You are on page 1of 43

1

BAB I
LAPORAN KASUS
1.1

IDENTIFIKASI
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
Kebangsaan

1.2

: Mat Arsyad
: 45 tahun
: Laki-laki
: Islam
: Kenten
: Indonesia

ANAMNESIS
(Autoanamnesis dengan penderita, 7 Juli 2014)
Keluhan utama
:
Konsul dari bagian THT RSMH untuk mencari tanda-tanda infeksi
Keluhan tambahan:
Cephalgia
Riwayat penyakit sekarang:
Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat penyakit asma (-)
Riwayat penyakit keganasan (-)
Past Dental History
Riwayat cabut gigi (-)
Riwayat gigi tanggal sendiri (+) 1 tahun yang lalu
Riwayat trauma (-)
Riwayat bersihkan karang gigi (-)
Riwayat pemakaian gigi palsu (+)

1.3

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik umum
Keadaan umum
: tampak sakit ringan
Kesadaran
: compos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 86 kali/menit
Pernapasan
: 20 kali/menit
Suhu
: 36,70C
Pemeriksaan fisik khusus
a. Pemeriksaan Ekstra Oral

Bentuk kepala
Wajah
Proporsi
Bibir
Tonus otot mastikasi
Tonus otot bibir
Bibir posisi istirahat
KGB leher

: normocephali
: simetris
: normal
: simetris, normal
: normal
: normal
: tertutup
: tidak membesar (normal)

b. Pemeriksaan Intra Oral


Mukosa buccal, lingual, palatal, labial: tidak ada kelainan
Lidah
: tidak terdapat kelainan
Gingiva : tidak terdapat kelainan
Gigi
:
- Fokal infeksi gangrene radiks 13, 16, 26, 27, 36, 37
D/ gangrene radiks
RP/ Pro Ekstraksi
- Fokal infeksi karies gigi 46
D/ Karies gigi kedalaman D5
RP/ Pro Ekstraksi
- Karies gigi 11, 13, 22, 25
D/ Karies gigi kedalaman D3
RP/ Pro Konservatif
- Kalkulus dan stain di semua regio gigi
D/ kalkulus + stain
RP/ Pro scalling
-

Terdapat gigi yang tanggal pada gigi 23


D/ Missing teeth
RP/ Pro protesa
Malposisi 48
D/ Malposisi
RP/ Perawatan ortodental

Status Lokalis
Gig
i
13,

Lesi
Terdapat

16,

gangrene

26,

radiks

27,
36,

Sondas

Perkus

Palpas

Luksas

e
(-)

E
(-)

i
(-)

i
(-)

i
(-)

Diagnosis
Gangren radiks

Rencana
Perawatan
Pro ekstraksi

37
46

Karies

dentin

Karies D5

(-)

(+) (-)

(-)

(-)

Karies D3

(-)

(+) (-)

(-)

(-)

Karies email

Malposisi

(-)

(-)

(-)

(+)

Malposisi

luas

Pro ekstraksi

11,
13,

Pro konservasi

22,
25
48

(-)

1.4

KESAN
- Fokal infeksi gangrene radiks 13, 16, 26, 27, 36, 37
- Fokal infeksi karies gigi 46
- Karies gigi 11, 13, 22, 25
- Kalkulus dan stain di semua regio gigi
- Terdapat gigi yang tanggal pada gigi 23
- Malposisi 48

1.5

RENCANA PERAWATAN
- Pro Ekstraksi
- Pro Ekstraksi
- Pro Konservatif
- Pro scalling
- Pro protesa
- Pro ortodental

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Perawatan
ortodental

2.1 Anatomi Gigi


2.1.1 Bagian-bagian gigi
Gigi merupakan bagian terkeras dari tubuh, gigi tersusun atas
beberapa bagian. Berikut bagian-bagian yang menyusun gigi:
a. Akar gigi adalah bagian dari gigi yang tertanam di dalam tulang
rahang dikelilingi (dilindungi) oleh jaringan periodontal.
b. Mahkota gigi adalah bagian dari gigi yang dapat menonjol di atas
gusi sehingga dapat dilihat.
c. Leher gigi adalah tempat bertemunya mahkota dan akar gigi

Gambar Anatomi gigi normal

2.1.2 Struktur Jaringan Gigi


Gigi terdiri dari beberapa jaringan pembentuk. Secara garis besar, jaringan
pembentuk gigi ada 3, yaitu email, dentin, dan pulpa.
2.1.2.1 Email
Email adalah lapisan terluar yang melapisi mahkota gigi. Email
berasal dari epitel (ektodermal) yang merupakan bahan terkeras pada tubuh

manusia dan paling banyak mengandung kalsium fosfat dalam bentuk


Kristal apatit (96%).
Email merupakan jaringan semitranslusen, sehingga warna gigi
bergantung kepada warna dentin di bawah email, ketebaan email, dan
banyaknya stain pada email. Ketebalan email tidak sama, paling tebal di
daerah oklusal atau insisal dan makin menipis mendekati pertautannya
dengan sementum.
2.1.2.4 Dentin
Dentin merupakan komponen terbesar jaringan keras gigi yang
terletak di bawah email. Di daerah mahkota ditutupi oleh email, sedangkan
di daerah akar ditutupi oleh sementum. Secara internal, dentin membentuk
dinding rongga pulpa.
Dentin membentuk bagian terbesar dari gigi dan merupakan
jaringan yang telah mengalami kalsifikasi sama seperti tulang, tetapi
sifatnya lebih keras karena kadar garam kalsiumnya lebih besar (80%)
dalam bentuk hidroksi apatit. Zat antar sel organic (20%) terutama terdiri
atas serat-serat kolagen dan glikosaminoglikans, yang disintesis oleh sel
yang disebut odontoblas. Odontoblas membentuk selapis sel-sel yang
terletak di pinggir pulpa menghadap permukaan dalam dentin.
Dentin peka terhadap rasa raba, panas, dingin, dan konsentrasi ion
hydrogen. Diperkirakan bahwa rangsangan itu diterima oleh serat dentin
dan diteruskan olehnya ke serat saraf di dalam pulpa.
2.1.2.3 Pulpa
Pulpa gigi adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah
gigi. Pulpa berisi pembuluh darah, saraf, dan pembuluh limfe. Tugas dari
pulpa adalah mengatur nutrisi/makanan agar gigi tetap hidup, menerima
rangsang, membentuk dentin baru bila ada rangsangan panas, kimia,
tekanan, atau bakteri yang dikenal dengan dentin sekunder. Pulpa terdiri
dari beberapa bagian, yaitu :
1. Ruang atau rongga pulpa, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada
bagian tengah korona gigi dan selelu tunggal. Sepanjang kehidupan

pulpa gigi mempunyai kemampuan untuk mengendapkan dentin


sekunder, pengendapan ini mengurangi ukuran dari rongga pulpa.
2. Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa.
3. Saluran pulpa atau saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat
pada bagian akar gigi. Pada kebanyakan kasus, jumlah saluran akar
sesuai dengan jumlah akar, tetapi sebuah akar mungkin mempunyai
lebih dari sebuah saluran.
4. Foramen apikal, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada
apeks akar berupa suatu lubang kecil.
5. Supplementary canal. Beberapa kar gigi mungkin mempunyai lebih
dari satu foramen, dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atau
lebih cabang dekat apikalnya yang disebut multiple foramina /
supplementary canal.
6. Orifice, yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa
dihhubngkan dengan ruang pulpa. Adakalanya ditemukan suatu
akar mempunyai lebih dari satu saluranpulpa, misalnya akar mesiobukal dari M1 atas dan akar mesial dari M1 bawah mempunyai 2
saluran pulpa yang berakhir pada sebuah foramen apikal.

2.1.3 Jaringan Pendukung Gigi


Keberadaan gigi didukung oleh jaringan-jaringan lain yang berada di
dalam mulut yang disebut jaringan periodontal yang terdiri dari empat
komponen, yaitu sementum, gusi, tulang alveolar, dan ligament periodontal
2.1.3.1 Sementum
Sementum merupakan jaringan keras gigi yang menyelubungi akar.
Bila

ada

rangsangan

yang

kuat

pada

gigi

maka

akan

terjadi

resorpsi/penyerapan sel-sel sementum pada sisi yang terkena rangsangan


dan pada sisi lainnya akan terbentuk jaringan sementum baru. Pembentukan
sementum yang baru mengarah ke arah luar.
2.1.3.2 Gingiva

Gingiva atau gusi adalah jaringan lunak yang menutupi leher gigi
dan tulang rahang, baik yang terdapat pada rahang atas maupun rahang
bawah. Fungsi gingival adalah melindungi jaringan di bawah perlekatan
terhadap lingkungan rongga mulut. Gingiva sehat biasanya berwarna
merah muda, tepinya runcing seperti pisau, tidak mudah berdarah dan
tidak sakit. Gingiva banyak mengandung pembuluh darah sehingga sangat
sensitive terhadap trauma atau luka. Secara anatomi, gingiva dibagi atas
tiga daerah :
a. Marginal gingiva (unattached gingiva), merupakan bagian
gingiva yang mengelilingi gigi seperti kerah baju dan tidak
melekat langsung pada gigi, biasa juga disebut juga dengan
free gingiva
b. Attached gingiva merupakan lanjutan dari marginal gingival
dan disebut juga mukosa fungsional.
c. Interdental gingival, merupakan bagian gingival yang
mengisi ruang interproksimal antara dua gigi yang
bersebelahan.
2.1.3.3 Ligamentum Periodontal
Ligamnetum periodontal merupakan struktur jaringan konektif
yang mengelilingi akar gigi dan mengikatnya ke tulang (menghubungkan
tulang gigi dengan tulang alveolar). Ligamen periodontal merupakan
lanjutan jaringan gingiva yang berhubungan dengan ruang sumsum tulang
melalui saluran vaskuler. Fungsinya seperti bantalan yang dapat menopang
gigi dan menyerap beban yang mengenai gigi.
2.1.3.4 Tulang alveolar
Tulang alveolar disebut juga prosesus alveolaris yg mencakup
tulang rahang secara keseluruhan, yaitu maksila dan mandibula yg
berfungsi membentuk dan mendukung soket (alveoli) gigi.
2.1.4 Bentuk-bentuk Gigi Permanen
Orang dewasa biasanya mempunyai 32 gigi permanen, 16 di tiap
rahang. Di tiap rahang terdapat:

