You are on page 1of 20

Akulturasi antara Tradisi Lokal, HinduBudha dan Islam di Indonesia

By Youchenky Salahuddin Mayeli on Thursday, December 25, 2014

Keragaman suku bangsa yang tersebar di Nusantara merupakan kondisi objektif yang penting
dan sangat berpengaruh dalam keseluruhan proses penyebaran dan pembentukan tradisi Islam
di Indonesia. Perbedaan suku bangsa itu tidak hanya menyangkut perbedaan bahasa, adat
istiadat, dan sistem sosio-kultural pada umumnya, tetapi juga perbedaan orientasi nilai yang
menyangkut sistem keyakinan dan keragaman masyarakat.
Setiap suku bangsa, selain memiliki kepercayaan lokal masing-masing, juga memiliki sistem
pengetahuan dan cara pandang yang berbeda satu dengan yang lainnya. Masuknya unsur baru
dalam kehidupan tentu saja mendapat reaksi yang berbeda-beda. Adanya hukum adat yang
terbentuk dari tradisi sosial budaya masyarakat setempat merupakan bentuk paling jelas dari
institusi lokal yang mengatur tatanan masyarakat. Berdasarkan pengelompokan yang
diperkenalkan oleh pelopor studi hukum adat, Van Vollenhoven, terdapat Sembilan belas wilayah
hukum adat yang mengisyaratkan agama Islam tersosialisasikan dalam masyarakat yang
memiliki ciri adat tertentu. Interaksi antara hukum Islam dan hukum adat yang tinggi telah ada
sebelum Islam menjadi perdebatan diberbagai daerah. Daerah yang keterkaitannya dengan adat
begitu tinggi dan paling intens menerima proses islamisasi antara lain Aceh, Sumatera Barat,
dan Sulawesi Selatan. Terutama menyangkut persoalan untuk mempertemukan atau
menyelaraskan agama dan adat dalam kehidupan sehari-hari.
Kepercayaan dan tradisi lokal dalam masyarakat yang masih terdapat sisa-sisa tradisi
meghalithikum (adalah kebudayaan yang menghasilkan bangunan-bangunan dari batu besar,
seperti menhir adalah tugu yang melambangkan arwah nenek moyang sehingga menjadi benda
pujaan. Dolmen adalah bentuknya seperti meja batu berkakikan tiang satu dan merupakan
tempat sesaji). Pada dasarnya tertumpu pada keyakinan tentang adanya aturan tetap yang

mengatasi segala yang terjadi dalam alam dunia. Tradisi kepercayaan dan sistem sosial budaya
adalah produk masyarakat lokal dalam menciptakan keteraturan. Seperti tradisi lokal itu adalah
melakukan upacara adat, menghadirkan tata cara menanam dan memanen, melakukan
selamatan serta melakukan upacara peralihan hidup.
Contoh lain tradisi lokal:
Di Tapanuli, kepercayaan lokal dikenal dengan nama parmalim atau agama si Raja Batak. Di
Kepulauwan Mentawai disebut Sabulungan, di Dayak disebut Kaharingan, di Toraja disebut Aluk
to dolo. Di Sulawesi Tengah di sebut Parandangan, di Sumbawa disebut Baramarapu, di Nias
disebut Ono niha. Di Sika (Maumere) disebut Ratu bita bantara. Kepercayaan lokal tersebut
memang berbeda di setiap daerah, hal itu menunjukkan keragaman budaya yang ada di
Indonesia.
Kemudian tadi dijelaskan mengenai kebudayaan megalithikum yang belum disebutkan adalah
ada juga arca-arca (ini mungkin melambangkan nenek moyang mereka dan menjadi pemujaan),
kubur batu (peti mayat dari batu yang keempat sisinya berdindingkan papan-papan batu, alas
dan bidang atasnya juga dari papan batu). Punden berundap-undap (yaitu bangunan pemujaan
yang tersusun berttingkat-tingkat). Pada umumnya kebudayaan megalithikum ini terdapat di
seluruh Indonesia seperti di Sumatera, Bali, Jawa, dan Sulawesi. Di samping itu masyarakat
Jawa telah mengenal cerita wayang dan ini adalah merupakan asli budaya Jawa.
Indonesia sejak zaman neolithikum atau zaman batu muda di mana alat yang dibuat sudah
diasah sehingga menjadi halus dan indah. Dikatakan bahwa sejak zaman Neolithikum bangsa
Indonesia telah mengenal:
1.Cara pertanian padi
2.Mengenal alat pemotong padi
3.Teknik pembuatan batik
4.Peternakan
5.Teknik pembuatan periuk belanga
6.Membuat alat-alat dari logam
7.Pembuatan rumah panggung
8.Mendirikan monument (bangunan pemujaan)
9.Sudah mengenal organisasi pemerintahan secara teratur yang dikepalai Kepala Desa dan
menurut Adat
10.Membuat/menggunakan mata uang.

