaan obat-obat yang berpotensi sentral. Penanganan farmakologi antara
lain dengan menggunakan antikonvulsan, antihipertensi, antipsikotik, buspiron, stimulant,
benzodisepin dan terapi modifikasi lingkungan.
9. Mood, tingkah laku dan kognitif
Gangguan kognitif dan tingkah laku lebih menonjol dibanding gangguan fisik setelah
cedera kepala dalam jangka lama. Penelitian Pons Ford,menunjukkan 2 tahun setelah
cedera kepala masih terdapat gangguan kognitif, tingkah laku atau emosi termasuk
problem daya ingat pada 74 %, gangguan mudah lelah (fatigue) 72%, gangguan
kecepatan berpikir 67%. Sensitif dan Iritabel 64%, gangguan konsentrasi 62%.
Cicerone (2002) meneliti rehabilitasi kognitif berperan penting untuk perbaikan
gangguan kognitif. Methyl phenidate sering digunakan pada pasien dengan problem
gangguan perhatian, inisiasi dan hipoarousal (Whyte). Dopamine, amantadinae
dilaporkan dapat memperbaiki fungsi perhatian dan fungsi luhur. Donepezil dapat
memperbaiki daya ingat dan tingkah laku dalam 12 minggu. Depresi mayor dan minor
ditemukan 40-50%. Faktor resiko depresi pasca cedera kepala adalah wanita, beratnya
cedera kepala, pre morbid dan gangguan tingkah laku dapat membaik dengan
antidepresan.
10. Sindroma post kontusio
Merupakan komplek gejala yang berhubungan dengan cedera kepala 80% pada 1 bulan
pertama, 30% pada 3 bulan pertama dan 15% pada tahun pertama:
Somatik : nyeri kepala, gangguan tidur, vertigo/dizzines, mual, mudah lelah, sensitif
terhadap suara dan cahaya, kognitif: perhatian, konsentrasi, memori,
Afektif: iritabel, cemas, depresi, emosi labil.

10

BAB III
PEMBAHASAN
A. Kasus
Pasien Ny. N masuk ke IGD RSUD pukul 12.00 siang karena kehilangan kesadaran yang
disebabkan oleh benturan pada kepala akibat terjatuh dari tangga. 3 jam SMRS penderita
terjatuh dari tangga dengan ketinggian 2 meter, pada saat kejadian tidak ada anggota
keluarga yang melihat, saat ditemukan pasien sudah tidak sadarkan diri. Pasien sempat
dibaringkan dirumah dan sadar 15 menit kemudian.
Saat sadar pasien mengeluh sakit kepala pada daerah belakang kepala dan dahi, nyeri
pinggang dan nyeri pada kaki sebelah kanan tetapi pasien masih dapat berjalan dibantu oleh
keluarga. Tidak ada darah yang keluar dari kedua lubang hidung, mulut serta kedua lubang
telinga, pandangan mata kabur tidak ada. Pasien muntah 1x setelah diberi minum dan makan,
nyeri perut tidak ada, kejang tidak ada. Setelah kejadian pasien tidak ingat peristiwa
sebelumnya dan tidak bisa mengenal amggota keluarga. Pasien masuk bangsal saraf pukul
13.00 siang.
1. Konsep cedera kepala
- Pengertian
Serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi setelah trauma kepala ,yang dapat
melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan
Medis ,RS Dr.Sardjito)
- Etiologi
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Kecelakaan kerja
3. Trauma pada olah raga
4. Kejatuhan benda
5. Luka tembak
6. benturan benda tumpul
- Mekanisme cedera kepala ada 3:
1. akselerasi -> benda bergerak pada orang
2. deselerasi -> jika kepala yang bergerak benda diam
3. devormitas -> perubahan / kerusakkan pada bagian tubuh akibat trauma
-

Klasifikasi kerusakan jaringan otak akibat trauma


komotio cerebri
contutio cerebri
kaseratio
Tingkat kesadaran :
11

1. Compos mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat


menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya. (14-15)
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh (12-13)
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berkhayal. (11-12)
4. Somnolen (obtundasi, letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang
lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsanng (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal. (10-11)
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri. (8-9)
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
-