a. Empat gigi depan (gigi insisivus) Bentuknya seperti sekop dengan


tepi yang lebar untuk menggigit, hanya mempunyai satu akar. Gigi
insisivus atas lebih besar daripada gigi yang bawah.
b. Dua gigi kaninus yang serupa di rahang atas dan rahang bawah. Gigi ini
kuat dan menonjol di sudut mulut. Hanya mempunyai satu akar.
c. Empat gigi pre-molar/gigi molar kecil Mahkotanya bulat hampir
seperti bentuk kaleng tipis, mempunyai dua tonjolan, satu di sebelah pipi
dan satu di sebelah lidah. Kebanyakan gigi pre-molar mempunyai satu
akar, bebrapa mempunyai dua akar.
d. Enam gigi molar Merupakan gigi-gigi besar di sebelah belakang di
dalam mulut digunakan untuk menggiling makanan. Semua gigi molar
mempunyai mahkota persegi, seperti blok-blok bangunan. Ada yang
mempunyai tiga, empat, atau lima tonjolan. Gigi molar di rahang atas
mempunyai tiga akar dan gigi molar di rahang bawah mempunyai dua
akar.

Gambar Gigi Permanen


2.1.5 Aspek pada gigi permanen
Macam-macam aspek pada gigi permanen:

Aspek incisal : tepi gigitan gigi geligi depan


Aspek oklusal : permukaan gigit.
Aspek labial : permukaan luar gigi geligi depan yang berkontak dengan

bibir.
: bagian gigi yang dilapisi jaringan sementum dan ditopang

Aspek radix

oleh tulang alveolar dari maksila dan mandibulla.

Aspek palatal : permukaan dalam gigi geligi atas yang berkontak dengan

palatum. Digunakan juga istilah lingual.


Aspek bukal : permukaan gigi geligi belakang.
Aspek mesial : permukaan proksimal gigi yang lebih dekat ke garis

tengah.
Aspek distal
: bagian gigi yang terjauh dari garis tengah.
Aspek lingual : permukaan dalam gigi yang berkontak dengan lidah.
Aspek proksimal: permukaan gigi yang berkontak dengan gigi
tetangganya, biasa disebut permukaan distal

2.2 Fokal Infeksi


2.2 Fokal Infeksi
2.2.1 Definisi
Fokal infeksi adalah suatu infeksi lokal yang biasanya dalam jangka
waktu cukup lama (kronis), dimana hanya melibatkan bagian kecil dari tubuh,
yang kemudian dapat menyebabkan suatu infeksi atau kumpulan gejala klinis
pada bagian tubuh yang lain. Contohnya, tetanus yang disebabkan oleh suatu
pelepasan dari eksotoksin yang berasal dari infeksi lokal. Teori tentang fokal
infeksi sangat erat hubungannya dengan bagian gigi, dimana akan mempengaruhi
fungsi sistemik seseorang seperti sistem sirkulasi, skeletal dan sistem saraf. Hal
ini disebabkan oleh penyebaran mikroorganisme atau toksin yang dapat berasal
dari gigi, akar gigi, atau gusi yang terinfeksi.[3,4]
Pada mulut terdapat beberapa keadaan yang bisa menjadi fokal infeksi
pada tubuh misalnya pada plak, abses, kalkulus, nekrosis pulpa, pulpitis,
periodonitis, dan karies. Sedangkan menurut W.D Miller (1890), bahwa seluruh
bagian dari sistem tubuh yang utama telah menjadi target utama dari infeksi yang
berasal dari mulut, terutama bagian pulpa dan periodontal.
Organisme yang berasal dari mulut tersebut dapat menyebar ke daerah
sinus (termasuk sinus darah kranial), saraf pusat dan perifer, sistem
kardiovaskuler, mediastinum, paru-paru dan mata.[5]
Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung
melalui beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen),

10

transmisi melalui aliran limfatik (limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan
penyebaran dari traktus gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau
teraspirasinya materi infektif.[3,5]

Skema.1. Fokal Infeksi tersering yang menyebabkan infeksi fokal


2.2.1.1 Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)
Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya
merupakan area yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan
kemungkinan masuknya organisme dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke
dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan inflamasi juga akan semakin
meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan semakin banyaknya
organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah. Vena-vena yang berasal
dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir ke pleksus vena pterigoid yang
menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena
maksilaris interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan dan edema
menyebabkan penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini tidak
berkatup, maka aliran darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah,
memungkinkan penyebaran infeksi langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala
atau faring sebelum tubuh mampu membentuk respon perlawanan terhadap

11

infeksi tersebut. Material septik (infektif) yang mengalir melalui vena jugularis
internal dan eksternal dan kemudian ke jantung dapat membuat sedikit kerusakan.
Namun, saat berada di dalam darah, organisme yang mampu bertahan dapat
menyerang organ manapun yang kurang resisten akibat faktor-faktor predisposisi
tertentu.[4,5]
2.2.1.2Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)
Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya
dengan aliran limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah
menjalar ke kelenjar limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis
pembuluh darah dari kedua sisi melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi
anastomosis tersebut tidak ditemukan pada rahang bawah.
Banyaknya

hubungan

antara

berbagai

kelenjar

getah

bening

memfasilitasi penyebaran infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai
kepala atau leher atau melalui duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian
tubuh lainnya.
Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:
Sumber infeksi

KGB regional

Gingiva bawah

Submaksila

Jaringan subkutan bibir bawah

Submaksila, submental,

Jaringan submukosa bibir atas dan bawah

servikal profunda
Submaksila

Gingiva dan palatum atas

Servikal profunda

Pipi bagian anterior

Parotis

Pipi bagian posterior

Submaksila, fasial

Weinmann mengatakan bahwa inflamasi gingiva yang menyebar


sepanjang sisi krista alveolar dan sepanjang jalur pembuluh darah ke sumsum
tulang. Ia juga menyatakan bahwa inflamasi jarang mengenai membran
periodontal. Kapiler berjalan beriringan dengan pembuluh limfe sehingga
memungkinkan absorbsi dan penetrasi toksin ke pembuluh limfe dari pembuluh
darah.[5]

12

2.2.1.3 Perluasan langsung infeksi dalam jaringan


Hippocrates pada tahun 460 sebelum Masehi menyatakan bahwa
supurasi yang berasal dari gigi ketiga lebih sering terjadi daripada gigi-gigi lain
dan cairan yang disekresikan dari hidung dan nyeri juga berkaitan dengan hal
tersebut, dengan kata lain infeksi antrum. Supurasi peritonsilar, faringeal, adenitis
servikal akut, selulitis, dan angina Ludwig dapat disebabkan oleh penyakit
periodontal da infeksi prikoronal sekitar molar ketiga. Parotitis, keterlibatan sinus
kavernosus, noma, dan gangren juga dapat disebabkan oleh infeksi gigi. Osteitis
dan osteomyelitis seringkali merupakan perluasan infeksi dari abses alveolar dan
pocket periodontal. Keterlibatan bifurkasio apikal pada molar rahang bawah
melalui infeksi periodontal merupakan faktor yang penting yang menyebabkan
osteomyelitis dan harus menjadi bahan pertimbangan ketika mengekstraksi gigi
yang terinfeksi.[4,5]
Perluasan langsung infeksi dapat terjadi melalui penjalaran material
septik atau organisme ke dalam tulang atau sepanjag bidang fasial dan jaringan
penyambung di daerah yang paling rentan. Tipe terakhir tersebut merupakan
selulitis sejati, di mana pus terakumulasi di jaringan dan merusak jaringan ikat
longgar, membentuk ruang (spaces), menghasilkan tekanan, dan meluas terus
hingga terhenti oleh barier anatomik. Ruang tersebut bukanlah ruang anatomik,
tetapi merupakan ruang potensial yang normalnya teriis oleh jaringan ikat longgar.
Ketika terjadi infeksi, jaringan areolar hancur, membentuk ruang sejati, dan
menyebabkan infeksi berpenetrasi sepanjang bidang tersebut, karena fasia yang
meliputi ruang tersebut relatif padat.[4,5]
Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu:
Perluasan di dalam tulang tanpa pointing
Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan
osteomyelitis. Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering pada
rahang bawah. DI rahang atas, letak yang saling berdekatan antara sinus maksila
dan dasar hidung menyebabkan mudahnya ketelibatan mereka dalam penyebaran
infeksi melalui tulang.
Perluasan di dalam tulang dengan pointing

13

Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi
perluasan tidak terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan lunak dan
kemudian membentuk abses. Di rahang atas proses ini membentuk abses bukal,
palatal, atau infraorbital. Selanjutnya, abses infraorbital dapat mengenai mata dan
menyebabkan edema di mata. Di rahag bawah, pointing dari infeksi menyebabkan
abses bukal. Apabila pointing terarah menuju lingual, dasar mulut dapat ikut
terlibat atau pusa terdorong ke posterior sehingga membentuk abses retromolar
atau peritonsilar.
Perluasan sepanjang bidang fasial
Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya
yang membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf, serta
karena adanya ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat longgar, sehingga
infeksi dapat menurun.
Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai dengan
klasifikasi dari Burman:
Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda
Regio submandibula
Ruang (space) sublingual
Ruang submaksila
Ruang parafaringeal
Penting

untuk diingat

bahwa

kepala,

leher, dan mediastinum

dihubungkan oleh fasia, sehingga infeksi dari kepala dapat menyebar hingga ke
dada. Infeksi menyebar sepanjang bidang fasia karena mereka resisten dan
meliputi pus di area ini. Pada regio infraorbita, edema dapat sampai mendekati
mata. Tipe penyebaran ini paling sering melibatkan rahang bawah karena
lokasinya yang berdekatan dengan fasia.[4,5]
2.2.1.4 Penyebaran ke traktus gastrointestinal dan pernapasan
Bakteri yang tertelan dan produk-produk septik yang tertelan dapat
menimbulkan tonsilitis, faringitis, dan berbagai kelainan pada lambung. Aspirasi
produk septik dapat menimbulkan laringitis, trakeitis, bronkitis, atau pneumonia.