Perpaduan Tradisi Lokal dengan Hindu-Budha


Telah diketahui bahwa sebelum masuknya pengaruh kebudayaan Hindu-Budha, masyarakat
Indonesia telah memiliki kebudayaan yang telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat.
Kebudayaan asli masyarakat Indonesia tersebut sudah cukup maju. Masuknya budaya HinduBudha membawa perubahan dalam kehidupan budaya masyarakat Indonesia. Unsur
kebudayaan Hindu-Budha yang masuk ke Indonesia lambat laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan Indonesia, tetapi tanpa menghilangkan sifat kebudayaan asli Indonesia. Dengan
demikian, lahirlah kebudayaan baru yang merupakan akulturasi kebudayaan Indonesia dan
Hindu-Budha.
Wujud akulturasi antara kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Hindu-Budha tersebut,
antara lai sebagai berikut:

Sistem Kepercayaan. Sejak zaman prasejarah bangsa Indonesia telah memiliki


kepercayaan berupa pemujaan terhadap roh nenek moyang dan juga kepercayaan terhadap
benda-benda tertentu. Kepercayaan itu disebut animism dan dinamisme. Dengan masuknya
kebudayaan Hindu-Budha ke Indonesia, terjadilah akulturasi. Sebagai contoh, dalam upacara
keagamaan atau pemujaan terhadap para dewa di candi, terlihat pula adanya unsur pemujaan
terhadap roh nenek moyang. Dalam bangunan candi terdapat pripih yang di dalamnya terdapat
benda-benda lambang jasmaniah raja yang membangun candi. Sehingga candi berfungsi
sebagai makam. Di atas pripih terdapat arca dewa yang merupakan perwujudan raja dan pada
puncak candi terdapat lambang para dewa (biasanya berupa gambar teratai pada batu persegi
empat). Jadi, upacara keagamaan atau pemujaan terhadap dewa yang ada pada candi tersebut
pada hakekatnya juga merupakan pemujaan terhadap roh nenek moyang, dan di situlah letak
akulturasinya. Dengan nama yang lain tetapi esensinya adalah pemujaan terhadap roh nenek
moyang.

Filsafat (maknanya secara sederhana alam pikiran, berpikir secara mendalam). Wujud
akulturasi Indonesia dan HinduBudha di bidang filsafat dapat ditemukan dalam cerita wayang.
Isi cerita tersebut mengandung nilai filosofis, yaitu bahwa kebenaran dan kejujuran akan berakhir
dengan kebahagiaan dan kemenangan. Sebaliknya, keserakahan dan kecurangan akan berakhir
dengan kehancuran.

Seni wayang yang sudah popular dalam kehidupan masyarakat Indonesia (khususnya
masyarakat Jawa) bersumber dari cerita Ramayana dan mahabrata yang berasal dari India.
Namun, penampilan wujud tokoh dalam wayang tersebut adalah budaya Indonesia yang antara
daerah satu dan lainnya berbeda. Baik dalam agama Hindu maupun Budha, keduanya
mempercayai adanya hukum karma dan reinkarnasi. Kedua hukum tersebut mengandung
makna filosofis, yaitu bahwa manusia harus berbuat kebaikan, kebenaran, dan kejujuran agar
lepas dari samsara atau penderitaan. Sedangkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sejak
dulu telah berkembang suatu konsep berupa petuah-petuah, nasehat atau pesan yang
mengandung makna filosofis tentang kebenaran, kejujuran dan kebaikan.

Pemerintahan. Sebelum masuknya pengaruh budaya Hindu-Budha, pemerintahan di


Indonesia berlangsung secara demokratis, yaitu untuk menentukan seorang pemimpin (kepala
suku) dilakukan melalui pemilihan. Setelah masuknya budaya Hindu-Budha dikenal sistem
pemerintahan kerajaan yang tidak lagi dipilih secara demokratis, tetapi secara turun temurun.
Namun, dalam perkembangannya sifat pemerintahan demokratis tetap menampakkan kembali
ciri khasnya. Pemerintah kerajaan tetap menerapkan musyawarah dalam mengambil keputusan.

Kekuasaan raja tidak bersifat mutlak seperti di India. Dalam pergantian raja tidak selalu
dilakukan secara turun-temurun. Unsur musyawarah sangat menentukan, terutama bila raja
tidak mempunyai putra mahkota.

Seni Bangunan. Masuknya pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia membawa pengaruh


terhadap seni bangunan, terutama bangunan candi. Jika dilihat dari bentuknya, bangunan candi
selalu bertingkat-tingkat yang terdiri atas kaki candi, tubuh candi, dan puncak candi. Pada candi
Hindu ditemukan pripih yang berisikan lambang jasmaniah raja (yang membuat candi),
kemudian di atasnya terdapat patung dewa dan pada puncaknya terdapat lambang para dewa.
Dengan demikian, jika dilihat dari bentuk bangunannya candi akan mengingatkan kita pada
bangunan punden berundak. Oleh karena itu, pada candi ditemukan unsur Indonesia dan unsur
Hindu-Budha.

Fungsi candi di India adalah sebagai tempat untuk memuja dewa. Di Indonesia, candi
berfungsi sebagai makam dan pemujaan terhadap roh nenek moyang. Hal itu dapat dilihat
dengan lambang jasmaniah raja di dalam pripih, sedangkan arca di atasnya adalah perwujudan
raja yang telah meninggal tersebut.

