You are on page 1of 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ACUTE DECOMPENSATION HEART FAILURE


(ADHF)

Untuk memenuhi laporan profesi di Departemen Medical


Ruang 5 CVCU RSSA Malang

Oleh :
RAHMAN
NIM. 135070209111077

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA


MALANG
2015

ACUTE DECOMPENSATION HEART FAILURE


(ADHF)

A. Definisi
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala gejala atau tanda
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik
maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan
afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau
dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah
dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.

B. Etiologi / Faktor Predisposisi


a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)
b. Sindroma koroner akut
1) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah luas
dan disfungsi sistemik

2) Komplikasi kronik IMA


3) Infark ventrikel kanan
c. Krisis Hipertensi

d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia


supraventrikuler, dll)

e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi katup


yang sudah ada

f. Stenosis katup aorta berat


g. Tamponade jantung
h. Diseksi aorta
i. Kardiomiopati pasca melahirkan
j. Faktor presipitasi non kardiovaskuler
1) Volume overload
2) Infeksi terutama pneumonia atau septikemia
3) Severe brain insult
4) Pasca operasi besar
5) Penurunan fungsi ginjal
6) Asma
7) Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol
8) Feokromositoma
C. Klasifikasi
Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan
American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium berdasarkan kondisi
predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu :

a.

Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau
tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang
mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.

b.

Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang


asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi

ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung


asimptomatik.

c.

Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini
atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan
penurunan toleransi aktivitas.

d.

Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat
istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.

Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional.

a) Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik


b) Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa nyaman
saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan
aktivitas biasa.

c) Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa nyaman
saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan
aktivitas biasa ringan

d) Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik


apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.

D. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik
asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka
yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber
dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi
lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh
proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup
jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload
maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka
tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan
curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan

aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan
retensi natrium dan air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan
menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah
mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat
mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas
kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis
tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF.
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard
menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan
stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah
ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena
penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik
vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru paru. Bendungan ini
akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah
oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru
paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi
melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran
darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu
retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi
lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat
proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada
oedema perifer.

E. Manifestasi Klinis
1.

Sesak nafas ( dyspnea)


Muncul saat istirahat atau saat beraktivitas (dyspnea on effort)

2.

Orthopnea
Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur setengah duduk
dengan menggunakan bantal lebih dari satu.

3.

Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk- batuk.

4.

Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat


peningkatan tonus simpatik

5.

Batuk- batuk
Terjadi akibat oedema pada bronchus dan penekanan bronchus oleh atrium kiri
yang dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang basah dan berbusa, kadang disertai
bercak darah.

6.

Mudah lelah (fatigue)


Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat jaringan dari sirkulasi
normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa katabolisme. Juga
terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia
yang terjadi akibat distres pernafasan dan batuk.

7.

Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat dilatasi


bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.

8.

Oedema (biasanya pitting edema) yang dimulai pada kaki dan tumit dan secara
bertahap bertambah ke atas disertai penambahan berat badan.

9.

Pembesaran hepar
Terjadi akibat pembesaran vena di hepar.

10. Ascites.
Bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh portal
meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen.

11. Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari)

Terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat.

12. Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)

F. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan pada kriteria utama dan atau
tambahan.

a. Kriteria Utama
1) Ortopneu
2) Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
3) Kardiomegali
4) Gallop
5) Peningkatan JVP
6) Refleks hepatojuguler
b. Kriteria Tambahan
1) Edema pergelangan kaki
2) Batuk malam hari
3) Dyspneu on effort
4) Hepatomegali
5) Efusi pleura
6) Takhikardi
Diagnosis ditegakkan atas dasar adanya 2 kriteria utama,atau 1 kriteria utama disertai 2
kriteria tambahan.

G. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium
1) Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
2) Elektrolit

: K, Na, Cl, Mg

3) Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)


4) Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT, SGPT.
5) Gula darah
6) Kolesterol, trigliserida
7) Analisa Gas Darah
b. Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :
1) Penyakit jantung koroner : iskemik, infark
2) Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )
3) Aritmia
4) Perikarditis
c. Foto Rontgen Thorak, untuk melihat adanya :
1) Edema alveolar
2) Edema interstitiels
3) Efusi pleura
4) Pelebaran vena pulmonalis
5) Pembesaran jantung
d. Echocardiogram
-

Menggambarkan ruang ruang dan katup jantung

e. Radionuklir
1) Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri

2) Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard


f. Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen), bertujuan
untuk :

1) Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru


2) Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung
3) Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung
4) Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent
5) Mengetahui beratnya lesi katup jantung
6) Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner
7) Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi
ventrikel kiri)

8) Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)

H. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :

a. Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.


b. Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan
farmakologis

c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet


dan istirahat.

d. Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya ).


e. Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.

Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :

a. FC I

: Non farmakologi

b. FC II & III : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik,


digitalis.

c. FC IV

: Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.

Terapi non farmakologis meliputi :

1) Diet rendah garam ( pembatasan natrium )


2) Pembatasan cairan
3) Mengurangi berat badan
4) Menghindari alcohol
5) Manajemen stress
6) Pengaturan aktivitas fisik

Terapi farmakologis meliputi :

1) Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat


frekuensi jantung. Misal : digoxin.

2) Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi
edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).

3) Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan


darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.

4) Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang


menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah.
Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ).
Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.

5) Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )


Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan
produksi urine pada syok kardiogenik.

Dobutamin menstimulasi

adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan

kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan


penurunan tekanan
bersamaan.

darah.

Dopamin dan

dobutamin

sering digunakan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


ACUTE DECOMPENSATION HEART FEALURE
(ADHF)

A. Pengkajian
FOKUS
Aktivitas/
istirahat

DATA SUBYEKTIF

- Letih terus menerus


sepanjang hari.

- Sulit tidur
- Sakit pada dada saat
beraktivitas

DATA OBYEKTIF

MASALAH

- Gelisah.

- Intoleransi Aktivitas

- Perubahan status mental, mis

- Ggn pola tidur

letargi

- Tanda vital berubah saat

- Ansietas

beraktivitas

- Sesak nafas saat aktivitas


atau saat tidur
Sirkulasi

- Riwayat hipertensi ,
penyakit jantung lain
(AMI )

- Bengkak pada telapak


kaki, kaki,perut

- Perubahan tekanan darah


( rendah atau tinggi)

- Takikardi
- Disritmia
- Bunyi jantung ( S3 / gallop, S4 )
- Murmur sistolik dan diastolic

- Perubahan Perfusi
jar.perifer

- Resti kerusakan
integritas kulit

- PK : Hipertensi
- PK : Syok
kardiogenik

- Perubahan denyutan nadi perifer - PK : embolisme


dan nadi sentral mungkin kuat

- Warna kulit dan punggung kuku


sianotik atau pucat

- Pengisian kapiler lambat


- Teraba pembesaran Hepar
- Ada refleks hepatojugularis
- Bunyi nafas krekels atau ronchi
- Edema khususnya pada
ekstremitas

- Distensi vena jugularis

pulmonal

Integritas ego

- Cemas, takut, khawatir

- Marah, mudah tersinggung

- Ansietas

- Stres yang berhubungan


dengan penyakit
Eliminasi

- Kencing sedikit

- Perubahan pola
eliminasi urine

- Kencing berwarna gelap

- PK : gagal ginjal

- Berkemih malam hari


(nokturia)
Makanan / cairan - Kehilangan nafsu makan - Penambahan berat badan cepat

- Mual/ muntah

- Distensi abdomen (asites ),

- Perubahan berat badan

- Edema ( umum, dependent,

yang signifikan

pitting, tekanan )

- Pembengkakan pada

- Perubahan
kelebihan volume
cairan

- Resti perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan

ekstremitas bawah

- Pakaian / sepatu terasa


sesak
Higiene

- Kelelahan selama

- Intoleransi aktivitas

aktivitas perawatan diri


Neuro sensori

- Keletihan , pening

- Letargi, disorientasi

- Intoleransi aktivitas

- Perubahan prilaku ( mudah

- Ansietas

tersinggung
Nyeri /
keamanan

- Sakit pada dada

- Tidak tenang, gelisah

- Sakit pada perut kanan

- Tampak meringis

atas

- Sakit pada otot


Pernafasan

- Takikardia

- Sesak saat aktivitas

- Takipnea

- Tidur sambil duduk

- Napas dangkal

- Tidur dengan beberapa

- Penggunaan otot aksesori

bantal

- Nyeri akut

pernapasan

- Kerusakan
pertukaran gas

- Perubahan
kelebihan volume
cairan

- Batuk dengan atau tanpa - Batuk kering atau nonproduktif - Perubahan perfusi
dahak