14

Absorbsi limfogenik dari Fokal Infeksi dapat menyebabkan adenitis akut dan
selulitis dengan abses dan septikemia. Penyebaran hematogen terbukti sering
menimbulkan infeksi lokal di tempat yang jauh.[4]
Infeksi oral dapat menimbulkan sensitisasi membran mukosa saluiran
napas atas dan menyebabkan berbagai gangguan, misalnya asma. Infeksi oral juga
dapat memperburuk kelainan sistemik yang sudah ada, misalnya tuberkulosis dan
diabetes mellitus. Infeksi gigi dapat terjadi pada seseorang tanpa kerusakan yang
jelas walaupun pasien memiliki sistem imun yang normal. Suatu tipe pneumonia
dapat disebabkan oleh aspirasi material infeksi, terutama pada kelainan
periodontal yang lanjut. Juga telah ditunjukkan bahwa tuberkel basil dapat
memasuki tubuh melalui oral, yaitu pocket periodontal dan flap gingiva yang
terinfeksi yang meliputi molar ketiga. Infeksi oral, selain dapat memperburuk TB
paru yang sudah ada, juga dapat menambah systemic load, yang menghambat
respon tubuh dalam melawan efek kaheksia dari penyakit TB tersebut. Mendel
telah menunjukkan perjalanan tuberkel basilus dari gigi melalui limfe, KGB
submaksila dan servikal tanpa didahului ulserasi primer. Tertelannya material
septik dapat menyebabkan gangguan lambung dan usus, seperti konstipasi dan
ulserasi.[4,5]
2.2.2

Etiologi
Infeksi odontogenik dapat disebabkan karena trauma, infeksi post-

operasi dan sekunder dari infeksi jaringan periodontal atau perikoronal. Bakteri
penyebab infeksi umumnya bersifat endogen dan bervariasi berupa bakteri aerob,
anaerob maupun infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob. Disebutkan mikroba
penyebab tersering yaitu Streptococcus mutans dan Lactobacillus sp yang
memiliki aktivitas produksi asam yang tinggi.[4]
Disebutkan bahwa etiologi dari infeksi odontogenik berasal dari bakteri
komensal yang berproliferasi dan menghasilkan enzim. Pada saat bayi baru
dilahirkan, proses kolonisasi bakteri dimulai dan dikatakan predominan terdiri
atas Streptococcus salivarius. Pada saat gigi pertama tumuh, yaitu pada saat bayi
berusia 6 bulan, komunitas bakteri berubah menjadi predominan S.sanguis dan
S.mutans dan pada saat gigi selesai tumbuh terdapat komunitas heterogen antara

15

bakteri aerobik dan anaerobik. Diperkirakan terdapat 700 spesies bakteri yang
berkolonisasi di mulut dimana 400 dari spesies tersebut dapat ditemukan pada
area subgingival.
Infeksi odontogenik merupakan suatu infeksi polimikrobial dan
campuran. Infeksi tersebut merupakan hasil dari perubahan bakteri, hubungan
antar bakteri dengan morfotipe yang berbeda dan peningkatan jenis bakteri.
Perubahan bakteri yang terjadi berupa perubahan yang pada awalnya predominan
gram positif, fakultatif dan sakarolitik menjadi predominan gram negatif,
anaerobik dan proteolitik.[4]
2.2.3

Patogenesis Fokal Infeksi


Penetrasi dari bakteri komensal yang mengalami perubahan, baik secara

kualitatif maupun kuantitatif bila diikuti sistem imun dan pertahanan seluler yang
terganggu, akan menyebabkan infeksi. Selain itu terganggunya keseimbangan
mikroflora akibat penggunaan antibiotik tertentu juga dapat menyebabkan adanya
dominasi bakteri lainnya yang potensial. Kondisi-kondisi maupun penyakit yang
menyebabkan keadaan imunokompromais seperti penyakit metabolik tak
terkontrol (uremia, alkoholisme, malnutrisi, diabetes), penyakit suppresif
(leukimia, limfoma, tumor ganas), dan penggunaan obat-obat immunosupresif
misalnya pada pasien yang menjalani kemoterapi kanker juga dapat memfasilitasi
dengan mudah terjadinya infeksi odontogenik.[4,5,6]
Mekanisme tersering terjadinya infeksi odontogenik berawal dari karies
dentis. Proses demineralisasi enamel gigi akan merusak enamel yang selanjutnya
melanjutkan invasi bakteri ke pori/ trabekula dentin yang kemudian menyebabkan
pulpitis hingga nekrosis pulpa. Dari Pulpa maka infeksi dapat menyebar ke akar
gigi dan selanjutnya menyebar ke os maksila atau mandibula, menyebabkan
osteomyelitis. Kerusakan ini dapat menyebabkan perforasi sehingga melibatkan
pula mukosa mulut maupun kulit wajah.
Sebagian besar bakteri yang berlokasi pada supragingival adalah gram
positif, fakultatif dan sakarolitik yang berarti bahwa pada keadaan dimana
terdapat karbohidrat terutama sukrosa, maka akan diproduksi asam. Asam ini akan
membuat enamel mengalami demineralisasi yang memfasilitasi infiltrasi dari

16

bakteri pada dentin dan pulpa. Dengan adanya invasi dari bakteri pada jaringan
internal gigi, bakteri berkembang, terutama bakteri gram negatif, anaerobik dan
proteolitik akan menginfeksi rongga pulpa. Beberapa bakteri ini memiliki faktor
virulensi yang dapat menyebabkan invasi bakteri pada jaringan periapikal melalui
foramen apikal. Lebih dari sebagian lesi periapikal yang aktif tidak dapat
dideteksi dengan sinar-X karena berukuran kurang dari 0.1 mm 2. Jika respon imun
host menyebabkan akumulasi dari netrofil maka akan menyebabkan abses
periapikal yang merupakan lesi destruktif pada jaringan. Namun jikan respon
imun host lebih didominasi mediasi oleh makrofag dan sel limfosit T, maka akan
berkembang menjadi granuloma apikal, ditandai dengan reorganisasi jaringan
melebihi destruksi jaringan. Perubahan pada status imun host ataupun virulensi
bakteri dapat menyebabkan reaktivasi dari silent periapical lessions.[5,6,7]
Infeksi odontogenik juga dapat berasal dari jaringan periodontal. Ketika
bakteri subgingival berkembang dan membentuk kompleks dengan bakteri
periodontal patogen yang mengekspresikan faktor virulensi, maka akan memicu
respon imun host yang secara kronis dapat menyebabkan periodontal bone loss.
Abses periodontal dapat berasal dari eksaserbasi periodontitis kronik, defek
kongenital yang dapat memfasilitasi invasi bakteri(fusion dari akar, development
grooves, dll), maupun iatrogenik karena impaksi dari kalkulus pada epitel
periodontal pocket selama scaling. Beberapa abses akan membentuk fistula dan
menjadi

kronik

yang

pada

umumnya

bersifat

asimptomatik

ataupun

paucisimptomatik. Bentuk khusus dari abses periodontal rekuren adalah


perikoronitis yang disebabkan oleh invasi bakteri pada coronal pouch selama
erupsi molar.[6,7]
2.3 Gangren
nGgabdrekismtjyhlnapeguisdkrot.
mPubehldarws- yngpimbeakhdurosntjig.Dmawbeur,plkosndiaygteuformljn.Shdpiateugynbrjmlwki.
mHnbatdlirhsegkuanmopiygdkerlftsna.Sbhpoilkgemuantfsd.(1-5)
32.1Penyumbatpsidlrh
Pnyuembatplisdrhjgcnea:
1. uKnsakerpmblhdoi-tes,arklunpyif.
2. kInisfembyapgtrodnhiela.Iumytrjpgbsh

17

3. dCerapmubhlitngfks.Idarm e
2.4 Karies Gigi
2.4.1 Definisi
Karies gigi adalah penyakit infeksi dan merupakan suatu proses
demineralisasi yang progresif pada jaringan keras permukaan gigi oleh asam
organis yang berasal dari makanan yang mengandung gula. Karies gigi merupakan
penyakit yang paling banyak dijumpai di rongga mulut bersama-sama dengan
penyakit periodontal, sehingga merupakan masalah utama kesehatan gigi dan
mulut.
Mekanisme terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di
permukaan gigi. Sukrosa (gula) dari sisa makanan dan bakteri berproses
menempel pada waktu tertentu berubah menjadi asam laktat yang akan
menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5). Hal ini menyebabkan demineralisasi
email berlanjut menjadi karies gigi.
Penurunan pH yang berulang-ulang dalam waktu tertentu akan
mengakibatkan demineralisasi permukaan gigi yang rentan dan proses karies pun
dimulai dari permukaan gigi (pits, fissur dan daerah interproksimal) meluas ke
arah pulpa.
2.4.2 Faktor Etiologi Karies
Banyak faktor yang dapat menimbulkan karies gigi pada anak, diantaranya
adalah faktor di dalam mulut yang berhubungan langsung dengan proses
terjadinya karies gigi. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya karies gigi
adalah host (gigi dan saliva), substrat (makanan), mikroorganisme penyebab
karies dan waktu. Karies gigi hanya akan terbentuk apabila terjadi interaksi antara
keempat faktor berikut.
2.4.2.1. Host (gigi dan saliva)
Komposisi gigi sulung terdiri dari email di luar dan dentin di
dalam. Permukaan email terluar lebih tahan karies dibanding lapisan di
bawahnya, karena lebih keras dan lebih padat. Struktur email sangat
menentukan dalam proses terjadinya karies

18

.Variasi morfologi gigi juga mempengaruhi resistensi gigi terhadap


karies. Diketahui adanya pit dan fisur pada gigi yang merupakan daerah
gigi yang sangat rentan terhadap karies oleh karena sisa-sisa makanan
maupun bakteri akan mudah tertumpuk disini.
Saliva merupakan sistem pertahanan utama terhadap karies. Saliva
disekresi oleh tiga kelenjar utama saliva yaitu glandula parotida, glandula
submandibularis, dan glandula sublingualis, serta beberapa kelenjar saliva
kecil. Sekresi saliva akan membasahi gigi dan mukosa mulut sehingga gigi
dan mukosa tidak menjadi kering.
Saliva membersihkan rongga mulut dari debris-debris makanan
sehingga bakteri tidak dapat turnbuh dan berkembang biak.