Seni Rupa. Masuknya kebudayan Hindu-Budha berpengaruh terhadap perkembangan


seni rupa di Indonseia. Contoh, seni hias yang berupa relief pada dinding candi di Indonesia
menunjukkan adanya akulturasi antara budaya Indonesia dan Hindu-Budha. Hiasan relief pada
candi biasanya merupakan suatu cerita yang berhubungan dengan agama.

Relief pada dinding Candi Borobudur seharusnya adalah cerita tentang riwayat Sang
Budha Gautama. Namun, yang digambarkan adalah suasana kehidupan masyarakat Indonesia
karena ditemukannya hiasan gambar perahu bercadik, rumah panggung, dan burung merpati.
Pada Candi Jago di Jawa Timur dijumpai tokoh Punakawan, yaitu orang yang menjadi pengawal
seorang ksatria. Cerita itu hanya ditemukan di Indonesia.

Seni Sastra. Pengaruh seni sastra India juga turut memberi corak dalam seni sastra
Indonesia. Bahasa Sansekerta besar pengaruhnya terhadab sastra Indonesia. Prasasti di
Indonesia, seperti Kutai, Tarumanegara, dan prasasti di Jawa tengah pada umumnya ditulis
dalam bahasa sansekerta dan huruf pallawa. Dalam perkembangan bahasa Indonesia dewasa
ini, pengaruh bahasa sansekerta cukup dominan, terutama dalam istilah pemerintahan. Seperti
kata-kata patih lebet (sebuah jabatan yang mengkordinasi pemerintahan dalam istana). Pada
masa Sultan Agung Titayasa di Banten, patih lebet dijabat oleh Adipati Mandaraka.

Sistem Kalender. Sistem penanggalan (kalender) Hindu-Budha turut berpengaruh dalam


kebudayaan Indonesia, yaitu digunakannya kalender Saka di Indonesia, juga ditemukan
candrasangkala dalam usaha memperingati suatu peristiwa dengan tahun atau kalender Saka.
Tahun Saka dimulai tahun 78 M. Kalender Saka merupakan kalender dari India yang digunakan
di Indonesia. Penggunaan kalender Saka ditemukan dalam prasasti Talang Tuo (adalah prasasti
yang menjelaskan mengenai keberadaan Kerajaan Sriwijaya di Sumatra) yang berangka tahun
606 Saka (686 M). Prasasti tersebut menggunakan huruf pallawa dan bahasa melayu kuno. Dua
contoh prasasti tersebut merupakan wujud akulturasi kebudayaan Indonesia dan Hindu-Budha.

Candrasangkala adalah angka huruf yang berupa susunan kalimat atau gambar. Setiap
kata dalam kalimat tersebut dapat diartikan dengan angka, kemudian dibaca dari belakang maka
akan terbaca tahun Saka. Beberapa gambar harus dapat diartikan ke dalam kalimat.
Contoh tahun candrasangkala adalah sirna ilang kertaning bumi yang artinya:
Sirna : berarti angka 0

Ilang : berarti angka 0


Kertaning : berarti 4
Bumi : berarti 1
Jadi, sirna ilang kertaning bumi dalam tahun Saka adalah 1400 dan sama dengan tahun 1478 M.
Perpaduan Tradisi Lokal, Hindu-Budha, dan Islam di Indonesia
Bersamaan dengan masuk dan berkembangnya agama Islam, berkembang pula kebudayaan
Islam di Indonesia. Unsur kebudayaan Islam itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam
kebudayaan Indonesia tanpa menghilangkan kepribadian Indonesia, sehingga lahirlah
kebudayaan baru yang merupakan akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam. Akulturasi
kebudayaan Indonesia dan Islam itu juga mencakup unsur kebudayaan Hindu-Budha.
Perpaduan kebudayaan Indonesia dan Islam, antara lain dapat dilihat sebagai berikut:

Seni Bangunan. Misalnya bangunan makam. Makam sebagai hasil kebudayaan zaman
Islam mempunyai ciri-ciri perpaduan antara unsur budaya Islam dan unsur budaya sebelumnya,
seperti berikut ini;
Fisik Bangunan. Pada makam Islam sering kita jumpai bangunan kijing atau jirat (bangunan
makam yang terbuat dari tembok batu bata) yang kadang-kadang disertai bangunan rumah
(cungkup) di atasnya. Dalam ajaran Islam tidak ada aturan tentang adanya kijing atau cungkup.
Adanya bangunan tersebut merupakan ciri bangunan candi dalam ajaran Hindu-Budha. Tidak
berbeda dengan candi, makam Islam, terutama makam para raja, biasanya dibuat dengan
megah dan lengkap dengan keluarga dan para pengiringnya. Setiap keluarga dipisahkan oleh
tembok dengan gapura (pintu gerbang) sebagai penghubungnya. Gapura itu belanggam seni
zaman pra-Islam, misalnya ada yang berbentuk kori agung (beratap dan berpintu) dan ada yang
berbentuk candi.
Tata Upacara Pemakaman. Pada tata cara upacara pemakaman terlihat jelas dalam bentuk
upacara dan selamatan sesudah acara pemakaman. Tradisi memasukkan jenazah dalam peti
merupakan unsur tradisi zaman purba (kebudayaan megalithikum yang mengenal kubur batu)
yang hidup terus menerus sampai sekarang. Demikian pula, tradisi penaburan bunga di makam
dan upacara selamatan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, dan seribu hari untuk
memperingati orang yang telah meninggal merupakan unsur Islam dan juga unsur agama HinduBudha. Dan hingga saat ini tetap dilaksanakan oleh sebagian masyarakat Islam.
Penempatan Makam. Dalam penempatan makampun terjadi akulturasi antara kebudayaan lokal,
Hindu-Budha dan Islam. Misalnya, makam terletak di tempat yang lebih tinggi dan dekat dengan
masjid. Contohnya, makam raja-raja Mataram yang terletak di bukit Imogiri dan makam para wali
yang berdekatan dengan masjid. Dalam agama Hindu-Budha makam dalam candi.

