Professional Documents
Culture Documents
HIPERBILIRUBINEMIA NEONATORUM
Disusun oleh :
Liliani Muslimahwati Tjikoe
20100310212
Diajukan Kepada
dr. Pembimbing : dr. Dwi Ambarwati, Sp.A
A. Definisi
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan
klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan kuning (jaundice) pada kulit, konjungtiva
dan mukosa yang terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Ikterus lebih
mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan
hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total. Pada orang
dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17mol/L) sedangkan
pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin >5mg/dl (86mol/L).
Ikterus harus dibedakan dengan karotenemia yaitu warna kulit kekuningan yang
disebabkan asupan berlebihan buah-buahan berwarna kuning yang mengandung pigmen
lipokrom, misalnya wortel, pepaya dan jeruk. Ikterus atau hiperbilirubinemia sendiri
terbagi menjadi dua jenis yaitu hiperbilirubinemia fisiologis dan hiperbilirubinemia
patologis. Sedangkan untuk klasifikasi bilirubin sendiri terbagi menjadi dua sifat yaitu
bilirubin direct dan bilirubin indirect. Bilurubin direct adalah bilirubin yang telah
mengalami proses konjugasi di hepar dan nantinya dimetabolisme selanjutnya untuk
mewarnai feses dan urin (dalam bentuk sterkobilin dan ferin). Sedangkan bilirubin
indirect adalah bilirubin yang belum mengalami proses konjugasi di hepar, yang biasanya
dihasilkan oleh proses hemolisis. Ada beberapa perbedaan bilirubin direct dan indirect
yang bisa dilihat di tabel dibawah ini.
Tabel 1. Klasifikasi bilirubin
Bilirubin Direct
Larut dalam air
Bilirubin Indirect
transport
Komponen bebas larut dalam lemak
Komponen bebas bersifat toksik
untuk otak (kern ikterus)
B. Fisiologi
14
12
10
8
S.Bili mg/dl
6
4
2
0
HARI 1
HARI 3
HARI 5
HARI 7
Segera setelah lahir kadar bilirubin indirect pada vena umbilical dapat langsung
terdeteksi. Normalnya kadar tersebut bertahan pada nilai 1 sampai 3 mg/dl pada 24 jam
pertama setelah kelahiran. Nilai tersebut biasanya berada kurang dari 5mg/dl sehingga belum
memunculkan manifestasi klinis berupa ikterik pada kulit. Keesokan harinya sampai sekitar
hari ketiga, terjadi peningkatan akibat aktifnya sirkulasi hepatik dari bayi tersebut yaitu
sekitar 5 sampai 6 mg/dl, dan pada hari selanjutnya yaitu pada hari ke empat sampai hari ke
lima, terjadi peningkatan pesat dari kadar bilirubin yaitu sekitar 10 mg/dl bahkan pada bayi
prematur kadar tersebut dapat mencapai 15 mg/dl. Pada waktu ini biasanya pada bayi akan
terlihat manifestasi klinis berupa ikterik pada kulit, namun jika hal ini bersifat fisologis akan
hilang sebelum hari ke empat belas pada bayi cukup bulan dan sebelum dua puluh satu hari
pada bayi kurang bulan. Segera setelah hari ke tujuh, kadar bilirubin dalam darah bayi
berangsur angsur turun, dan sekitar hari ke sepuluh dan empat belas, kadar tersebut
bertahan sampai sekitar 1 mg/dl.
C. Metabolisme Bilirubin
atau sepsis)
Hiperbilirubinemia yang cenderung menjadi Patologis
Ikterus yang disertai oleh:
Berat lahir <2000 gram
Masa gestasi 36 minggu
Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)
Infeksi
Trauma lahir pada kepala
Hipoglikemia, hiperkarbia
Hiperosmolaritas darah
E. Patofisiologi
Karena proses metabolisme bilirubin utama terdapat pada hepar, dimana dalam hepar
bilirubin mengalami proses konjugasi, sehingga patofisologi dari hiperbiirubinemia terbagi
menjadi tiga sifat yaitu :
a. Ikterus pre-hepatik
Ikterus jenis ini terjadi karena adanya kerusakan RBC atau intravaskular hemolisis,
misalnya pada kasus anemia hemolitik menyebabkan terjadinya pembentukan bilirubin yang
berlebih akibat pemecahan hem. Kenaikan jumlah produksi ini tidak diimmbangi dengan
kemampuan metabolisme di hepar karena pada bayi bayi baru lahir, enzim
glukoniltransferase jumlahnya belum terbentuk sempurna sehingga dapat mempengaruhi
kecepatan dari metabolisme bilirubin tersebut. Akibatnya terjadi peningkatan kadar bilirubin
indirect dalam darah yang memnculkan manifestasi klins berupa pewarnaan kuning pucat
pada kulit. kadar bilirubin yang berlebihan tersebut hanya bisa disekresi melalui ginjal dalam
bentuk urobilinogen dan jumlah biirubin yang sempat dimetabolisme juga meningkat
sehingga terjadi peningkatan sterkobilin sehingga warna urin dan feses menjadi sangat gelap.