atau mungkin batuk terus


menerus dgn / tanpa
pembentukan sputum

- Sputum mungkin bersemu darah


merah muda/berbuih

jaringan perifer

- Bunyi napas krakels, wheezing


- Fungsi mental mungkin
menurun; letargi; kegelisahan

- Warna kulit pucat/sianosis

B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d dispneu, ortopneu.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d
pasien mengatakan letih terus menerus sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital
berubah saat beraktifitas.

3. Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder
terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas
krekels, wheezing.

4. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah didaerah perifer sekunder
terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat, warna kuku pucat atau
sianosis.

5. Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit pada otot,
tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia

6. Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik d/d cemas, takut, khawatir, stress yang
berhubungan dengan penyakit, gelisah, marah, mudah tersinggung.

7. Perubahan pola tidur b/ d sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan ( sesak,
batuk) d/d letargi, sulit tidur, sesak nafas dan batuk saat tidur.

8. PK : syok kardiogenik b/d kerusakan ventrikel yang luas

C. Rencana Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d dispneu, ortopneu.

Kriteria tujuan : pertukaran gas lebih efektif ditunjukkan hasil AGD dalam batas normal dan
pasien bebas dari distress pernafasan
Rencana Tindakan

Rasional

1. Auskultasi bunyi nafas, krekels, wheezing 1. Memantau adanya kongesti paru untuk
2. Anjurkan pasien untuk batuk efektif dan
nafas dalam

3. Pertahankan duduk atau tirah baring


dengan posisi semifowler

4. Kolaborasi untuk memantau analisa gas


darah & nadi oksimetri

intervensi lanjut

2. Membersihkan jalan nafas dan


memudahkan aliran oksigen

3. Menurunkan konsumsi oksigen dan


memaksimalkan pegembangan paru

4. Hipoksemia dapat menjadi berat selama


edema paru

5. Kolaborasi untuk pemberian oksigen


tambahan sesuai indikasi

5. Meningkatkan konsentrasi oksigen


alveolar untuk memperbaiki hipoksemia
jaringan

6. Kolaborasi untuk pemberian diuretik dan


bronkodilator

6. Diuretik dapat menurunkan kongesti


alveolar dan meningkatkan pertukaran
gas. Broncodilator untuk dilatasi jalan
nafas.

2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d


pasien mengatakan letih terus menerus sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital
berubah saat beraktifitas.
Kriteria tujuan : aktivitas mencapai batas optimal , yang ditunjukkan dengan pasien
berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan dan mampu memenuhi kebutuhan perawatan
sendiri.
Rencana Tindakan

1.

Rasional

Periksa tanda vital sebelum dan sesudah 1.


beraktivitas

Hipotensi ortostatik dapt terjadi dengan


aktivitas karena efek obat, perpindahan
cairan, pengaruh fungsi jantung.

2.

Ketidakmampuan miokardium
meningkatkan volume sekuncup selama

2.

3.

4.

Catat respons kardiopulmonal terhadap


aktivitas, takikardi, disritmia, dispneu,
3.
berkeringat, pucat

Berikan bantuan dalam aktivitas


perawatan diri sesuai indikasi.Selingi
periode aktivitas dengan periode istirahat4.
Kolaborasi untuk mengimplementasikan
program rehabilitasi jantung

aktivitas dapat meningkatkan frekuensi


jantung, kebutuhan oksigendan
peningkatan kelelahan
Pemenuhan kebutuhan perawatan diri
tanpa mempengaruhi stres miokard/
kebutuhan oksigen berlebihan