Bangunan Masjid. Bangunan masjid merupakan salah satu wujud budaya Islam yang
berfungsi sebagai tempat ibadah. Dalam sejarah Islam, masjid memiliki perkembangan yang
beragam sesuai dengan daerah tempat berkembangnya. Di Indonesia, masjid mempunyai
bentuk khusus yang merupakan perpaduan budaya Islam dengan budaya setempat. Perpaduan
budaya pada bangunan masjid terlihat pada;
Bentuk Bangunan. Bentuk masjid di Indonesia, terutama di pulau Jawa, bentuknya seperti
pendopo (balai atau ruang besar tempat rapat) dengan komposisi ruang yang berbentuk persegi

dan beratap tumpang. Cirri khusus bangunan masjid di Timur Tengah biasanya bagian atapnya
berbentuk kubah, tetapi di Jawa diganti dengan atap tumpang dengan jumlah susunan bertingkat
dua, tiga, dan lima.
Menara. Menara merupakan bangunan kelengkapan masjid yang dibangun menjulang tinggi dan
berfungsi sebagai tempat menyerukan azan, yaitu tanda datangnya waktu shalat. Di Jawa
terdapat bentuk menara yang dibuat seperti candi dengan susunan bata merah dan beratap
tumpang, seperti menara masjid Kudus (Jawa Tengah).
Letak Bangunan. Dalam ajaran Islam, letak bangunanmasjid tidak diatur secara khusus. Namun,
di Indonesia, penempatan masjid khususnya masjid agung, diatur sedemikian rupa sesuai
dengan komposisi mocopat (yaitu masjid ditempatkan di sebelah barat alun-alun), dan dekat
dengan istana (keraton) yang merupakan symbol tempat bersatunya rakyat dengan raja di
bawah pimpinan imam. Selain itu, adanya kentongan atau bedug yang dibunyikan di masjid
Indonesia sebagai pertanda masuknya waktu shalat. Hal itu juga menunjukkan adanya unsur
Indonesia asli. Bedug atau kentongan tidak ditemukan pada masjid di Timur Tengah.

Seni Rupa. Wujud akulturasi kebudayaan Indonesia dan islam pada seni rupa dapat
dilihat pada ukiran bangunan makam. Hiasan pada jirat (batu kubur) yang berupa susunan
bingkai meniru bingkai candi. Pada dinding rumah, makam dan gapura terdapat corak dan
hiasan yang mirip dengan corak dan hiasan yang terdapat pada Pura Ulu Watu dan Pura
Sakenan Duwur di Tuban (Jawa Timur). Salah satu cabang seni rupa yang berkembang pada
awal penyebaran agama Islam di Indonesia adalah seni kaligrafi. Kaligrafi tersebut biasanya
digunakan untuk menghias bangunan makam atau masjid.

Aksara. Akulturasi kebudayaan Indonesia dan Islam dalam hal aksara diwujudkan
dengan berkembangnya tulisan Arab Melayu di Indonesia, yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk
menulis dalam bahasa Melayu. Tulisan Arab Melayu tidak menggunakan tanda a, i, u seperti
lazimnya tulisan Arab. Tulisan Arab Melayu disebut dengan istilah Arab gundul.

Seni Sastra. Kesusastraan pada zaman Islam banyak berkembang di daerah sekitar
selat Malaka (daerah Melayu) dan Jawa. Pengaruh yang kuat dalam karya sastra pada zaman
Islam berasal dari Persia. Misalnya, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Bayan Budiman, dn Cerita
1001 Malam. Di samping itu, pengaruh budaya Hindu-Budha juga terlihat dalam karya sastra
Indonesia. Misalnya, Hikayat Pandawa Lima, Hikayat Sri Rama, Hikayat Kuda Semirang, dan
Syair Panji Semirang.
Cara penulisan karya sastra pada zaman Islam dilakukan dalam bentuk gancaran dan tembang.
Di Jawa, tembang merupakan suatu bentuk yang lazim, tetapi di daerah Melayu, tembang dan
gancaran ada semua. Cerita yang ditulis dalam bentuk gancaran disebut hikayat, sedangkan
cerita yang ditulis dalam bentuk tembang disebut syair. Di daerah Melayu, karya sastra itu ditulis
dengan menggunakan huruf Arab, sedangkan di Jawa, naskah itu ditulis dengan menggunakan
huruf Jawa dan Arab (terutama yang membahas soal keagamaan).