Mineral-

mineral di dalam saliva membantu proses remineralisasi email gigi.


Enzim-enzim mucine, zidine, dan lysozyme yang terdapat dalam saliva
mempunyai sifat bakteriostatis yang dapat membuat bakteri mulut menjadi
tidak berbahaya.
Selain itu, saliva mempunyai efek bufer yaitu saliva cenderung
mengurangi keasaman plak yang disebabkan oleh gula dan dapat
mempertahankan pH supaya tetap konstan yaitu pH 6-7. Aliran saliva yang
baik akan cenderung membersihkan mulut termasuk melarutkan gula serta
mengurangi potensi kelengketan makanan. Dengan kata lain, sebagai
pelarut dan pelumas.1
2.4.2.4. Substrat atau diet
Substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada
pada permukaan email. Selain itu, dapat mempengaruhi metabolisme
bakteri dalam plak dengan menyediakan bahan-bahan yang diperlukan
untuk memproduksi asam serta bahan yang aktif yang menyebabkan
timbulnya karies.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak
mengkonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami
kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak

19

mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau sama sekali tidak
mempunyai karies gigi. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa
karbohidrat memegang peranan penting dalam terjadinya karies.
2.4.2.3 Mikroorganisme
Plak gigi memegang peranan penting dalam menyebabkan
terjadinya karies. Plak adalah suatu lapisan lunak yang terdiri atas
kumpulan mikroorganisme yang berkembang biak di atas suatu matriks
yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi yang tidak
dibersihkan. Komposisi mikroorganisme dalam plak berbeda-beda. Pada
awal pembentukan plak, bakteri yang paling banyak dijumpai adalah
Streptokokus mutans, Streptokokus sanguis, Streptokokus mitis dan
Stretokokus salivarius serta beberapa strain lainnya. Selain itu, dijumpai
juga Lactobacillus dan beberapa spesies Actinomyces.
Mikroorganisme menempel di gigi bersama plak sehingga plak
terdiri dari mikroorganisme (70 %) dan bahan antar sel (30 %). Plak akan
terbentuk apabila adanya karbohidrat, sedangkan karies akan terbentuk
apabila terdapat plak dan karbohidrat.
2.4.2.4 Waktu
Waktu adalah kecepatan terbentuknya karies serta lama dan
frekuensi substrat menempel di permukaan gigi. Secara umum, lamanya
waktu yang dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas
cukup bervariasi, diperkirakan 6-48 bulan.
2.4.3. Klasifikasi
Lesi Karies

20

Gambar Perbedaan Gigi Normal dan Gigi dengan Karies

Klasifikasi karies menurut ICDAS:

D1: White spot yang terlihat pada saat gigi dikeringkan.


D2: White spot yang terlihat tanpa gigi dikeringkan.
D3: Karies email.
D4: Karies dentin terbatas.
D5: Karies dentin luas.
D6: Karies mencapai pulpa.

2.4.4 Proses Terjadinya Karies


Proses terjadinya karies gigi ditandai dengan adanya perubahan warna
putih mengkilat pada email menjadi putih buram yang disebut white spot. Faktor
yang harus ada dalam proses karies gigi adalah makanan, plak, email dan waktu.
Makanan yang mengandung gula (sukrosa) dengan adanya kuman dalam plak
(coccus) maka berbentuk asam (H+) dan jika berlangsung terus menerus, maka
lama kelamaan pH plak menjadi 5. Asam (H+) dengan pH ini akan masuk
kedalam sub surface dan akan melarutkan kristal-kristal hidroxyapatit yang ada,

21

lama kelamaan kalsium akan keluar dari email, proses ini disebut sub surface
decalsifikasi.
Gejala karies gigi menurut Depkes., R.I., 1994, yaitu:
a. Gejala karies gigi pada tahap awal
1)
2)

Terdapat lubang pada permukaan gigi


Tanpa keluhan atau bisa juga disertai dengan keluhan rasa ngilu bila

terkena makanan dan minuman.


b. Gejala karies gigi pada tahap lanjut
1)
2)

Terdapat lubang yang agak dalam (mengenai lapisan dentin)


Kadang-kadang disertai keluhan rasa sakit bila terkena rangsangan

makanan dan minuman (panas, dingin, manis).


c. Gejala karies gigi tahap lanjut
1)

Terdapat lubang yang lebih dalam (mengenai atap pulpa atau ruang

pulpa).
2)
Terdapat keluhan rasa sakit spontan yang terus-menerus dengan
disertai rasa sakit kepala dan bisa juga oleh pembengkakan pada gusi dan
pipi atau pada leher.
2.4.5 Pencegahan Karies
2.4.5.1 Pencegahan Primordial
Tindakan ini ditujukan pada kesempurnaan struktur enamel dan
dentin atau gigi pada umumnya. Seperti kita ketahui yang mempengaruhi
pembentukan dan pertumbuhan gigi kecuali protein untuk pembentukan
matriks gigi, vitamin (vitamin A, vitamin C, vitamin D) dan mineral
(Calcium, Phosfor, Fluor, dan Magnesium) juga dibutuhkan. Pada ibu-ibu
yang sedang mengandung sebaiknya diberikan kalsium yang diberikan
dalam bentuk tablet, dan air minum yang mengandung fluor karena hal ini
akan berpengaruh terhadap pembentukan enamel dan dentin bayi yang akan
dilahirkan.
2.4.5.2 Pencegahan Primer
Hal ini ditandai dengan:
a. Upaya meningkatkan kesehatan (health promotion)

22

Upaya promosi kesehatan meliputi pengajaran tentang cara


menyingkirkan plak yang efektif atau cara menyikat gigi dengan pasta gigi
yang mengandung fluor dan menggunakan benang gigi (dental floss).
b. Memberikan perlindungan khusus (spesific protection)
Upaya perlindungan khusus yaitu untuk melindungi host dari
serangan penyakit dengan membangun penghalang untuk melawan
mikroorganisme. Aplikasi pit dan fisur silen merupakan upaya
perlindungan khusus untuk mencegah karies.

2.4.5.3 Pencegahan Sekunder


Pencegahan sekunder dilakukan untuk menghambat atau mencegah
penyakit agar tidak berkembang atau kambuh lagi. Kegiatannya ditujukan
pada diagnosa dini dan pengobatan yang tepat. Sebagai contoh melakukan
penambalan pada gigi dengan lesi karies yang kecil dapat mencegah
kehilangan struktur gigi yang luas.
2.4.5.3.1 Diagnosa Dini
Penegakan diagnosis lesi karies secara dini makin menjadi hal
yang sangat penting sejak disadari bahwa karies bukan hanya suatu
proses demineralisasi saja melainkan proses destruksi dan reparasi
yang silih berganti. Penegakan diagnosis karies gigi memerlukan
pencahayaan yang baik dan obyek (gigi) yang kering dan bersih. Jika
terdapat banyak kalkulus atau plak, maka semuanya harus dibersihkan
terlebih dahulu sebelum mencoba menegakkan diagnosis dengan
tepat. Setelah gigi sudah kering maka tiap kuadran gigi diisolasi
dengan gulungan kapas agar pembasahan oleh saliva dapat dicegah.
Gigi harus betul-betul kering dan pengeringannya biasanya dengan
udara yang disemprotkan perlahan-lahan.
Untuk menentukan tanda awal karies diperlukan penglihatan
tajam. Biasanya pemeriksaan tanda awal karies diperlukan sonde yang
tajam sampai terasa menyangkut. Sebaiknya hal ini jangan dilakukan
pada lesi karies yang masih baru mulai karena sonde tajam akan

23

merusak lesi karies yang masih baru mulai dan sonde akan membawa
bakteri ke dalam karies sehingga penyebaran karies akan semakin
cepat.

