You are on page 1of 5

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini energi listrik merupakan salah satu kebutuhan pokok sebagian
besar umat manusia. Dibalik seluruh peran besarnya dalam rangka mendukung
peradaban manusia, energi listrik juga menyebabkan timbulnya beberapa masalah
baru. Salah satu permasalahan yang sering terjadi adalah tidak meratanya
ketersediaan energi listrik bagi masyarakat. Pada sebagian negara yang telah
dikategorikan sebagai negara maju hal ini bukanlah suatu masalah tetapi untuk
beberapa negara yang belum termasuk kategori tersebut, hal ini merupakan
masalah yang terus menerus menjadi perhatian, tidak terkecuali negara Indonesia.
Nilai rasio elektrifikasi merupakan nilai perbandingan antara jumlah rumah
tangga yang sudah mendapatkan listrik dengan rumah tangga yang belum
mendapatkan listrik. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementrian Energi
dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia pada tahun 2014, per Februari
2014 rasio elektrifikasi di indonesia hanya 80,54%, nilai tersebut meningkat
apabila dibandingkan per September 2013 dimana rasio elektrifikasi hanya 80,1%.
Walaupun pertumbuhan rasio elektrifikasi di Indonesia setiap tahunnya cukup
stabil, namun pemerintah tetap menargetkan rasio elektrisitas mencapai 100% di
tahun 2020. Hal ini terkait dengan undang-undang energi pasal 19 ayat satu,
dimana dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan energi.
Penyediaan energi listrik di Indonesia sebagian besar dilakukan oleh PLN.
Bahan bakar fosil seperti batubara, minyak bumi dan gas alam merupakan sumber
energi utama pembangkit-pembangkit listrik tersebut. Selain menggunakan bahan
bakar fosil, pembangkit di Indonesia juga sudah menggunakan energi terbarukan
namun masih dalam jumlah terbatas.
Berdasarkan laporan statistik PLN tahun 2013, penggunaan gas alam 41.254
GWh (28,61%), batubara 74.269 GWh (51,50%), minyak 11.307 GWh (7,84%),
tenaga air 13.010 GWh (9,02%), dan 4.345 GWh (3,01%) berasal dari panas
bumi. Dibandingkan tahun sebelumnya, pangsa gas alam, batubara, air dan panas

bumi mengalami peningkatan, sedangkan minyak mengalami penurunan


(PLN,2013).
Dalam rangka mengatasi krisis kelistrikan yang terjadi di beberapa daerah,
Pemerintah telah mengeluarkan program percepatan pembangunan pembangkit.
Pada tahun 2006 pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 71 tahun 2006
untuk program percepatan pembangkit 10.000 MW atau dikenal sebagai fast track
program (phase I) dengan bahan bakar batubara untuk memperbaiki bauran bahan
bakar. Pendanaan sebagian dari proyek ini dilakukan oleh swasta sebagai
Independent Power Producer (IPP). Program ini dilanjutkan dengan phase II
sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2010 dengan menambah lagi
sebesar 10.000 MW serta melakukan perbaikan bauran bahan bakar fosil ke energi
hidro dan panas bumi sehingga bisa mengurangi subsidi. PLTP mendapat porsi
yang terbesar dalam pengembangan phase II ini (ESDM, 2012)
Agar penyediaan listrik di daerah terpencil dapat tetap dilakukan, energi
terbarukan dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi pembangkit limstrik.
Pemanfaatan energi terbarukan untuk pembangkit listrik di Indonesia meliputi
energi panas bumi, energi angin, energi surya, biomassa dan energi air.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) menyatakan potensi
pengembangan energi panas bumi (geothermal) di Indonesia sangat besar hingga
mencapai total kapasitas 29000 MW sedangkan yang baru digarap hanya sebesar
1.343 MW (KESDM, 2014).
Walaupun potensi energi panas bumi di Indonesia sangat menjanjikan, hanya
sebagian kecil dari potensi itu yang sudah dimanfaatkan sebagai pembangkit
listrik. Hal tersebut disebabkan beberapa faktor yang menjadi kekurangan dari
sumber energi ini, yaitu:
-

Pemilihan lokasi biasanya didasarkan pada nilai potensi yang tersedia,


jarak dengan sistem jaringan listrik terkoneksi terdekat, dan berbagai
faktor lainnya sehingga hanya lokasi-lokasi yang memenuhi kriteria yang

akan digunakan sebagai pembangkit listrik.