Sistem Pemerintahan. Pengaruh agama Islam di Indonesia juga terjadi dalam bidang
pemerintahan sehingga terjadi akulturasi antara kebudayaan Islam dan kebudyaan pra-Islam.
Sebelum masuknya agama Islam, di Indonesia telah berkembang sistem pemerintahan dalam
bentuk kerajaan. Raja mempunyai kekuasaan besar dan bersifat turun-temurun. Masuknya
pengaruh Islam mengakibatkan perubahan struktur pemerintahan dalam penyebutan raja. Raja

tidak lagi dipanggil maharaja, tetapi diganti dengan julukan sultan atau sunan (susuhunan),
panembahan, dan maulana. Pada umumnya nama raja pun disesuaikan dengan nama Islam
(Arab).
Akulturasi dalam penyebutan nama raja di Jawa lebih kelihatan karena raja tetap memakai nama
Jawa dibelakang gelar sultan, sunan, atau panembahan, seperti Sultan Trenggono. Di samping
itu, juga muncul tradisi baru di Jawa, yaitu pemakaian gelar raja secara turun-temurun,
sedangkan untuk membedakan raja yang satu dengan yang lainnya ditentukan dengan
menambah angka urutan di belakang gelar, seperti Hamengkubuwono I, II, III, dan seterusnya.
Begitu pula, dengan sistem pengangkatan raja pada masa berdirinya kerajaan Islam di
Nusantara tetap tidak mengabaikan cara-cara pengangkatan raja pada masa sebelumnya. Di
Kerajaan Aceh, tata cara pengangkatan raja diatur dalam permufakatan hukum adat.
Catatan tambahan
Di Kerajaan Aceh, tata cara pengangkatan raja diatur dalam permufakatan hukum adat. Tata
cara pengangkatan raja di Kerajaan Aceh adalah raja berdiri di atas tabal (tabuh/beduk yang
dipalu pada ketika meresmikan penobatan raja, mengumumkan penobatan raja), kemudian
disertai ulama sambil membawa al-Quran berdiri di sebelah kanan dan perdana menteri
memegang pedang di sebelah kiri. Di Jawa, pengangkatan raja dilakukan oleh para wali. Raden
Fatah menjadi Sultan Demak dengan permufakatan para wali dan dilakukan di masjid Demak.
Pengangkatan Sultan Hadiwijaya dari Kesultanan Pajang dan Penembahan Senopati dari
Mataram juga tidak terlepas dari peran Wali Sanga. Perbedaan tata cara pengangkatan raja di
setiap daerah menunjukkan bahwa tradisi lokal tetap digunakan.

Sistem Kalender. Wujud akulturasi budaya Indonesia dan Islam dalam sistem kalender
dapat dilihat dengan berkembagnnya sistem kalender Jawa atau Tarikh Jawa. Sistem kalender
tersebut diciptakan oleh Sultan Agung dari Mataram pada tahun 1043 H atau 1643 M. Sebelum
masuknya budaya Islam, masyarakat Jawa telah menggunakan kalender Saka yang dimulai
tahun 78 M. Dalam kalender Jawa, nama bulan adalah Sura, Safar, Mulud, Bakda Mulud,
Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rajab, Ruwah, Pasa, Syawal, Zulkaidah, dan Besar. Nama harinya
adalah Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, dan Ahad yang dilengkapi hari pasaran,
seperti Legi, Pahing, Pon, Wege, dan Kliwon.

Filsafat. Filsafat merupakan disiplin ilmu yang berusaha menjawab masalah-masalah


yang tidak terjawab oleh disiplin ilmu yang lain. Filsafat akan mencari suatu kebenaran yang
hakiki. Dalam mencari kebenaran, umat Islam menggunakan pendekatan tasawuf. Tasawuf
adalah ilmu yang mempelajari tentang orang-orang yang langsung mencari Tuhan karena
terdorong oleh cinta dan rindu terhadap Tuhan. Mereka meninggalkan masyarakat ramai dan
kemewahan dunia serta mendekatkan diri kepada Tuhan dengan seluruh jiwa dan raga mereka.
Para pencari Tuhan itu mengembara ke mana-mana. Mereka dinamakan sufi dan alirannya
dinamakan tasawuf. Bersamaan dengan perkembangan tasawuf, muncul tarekat di Indonesia,
seperti tarekat qadariyah. Tarekat adalah jalan atau cara yang ditempuh oleh kaum sufi untuk
mendekatkan dirinya kepada Allah.
Bentuk akulturasi ilmu tasawuf dengan budaya pra-Islam tampak dalam hal-hal sebagai berikut:

Aliran Kebatinan

Dalam rangka mendekatkan diri kepada Tuhan, muncul usaha mencari Tuhan dari kalangan sufi.
Seperti ajaran manunggaling kawulo gusti yang diajarkan oleh Syeikh Siti Jenar. Ajaran Syeikh
Siti Jenar banyak dipengaruhi oleh unsur budaya pra-Islam. Akibatnya, ia dihukum oleh para
wali, karena dianggap menyesatkan.