tidak ada respon pupil terhadap cahaya). <7


Cedera kepala :
1. Cedera kepala ringan : (GCS 14-15)
2. Cedera kepala sedang : (GCS 9-13)
3. Cedera kepala berat : (GCS 3-8)
Tanda dan gejala :
a. Cedera kepala ringan
Tidak terdapat fraktur tengkorank , kontusio cerebral, tidak terdapat nemato, tidak
kehilangan kesadaran, lX / tidak ada muntah dapat mengalami luka lecet / laserasi di
kulit kepala, pemeriksaan lain normal. kehilangan kesadaran / amnesia kurang dari 30
menit.
b. Cedera kepala sedang
Disertai fraktur tengkorak, diorentasi ringan, keehilangan kesaddaran singkat saat
kejaidan, saat ini sadar / respon suara , 2x / lebih muntah , sakit kepala , kejang singkat
dari 2 menit lX segera kehilangan kesadaran lebih dari 30 menit tapi kurang dari
24jam.
c. Cedera kepala berat
Kehilangan kesadaraan pada waktu lama , status kesadaran

menurun terdapat

kebocoran lcs / perdarahan dari hidung / telinga peningkatan titik, trauma kepala yang

berprentasi kejang , tanda-tanda neurologis lokal ( pupil yang tidak sama )


amnesia lebih dari 24 jam.
Pemeriksaan penunjang
a. CT-scan
b. MRI
12

c. EEG
d. X-RAY
e. TOKSITOLOGI
f. BAER
g. PET
h. Fungsi lumbal CSS
i. GDA
j. Anti konvulsan
GCS :
Eyes (mata) : 4
Verbal
:5
Motorik
:4
Hasil : 13 (termasuk cedera kepala sedang)

B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
A. Pengumpulan Data
Identitas klien
Nama
: Ny. N
Umur
: 20 Tahun
Jenis kelamin
: Wanita
Agama
: Islam
Suku/bangsa
: Indonesia
Status Marital
: Belum menikah
Tanggal masuk
: 28 April 2013
Tanggal Pengkajian
: 29 April 2013
No. Medrec
: 04023830
Diagnosa medis
: Gangguan pada saraf
Alamat
: Babakan kalijati Rt 09/Rw 03 Batusari Sindang Bandung
Ruangan
: III
Identitas penanggung jawab
Nama
: Ny. T
Umur
: 34Tahun
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Guru
Suku/bangsa
: Indonesia
Status
: Menikah
Hubungan dengan Klien : Istri
Alamat
: Babakan kalijati Rt 09/ Rw 03 Batusari Sindang Bandung
B. Riwayat Kesehatan
o Keluhan Utama
Klien mengeluh sakit kepala pada daerah belakang kepala
o Riwayat kesehatan sekarang

13

Klien mengeluh sakit kepala pada daerah belakang kepala dan dahi, nyeri pinggang dan
nyeri kaki sebelah kanan
o Riwayat kesehatan dahulu : o Riwayat kesehatan keluarga(Bagan Genogram)

Keterangan

:
: Perempuan
: Laki-laki

: Klien
: Yang ada Hubungan
Menurut klien riwayat penyakit yang di deritanya bukan karena keturunan.
Pemeriksaan Fisik
Tingkat kesadaran (GCS)
Respon membuka mata : 4 (spontan)
Respon verbal
: 4 (bicara membingungkan)
Respon motorik
:5 (melokalisir nyeri)
Tingkat keparahan cedera kepala
Cedera kepala sedang (GCS 13)
Sistem penglihatan
Posisi mata
normal,konjungtiva

simetris,kelopak
dan

skelera

mata

normal,

normal,kornea

pergerakan

normal,otot

mata

bola
tidak

mata
ada

kelainan,fungsi penglihatan baik,tidak menggunakan kaca mata,


Sistem Pendengaran
Daun telinga normal dan tidak sakit bila digunakan, bentuk normal,serumen tidak
ada,kondisi telinga normal,cairan dari telinga tidak ada,tinitus tidak ada,fungsi
pendengaran normal.
System pernafasan
Tidak ada perubahan pola nafas, irama, frekuensi, kedalaman, dan fungsi nafas
normal
Sistem Integumen
14

Kulit kepala tampak bersih, rambut tidak lengket, distibusi rambut merata, tidak
mudah dicabut. Kuku sianosis, terdapat clubbing finger. Tampak lingkaran hitam di
kelopak mata.
Sistem Kardiovaskuler
Tidak ada perubahan tekanan darah, denyut nadi normal.
C. Data Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium : D. Pola Aktivitas Sehari-hari
N
O
1.

Aktivitas
Nutrisi
a. Makan
Frekuensi
Nafsu makan
Jenis

Sebelum Sakit

Sesudah Sakit

2x/hari porsi kecil


Baik, 1 porsi habis

3x/hari porsi kecil


Baik, 1 porsi habis

Nasi, lauk-pauk, sayuran

Nasi, sayur bayam, tahu,


ayam, pisang

b. Minum

Jenis
Jumlah
2.