2.4.5.3.2 Tindakan
a. Penambalan
Harus diketahui bahwa gigi yang sakit atau berlubang tidak
dapat disembuhkan dengan sendirinya, dengan pemberian obatobatan. Gigi tersebut hanya dapat diobati dan dikembalikan ke fungsi
pengunyahan semula dengan melakukan pemboran, yang pada
akhirnya gigi tersebut akan ditambal. Dalam proses penambalan, hal
yang pertama sekali dilakukan adalah pembersihan gigiyang karies
yaitu dengan membuang jaringan gigi yang rusak dan jaringan gigi
yang sehat di sekelilingnya, karena biasanya bakteri-bakteri penyebab
karies telah masuk ke bagian-bagian gigi yang lebih dalam. Hal ini
dilakukan sebagai upaya untuk meniadakan kemungkinan terjadinya
infeksi ulang.
Tambalan terbuat dari berbagai bahan yang dimasukkan ke
dalam gigi atau di sekeliling gigi. Umumnya bahan-bahan tambalan
yang digunakan adalah perak amalgam, resin komposit, semen
ionomer kaca, emas tuang, porselen.
Perak amalgam merupakan tambalan yang paling banyak
digunakan untuk gigi belakang, karena sangat kuat dan warnanya
tidak terlihat dari luar. Perak amalgam relatif tidak mahal dan bertahan
sampai 14 tahun. Tambalan emas lebih mahal tetapi lebih kuat dan
bias digunakan pada karies yang sangat besar. Campuran damar dan
porselen digunakan untuk gigi depan, karena warnanya mendekati
warna gigi, sehingga tidak terlalu tampak dari luar. Bahan ini lebih
mahal dari pada perak amalgam dan tidak tahan lama, terutama pada
gigi belakang yang digunakan untuk mengunyah. Kaca ionomer

24

merupakan tambalan dengan warna yang sama dengan gigi. Bahan ini
diformulasikan untuk melepaskan fluor, yang memberi keuntungan
lebih pada orang-orang yang cenderung mengalami pembusukan pada
garis gusi. Kaca ionomer juga digunakan untuk menggantikan daerah
yang rusak karena penggosokan gigi yang berlebihan.
b. Pencabutan
Keadaan gigi yang sudah sedemikian rusak sehingga untuk
penambalan sudah sukar dilakukan, maka tidak ada cara lain selain
mencabut gigi yang telah rusak tersebut. Dalam proses pencabutan
maka pasien akan dibius, di mana biasanya pembiusan dilakukan
lokal yaitu hanya pada gigi yang dibius saja yang mati rasa dan
pembiusan pada setengah rahang. Pembiusan ini membuat pasien
tidak merasakan sakit pada saat pencabutan dilakukan.
2.4.5.4 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah pelayanan yang ditujukan terhadap akhir
dari patogenesis penyakit yang dilakukan untuk mencegah kehilangan
fungsi, yang meliputi:
a. Pembatasan Cacat (Disability Limitation) yaitu tindakan pengobatan yang
parah, misalnya pulp capping, pengobatan urat syaraf (perawatan saluran
akar), pencabutan gigi dan sebagainya.
b. Rehabilitasi (Rehabilitation), merupakan upaya pemulihan atau
pengembalian fungsi dan bentuk sesuai dengan aslinya, misalnya pembuatan
gigi tiruan (protesa).
2.7

Missing Teeth

2.7.1. Faktor Penyebab Kehilangan Gigi


Kehilangan gigigeligi disebabkan oleh faktor penyakit seperti karies dan
penyakit periodontal. Faktor bukan penyakit seperti gaya hidup dan faktor sosio
demografi juga berpengaruh terhadap kehilangan gigi. Kehilangan gigi geligi
meningkat seiring dengan bertambahnya usia akibat efek kumulatif dari karies dan
penyakit periodontal.
1) Faktor Penyakit
Karies gigi adalah salah satu penyebab kehilangan gigi yang paling
sering terjadi pada dewasa muda dan dewasa tua. Karies merupakan

25

penyakit infeksi pada gigi. Karies pada gigi yang tidak dirawat dapat
bertambah buruk, sehingga akan menimbulkan rasa sakit dan berpotensial
menyebabkan kehilangan gigi. Walaupun secara keseluruhan karies
menurun di Amerika, tetapi penurunan ini tidak terjadi pada kelompok
usia tua.
Penyakit periodontal merupakan penyakit infeksi pada jaringan
pendukung gigi yang apabila tidak dirawat akan menyebabkan hilangnya
gigi. Penyakit periodontal dapat menyebabkan resorbsi tulang alveolar dan
resesi gingiva serta bertambah parah di usia tua. Penyakit periodontal akan
meningkat dengan meningkatnya umur, dari 6% pada umur 25 34 tahun
menjadi 41% pada umur 65 tahun keatas.
2) Faktor Bukan Penyakit
Faktor sosio demografi seperti umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan dan tingkat penghasilan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi jumlah kehilangan gigi. Di Meksiko, Medina Solis dkk
(2006) mendapati prevalensi kehilangan seluruh gigi pada dewasa muda
sekitar 2,4% sedangkan pada dewasa tua yang berumur 65 tahun keatas
sekitar 30,6%.
Berdasarkan penelitian Hugo dkk (2007) memperkirakan bahwa
perempuan mengalami kehilangan gigi yang lebih banyak dibandingkan
laki laki disebabkan perempuan takut pergi ke dokter gigi. Pada
penelitian OMullane dkk (1993) menunjukkan bahwa perempuan paling
tinggi mengalami kehilangan gigi, tetapi belum ada kejelasan mengenai
hal ini. Pada penelitian Corbert dkk (2001) menyatakan bahwa perempuan
memiliki sedikit resiko penyakit periodontal tetapi besar kemungkinan
resiko untuk karies yang dapat menyebabkan hilangnya gigi.
Pendapatan dan pendidikan berbanding terbalik dengan jumlah
kehilangan gigi. Data dari Behavioral Risk Factor Survaillance System
(BRFSS) pada tahun 2004 2006 menunjukkan populasi yang mengalami
kehilangan lebih dari 6 gigi sebanyak 23% pada kelompok pendidikan
SMA atau SMP, SD dan tidak sekolah, 15% pada pendidikan Perguruan
Tinggi.

26

Terdapat hubungan antara kehilangan gigi dengan tingkat


pendidikan. Masyarakat dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki
kesadaran untuk memperbaiki kesehatan rongga mulut, menggunakan
fasilitas kesehatan gigi dan mulut serta gaya hidup yang lebih baik untuk
memperhatikan kesehatan rongga mulut. Umumnya tingkat pendidikan
yang tinggi mempunyai status ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan
tingkat pendidikan yang rendah, sehingga dapat melakukan perawatan gigi
dan mulut sesuai dengan anjuran dokter gigi.
2.7.2. Pola Kehilangan Gigi
1. Kehilangan Gigi Sebagian
Kehilangan gigi sebagian adalah kehilangan satu atau lebih gigi pada
rahang

atas

atau

rahang

bawah.

Kehilangan

gigi

sebagian

diklasifikasikan menjadi empat metode berdasarkan Klasifikasi


Kennedy yaitu: Klas I adalah kehilangan gigi pada kedua sisi rahang di
bagian posterior; Klas II adalah kehilangan gigi pada satu sisi rahang di
bagian posterior; Klas III adalah kehilangan gigi di satu sisi rahang
antar gigi anterior dan posterior; Klas IV adalah kehilangan gigi pada
bagian anterior, melewati garis tengah. Penelitian Prabhu dkk (2009)
pada umur 35 44 tahun, setelah diteliti paling tinggi mengalami
kehilangan gigi sebagian dan paling banyak kehilangan pada gigi molar
dan premolar.20 Pada penelitiannya juga menyatakan bahwa kehilangan
gigi sebagian paling tinggi terjadi di rahang bawah dibandingkan di
rahang atas. Hal ini disebabkan gigi molar permanen rahang bawah
adalah gigi yang pertama erupsi di rongga mulut sehingga
memungkinkan persentase karies yang tinggi dan kemungkinan dicabut
akan lebih cepat.3 Kehilangan gigi bagian posterior seperti Klas I, Klas
II dan Klas III Kennedy lebih banyak terjadi dibandingkan Klas IV
Kennedy, hal

ini

disebabkan

gigi

posterior

memiliki

fungsi

pengunyahan sehingga secara fungsional lebih banyak digunakan


daripada gigi anterior.
2. Kehilangan Seluruh Gigi

27

Kehilangan seluruh gigi diklasifikasikan atas kehilangan seluruh gigi


hanya di rahang atas, kehilangan seluruh gigi hanya di rahang bawah
dan kehilangan seluruh gigi di rahang atas dan di rahang bawah.24
Persentase kehilangan seluruh gigi meningkat dengan meningkatnya
umur. Pada penelitian Lin dkk (2001), dari 1515 sampel berumur 65
74 tahun, 16% diantaranya masih terdapat gigi geligi dalam lengkung
rahang, tetapi tidak mempunyai hubungan oklusal yang baik. Pada
tahun 1993, sepertiga usia 65 tahun keatas mengalami kehilangan
seluruh gigi. Akibat banyaknya upaya perawatan konservasi dalam hal
pencegahan seperti bahan restorasi yang lebih baik dan endodontik
menyebabkan terjadinya penurunan kehilangan seluruh gigi.
2.3.4. Jenis Jenis Gigi tiruan
1) Gigi tiruan Lepasan
Gigi tiruan lepasan terdiri atas Gigi tiruan penuh (GTP) dan Gigi
tiruan sebagian lepasan (GTSL).
Gigi tiruan Penuh
Gigi tiruan penuh (GTP) adalah Gigi tiruan yang
menggantikan seluruh gigi geligi yang hilang dan jaringan
pendukungnya di rahang atas dan rahang bawah. Tujuan
pembuatan GTP adalah untuk memenuhi kebutuhan estetik,
fonetik, dukungan oklusal, untuk pengunyahan, kenyamanan
dan kesehatan jaringan pendukung. Hal hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pembuatan GTP yaitu:
a. Dukungan
Dukungan terhadap Gigi tiruan diberikan oleh tulang
(rahang bawah dan rahang atas) dan jaringan yang
menutupinya.
b. Stabilitas
Kontak yang rapat antara basis Gigi tiruan dengan mukosa,
besar dan bentuk daerah pendukung, bentuk permukaan yang
dipoles, serta lokasi dan susunan anasir Gigi tiruan yang
mempengaruhi kestabilan Gigi tiruan.

28

c. Retensi
Faktor faktor retensi Gigi tiruan yaitu adhesi, kohesi,
tegangan permukaan antar fasial, daya tarik menarik kapiler,
tekanan atmosfer dan otot-otot mulut dan wajah.