Peningkatan bertahap pada aktivitas


menghindari kerja jantung dan konsumsi
oksigen berlebihan

3. Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder
terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas
krekels, wheezing.
Kriteria tujuan : Kelebihan volume cairan dapat dikurangi dengan kriteria :

keseimbangan intake dan output

bunyi nafas bersih/jelas

tanda vital dalam batas normal

berat badan stabil

tidak ada edema


Rencana Tindakan

Rasional

1. Pantau haluaran urine, warna, jumlah

1. Memantau penurunan perfusi ginjal

2. Pantau intake dan output selama 24 jam

2. Terapi diuretic dapat menyebabkan


kehilangan cairan tiba-tiba meskipun
udema masih ada

3. Posisi telentang meningkatkan filtrasi


3. Pertahankan posisi duduk atau
semifowler selama masa akut

ginjal dan menurunkan produksi ADH


sehingga meningkatkan dieresis

4. Memantau respon terapi.


4. Timbang berat badan setiap hari
5. Kaji distensi leher dan pembuluh perifer,

5. Retensi cairan berlebihan


dimanifestasikan oleh pembendungan

edema pada tubuh

vena dan pembentukan edema

6. Kelebihan volume cairan sering


6. Auskultasi bunyi nafas, catat bunyi

menimbulkan kongesti paru.

tambahan mis : krekels, wheezing. Catat


adanya peningkatan dispneu, takipneu,
PND, batuk persisten.

7. Selidiki keluhan dispneu ekstrem tibatiba, sensasim sulit bernafas, rasa panic

8. Pantau tekanan darah dan CVP

7. Menunjukkan adanya komplikasi edema


paru atau emboli paru.

9. Ukur lingkar abdomen


10. Palpasi hepatomegali. Catat keluhan
nyeri abdomen kuadran kanan atas

11. Kolaborasi dalam pemberian obat


- Diuretik
- Tiazid dengan agen pelawan kalium (
mis : spironolakton )

8. Hipertensi dan peningkatan CVP


menunjukkan kelebihan volume cairan.

9. Memantau adanya asites


10. Perluasan jantung menimbulkan
kongesti vena sehingga terjadi distensi
abdomen, pembesaran hati dan nyeri.

11. Diuretik meningkatkan laju aliran urine


dan dapat menghambat reabsorpsi
natrium dan klorida pada tubulus ginjal.

12. Kolaborasi untuk mempertahankan

Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan


kalium berlebihan

cairan / pembatasan natrium sesuai


indikasi

13. Konsultasi dengan bagian gizi


12. Menurunkan air total tubuh / mencegah
reakumulasi cairan

14. Kolaborasi untuk pemantauan foto thorax


13. Memberikan diet yang dapat diterima
pasien yang memmenuhi kebutuhan
kalori dalam pembatasan natrium.

14. Menunjukkan perubahan indikasif


peningkatan / perbaikan paru

4. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah didaerah perifer sekunder
terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat, warna kuku pucat atau
sianosis.

Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan perifer
dapat diperbaiki ( adekuat ) dengan kriteria evaluasi :

Kulit hangat dan kering

Nadi kuat, pengisian kapiler kuat

Tanda vital normal

Tidak sianosis atau pucat


Rencana Tindakan

Rasional

1.

Pantau tanda vital, capillary refill, warna 1.


kulit, kelembaban kulit, edema, saturasi
O2 di daerah perifer

2.

Tingkatkan tirah baring selama fase akut

3.

Tekankan pentingnya menghindari


mengedan khususnya selama defikasi

4.

Kolaborasi dalam pemberian oksigen


dan obat-obatan inotropik

Mengetahui keadekuatan perfusi perifer

2.

Pembatasan aktivitas menurunkan


kebutuhan oksigen dan nutrisi daerah
perifer.

3.

Menghindari memberatnya hipoksia di


jaringan perifer

4.

Oksigen meningkatkan konsentrasi


oksigen alveolar sehingga dapat
memperbaiki hipoksemia jaringan
Obat inotropik untik meningkatkan
kontraktilitas miokardium.

5. Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit pada otot,
tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x 24 jam diharapkan nyeri
hilang atau berkurang, dengan kriteria evaluasi

Melaporkan keluhan nyeri berkurang

Pasien tampak tenang dan rileks


Rencana Tindakan

Rasional

1.

Anjurkan pasien untuk memberitahu 1.


perawat tentang nyeri

2.

Pantau karakteristik nyeri

3.

Bantu pasien melaksanakan teknik


relaksasi

4.

Istirahatkan pasien selama nyeri

5.

Pertahankan lingkungan yang nyaman, 4.


batasi pengunjung bila perlu

6.

Kolaborasi untuk pemberian morfin


sulfat dan memamntau perubahan seri 5.
EKG

Perawat dapat mengetahui keluhan nyeri


dengan cepat sehingga intervensi bisa
segera dilakukan

2.