Selain itu hemolisis dapat disebabkan oleh parasit darah, contoh: Babesia sp., dan Anaplasma
sp.
b. Ikterus hepatik
Ikterus jenis ini terjadi di dalam hati karena penurunan pengambilan dan konjugasi oleh
sel sel hepatosit, sehingga gagal membentuk bilirubin terkonjugasi. Kegagalan tersebut
disebabkan rusaknya sel-sel hepatosit akibat hepatitis akut atau kronis dan pemakaian obat
yang berpengaruh terhadap pengambilan bilirubin oleh sel hati atau obat obatan yang
bersifat hepatotoksik. Gangguan konjugasi bilirubin juga dapat disebabkan karena defisiensi
enzim glukoronil transferase sebagai katalisator utama konjugasi bilirubin dalam hepar. Saat
terjadi defisiensi enzim tersebut maka kemampuan hepar dalam memetabolisme bilirubin
menjadi menurun, dan terjadilah hiperbilirubinemia khususnya indirect.
c. Ikterus Post-Hepatik
Mekanisme terjadinya ikterus post hepatik adalah terjadinya penurunan sekresi bilirubin
terkonjugasi sehinga mengakibatkan hiperbilirubinemia terkonjugasi. Bilirubin terkonjugasi
bersifat larut di dalam air, sehingga diekskresikan ke dalam urin (bilirubinuria) melalui ginjal,
tetapi karena tidak adanya bilirubin direct yang ditransport ke usus untuk dirubah menjadi
urobilinogen yang dapat mewarna feses, sehingga biasanya warna feses terlihat pucat dan
urin terlihat coklat gelap akibat peningkatan sekresi bilirubin melalui ginjal. Faktor penyebab
gangguan sekresi bilirubin dapat berupa faktor fungsional maupun obstruksi duktus
choledocus yang disebabkan oleh cholelithiasis, infestasi parasit yang dapat menyebabkan
terjadinya obstruksi, tumor hati, dan inflamasi yang mengakibatkan fibrosis.
Selain dari klasifikasi ikterus tersebut, ada beberapa jenis hiperbilirubinemia yang dapat
terjadi antara lain :
a. Hiperbilirubinemia retensi
Dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat dan gangguan konjugasi. Hati
mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000 mg
bilirubin perharinya sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300 mg perhari. Hal
ini menunjukkan kapasitas hati yang sangat besar dimana bila pemecahan heme
meningkat, hati masih akan mampu meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin
larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit secara massive misalnya anemia hemolitik pada
kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan produksi bilirubin lebih
cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga akan terdapat peningkatan
bilirubin tak larut didalam darah (indirek). Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam
darah tidak terdeteksi didalam urine sehingga disebut juga dengan ikterus acholuria.
Pada neonatus terutama yang lahir premature peningkatan bilirubin tak larut terjadi
biasanya fisiologis dan sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam proses
penggantian hemoglobin fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh karena hepar
belum matur, dimana aktivitas glukoronosiltransferase masih rendah. Jika ada dugaan
ikterus hemolitik perlu dipastikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin total, bilirubin
indirek, darah rutin, serologi virus hepatitis.
G. Diagnosis
A. Anamnesis
Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
Riwayat inkompatibilitas darah
Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa.
B. Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah
beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan
terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang
kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi
apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Salah satu cara memeriksa derajat
kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan sederhana adalah dengan penilaian
menurut Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat
yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat yang
ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing
tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.