Filsafat Jawa
Filsafat Jawa sangat erat sekali hubungannya dengan dunia pewayangan. Oleh karena itu,
dalam penyebaran Islam di pulau Jawa para walimenggunakan wayang sebagai medianya.
Tokoh yang terkenal adalah Sunan Kalijaga.
Perbandingan Konsep Kekuasaan di Kerajaan Hindu-Budha dengan Kerajaan yang
bercorak Islam.
Dalam ajaran Hinduisme dan Budhisme terdapat suatu pandangan yang dikenal sebagai
kosmogoni (asal-usul alam semesta). Dalam konsepsi tersebut manusia mengaggap bahwa
antara dunia manusia dan jagat raya terdapat kesejajaran. Pandangan tersebut memengaruhi
alam pikiran manusia sehingga melahirkan konsepsi tentang hubungan antara manusia dan
jagat raya. Selanjutnya, hal Itu dihubungkan dengan kegiatan politik dan kekuasaan yang
berwujud dalam susunan pemerintahan. Hal itu terjadi juga pada kerajaan yang bercorak HinduBudha yang menganggap raja dan kerajaannya (mikro kosmos) merupakan gambaran nyata dari
jagat raya (makro kosmos).
Menurut pandangan masyarakat pada zaman Hindu-Budha, raja dianggap sebagai orang tokoh
yang diidentikkan dengan dewa. Kekuasaan raja dianggap tidak terbatas. Ia tidak dapat diatur
dengan cara duniawi karena dalam dirinya terdapat kekuatan yang mencerminkan roh dewa
yang mengendalikan kehendak pribadinya. Negara dianggap sebagai citra kerajaan para dewa,
baik dalam aspek material maupun aspek spiritualnya. Raja dan para pegawainya memiliki
kekuasaan dan kekuatan yang sepadan dengan yang dimiliki oleh para dewa. Oleh sebab itu,
apa yang dilakukan raja tidak boleh dibantah oleh siapa pun.
Dalam konsep kekuasaan kerajaan yang bercorak Islam, mengkultuskan raja tidak berlaku
karena dalam ajaran agama Islam kedudukan antara manusia dengan Tuhan sangat berbeda.
Tuhan berada di atas segala-galanya. Ajaran Islam menempatkan raja dalam kedudukan yang
tidak semulia dan seagung pada zaman Hindu-Budha, tetapi sebagai khalifatullah, yaitu sebagai
wakil penguasa di dunia dan akan dimintai pertanggungjawabannya nanti. Manusia yang akan
diangkat sebagai khalifatullah akan mendapat tanda-tanda khusus dari Tuhan dalam bentuk
perlambang tertentu.
Berdasarkan hal tersebut, seorang raja harus memiliki legitimasi (pengesahan) dari Tuhan.
Bentuk legitimasi itu oleh orang Jawa disebut wahyu atau cahaya nubuwat atau pulung.
Seseorang yang mendapat wahyu dari Tuhan berupa pulung keraton atau kekuatan suci, ia akan
menjadi penguasa tanah Jawa. Selain itu, seorang raja harus memiliki perlambang yang
mempunyai kekuatan magis.
Dalam kitab Babad Tanah Jawi, dikisahkan bahwa takhta Kerajaan Majapahit sebelum
diserahkan kepada Raden Patah harus terlebih dahulu diduduki (dilungguhi) oleh Sunan Giri
selama empat puluh hari sebagai syarat untuk menolak bala. Perlambang lainnya yang
menunjukkan kekuatan magis adalah alat gamelan berupa gong. Di Kerajaan Banjar, tanda yang

berkekuatan magis berupa payung, keris, umbul-umbul, mahkota dan gamelan. Di Ternate,
benda yang dianggap mempunyai kekuatan magis, antara lain mahkota kereta keranjang,
paying, bendera, keris dan pedang.
Penghapusan konsep dewa raja pada zaman islam tidak mengurangi tuntutan pokok, yaitu
kekuasaan raja yang menyeluruh dan mutlak atas seluruh rakyat. Sultan sebagai seorang raja
yang berkuasa atas rakyatnya dianggap dapat menghubungkan mereka dengan alam gaib. Hal
itu dapat dilihat dalam tradisi pemberian gelar pangeran (susuhunan, panembahan) kepada
seorang sultan atau raja. Karena raja menduduki posisi sentral, seluruh aparat pemerintahan
merupakan perpanjangan kekuasaan raja. Kekuatan apapun yang mungkin dimiliki oleh para
pejabat diyakini diperoleh dari raja.
Jadi, baik dalam kerajaan-kerajaan Hindu-Budha maupun Islam, konsepsi magis-religius
memainkan peran yang menentukan, tidak hanya dalam melegitimasi kekuasaan raja, tetai juga
dalam menjelaskan peranan orang yang memerintah dan yang diperintah serta hubungan antara
raja dan rakyatnya.
Rangkuman:

Perpadun antara tradisi lokal dengan kebudayaan Hindu-Budha terlihat pada sistem
kepercayaan, filsafat, pemerintahan, seni bangunan, seni rupa, seni sastra, dan sistem kalender.

