Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyakit batu saluran kemih merupakan penyakit yang banyak di derita oleh
masyarakat, dan menempati urutan ketiga dari penyakit di bidang urologi disamping infeksi
saluran kemih dan pembesaran prostat jinak. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di
seluruh dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak
sama di berbagai belahan bumi. Di Amerika serikat dam eropa 5-10% penduduknya satu kali
dalam hidupnya pernah menderita penyakit saluran kemih, bahkan pada laki-laki angka ini
lebih tinggi yaitu 10-20%. Angka kejadiannya laki-laki dibanding perempuan sebesar 3
dibanding 1, usia terjadinya batu antara 20 tahun sampai 40-50 tahun dimana merupakan usia
produktif. Manifestasi batu saluran kemih dapat berbentuk rasa sakit yang ringan sampai
berat dan komplikasi seperti urosepsis dan gagal ginjal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1.
Secara
anatomis
Anatomi ginjal
ginjal terbagi menjadi 2 bagian
ginjal.
Korteks
ginjal terdiri dari berjuta-juta nefron. Nefron adalah unit fungsional terkecil ginjal yang
terdiri atas glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, tubulus kontortus
distal, dan duktus kolegentes. Darah yang membawa sisa hasil metabolisme difiltrasi
dalam glomerulus dan setelah sampai di tubulus ginjal beberapa zat yang masih
diperlukan tubuh mengalami reabsorbsi dan zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan
tubuh mengalami sekresi membentuk urin. Setiap hari tidak kurang dari 180 liter cairan
tubuh difiltrasi di glomerulus dan menghasilkan urin sebanyak 1-2 liter. Urin yang
terbentuk dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelviokalises ginjal
untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.1
Gambar 2. Nefron
yang
merupakan unit
terkecil
ginjal5
Suplai
diperankan
darah
oleh
ginjal
arteri
dan
vena renalis. Ginjal mendapat persarafan dari pleksus renalis. Impuls sensorik dari
ginjal berjalan menuju korda spinalis segmen T10-11, dan memberikan sinyal sesuai level
dermatomnya. Ginjal memerankan fungsinya untuk menyaring (filtrasi) sisa hasil
metabolisme dan toksin dari darah, serta mempertahankan homeostasis cairan dan
elektrolit tubuh, yang kemudian dibuang melalui urin.1
2. Anatomi dan Fisiologi Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm dengan diameter 3-4 mm yang
membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis
menuju buli-buli. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masingmasing satu untuk setiap ginjal. Dinding ureter terdiri dari mukosa, otot polos sirkuler,
dan otot polos longitudinal. Kontraksi dan relaksasi otot polos ini yang memungkinkan
terjadinya gerakan peristaltik ureter guna mengalirkan urin ke dalam buli-buli. Dinding
muskuler tersebut mempunyai hubungan langsung dengan lapisan otot dinding pielum,
di sebelah kranial dan otot dinding buli-buli di sebelah kaudal. Ureter menembus
dinding muskuler masuk ke buli-buli secara miring sehingga dapat mencegah terjadinya
aliran balik dari kandung kemih ke ureter. 1,2
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan musculus
(m.) psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan arteri (a.) iliaca communis.
Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara
ventro-medial untuk mencapai buli-buli. Terdapat beberapa tempat di mana ureter
mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-ureter, tempat pada saat ureter
menyilang arteri iliaka di rongga pelvis, dan muara ureter ke dalam buli-buli (peralihan
ureter-vesika urinaria). Tempat-tempat seperti ini sering menjadi tempat batu saluran
kemih berada.1
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca
communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter
melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus
hipogastricus superior dan inferior.2
3. Anatomi dan Fisiologi Buli-Buli
Buli-buli, disebut juga kandung kemih atau vesica urinaria, merupakan tempat
untuk menampung urin yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya
diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh. Kapasitasnya untuk menampung
urin adalah 300-450 ml.1
Buli-buli terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain
seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah,
limfatik dan saraf. Dalam keadaan kosong buli-buli berbentuk tetrahedral yang terdiri
atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan
(superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan
lateral dextra dan sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot
longitudinal, sirkuler, dan
Gambar
3. Batu ginjal
2.
Epidemiologi
Penelitian
epidemiologi
memberikan
kesan
penyakit
batu
mempunyai
b. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
c. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien
perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah 1:
a. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai
penyakit batu saluran kemih.
b. Iklim dan temperatur
c. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang
dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
d. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit
batu saluran kemih.
e. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktivitas atau sedentary life.
