Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
RAHMAN
NIM. 135070209111077
A. Definisi
Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang
didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala gejala atau tanda
tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik
maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan
afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau
dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah
dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh.
a.
Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau
tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang
mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau obesitas.
b.
c.
Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat ini
atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue, dan
penurunan toleransi aktivitas.
d.
Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat
istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.
Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas
berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional.
c) Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa nyaman
saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau angina dengan
aktivitas biasa ringan
D. Patofisiologi
ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik
asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka
yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat bersumber
dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan faktor presipitasi
lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang diakibatkan oleh
proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau kerusakan katup
jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi gangguan preload
maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah jantung menurun, maka
tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk mengkompensasi penurunan
curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik, renin angiotensin dan
aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat vasokonstriksi arteriol dan
retensi natrium dan air.
Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan
menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah
mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat
mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas
kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis
tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF.
Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi miokard
menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan penurunan
stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.
Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di daerah
ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini disebabkan karena
penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous return (aliran balik
vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru paru. Bendungan ini
akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru sehingga terjadilah
oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan pertukaran gas di paru
paru.
Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan
melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk
mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu lagi
melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan aliran
darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan memicu
retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan menjadi
lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan akibat
proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung pada
oedema perifer.
E. Manifestasi Klinis
1.
2.
Orthopnea
Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur setengah duduk
dengan menggunakan bantal lebih dari satu.
3.
Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari
disertai batuk- batuk.
4.
5.
Batuk- batuk
Terjadi akibat oedema pada bronchus dan penekanan bronchus oleh atrium kiri
yang dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang basah dan berbusa, kadang disertai
bercak darah.
6.
7.
8.
Oedema (biasanya pitting edema) yang dimulai pada kaki dan tumit dan secara
bertahap bertambah ke atas disertai penambahan berat badan.
9.
Pembesaran hepar
Terjadi akibat pembesaran vena di hepar.
10. Ascites.
Bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh portal
meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen.
Terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat istirahat.
F. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan pada kriteria utama dan atau
tambahan.
a. Kriteria Utama
1) Ortopneu
2) Paroxysmal Nocturnal Dyspneu
3) Kardiomegali
4) Gallop
5) Peningkatan JVP
6) Refleks hepatojuguler
b. Kriteria Tambahan
1) Edema pergelangan kaki
2) Batuk malam hari
3) Dyspneu on effort
4) Hepatomegali
5) Efusi pleura
6) Takhikardi
Diagnosis ditegakkan atas dasar adanya 2 kriteria utama,atau 1 kriteria utama disertai 2
kriteria tambahan.
G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
1) Hematologi : Hb, Ht, Leukosit
2) Elektrolit
: K, Na, Cl, Mg
e. Radionuklir
1) Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri
H. Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :
a. FC I
: Non farmakologi
c. FC IV
2) Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi
edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).
Dobutamin menstimulasi
darah.
Dopamin dan
dobutamin
sering digunakan
A. Pengkajian
FOKUS
Aktivitas/
istirahat
DATA SUBYEKTIF
- Sulit tidur
- Sakit pada dada saat
beraktivitas
DATA OBYEKTIF
MASALAH
- Gelisah.
- Intoleransi Aktivitas
letargi
- Ansietas
beraktivitas
- Riwayat hipertensi ,
penyakit jantung lain
(AMI )
- Takikardi
- Disritmia
- Bunyi jantung ( S3 / gallop, S4 )
- Murmur sistolik dan diastolic
- Perubahan Perfusi
jar.perifer
- Resti kerusakan
integritas kulit
- PK : Hipertensi
- PK : Syok
kardiogenik
pulmonal
Integritas ego
- Ansietas
- Kencing sedikit
- Perubahan pola
eliminasi urine
- PK : gagal ginjal
- Mual/ muntah
yang signifikan
pitting, tekanan )
- Pembengkakan pada
- Perubahan
kelebihan volume
cairan
- Resti perubahan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
ekstremitas bawah
- Kelelahan selama
- Intoleransi aktivitas
- Keletihan , pening
- Letargi, disorientasi
- Intoleransi aktivitas
- Ansietas
tersinggung
Nyeri /
keamanan
- Tampak meringis
atas
- Takikardia
- Takipnea
- Napas dangkal
bantal
- Nyeri akut
pernapasan
- Kerusakan
pertukaran gas
- Perubahan
kelebihan volume
cairan
- Batuk dengan atau tanpa - Batuk kering atau nonproduktif - Perubahan perfusi
dahak
jaringan perifer
B. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d dispneu, ortopneu.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan, kelemahan d/d
pasien mengatakan letih terus menerus sepanjang hari, sesak nafas saat aktivitas, tanda vital
berubah saat beraktifitas.
3. Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder
terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas
krekels, wheezing.
4. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah didaerah perifer sekunder
terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat, warna kuku pucat atau
sianosis.
5. Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit pada otot,
tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia
6. Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik d/d cemas, takut, khawatir, stress yang
berhubungan dengan penyakit, gelisah, marah, mudah tersinggung.
7. Perubahan pola tidur b/ d sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan ( sesak,
batuk) d/d letargi, sulit tidur, sesak nafas dan batuk saat tidur.
C. Rencana Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus d/d dispneu, ortopneu.
Kriteria tujuan : pertukaran gas lebih efektif ditunjukkan hasil AGD dalam batas normal dan
pasien bebas dari distress pernafasan
Rencana Tindakan
Rasional
1. Auskultasi bunyi nafas, krekels, wheezing 1. Memantau adanya kongesti paru untuk
2. Anjurkan pasien untuk batuk efektif dan
nafas dalam
intervensi lanjut
1.
Rasional
2.
Ketidakmampuan miokardium
meningkatkan volume sekuncup selama
2.
3.
4.
3. Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung sekunder
terhadap gagal jantung d/d peningkatan berat badan, odema, asites, hepatomegali, bunyi nafas
krekels, wheezing.
Kriteria tujuan : Kelebihan volume cairan dapat dikurangi dengan kriteria :
Rasional
7. Selidiki keluhan dispneu ekstrem tibatiba, sensasim sulit bernafas, rasa panic
4. Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah didaerah perifer sekunder
terhadap penurunan curah jantung d/d pengisisan kapiler lambat, warna kuku pucat atau
sianosis.
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perfusi jaringan perifer
dapat diperbaiki ( adekuat ) dengan kriteria evaluasi :
Rasional
1.
2.
3.
4.
2.
3.
4.
5. Nyeri b/d iskemia jaringan d/d sakit pada dada, sakit pada perut kanan atas, sakit pada otot,
tidak tenang, gelisah, tampak meringis, takikardia
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x 24 jam diharapkan nyeri
hilang atau berkurang, dengan kriteria evaluasi
Rasional
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
3.
Mengurangi nyeri
6.
6. Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik d/d cemas, takut, khawatir, stress yang
berhubungan dengan penyakit, gelisah, marah, mudah tersinggung.
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 124 jam diharapkan pasien
tidak merasa cemas dengan kriteria evaluasi :
Rasional
1.
2.
2.
3.
3.
4.
5.
5.
7. Perubahan pola tidur b/ d sering terbangun sekunder terhadap gangguan pernafasan ( sesak,
batuk) d/d letargi, sulit tidur, sesak nafas dan batuk saat tidur.
Kriteria tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatn selama 324 jam diharapkan pasien
bisa tidur dengan lebih nyaman.
Rencana Tindakan
Rasional
1. Naikkan kepala tempat tidur 20 -30 cm. 1. Aliran balik vena ke jantung berkurang,
Sokong lengan bawah dengan bantal
1.
Rasional
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C Long, Perawatan Medikal Bedah (Terjemahan), Yayasan IAPK Padjajaran Bandung,
September 2005, Hal. 443 450
Doenges Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien), Edisi 3, Penerbit Buku Kedikteran EGC, Tahun 2002,
Hal ; 52 64 & 240 249.
Gallo & Hudak, Keperawatan Kritis, edisi VI, 2000, EGC, Jakarta
Junadi P, Atiek S, Husna A, Kapita selekta Kedokteran (Efusi Pleura), Media Aesculapius, Fakultas
Kedokteran Universita Indonesia, 2001, Hal.206 208
Nursalam. M. Nurs, Managemen keperawatan ; aplikasi dalam praktik keperawatan professional,
2002, Balai Penerbit FKUI, Jakarta.
Russel C Swanburg, Pengantar keperawatan, 2000, ECG, Jakarta.
Wilson Lorraine M, Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit), Buku 2, Edisi 4, Tahun
2003, Hal ; 704 705 & 753 763.