Gigi tiruan Sebagian Lepasan


Gigi tiruan sebagian lepasan (GTSL) adalah Gigi tiruan untuk
menggantikan satu atau beberapa gigi yang hilang pada rahang
atas atau rahang bawah dan dapat dibuka pasang oleh pasien.
Indikasi pemakaian GTSL yaitu:
1. Panjang daerah tidak bergigi tidak memungkinkan
pembuatan GTC
2. Tidak terdapat gigi penyangga di sebelah distal ruang tidak
bergigi
3. Bila dukungan sisa gigi asli kurang sehat

2) Gigi tiruan Cekat


Gigi tiruan cekat adalah Gigi tiruan yang menggantikan satu atau
lebih gigi dan tidak dapat dilepas dan dipasang oleh pasien yang
terdiri dari Gigi tiruan cekat anterior (mahkota) dan posterior
(jembatan). Indikasi pemakaian GTC yaitu:
1. Menggantikan gigi yang hilang satu atau beberapa gigi
2. Gigi yang dijadikan sebagai penyangga harus sehat dan jaringan
periodontal relatif baik
3. Pasien berumur 20 55 tahun
2.6. Periodontitis
2.6.1

Definisi
Penyakit periodontal adalah suatu inflamasi kronis pada jaringan

pendukung gigi (periodontium). 9 Penyakit periodontal dapat hanya mengenai


gingiva (gingivitis) atau dapat menyerang struktur yang lebih dalam
(periodontitis). Gambaran klinis yang membedakan antara gingivitis dan
periodontitis adalah ada tidaknya kerusakan jaringan periodontal destruktif
umumnya dihubungkan dengan keberadaan dan atau meningkatnya jumlah bakteri
patogen spesifik seperti Phorphyromonas gingivalis (P.g), prevotella intermedia
(P.i), bacteriodes forsytus (Bi) dan actinobacillus actinomycetemcomitans (A.a).

29

2.6.2. Etiologi Penyakit Periodontal


1. Faktor Primer
Penyebab primer dari penyakit periodontal adalah iritasi bakteri.
Menurut teori non-spesifik murni bakteri mulut terkolonisasi pada leher
gingiva untuk membentuk plak pada keadaan tidak ada kebersihan mulut
yang efektif. Semua bakteri plak dianggap mempunyai beberapa faktor
virulensi yang menyebabkan inflamasi gingival dan kerusakan periodontal
keadaan ini menunjukkan bahwa plak akan menimbulkan penyakit tanpa
tergantung komposisinya. Namun demikian, sejumlah plak biasanya tidak
mengganggu kesehatan gingiva dan periodontal dan beberapa pasien
bahkan mempunyai jumlah plak yang cukup besar yang sudah berlangsung
lama tanpa mengalami periodontitis yang merusak walaupun mereka
mengalami gingivitis.
2. Faktor Sekunder
Faktor sekunder dapat lokal atau sistemik. Beberapa faktor lokal pada
lingkungan gingiva merupakan predisposisi dari akumulasi deposit plak dan
menghalangi pembersihan plak. Faktor ini disebut sebagai faktor retensi
plak
3. Faktor Lokal
1. Restorasi yang keliru
2. Kavitas karies
3. Tumpukan sisa makanan
4. Geligi tiruan sebagian yang desainnya tidak baik
5. Pesawat ortodonti
6. Susunan gigi geligi yang tidak teratur
7. Kurangnya seal bibir atau kebiasaan bernapas melalui mulut
8. Merokok tembakau
9. Groove perkembangan pada enamel servikal atau permukaan akar
2.6.3. Riwayat Alami Penyakit Periodontal
2.6.3.1 Gingivitis
Karena plak berakumulasi dalam jumlah sangat besar di regio
interdental yang terlindungi, inflamasi gingiva cenderung dimulai pada
daerah papilla interdental dan menyebar dari daerah ini ke sekitar leher gigi.

30

Histopatologi dari gingivitis kronis dijabarkan dalam beberapa tahapan: lesi


awal timbul 2-4 hari diikuti gingivitis tahap awal, dalam waktu 2-3 minggu
akan menjadi gingivitis yang cukup parah.
1. Lesi awal
Perubahan terlihat pertama kali di sekitar pembuluh darah gingiva yang
kecil disebelah apikal dari epitelium jungtional. Pembuluh ini mulai
bocor dan kolagen perivaskuler mulai menghilang, digantikan dengan
beberapa sel inflamasi, sel plasma dan limfosit terutama limfosit T cairan
jaringan dan protein serum.
2. Gingivitis tahap awal
Bila deposit plak masih tetap ada, perubahan inflamasi tahap awal akan
berlanjut disertai dengan meningkatnya aliran cairan gingiva dan migrasi
Polymorphonuclear Neutrophils (PMN). Perubahan yang terjadi baik
pada epithelium jungsional maupun pada epithelium krevikular
merupakan tanda dari pemisahan sel dan beberapa proliferasi dari sel
basal.
3. Gingivitis tahap lanjut
Dalam waktu 2-3 minggu, akan terbentuk gingivitis yang lebih parah.
Perubahan mikroskopik terlihat terus berlanjut, pada tahap ini sel-sel
plasma terlihat mendominasi. Limfosit masih tetap ada dan jumlah
makrofag meningkat. Pada tahap ini sel mast juga dapat ditemukan.
Gingiva sekarang berwarna merah, bengkak, dan mudah berdarah.
2.6.3.2 Periodontitis
Periodontitis adalah inflamasi jaringan periodontal yang ditandai
dengan migrasi epitel jungsional ke arah apikal, kehilangan perlekatan
tulang dan resorpsi tulang alveolar. Pada pemeriksaan klinis terdapat
peningkatan kedalaman probing, perdarahan saat probing (ditempat aktifnya
penyakit) yang dilakukan dengan perlahan dan perubahan kontur fisiologis.
Dapat juga ditemukan kemerahan, pembengkakan gingiva dan biasanya
tidak ada rasa sakit.
2.6.4. Periodontitis Kronis

31

Periodontitis kronis merupakan penyakit dengan tipe progresif yang lambat.


Dengan adanya faktor sistemik, seperti diabetes, perokok, atau stress,
progres penyakit akan lebih cepat karena faktor tersebut dapat merubah
respon host terhadap akumulasi plak. Periodontitis kronis adalah hasil dari
respon host pada agregasi bakteri di permukaan gigi. Mengakibatkan
kerusakan irreversibel pada jaringan perlekatan, yang menghasilkan
pembentukan poket periodontal dan kehilangan tulang alveolar pada
akhirnya. Sementara gingivitis dikenal kondisi yang sangat umum di antara
anak-anak dan remaja, periodontitis jarang terjadi pada anak-anak dan
remaja. Terjadinya periodontitis severe pada orang dewasa muda memiliki
dampak buruk terhadap gigi mereka tapi dalam beberapa perawatan kasus
penyakit periodontal dapat berhasil.
Diagnosis periodontitis dan identifikasi individu yang terkena
kadang-kadang menjadi sulit karena tidak ada gejala yang dilaporkan.
Oleh karena itu dianjurkan dokter harus memahami kerentanan pasien
pada periodontitis dengan mengevaluasi eksposur mereka terhadap faktor
risiko yang terkait sehingga deteksi dini dan manajemen yang tepat dapat
dicapai. Kerusakan periodontitis telah digambarkan sebagai konsekuensi
dari interaksi antara faktor genetik, lingkungan, mikroba dan faktor host.
2.6.4.1. Faktor Resiko Terjadinya Periodontitis Kronis
Periodontitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh beberapa
faktor. Faktor utama terjadinya periodontitis adalah terdapatnya akumulasi
plak pada gigi dan gingiva. Ada beberapa faktor yang ikut berkontribusi
dalam peningkatan resiko terjadinya penyakit, antara lain:
1. Faktor lokal. Akumulasi plak pada gigi dan gingiva pada dentogingiva
junction merupakan awal inisiasi agen pada etiologi periodontitis kronis.
Bakteri biasanya memberikan efek lokal pada sel dan jaringan berupa
inflamasi. 2. Faktor sistemik. Kebanyakan periodontitis kronis terjadi pada
pasien yang memiliki penyakit sistemik yang mempengaruhi keefektivan
respon host. Diabetes merupakan contoh penyakit yang dapat meningkatkan
keganasan penyakit ini.

32

3. Lingkungan dan perilaku merokok dapat meningkatkan keganasan


penyakit ini. Pada perokok, terdapat lebih banyak kehilangan attachment dan
tulang, lebih banyak furkasi dan pendalaman poket. Stres juga dapat
meningkatkan prevalensi dan keganasan penyakit ini.
4. Genetik. Biasanya kerusakan periodontal sering terjadi di dalam satu
keluarga, ini kemungkinan menunjukkan adanya faktor genetik yang
mempengaruhi periodontitis kronis ini.

2.6.4.2. Karakteristik Umum Periodontitis Kronis


Karakteristik yang ditemukan pada pasien periodontitis kronis yang
belum ditangani meliputi akumulasi plak pada supragingiva dan subgingiva,
inflamasi gingiva, pembentukan poket, kehilangan periodontal attachment,
kehilangan tulang alveolar, dan kadang-kadang muncul supurasi. Pada
pasien dengan oral hygiene yang buruk, gingiva membengkak dan warnanya
antara merah pucat hingga magenta. Hilangnya gingiva stippling dan adanya
perubahan topografi pada permukaannya seperti menjadi tumpul dan rata
(cratered papila). Pada banyak pasien karakteristik umum seringkali tidak
terdeteksi, dan inflamasi hanya terdeteksi dengan adanya pendarahan pada
gingiva sebagai respon dari pemeriksaan poket periodontal. Kedalaman
poket bervariasi, dan kehilangan tulang secara vertikal maupun horizontal
dapat ditemukan. Kegoyangan gigi terkadang muncul pada kasus yang lanjut
dengan adanya perluasan hilangnya attachment dan hilangnya tulang.
Periodontitis kronis dapat didiagnosis dengan terdeteksinya perubahan
inflamasi kronis pada marginal gingiva, adanya poket periodontal dan
hilangnya attachment secara klinis.
2.6.4.3.Patogenesis Periodontitis Kronis
Penyakit periodontal yang disebabkan karena reaksi inflamasi lokal
terhadap infeksi bakteri gigi, dan dimanifestasikan oleh rusaknya jaringan
pendukung gigi. Gingivitis merupakan bentuk dari penyakit periodontal
dimana terjadi inflamasi gingiva, tetapi kerusakan jaringan ringan dan dapat