4. Patogenesis
Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (stasis urin). Adanya
kelainan bawaan pada pelviokalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi
infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli
neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan
batu.1
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun
anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan
metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi
dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.1
Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup
mampu menyumbat saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel
saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan
pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran
kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam
urin, laju aliran urin di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam
saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.1
5. Klasifikasi batu saluran kemih
Batu saluran kemih dapat diklasifikasikan menjadi7:
a. Batu migrasi
Batu migrasi berasal dari ginjal, bergerak jatuh ke saluran kemih bawah
ginjal dan dapat menetap di kandung kemih. Ukuran batu yang dapat secara
spontan turun ke saluran kemih bagian bawah ginjal hingga ke kandung kemih
mayoritas berukuran kurang dari satu sentimeter dan pada orang dewasa dapat
turun hingga ke uretra. Batu migrasi yang kemudian menetap pada kandung
kemih biasanya terjadi pada anak dengan ukuran kandung kemih kecil atau pada
orang dengan Benign Prostat Hyperplasia.
b. Batu primer idiopatik dan batu endemik
Batu primer idiopatik adalah batu yang penyebab pembentukannya tidak
diketahui secara jelas.8 Batu endemik terjadi pada anak-anak dengan malnutrisi
tanpa adanya kelainan pengosongan kandung kemih atau kelainan aliran urin.
Batu primer idiopatik dan batu endemik banyak terdapat pada anak dan dewasa
muda diduga berhubungan dengan diet dan kelas sosial ekonomi rendah.
Perbandingan laki-laki dan perempuan untuk batu jenis ini adalah 10:1. Gejala
yang berhubungan dengan batu ini termasuk hematuria, disuria, gangguan aliran
kemih, kesulitan dalam berkemih, kerikil dalam urin.
c. Batu sekunder
Batu sekunder sering terjadi pada orang dewasa dengan stasis urin. Stasis
urin adalah penyumbatan atau perlambatan aliran urin. Pada laki-laki, stasis urin
utamanya disebabkan obstruksi aliran keluar urin dari kandung kemih. Keadaan
ini bisa disertai keadaan divertikel kandung kemih atau infeksi saluran kemih.
Benda asing dalam saluran kemih juga dapat berfungsi sebagai nidus (inti batu)
untuk pembentukan batu.
6. Komposisi Batu
Komposisi batu pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau kalsium
fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat, dan
senyawa lainnya. Data mengenai komposisi batu sangat penting untuk usaha
pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya batu residif. Kandungan batu ginjal
kebanyakan terdiri dari1:
a.
b.
c.
d.
75 % kalsium.
15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).
6 % batu asam urat.
1-2 % sistin (cystine).
Batu kalsium terdiri dari kalsium oksalat, kalsium fosfat, atau campuran dari
keduanya. Faktor- faktor yang mempengaruhi terjadinya batu kalsium adalah
hiperkalsiuri,
hiperoksaluri,
hiperurikosuria,
hipositraturia,
hipomagnesuria.
Hiperkalsiuria adalah suatu keadaan dimana kadar kalsium di dalam urin lebih besar
dari 250-300 mg/24 jam, disebabkan karena hiperkalsiuria idiopatik (meliputi
hiperkalsiuria
disebabkan
masukan
tinggi
natrium,
kalsium
dan
protein),
7. Manifestasi Klinis
Batu pada kaliks ginjal memberikan rasa nyeri ringan sampai berat karena
distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga batu pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi
tanpa gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu ginjal merupakan akibat
obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung
pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.1
Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini
mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena
aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises meningkat dalam usaha untuk
mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan
tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf
yang memberikan sensasi nyeri.1
Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi
hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri
ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis,
terlihat tanda-tanda gagal ginjal, retensi urin, dan jika disertai infeksi didapatkan
demam-menggigil.1,9
8. Diagnosis
Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan
diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium
dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih,
infeksi dan gangguan faal ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau
radiolusen. Sifat radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini
dapat diduga jenis batu yang dihadapi.1
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat
menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan
sebab terjadinya batu.1
Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara
terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini dipakai
untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar
untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat
untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih, serta
dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan pembedahan untuk
mencegah tertingggalnya batu. 10
9. Diagnosis Banding
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan keluhan yang lebih lanjut, misalnya
distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi
Radioopasitas
Opak
Semiopak
Non opak
b. Intravenous pyelography
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal.
Selain itu IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-opak ataupun batu non opak
yang tidak dapat terlihat oleh foto polos abdomen. Jika IVP belum dapat
menjelaskan keadaan sistem saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi
ginjal, sebagai penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
c. Ultrasonografi (USG)
USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditunjukkan
sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.
d. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan kristal.
e. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai fungsi
ginjal.
f. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
Gambar 4.
Cara
kerja ESWL
Dengan
ESWL
sebagian
besar
pasien tidak
perlu
dibius,
hanya
diberi
obat
penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat dan akan dikenakan
gelombang kejut untuk memecahkan batunya Bahkan pada ESWL generasi
terakhir pasien bisa dioperasi dari ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi
ginjal sudah ditemukan, dokter hanya menekan tombol dan ESWL di ruang
operasi akan bergerak. Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup
sesuai posisi batu ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama
air seni. Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada tiga jenis
yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik. Masing-masing
generator
mempunyai
cara
kerja
yang
berbeda,
tapi
sama-sama
Litotripsi
Litotripsi digunakan untuk memecah batu buli-buli atau batu
Gambar 5. Bedah
terbuka
12.
Pencegahan
Pencegahan yang
dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur yang menyusun batu saluran kemih
yang diperoleh dari analisis batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa :
a. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi urin
2-3 liter per hari.
b. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
c. Aktivitas harian yang cukup.
d. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan adalah:
a. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urin dan
b.
c.
d.