3.

Eliminasi
a. BAB
Frekuensi
Konsistensi
Warna
b. BAK
Frekuensi
Warna

Air putih, ait teh


6-7 gelas/ hari

Air putih, air teh


6-7 gelas/ hari

1x/ hari
Lembek
Kuning

3-5x/hari (diare)
Lembek
Kuning

3-4x/ hari
Kuning jernih

Nokturia
Berwarna gelap.

Tidak/ jarang tidur siang


21.00- 05.00
Nyenyak

Jarang

Istirahat tidur
a. Siang
b. Malam
c. Kualitas

00.00-04.00
Dispnea pada istirahat

4.

5.

Personal hygiene
a. Mandi
b. Keramas
c. Gosok gigi

2x/ hari
3x/ hari
2x/ hari

d. Gunting kuku

Kalau panjang

Aktivitas

Memakai sabun
Belum
Setiap bangun tidur pagi
Belum

Sehari- hari klien

Klien hanya tidur di tempat

15pekerjaan
mengerjakan

tidur

kantor.

E. Analisa Data
Nama : Ny. N
Umur : 20 Tahun

16

NO
1.

Pengelompokan Data
Resiko tinggi terhadap perubahan

Etiologi
Cedera primer

nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

(langsung)
nutrisi

Kerusakan saraf otak

Penurunan ADO

Penurunan suplai

berhubungan dengan mual, muntah.


DS : - Klien mengeluh sakit kepala
pada daerah belakang kepala.
DO : - Muntah

Masalah
Gg. Pemenuhan

nutrisi ke otak

Perubahan
metabolisme anaerob

Hipoksia

Edema jaringan otak

Peningkatan TIK

Nutrisi kurang
Gg.rasa nyaman
Cedera primer

Nyeri akut b.d dengan agen injuri


fisik.
2.

DS: Klien mengeluh nyeri pinggang


DO:- Nyeri perut tidak ada
-

Kejang tidak ada

(langsung)

Kerusakan saraf otak

Penurunan ADO

Penurunan suplai
nutrisi ke otak

Perubahan
metabolisme anaerob

Hipoksia

Edema jaringan otak

Peningkatan TIK

Gangguan nyeri

Cedera primer
(langsung)

Kerusakan saraf otak


17

Penurunan ADO

Penurunan suplai

Gg. Pertukaran gas

F. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan
Tujuan

O
1
1.

Perencanaan
Intervensi

2
Resiko tinggi terhadap

3
Tupan : Klien

perubahan nutrisi: kurang

dapat mengatakan

pasien untuk

menentukan

dari kebutuhan tubuh

kondisinya sudah

mengunyah, menelan,

pemilihan terhadap

berhubungan dengan mual,

mulai membaik

batuk dan mengatasi

jenis makanan

muntah.

dan tidak lemas

sekresi.

sehingga pasien

lagi.

4
1. Kaji kemampuan

Rasional

harus terlindungi

2. Auskultasi bising
usus, catat adanya

Tupen:

dari aspirasi
2. Fungsi saluran

penurunan/hilangnya

Setelah dilakukan
tindakan

hiperaktif.
3. Kaji feses, cairan

Intake nutrisi

lambung, muntah

meningkat
Keseimbangan
cairan dan

keluarga dalam

biasanya tetap
baik pada kasus
cedera kepala, jadi

darah dan sebagainya.


4. Konsultasi dengan
ahli gizi.

elektrolit
Berat badan stabil
Membantu

pencernaan

atau suara yang

keperawatan:

5
1. Faktor ini

bising usus
membantu dalam
menentukan
respons untuk
makan atau
berkembangnya
komplikasi, seperti

memenuhi
kebutuhan nutrisi
diberikan per oral

paralitik ileus.
3. Perdarahan
subakut/akut dapat
terjadi (ulkus
cushing) dan perli
intervensi dan
metode alternatif

18

pemberian makan.
4. Merupakan sumber
yang efektif untuk
2.

mengidentifikasi
kebutuhan
kalori/nutrisi
tergantung pada
usia, berat badan,
1. Kaji keluhan nyeri,

ukuran tubuh,

lokasi, karakteristik,

keadaan penyakit

onset/durasi,

sekarang (trauma,

frekuensi, kualitas,

penyakit

dan beratnya nyeri.