Perpaduan antara tradisi lokal, Hindu-Budha, dan Islam terlihat pada seni bangunan
seperti makam dan masjid, seni rupa, aksara, seni sastra, sistem pemerintahan, sistem kalender,
dan filsafat seperti aliran kebatinan serta filsafat jawa.

Dalam hal kekuasaan raja, ajaran Hindu-Budha sangat mengagungkan kedudukan


seorang raja, sedangkan ajaran islam tidak. Karena dalam ajaran agama Islam, semua manusia
di mata Tuhan memiliki kedudukan yang sama atauyang membedakannya hanya karena
taqwanya.
Daftar Rujukan:
1.Hamka. Sejarah Umat Islam. Pustaka Nasional, 1997.
2.Khan, Ong Hok. Dari Soal Priyayi sampai Nyi Biorong. Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2002.
3.Sulistyo, Basuki. Mitos Bubuksah Kajian-Kajian Struktural dan Maknanya. Yogyakarta, Balai
Arkeologi Depdiknas, 2000.
4.Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam. Rajawali Press, 2000.

Contoh Akulturasi Budaya


AKULTURASI BUDAYA Diindonesia
PERPADUAN TRADISI LOKAL, HINDU - BUDHA DAN ISLAM DI BERBAGAI DAERAH DI
INDONESIA

Standar Kompetensi
Menganalisis perjalanan bangsa Indonesia pada masa negara-negara tradisional
Kompetensi dasar
Menganalisis proses interaksi antara tradisi lokal, Hindu - Budha dan Islam di Indonesia.
Indikator :
Mengidentifikasi perpaduan tradisi lokal, Hindu - Budha, dan Islam dalam institusi sosial masyarakat
di berbagai daerah.
Menganalisis proses percampuran kepercayaan lokal, Hindu - Budha, dan Islam dalam kehidupan
keagamaan masyarakat di kerajaan-kerajaan bercorak Islam.
Menganalisis prorses pencampuran arsitek lokal, Hindu -_Budha, dan Islam di berbagai wilayah
Indonesia

Nilai Tradisi Lokal


Membahas Nilai-nilai tradisi lokal bangsa Indonesia, berarti kita membahas perkembangan
kebudayaan Indonesia. Bangsa Indonesia sudah memiliki budaya asli sebagai berikut,
Sistem Astronomi
Sistem Kemasyarakatan
Sistem Macapat
Kesenian Wayang
Kesenian Gamelan
Kesenian Batik dan Tenun
Teknologi Pengecoran Logam
Sistem perdagangan dan Pelayaran
Juga memiliki sistem kepercayaan yang melukiskan kebudayaan Megalithikum seperti :
- Menhir
- Kubur batu
- Sarkofagus
- Dolmen
- Punden berundak
PERPADUAN TRADISI LOKAL DENGAN TRADISI HINDU-BUDHA
Kedatangan agama (budaya). Hindu-Budha banyak membawa perubahan dalam perkembangan
budaya Indonesia. Terlihat pada wujud akulturasi budaya meliputi :
Seni Bangunan
Candi
Terdiri dari unsur Indonesia, yaitu Punden Berundak, sedang unsur India adalah Stupa
Yupa dari Kutai.
Unsur Indonesia asli adalah Menhir, sedang unsur India Prasasti dan tiang untuk
menambatkan binatang kurban.
Lingga dan Yoni (lambang kesuburan)
Unsur India adalah Lingga Yoni sedang unsur Indonesia asli adalah Alu dan Lumpang.
Seni Rupa dan Seni Ukir
Bisa dilihat pada relief yang dipahatkan pada dinding candi :
Misal : - Pada dinding langkan Candi Borobudur dipahatkan riwayat sang Budha.
- Pada dinding Candi Prambanan dipahatkan cerita Ramayana.

Seni Sastra (Prosa dan Tembang / Puisi)