33

kembali normal. Periodontitis merupakan respon inflamasi kronis terhadap


bakteri

subgingiva,

mengakibatkan

kerusakan

jaringan

periodontal

irreversible sehingga dapat berakibat kehilangan gigi. Pada tahap


perkembangan awal, keadaan periodontitis sering menunjukkan gejala yang
tidak dirasakan oleh pasien.
Periodontitis didiagnosis karena adanya kehilangan perlekatan antara
gigi dan jaringan pendukung (kehilangan perlekatan klinis) ditunjukkan
dengan adanya poket dan pada pemeriksaan radiografis terdapat penurunan
tulang alveolar. Penyebab periodontitis adalah multifaktor, karena adanya
bakteri patogen yang berperan saja tidak cukup menyebabkan terjadi
kelainan. Respon imun dan inflamasi pejamu terhadap mikroba merupakan
hal yang juga penting dalam perkembangan penyakit periodontal yang
destruktif dan juga dipengaruhi oleh pola hidup, lingkungan dan faktor
genetik dari penderita.
Pada periodontitis, terdapat plak mikroba negative gram yang
berkolonisasi dalam sulkus gingiva (plak subgingiva) dan memicu respon
inflamasi kronis. Sejalan dengan bertambah matangnya plak, plak menjadi
lebih patogen dan respon inflamasi pejamu berubah dari keadaan akut
menjadi keadaan kronik. Apabila kerusakan jaringan periodontal, akan
ditandai dengan terdapatnya poket. Semakin dalamnya poket, semakin
banyak terdapatnya bakteri subgingiva yang matang. Hal ini dikarenakan
poket yang dalam terlindungi dari pembersih mekanik (penyikatan gigi) juga
terdapat aliran cairan sulkus gingiva yang lebih konstan pada poket yang
dalam dari pada poket yang diangkat.
2.6.4.4. Klasifikasi Periodontitis Kronis
Klasifikasi periodontitis adalah sebagai berikut:
1. Periodontitis dewasa kronis
Tipe ini adalah tipe periodontitis yang berjalan lambat, terjadi pada
35 tahun keatas. Kehilangan tulang berkembang lambat dan
didominasi oleh bentuk horizontal. Faktor etiologi utama adalah

34

faktor lokal terutama bakteri gram negatif. Tidak ditemukan


kelainan sel darah dan disertai kehilangan tulang

2. Early Onset Periodontitis (EOP)


a) Periodontitis prepubertas
b) Periodontitis juvenil (periodontosis)
c) Periodontitis yang berkembang cepat
3. Periodontitis yang berkaitan dengan penyakit sistemik
2.6.4.5. Resesi Gingiva pada Periodontitis Kronis
Resesi gingiva dan terbukanya akar dapat menyertai periodontitis
kronis tetapi tidak selalu merupakan tanda dari penyakit. Bila terdapat resesi,
pengukuran kedalaman poket hanya merupakan cerminan sebagian dari
jumlah kerusakan periodontal seluruhnya.
2.7

Stain dan Kalkulus (Calculus) Gigi


Diskolorasi gigi atau stain adalah deposit berpigmen pada permukaan gigi.

Stain merupakan masalah estetik dan tidak menyebabkan peradangan pada


gingiva. Penggunaan produk tembakau, teh, kopi, obat kumur tertentu, dan
pigmen di dalam makanan meyebabkan terbentuknya stain. Stain akibat
pemakaian produk-produk tersebut menghasilkan permukaan kasar sehingga
mudah ditempeli oleh sisa makanan dan kuman yang akhirnya membentuk plak.
Apabila tidak dibersihkan, plak akan mengeras dan membentuk karang gigi
(calculus) yang dapat merambat ke akar gigi, akibatnya gusi mudah berdarah, gigi
gampang goyang, dan mudah tanggal. Stain pada gigi dapat terjadi dengan tiga
cara, yaitu stain melekat langsung pada permukaan, stain terjebak dalam kalkulus
dan deposit lunak, dan stain bergabung dengan struktur gigi atau material
restoratif.
Bedasarkan sumbernya, stain dibagi menjadi eksogen stain yang disebabkan
oleh substansi dari luar gigi dan endogen stain yang berasal dari dalam gigi.
Berdasarkan lokasi, stain dibagi menjadi stain intrinsik yang terdapat dalam
substansi gigi dan tidak dapat hilang dengan skeling ataupun pemolesan gigi dan
stain ekstrinsik, yaitu perubahan warna pada permukaan luar gigi yang dapat
hilang hanya dengan menyikat gigi dan skeling.

35

Mayoritas stain yang terjadi pada gigi permanen adalah stain ekstrinsik.
Warnanya bervariasi dari kuning hingga hitam dan tedapat pelikel.
Kalkulus atau karang gigi adalah massa keras yang terbentuk pada gigi
karena terjadinya kalsifikasi dari plak gigi (dental plaque).

2.8. Gigi Berjejal


2.8.1. Definisi Gigi Berjejal
Maloklusi adalah akibat dari malrelasi antara pertumbuhan dan posisi serta
ukuran gigi. Maloklusi diklasifikasikan menurut relasi molar pertama (I,II,dan
III), atau sebagai relasi normal, pranormal, dan pasca normal. Maloklusi juga bisa
dibagi menjadi maloklusi primer yang timbul pada gigi-geligi yang sedang
berkembang dan maloklusi sekunder yang timbul pada orang dewasa akibat
tanggalnya gigi dan pergerakan gigi tetangga.
Gangguan yang berasal dari maloklusi primer adalah sebagai berikut.
Gigi-gigi yang sangat berjejal yang mengakibatkan rotasi gigi-gigi individual atau
berkembangnya gigi di dalam atau di luar lengkung. Gangguan in I

36

mengakibatkan interferensi tonjol dan aktivitas pergeseran mandibula, walaupun


pada gigi-geligi yang sedang berkembang adaptasi dari pergerakan gigi umumnya
bisa mencegah timbulnya gangguan tersebut. Gangguan lain yang diakibatkannya
adalah relasi oklusal yang kurang stabil (tonjol terhadap tonjol ketimbang tonjol
terhadap fosa) dan kelainan gingiva antara gigi-gigi karena tidak memadainya
ruang untuk tempat epitelium interdental.

Gambar 1. Gigi Berjejal


Oklusi dikatakan normal jika susunan gigi dalam lengkung gigi teratur
baik serta terdapat hubungan yang harmonis antara gigi atas dan gigi bawah,
hubungan seimbang antara gigi, tulang rahang terhadap tulang tenkorak dan otot
sekitarnya

yang

dapat

memberikan

keseimbangan

fungsional

sehingga

memberikan estetika yang baik.


Ciri-ciri maloklusi adalah : gigi berjejal (crowded), gingsul (caninus
ektopik), gigi tonggos (distooklusi), gigi cakil (mesio oklusi), gigitan menyilang
(crossbite), gigi jarang (diastema).
Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan oklusi gigi-geligi adalah
hubungan antara ukuran gigi gigi-geligi dengan ukuran rahang tempat terletaknya
gigi-gigi tersebut. Foster dkk (1969) menemukan bahwa ukuran rata-rata dari

37

gigi-geligi susu adalah sedikit lebih kecil dari pada ukuran rata-rata lengkung gigi,
pada populasi anak-anak berusia 21/2 tahun di inggris. Sedangkan foster dan
Hamilton (1969) menemukan hanya 1% gigi-geligi susu yang tidak mempuyai
celah pada lengkung gigi di populasi yang sama. Ada berbagai macam teori
mengenai etiologi berjejalnya lengkung gigi. Juga sudah disebutkan bahwa ada
kecenderungan evolusi ke arah mengecilnya ukuran rahang tanpa disertai dengan
mengecilnya dimensi gigi.
Teori lain menyebutkan bahwa populasi modern sekarang ini merupakan
gabungan orang-orang dari berbagai latar belakang etnis, dan pencampuran dari
orang-orang yang memiliki karakteristik fisik yang berbeda akan menyebabkan
terjadinya ketidak harmonisan skeletal dan dental. Disproporsi ukuran antara
rahang dan gigi-geligi merupakan ciri dari beberapa susunan gigi-geligi, namun
masalah utama yang mengenai perkembangan oklusak ini akan muncul bila gigigeligi terlalu besar untuk ukuran rahangnya, gigi-geligi yang terlalu kecil untuk
rahang jarang menimbulkan masalah ortodonsi.
Efek gigi-geligi yang berlebihan
1. Penumpukan dan pergeseran dari gigi-geligi
2. Impaksi gigi
3. Penutupan ruang sesudah pencabutan

2.8.2. Penyebab Gigi Berjejal (Crowding)


Keberjejalan merupakan sebuah ketidaksesuaian kuantitas antara panjang
klinis dari lengkung gigi dan jumlah lebar mesiodistal dari gigi geligi. Gigi
berjejal terjadi ketika ada ketidakharmonisan hubungan gigi dengan ukuran
rahang atau ketika gigi lebih besar daripada ruang yang tersedia. Crowding dapat
disebabkan oleh kesalahan erupsi gigi dan terlalu cepat atau lambatnya kehilangan
gigi primari. Gigi berjejal sebaiknya di koreksi, karena dapat:
1. Mencegah pembersihan yang tepat pada permukaan gigi
2. Menyebabkan kerusakan gigi

38

3. Memberi kesempatan terjadinya penyakit gusi yang dapat mencegah gigi


berfungsi secara tepat
4. Mencegah gigi berfungsi dengan baik
5. Membuat senyum kurang atraktif dan menarik

Gambar 2. Gigi Berjejal Rahang Bawah


Gigi berjejal merupakan masalah umum dalam ortodonsi. Hal ini pada
dasarnya terdengar seperti, gigi terlalu ramai bersama-sama dan menjadi berlikuliku. Peck dan Peck melaporkan sebuah hubungan yang jelas antara bentuk gigi
insisivus rahang bawah dan ketidakteraturannya, Smith menemukan sedikit
korelasi antara bentuk gigi insisivus rahang bawah dan derajat gigi.
Ada beberapa perbedaan pendapat tentang peran crowding insisivus
terhadap penyakit periodontal, namun tidak ada perselisihan tentang perbaikan
dalam hal estetika oral yang dapat dicapai oleh perbaikan gigi. Meskipun
perawatan berjejal anterior mandibula harus individual, dokter harus selalu diingat
potensi tinggi untuk relaps karena mereka mempertimbangkan estetika, mekanik
perawatan, kondisi periodontal, dan retensi tertinggi.