2. Berikan analgesik

jantung/masalah
metabolisme).

sesuai program bial


perlu, dan evaluasi
Nyeri akut b.d dengan agen
injuri fisik.

efektivitasnya.
Tupan :
Nyeri terkontrol,
menunjukkan
3.
terbebas dari rasa
tidak nyaman
Tupen :
Setelah diberikan
tindakan
keperawatan :
4.
1. Klien
dapat
mengontrol

3.

1. Menyebutkan

nyeri.
2. Ekspresi

rasa
wajah

rileks.
3. Kebutuhan istirahat
dan tidur tercukupi
4. Klien
dapat
melaporkan nyeri,
19

Hindari dari
penggunaan narkotik.
Pertahankan tirah

lokasi nyeri,
frekuensi, dan
beratnya nyeri

yang dirasakan
baring di tempat tidur
2. Analgesik
dengan posisi
menghambat rasa
setengah duduk sesuai
nyeri. Analgesik
program.
narkotik menutupi
Bila sakit kepala tidak
tanda-tanda
teratasi dengan
perubahan
anlalgesik dalam 4
neurologis.
jam atau lebih buruk,
3. Tirah baring
evaluasi terhadap
mengurangi
gangguan neurologis
pemakaian oksigen
tambahan (Apendiks
jaringan. Posisi
J), kemudian beri tahu
setengah duduk

frekuensi,

dan dokter.
5. Pertahankan
lama episode nyeri
lingkungan yang

membantu
kelancaran
drainase vena

tenang dan ruangan

dengan gravitasi

redup

sehingga
mengurangi risiko
meningkatnya
tekanan
intrakranial.
4. Ini merupakan

Perfusi jaringan tak efektif

1. Tentukan faktor-faktor

(spesifik sere-bral) b.d

yang berhubungan

aliran arteri dan atau vena

dengan keadaan

terputus.

lesi intrakranial.
5. Stres akan
memperberat sakit

tertentu atau yang

kepala dan

menyebabkan

menyebabkan

koma/penurunan

kejang

perfusi jaringan otak


Tupan :
Mempertahankan

dan potensial

peningkatan TIK.
tingkat kesadaran 2. Pantau/catat
biasa/perbaikan,
neurologis secara

indikasi meluasnya

1. Menentukan
pilihan intervensi.
Penurunan

kognisi, dan fungsi

teratur dan

tanda/gejala

motorik/sensorik.
Tupen :
Setelah diberikan

bandingkan dengan

neurologis atau

niali standar

kegagalan dalam

tindakan

(misalnya skala koma

pemulihannya

glascow).
keperawatan:
Mendemonstrasika3. Kaji respon motorik
terhadap perintah
n tanda vital stabil
Tidak ada tandayang sederhana yang
tanda peningkatan

bertujuan (patuh

TIK
Klien mampu

terhadap perintah,

bicara dengan
20

berusaha untuk

setelah serangan
awal mungkin
menunjukkan
bahwa pasien itu
perlu dipindahkan
ke perawatan
intensif untuk

jelas, menunjukkan

menghilangkan

memantau tekanan

konsentrasi,

rangsang nyeri yang

TIK dan/atau

perhatian dan

diberikan) dan

orientasi baik
Fungsi sensori

gerakan yang tidak


bertujuan (kelainan

motorik cranial

postur tubuh)
utuh : kesadaran 4. Tinggikan kepala

pembedahan.
2. Mengkaji adanya
kecenderungan
pada tingkat
kesadaran dan

membaik (GCS 15,

pasien 15-45 derajat

potensial

tidak ada gerakan

sesuai indikasi/yang

peningkatan TIK

involunter)

dapat ditoleransi.
5. Berikan obat sesuai
indikasi:
Diuretik contohnya
manitol
(osmitrol);furosemid
(lasix)
Analgetik sedang,
seperti kodein

dan bermanfaat
dalam menentukan
lokasi, perluasan
dan perkembangan
kerusakan SSP.
3. Mengukur
kesadaran secara
keseluruhan dan
kemampuan untuk
berespon pada
rangsangan
eksternal dan
merupakan
petunjuk keadaan
kesadaran terbaik
pada pasien yang
matanya tertutup
sebagai akibat daro
trauma atau pasien
afasia.
4. Meningkatkan
aliran balik vena
dari kepala,

21

sehingga akan
mengurangi
konesti dan edema
atau risiko
terjadinya
peningkatan TIK
5. Diuretik dapat
digunakan pada
fase akut untuk
menurunkan air
dari sel otak,
menurunkan
edema otak dan
-

TIK.
Analgesik, dapat
diindikasikan
untuk
menghilangkan
nyeri dan dapat
berakibat negatif
pada TIK tetapi
harus digunakan
dengan hati-hati
untuk mencegah
gangguan
pernafasan

G. Implementasi

22

Tanggal
29 -04 2013

DX
1.