Derajat Ikterus
Daerah Ikterus
Perkiraan kadar
bilirubinI
I
Daerah Kepala
dan leher
5,0 mg %
C. Pemeriksaan laboratorium
III
Badan bawah
tungkai
11,4
mg
resiko tingggihingga
terserang hiperbilirubinemia
berat. Pemeriksaan
tambahan
yang sering
%evaluasi menentukan penyebab ikterus antara lain adalah golongan darah
dilakukan untuk
Pemeriksaan serum bilirubin(direk dan indirek) harus dilakukan pada neonatus yang
mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong
dan Coombs test, darah lengkap dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining G6PD dan
bilirubin direk. Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung
IV
Lengan, kaki
menentukan pilihan
terapi sinar ataulutut.
transfusi tukar
bawah,
12, 4
Tes laboratorium
harus dilakukan pada semua pasien jaundice termasuk serum
mg %
dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga harus diukur untuk
usia bayi
bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan hitung sel darah
lengkap. Hiperbilirubinemia (indirek) tak terkonjugasi terjadi ketika ada peningkatan
V
Telapak tangan
ekskresi bilirubin (kolestasis intrahepatik) atau obstruksi bilier ekstrahepatik menyebabkan
dan kaki
16,0 mg%
hiperbilirubinemia (direk) terkonjugasi mendominasi. Elevasi tertinggi pada bilirubin serum
produksi
bilirubin atau menurunnya ambilan dan konjugasi hepatosit. Kegagalan pada
biasanya ditemukan pada pasien dengan obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya
meluas sampai 15 mg/dL yang diamati. Batu kandung empedu umumnya biasanya
berhubungan dengan peningkatan lebih menengah pada bilirubin serum (4 8 mg/dL). Alkali
fosfatase merupakan penanda yang lebih sensitif pada obstruksi bilier dan mungkin
meningkat terlebih dahulu pada pasien dengan obstruksi bilier parsial.
Pemeriksaan faal hati dapat menentukan apakah ikterus yang timbul disebabkan oleh
gangguan pada sel-sell hati atau disebabkan adanya hambatan pada saluran empedu. Bilirubin
direk meningkat lebih tinggi dari bilirubin indirek lebih mungkin disebabkan oleh sumbatan
saluran empedu dibanding bila bilirubin indirek yang jelas meningkat. Pada keadaan normal
bilirubin tidak dijumpai di dalam urin. Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui
ginjal sedangkan bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu
adanya bilirubin lebih mungkin disebabkan akibat hambatan aliran empedu daripada
kerusakan sel-sel hati. Pemeriksaan feses yang menunjukkan adanya perubahan warna feses
menjadi akolis menunjukkan terhambatnya aliran empedu masuk ke dalam lumen usus
(pigmen tidak dapat mencapai usus. Beberapa jenis pemeriksaan bilirubin yang dapat
dilakukan adalah :
a. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah
tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan
morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum
harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil). Beberapa senter menyarankan
pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2
minggu.
b. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip
memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm.
Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang
diperiksa. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang
amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan
multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan
bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.
Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk
mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan
pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di
Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada
penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4
mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total
Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001),
namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk
mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat
digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB.
Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan
skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan
bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan
skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah
terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.
c. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini
menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin
serum yang rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar
bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini
berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin
menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana
ikterus neonatorum akan lebih terarah. Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan
heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal
Computed
Tomography
(CT)
adalah
pemeriksaan
radiologi
yang
dapat
Fenobarbital
Fenobarbital : dapat mengeksresi bilirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Transfusi Tukar
Tranfusi tukar biasanya dilakukan pada kadar bilirubin serum yang sudah tinggi,
dimana kadar tersebut perlu diturunkan secara cepat, untuk mencegah efek toksisk bagi
organ organ vital khususnya otak (kern ikterus). Tujuan dari tranfusi tukar ini adalah
untuk menurunkan kadar bilirubun dan mengganti darah yang terhemolisis. Indikasi
tranfusi tukar adalah pada keadaan kadar bilirubin indirek 20 mg/dL atau bila sudah tidak
dapat ditangani dengan fototerapi, kenaikan biirubin yang cepat yaitu 0,3 -1 mgz/jam,
anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung, atau bayi dengan kadar Hb tali
pusat 14 mgz dan uji coombs direk positif. Atau pada bayi dengan kadar bilirubin serum
sesuai dengan tabel di atas.
b. Pencegahan
Hiperbilirubin dapat dicegah dan dihentikan peningkatannta dengan cara :
DAFTAR PUSTAKA
-
Perinatologi.
Bandung.
Bagian/SMF
Ilmu
Kesehatan
Anak
FKUP/RSHS. 64-84.
Behrman, Kliegman, Jenson. 2004. Kernicteru. Textbook of Pediatrics. New Yorkl.
103
Buku pelatihan PONEK 2008