Faktor yang menyebabkan susunan gigi tak beraturan:


A. Penyebab tidak langsung
1. Faktor genetik.
Contohnya orang tua dengan kelainan skelatal (tulang rahang) dengan
rahang bawah lebih maju ke depan di banding rahang atas kemungkinan
akan mempunyai anak dengan kondisi rahang yang serupa.
2. Faktor kongenital

39

Misalnya mengkonsumsi obat-obatan pada saat hamil, menderita


trauma/penyakit tertentu dan kurang gizi. Faktor kongenital ini harus
menjadi perhatian bagi para calon orang tua.
3. Gangguan keseimbangan kelenjar endokrin
Kelenjar endokrin berfungsi menghasilkan hormon dalam tubuh untuk
mengatur pertumbuhan dan perkembangan. Termasuk ini adalah kelenjar
pituitary, thyroid dan parathyroid. Apabila ada kelainan pada kelenjarkelenjar tersebut, maka dapat terjadi gangguan pada pertumbuhan dan
perkembangan tubuh termasuk rahang dan gigi.
4. Penyakit
Misalnya penyakit thalasemia.anak talasemia mengalami hambatan
tumbuh kembang fisik (berat dan tinggi badan kurang) serta hambatan
pertumbuhan tulang penyangga gigi. Rahang bawah pendek sehingga
muka bagian atas tampak maju. Pertumbuhan vertikal juga terganggu
sehingga

tampak

divergen,

muka

lebih

cembung.

Wajah

tidak

proporsional, pipi lebih tinggi, jarak kedua mata lebih lebar.


B. Penyebab langsung
1. Gigi susu yang tanggal sebelum waktunya
Pergeseran gigi di sebelahnya menyebabkan penyempitan ruang pada
lengkung gigi. Akibatnya, gigi permanen tidak memperoleh ruang cukup
dan akan tumbuh dengan susunan gigi berjejal.
2. Gigi yang tidak tumbuh/tidak ada.
lengkung gigi dan rongga mulutnya terdapat ruangan kosong sehingga
tampak celah antara gigi (diastema).
3. Gigi yang berlebih
Gigi berlebih tersebut timbul dalam lengkung gigi, akan menyebabkan gigi
berjejal (crowding).
4. Tanggalnya gigi tetap
Gigi permanen yang tanggal dengan cepat dan tdak diganti segera dengan
protesa akan menyebabkan gigi lainnya mengisi ruangan kosong bekas
gigi yang tanggal tadi.
5. Gigi susu tidak tanggal
Walaupun gigi tetap penggantinya telah tumbuh (persistens) gigi tetap
muncul diluar lengkung rahang dan tampak berjejal.
6. Bentuk gigi tetap tidak normal.

40

Misalnya ada gigi permanen yang makrodontia ada juga yang mikrodontia.
Atau bisa saja jika ukuran gigi besar dan rahang kecil, hingga gigi berjejal.
7. Kebiasaan-kebiasaan buruk, antara lain:
Bernapas lewat mulut,menghisap jari,proses penelanan yang salah, minum
susu dengan botol dot menjelang tidur,menggigit pensil atau membuka
jepit rambut dengan gigi, meletakkan lidah di antara gigi rahang atas dan
gigi rahang bawah dll. Beberapa kebiasaan sebagian normal dilakukan
oleh bayi,misalnya mengisap jari.namun jika hal ini berkelanjutan sampai
dewasa dapat menyebabkan ketdakteraturan gigi.

Keadaan

gigi

yang

berjejal

atau

disebut maloklusi. Maloklusi

disebabkan oleh beberapa faktor yang berhubungan dengan pertumbuhan dan


perkembangan gigi jaringan sekitar mulut dan tubuh secara keseluruhannya.
Maloklusi pada anak-anak sering dijumpai dalam tugas dokter gigi baik di klinik
maupun di praktek pribadi. Susunan gigi geligi
mengganggu

fungsi

penyunyahan,

bicara,

yang

estetik

berjejal

selain

juga mengakibatkan

terjadinya penyakit gigi dan jaringan gusi.

2.8.3. Penanganan Gigi Berjejal


Penanganan gigi berjejal dilakukan sesuai dengan kasusnya, apakah
penyebabnya karena faktor rahang, atau faktor gigi, serta disesuaikan pula dengan
usianya. Pada usia pergantian gigi susu dan gigi tetap bila terdapat tanda-tanda

41

akan kekurangan ruangan, bisa dilakukan pencabutan beranting (serial extractie)


sesuai dengan urutan gigi susu yang tanggal dan urutan gigi tetap yang tumbuh.
Pada kasus-kasus gigi berjejal pada usia muda yang terjadi karena
perkembangan rahang yang kurang sempurna, dilakukan perawatan untuk
memaksimalkan perkembangan rahang dengan suatu alat yang dipakai di dalam
dan di luar mulut (peralatan orthodonti ekstra oral). Kasus semacam ini termasuk
sulit oleh karenanya hanya dilakukan oleh seorang dokter gigi spesialis
orthodonti. Dan perawatan ini hanya dilakukan pada waktu tertentu saja yakni saat
terjadi pertumbuhan cepat.
Pertumbuhan cepat pada anak terjadi pada usia anak kurang lebih 8 tahun.
Bila usia pertumbuhan cepat telah terlewati, maka perbaikan rahang tidak dapat
lagi dilakukan, kecuali dengan pembedahan rahang saat dewasa, atau dengan
perbaikan gigi-giginya saja.
Penanganan gigi untuk kasus dental adalah dengan alat orthodonti (alat
untuk meratakan gigi). Alat orthodonti ada dua macam, yakni alat orthodonti
lepasan dan alat orthodonti cekat. Alat lepasan dipakai terbatas untuk kasus yang
mudah sedangkan alat orthodonti cekat dapat dipakai untuk kasus mudah dan
sulit. Dokter gigi bukan spesialis, dapat mengerjakan perawatan dengan alat
orthodonti lepasan.
Pemakaian alat orthodonti umumnya dipakai pada saat gigi tetap sudah
tumbuh semua (sekitar usia 15 tahun) dan batas maksimal usia tidak terbatas
selama keadaan gigi serta tulang penyangganya dalam keadaan sehat.
Lamanya perawatan gigi berjejal tergantung dari beratnya kasus. Untuk
kasus yang sedang umumnya berkisar antara 1-2 tahun, dengan kontrol rutin ke
dokter gigi setidaknya sebulan sekali untuk mengencangkan kawat.

42

BAB III
ANALISA KASUS
Pasien Tn.MA 45 tahun, datang berobat ke poli gigi dan mulut RSMH
Palembang untuk konsul dari bagian THT RSMH guna mencari fokal infeksi.
Penderita mempunyai keluhan sakit kepala (cephalgia) sejak 3 hari SMRS.
Riwayat penderita : tidak ada riwayat penyakit penyerta, gigi tanggal sendiri
sekitar 1 tahun yang lalu. Saat datang keadaan umum penderita tampak sakit
ringan, kesadaran compos mentis, tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 86
kali/menit, pernapasan 20 kali/menit, dan suhu tubuh 36,7oC.
Pada pemeriksaan ekstra oral, tidak ditemukan kelainan pada kepala,
wajah, bibir, dan KGB leher.
Pada pemeriksaan intra oral, ditemukan adanya fokal infeksi gangrene
radiks 13, 16, 26, 27, 36, 37; fokal infeksi karies gigi 46; karies gigi 11, 13, 22,
25; terdapat gigi yang tanggal pada gigi 23; dan malposisi 48teapkidmunlos,gvpat.Pdnierkulsmgoayptdnifjrkueaos.
Jadirenctp ygkdiba npse dalhiku estrdpaginy curbasefoklni, konservasi pada gigi yang mengalami karies, pro scalling untuk kalkulus,
pro protesa untuk missing teeth, dan perawatan orthodontal untuk gigi yang
mengalami malposisi, sertadukeasilmpnhbygtrdajeknsihmulb.

43

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Rupa-rupa Tambalan Gigi: Klik Dokter Menuju Indonesia Sehat.
(Diunduh

dari:

http://m.klikdokter.com/detail/read/18/54/rupa-rupa-tambalan-

gigi#.U3p4n3av8ac , Diakses pada tanggal 20 Mei 2014)


Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and practice of oral medicine. 2 nd ed.
Philadelphia: WB Saunders Company; 1995. p.399-415
Sumawinata, Narlan. 2004. Seranai Istilah Kedokteran Gigi InggrisIndonesia. Jakarta: EGC.
Tarigan, Rasinta. 2006. Perawatan Pulpa Gigi Endodonti Edisi ke-2.
Jakarta: EGC
Thomson H. Oklusi. 2nd ed. Alih Bahasa : Lilian Yuwono. Jakarta : EGC ;
2007. p. 128.
Dewi Oktavia. Hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja di
kota Medan. Dentika dental jurnal ; 2009,vol.14 no.2. p.115
TD Foster. Ortodonsi. Alih Bahsa : Lilian Yuwono. Ed 3. Jakarta : EGC ;
1997. p. 117-120.
MK Alam. Orthodontic treatment of mandibular anterior crowding.
[internet]. Bangladesh Journal of Medical science [cited 2011 March 13].
Available from: URL : http://www.healthmantra.com/.
Malik,Isnaniah. 2008. Kesehatan Gigi Untuk Keluarga. Bagian Ortodonti
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran: Bandung

You might also like