Jam

Implementasi dan Evaluasi


1. Mengkaji kemampuan pasien untuk
mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi
sekresi.
2. Mengauskultasi bising usus, catat adanya
penurunan/hilangnya atau suara yang
hiperaktif.
3. Mengkaji feses, cairan lambung, muntah
darah dan sebagainya.
4. Mengkonsultasikan dengan ahli gizi.

2.

1. Mengkaji keluhan nyeri, lokasi, karakteristik,


onset/durasi, frekuensi, kualitas, dan beratnya
nyeri.
2. Memberikan analgesik sesuai program bial
perlu, dan evaluasi efektivitasnya. Hindari
dari penggunaan narkotik.
3. Mertahankan tirah baring di tempat tidur
dengan posisi setengah duduk sesuai
program.
4. Apabila sakit kepala tidak teratasi dengan
anlalgesik dalam 4 jam atau lebih buruk,
evaluasi terhadap gangguan neurologis
tambahan (Apendiks J), kemudian beri tahu
dokter.
5. Mempertahankan lingkungan yang tenang
dan ruangan redup

3.

1. Menentukan faktor-faktor yang


berhubungan dengan keadaan tertentu atau
yang menyebabkan koma/penurunan perfusi
jaringan otak dan potensial peningkatan
TIK.
2. Memantau/catat neurologis secara teratur
dan bandingkan dengan niali standar
23

Paraf

(misalnya skala koma glascow).


3. Mengkaji respon motorik terhadap perintah
yang sederhana yang bertujuan (patuh
terhadap perintah, berusaha untuk
menghilangkan rangsang nyeri yang
diberikan) dan gerakan yang tidak bertujuan
(kelainan postur tubuh)
4. Meninggikan kepala pasien 15-45 derajat
sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
5. Memberikan obat sesuai indikasi:
- Diuretik contohnya manitol
-

(osmitrol);furosemid (lasix)
Analgetik sedang, seperti kodein

H. Evaluasi
Tanggal
29 April 2013

Catatan Perkembangan
S : - Klien mengatakan bahwa tidak terasa sakit kepala dan dahi, nyeri
pinggang dan nyeri kaki sebelah kanan tidak ada.
O : - Klien dapat mengingat peristiwa sebelumnya dan dapat mengenal
anggota keluarga.
A : - Masalah teratasi sebagian
P : - Pertahankan dan lajutkan intervensi
No 1,2,3,4,5

24

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Cedera kepala adalah kerusakan neurologi yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan
otak yang terjadi secara langsung amaupun efek sekunder dari trauma yang terjadi. Penyebab
cedera kepala, seperti: kecelakaan lalu lintas, terjatuh dan benturan langsung pada kepala.
Beradarkan glasscow coma scale (GCS) cedera kepala terbagi menjadi 3: cedera kepala ringan
(14-15), cedera kepala sedang (9-13), cedera kepala berat (<8).
Kemudian manifestasi klinis dari cedera kepala : hilangnya kesadaran, terdapat hematom,
mual dan muntah. Pemeriksaan penunjang : CT scan, angiografi serebral, EEG, MRI, sinar X.
Komplikasi (akibat) dari cedera kepala : peningkatan TIK, iskemia, perdarahan otak, demam dan
menggigil dan hidrosefalus.
B. Saran
Mahasiswa harus dapat mengetahui, memahami, dan menjelaskan tentang cedera kepala.
Kemudian mahasiswa dapat melakukan pemeriksaan sistem neurologis dan dapat membuat
asuhan keperawatan tentang cedera kepala.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilin E,dkk.1993.Pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan


pasien.Jakarta:EGC.
25

Engram Barbara.1994.Rencana asuhan keperawatan medikal bedah volume 3.Jakarta:EGC.


Ainicahayamata.2012.Askep cedera kepala.www.wordpress.com (diakses tanggal 28 April
2012)
Elsya24nursing.2011.Laporan pendahuluan cedera kepala sedang.www.blog.com (diakses
tanggal 28 April 2013)
Oktditiar.2010.Laporan pendahuluan cedera kepala sedang.www.wordpress.com (diakses
tanggal 28 April 2013)

26

You might also like