Pembangkit listrik energi panas bumi sangat bergantung pada sistem
jaringan listrik terkoneksi. Sebagian besar lokasi yang mempunyai potensi

energi panas bumi terletak pada wilayah jarang penduduk (pegunungan


maupun laut) sehingga tidak dimungkinkan untuk memanfaatkan potensi
energi panas bumi tersebut pada wilayah-wilayah terpencil dimana sistem
jaringan listrik terkoneksi belum tersedia.
Untuk energi biomassa, Indonesia tercatat sebesar 32.654 MW dan sebesar
1.716,5 MW telah dikembangkan. Pengembangan pembangkit listrik berbasis
bioenergi (on grid) sampai dengan tahun 2013 mencapai sekitar 90,5 MW,
sedangkan pengembangan pembangkit listrik berbasis bioenergi (off-grid) sekitar
1.626 MW, dimana pembangkit listrik tersebut berbasis biomassa, biogas, dan
sampah kota. Pembangkit listrik berbasis bioenergi ini juga memiliki potensi di
daerah-daerah terpencil yang berasal dari limbah kehutanan, limbah pertanian,
industri kelapa sawit, industri kertas, industri tapioka, dan industri lainnya
(KESDM, 2014)
Walaupun secara umum pemanfaatan biomassa sebagai pembangkit energi
listrik di Indonesia mempunyai keuntungan, terdapat juga beberapa kelemahan
yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya, berikut
diantaranya:
-

Energi listrik yang dihasilkan dari biomassa pada suatu industri


perkebunan biasanya akan digunakan kembali oleh pihak industri
pengolahan perkebunan tersebut sehingga energi listrik tersebut tidak

dapat didistribusikan untuk membantu elektrifikasi lingkungan sekitar.


Pemanfaatan biomassa sebagai pembangkit listrik hanya dapat
diwujudkan apabila biomassa yang dihasilkan disekitar lingkungan
tersebut mempunyai nilai kuota sesuai dengan standar beroperasinya
suatu sistem pembangkit listrik.

Indonesia terletak di wilayah khatulistiwa hampir sepanjang tahunnya


mendapat penyinaran matahari dengan intensitas radiasi rata-rata yang

Tenaga air bisa di manfaatkan dengan berbagai cara. Cara yang umum
adalah digunakan untuk turbin yang digerakkan oleh pergerakan air didalam
bak penampung. Teknologi ini telah digunakan diseluruh dunia
Water power can be harnessed in many ways; the most common way is
to use a turbine which is turned by water moving in a controlled manner. It is a
technology that has been used throughout the world, by a diverse range of
societies and cultures, for many centuries.
Table 1: Classification of hydropower by size1.
Large- hydro

More than 100 MW and usually feeding into a


large electricity grid

Medium-hydro

15 - 100 MW - usually feeding a grid

Small-hydro

1 - 15 MW - usually feeding into a grid

Mini-hydro

Above 100 kW, but below 1 MW; either stand


alone schemes or more often feeding into the
grid

Micro-hydro

From 5kW up to 100 kW; usually provided


power for a small community or rural industry in
remote areas away from the grid.

Pico-hydro

From a few hundred watts up to 5kW

Pico hydro is hydro power with a maximum electrical output of five


kilowatts. Hydro power systems of this size benefit in terms of cost and
simplicity from different approaches in the design, planning and installation
than those which are applied to larger hydro power. Recent innovations in
pico hydro technology have made it an economic source of power even in
some of the worlds poorest and most inaccessible places. It is also a versatile
power source. AC electricity can be produced enabling standard electrical
appliances to be used and the electricity can be distributed to a whole village.
Common examples of devices which can be powered by pico hydro are light
bulbs, radios, televisions, refrigerators and food processors. Mechanical
power can be utilised with some designs. This is useful for direct drive of
machinery such as workshop tools, grain mills and other agro-processing
equipment2.
1.2. Rumusan Masalah
1

Practical Action is a registered charity and company limited by guarantee. Company Reg. No.
871954, England | Reg. Charity No.247257 | VAT No. 880 9924 76 | Patron HRH The Prince of
Wales, KG, KT, GCB

1.3. Batasan Masalah


1.4. Tujuan Penelitian
1.5. Manfaat Penelitian
1.6. Sistematika Penulisan

Phillip Maher and Nigel Smith.2001.

PICO HYDRO FOR VILLAGE POWER A Practical

Manual for Schemes up to 5 kW in Hilly Areas. Edition 2.0. Ukraina

You might also like