Diet
transfusi dan tambahan intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Komplikasi akut
dapat dibagi menjadi yang signifikan dan kurang signifikan. Komplikasi signifikan
adalah avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro atau
pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk kurang signifikan
adalah perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein strasse, infeksi luka operasi, ISK
dan migrasi stent.
Obstruksi adalah komplikasi jangka panjang dari batu ginjal yang dapat
menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan atau tanpa
pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena. Komplikasi
lainnya dapat terjadi saat penanganan batu dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya
adalah pielonefritis dan sepsis yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun
noninvasif seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL,
atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu lewat dan
obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti lien, hepar, kolon dan paru
serta perforasi pelvis renalis juga dapat terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang
adekuat, penanganan yang hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat
menurunkan resiko terjadinya komplikasi ini.
Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan darah, demam, dan
terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah prosedur lebih sedikit dan berbeda
secara bermakna pada ESWL dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat
dilakukan dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan PNL.
14. Prognosis1, 11
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan
adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah
terjadinya infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor
obstruksi akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas
dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen
batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80%
dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman
operator.
BAB III
STATUS PASIEN
I.
ANAMNESA
A. Identitas
1. Nama lengkap
: Ny. DA
2. Jenis Kelamin
: Perempuan
3. Umur
: 44 tahun
4. Agama
: Islam
5. Jenis Jaminan
: BPJS
PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan pada tanggal 23 April 2015
A.
Kesan umum
B.
Tanda Vital
Kesadaran : Compos Mentis GCS E4V5M6
TD
: 140/90
c. Nadi
: 84 /menit
d. Laju Nafas
: 20 /menit
e. Suhu
: 36,7C
a.
b.
2. Kepala
: Normocephal
Mata
5. Mulut
: hygiene baik
6. Leher
7. Dada
8. Paru
a. Inspeksi
: gerakan pengembangan paru simetris kanan dan kiri
b. Auskultasi
: suara dasar paru vesikuler (+/+), suara napas tambahan:
ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
9. Jantung
a. Auskultasi
10. Abdomen
a.
b.
c.
d.
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
: Datar
: Bising usus (+)
: Timpani
: Supel
11. Ekstremitas
: akral hangat, CRT < 2detik
12. Status urologi
:
Flank Area
Inspeksi : simetris, hematoma (-)
Palpasi : Ballotement (-/-)
Perkusi : Nyeri ketok CVA (+) sinistra
Suprapubik
Buli-buli tidak penuh, Nyeri tekan (+) , tidak teraba batu
Genitalia eksterna
Tidak terpasang folley kateter
III.
IV.
ASSESMEN I
Colic renal e.c sup. nefrolitiasis sinistra
V.
PLAN I
a. Non medikamentosa
Hospitalisasi
b. Medikamentosa
-
VI.
Hemoglobin : 6,0
Leukosit : 6.700
Trombosit: 338.000
Hematokrit 16,8
Eritrosit 2,66
Urinalisis
Makroskopis
- Warna
- Berat jenis
- pH
- Protein
- Keton
- Bilirubin
- Urobilin
- Leukosit
- Hemoglobin
: putih keruh
: 1, 025
: 6,5
: 2+
: negatif
: negatif
: negatif
: 3+
: 3+
Mikroskopik
-
Epitel
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
Bakteri
: POS
: banyak tak terhitung
: 2-7
: (-)
: (-)
: (-)
Ureum
; 34,5
Kreatinin : 1,2
Pemeriksaan Radiologi
Foto Polos Abdomen AP
Tampak lesi opak pada paravetebra kiri setinggi Vth 12- VL 1 dan pada paravetebra
kanan setinggi VL 5
Tampak pula lesi opak multiple pada kavum pelvis
Tampak IUD pada kavum pelvis
Ginjal kanan : bentuk, ukuran, letak, dan axis normal. Kontras tampak mengisi
PCS pada menit ke 5, PCS tak melebar, kaliks minor bentuk cupping.
Ginjal kiri : kontras tampak mengisi PCS pada menit ke 5, kaliks minor tidak
terisi kontras
Ureter kanan : tak melebar, tak tampak bendungan
Ureter kiri : tidak terisi kontras sampai akhir pemeriksaan
Vesika urinaria : Dinding regular, tidak tampak indentasi, filling defect maupun
additional shadow
Kesan :
-
Nefrolitiasis sinistra, kontras tidak mengisi kaliks minor dan ureter sinistra cenderung
obstruksi
- Lesi opak pada paravertebra kanan setinggi VL 5
DD: appendikolith
Bekas suntikan berulang
- Lesi opak multiple pada kavum pelvis cenderung phlebolith
USG urologi
VII.
ASSESMEN II
Nefrolitiasis sinistra
Anemia
VIII.
PLAN II
a. Non medikamentosa
Hospitalisasi
b. Medikamentosa
Transfusi 2 kolf RBC
IVFD NaCl 15 tpm
Ciprofloxacin 3x1
Ranitidin 2x1
Ketorolac 3x1
Nefroctomy
IX.
PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Functionam
Ad Sanactionam
: Bonam
: Bonam
: Bonam
FOLLOW UP PASIEN