Memastikan jenis nyeri

3.

Mengurangi nyeri

6.

Menurunkan kebutuhan oksigen

Stres mental / emosi meningkatkan kerja


miokard

Morfin sulfat untuk menurunkan faktor


preload dan afterload dan juga
menurunkan tonus simpatik. Seri EKG
untuk membandingkan pola nyeri.

6. Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik d/d cemas, takut, khawatir, stress yang
berhubungan dengan penyakit, gelisah, marah, mudah tersinggung.
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 124 jam diharapkan pasien
tidak merasa cemas dengan kriteria evaluasi :

Pasien mengatakan kecemasan menurun sampai tingkat yang dapat diatasi

Pasien menunjukkan keteramplan pemecahan masalah dan mengenal perasaannya.


Rencana Tindakan

Rasional

1.

Berikan kesempatan kepada pasien untuk 1.


mengekspresikan perasaannya.

Pernyataan masalah dapat menurunkan


ketegangan, mengklarifikasikan tingkat
koping dan emudahkan pemahaman
perasan

2.

Dorong teman dan keluarga untuk


menganggap pasien seprti sebelumnya

2.

Meyakinkan pasien bahwa peran dalam


keuarga dan kerja tidak berubah

3.

Beritahu pasien program medis yang


telah dibuat untk mnurunkan serangan
yang akan datang dan meningkatkan
stabilitas jantung.

3.

Mendorong pasien untuk mengontrol


gejala, meningkatkan kepercayaan pada

program medis da mengintegrasikan


kemampuan dalam persesi diri.

4.

Bantu pasien mengatur posisi yang


nyaman untuk tidur atau istirahat, batasi
pengunjung.

5.

Kolaborasi untuk pemberian sedatif dan


4.
tranquiliser

5.

Memuat suasana yang memudahkan


pasien tidur.

Membantu pasien rileks smpai secara


fisik mampu membuat strategi koping
yang adekuat.

7. Perubahan pola tidur b/ d sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan ( sesak,
batuk) d/d letargi, sulit tidur, sesak nafas dan batuk saat tidur.
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatn selama 324 jam diharapkan pasien
bisa tidur dengan lebih nyaman.
Rencana Tindakan

Rasional

1. Naikkan kepala tempat tidur 20 -30 cm. 1. Aliran balik vena ke jantung berkurang,
Sokong lengan bawah dengan bantal

2. Pada pasien yang ortopnoe , pasien


didudukkan di sisi tempat tidur dengan
kedua kaki disokong di kursi, kepala dan
diletakkan di meja tempat tidur dan
vertebra lumbosakral disokong dengan
bantal.

kongesti paru berkurang dan penekanan


hepar ke diafragma menjadi berkurang
serta mengurangi kelelahan otot bahu.

2. Mengurangi kesulitan bernafas dan


megurangi aliran balik ke jantung

8. PK : syok kardiogenik b/d kerusakan ventrikel yang luas


Kriteria tujuan : Selama diberikan asuhan keperawatan diharapkan syok kardiogenik tidak
terjadi atau bisa dipantau secara dini.
Rencana Tindakan

1.

Observasi tanda- tanda syok


kardiogenik :

- Tekanan darah rendah

Rasional

1. Hipoksia pada jantung, otak dan ginjal


adalah tanda klasik syok kardiogenik

- Nadi cepat dan lemah


- Konfusi dan agitasi
- Penurunan haluaran urine
- Kulit dingin dan lembab
2.

Beri penjelasan pada pasien dan keluarga


untuk melaporkan segera bila ada tandatanda syok kardiogenik

2. Pasien mengetahui tanda dan gejala yang


harus dilaporkan sehingga bisa ditangani
secara dini

DAFTAR PUSTAKA

Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung,
September 2005, Hal. 443 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002,
Hal ; 52 64 & 240 249.
Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 2000, EGC, Jakarta
Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia, 2001, Hal.206 208
Nursalam. M. Nurs, Managemen keperawatan ; aplikasi dalam praktik keperawatan professional,
2002, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Russel C Swanburg, Pengantar keperawatan, 2000, ECG, Jakarta.
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun
2003, Hal ; 704 705 & 753 763.

You might also like