Berdasarkan isinya kesusastraan dikelompokkan menjadi 3 :
Tutur (pitutur = kitab keagamaan)
Kitab Hukum
Wiracarita (kepahlawanan)
Filsafat
Penduduk Indonesia sudah sejak masa prasejarah percaya adanya kehidupan sesudah mati yaitu
sebagai roh halus. Kehidupan roh halus memiliki kekuatan, oleh sebab itu roh nenek moyang dipuja
orang yang masih hidup. Setelah pengaruh India masuk, hal ini tidak punah. Misal : fungsi candi
sebagai makam raja atau penyimpan abu jenazah raja.
Sistem Pemerintahan
Salah satu bukti akulturasi dalam bidang pemerintahan, yaitu berdirinya Kerajaan, misalnya
seorang raja yang sebelumnya adalah kepala suku, harus berwibawa dan dipandang memiliki
kekuatan gaib sehingga raja terasa selalu dekat.
Sistem Kepercayaan
Setelah masuk dan berkembangnya agama Hindu - Budha, maka terjadi pula akulturasi
kepercayaan. Pada masa prasejarah, kepercayaan utama masyarakat Indonesia adalah pemujaan
roh nenek moyang dengan sarana pemujaan beruapa Menhir, dolmen dan Punden Berundak.
Sistem Kalender
Pada zaman prasejarah, masyarakat Indonesia telah mengenal astronomi yang digunakan untuk
kepentingan praktis, misal untuk menentukan letak bintang sehingga mengetahui arah angin pada
waktu berlayar dan kapan mengadakan kegiatan pertanian.
PERPADUAN TRADISI LOKAL (PRA ISLAM) DENGAN TRADISI ISLAM
Masa Pra Islam (menjelang Islam masuk ke Indonesia) tradisi yang berkembang adalah pengaruh
Hindu - Budha sedangkan pada Islam masuk maka perpaduan tradisi terjadi pengaruh Islam mulai
masuk ke segala aspek kehidupan bentuk akulturasi yang terjadi sebagai berikut :
NON FISIK
Yaitu yang tidak berwujud kebendaan, tetapi berupa adat - isti adat, nilai-nilai atau tradisi lain yang
berkembang di masyarakat. Contoh :
- Upacara Sekaten
Peninggalan sejarah yang bercorak Islam dalam bentuk seni pertunjukan adalah perayaan Garebek
Besar dan Garebek Maulud (perayaan Sekaten). Perayaan Garebek Besar dan Garebek Maulud
dilakukan di Demak, Surakarta, Yogyakarta, Cirebon, Banten, dan Aceh. Di Yogyakarta, Surakarta,
dan Cirebon perayaan Maulud disebut Sekaten.
Istilah sekaten berasal dari kata syahadatain, pengakuan percaya kepada ajaran agama Islam,
tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad SAW adalah Rasul-Nya.
Sekaten diperkenalkan oleh Raden Patah di Demak pada abad ke-16. Pada saat itu orang Jawa
beralih memeluk agama Islam dengan mengucapkan shahadatain. Oleh karena itu, penggunaan
nama sekaten pada perayaan tersebut menjadi terkenal. Perayaan Sekaten kemudian diteruskan
oleh sultan-sultan berikutnya sehingga menjadi perayaan tahunan. Pada perayaan ini seluruh pusaka
kerajaan Yogyakarta dan Surakarta dibersihkan dalam upacara penyucian khusus. Selain itu, sultan
membagikan berkah berupa lima jenis nasi yang dibentuk seperti gunung. Kelima macam nasi
tersebut mewakili jagad atau dunia orang Jawa.

Dari peninggalan budaya Sekaten, cobalah cari dan sebutkan bagian-bagian yang merupakan
bentuk budaya lokal, HinduBudha dan Islam!
- Ziarah Ke Makam
Ziarah bagi sebagian masyarakat Indonesia sudah mentradisi. Ziarah berasal dari bahasa Arab,
artinya mengunjungi. Istilah ziarah disebut juga dengan sowan (mengunjungi) dan nyekar
(meletakkan bunga di atas makam). Ziarah dipercaya dapat membawa berkah dunia dan akhirat.
Ziarah biasanya dilakukan di makam keluarga, makam wali, makam tokoh penting agama, makam
raja, atau di makam tokoh penting masyarakat lainnya. Orang melakukan ziarah dengan tujuan
berbeda-beda, misalnya untuk mendapatkan anugerah dengan memuja roh nenek moyang,
mensyukuri kebesaran Tuhan, mengingatkan tentang akhirat, menghormati orang yang telah
meninggal, atau melanggengkan hubungan antara orang hidup dan yang telah mati. Tradisi ziarah
dipengaruhi oleh kebudayaan Indonesia lama (kebudayaan lokal) dan kebudayaan HinduBudha
berupa tradisi pemujaan terhadap arwah nenek moyang.
FISIK
Seni Bangunan (arsitektur)
Asli Indonesia : atap tingkat, prondasi kuat, bentuk bujur sangkar, serambi depan, dan samping, parit
depan dan samping.
Makam
Asli Indonesia : bentuk gugusan cungkup
Islam : bertulis Arab dan kaligrafi,
contoh : makam Putri Suwari dari Gresik, Makam Sendang Duwur Tuban.
Masjid
Bentuk akulturasi bangunan masjid :
Atap tumpang : Masjid Agung Cirebon, Ketangka di Sulawesi, Masjid Angke Tambura Jakarta,
Masjid Demak, Masjid Baiturrahman Aceh, Masjid Agung Banten.
Bentuk bujur sangkar, ada serambi baik depan maupun samping.
Ada menara masjid dan beratap kubah.
Menara Masjid
Menara Masjid Kudus berbentuk candi
Seni Rupa
Relief
Kaligrafi
Seni Sastra
Hikayat yaitu cerita atau dongeng belaka, contoh : Hikayat Amir Hamzah, Bayan Budiman, Cerita
1001 malam.
Babad yaitu : Hikayat yang digubah dalam cerita sejarah, contoh : Babad Tanah Jawi, Babad
Cirebon, Babad Mataram, Babad Surakarta.
Suluk yaitu kitab yang berisi tasawuf, contoh : Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk
PENDIDIKAN | Diposkan oleh Muh. Rifqi Fauzi di Rabu, Agustus 05, 2009

AKULTURASI

BUDAYA

PERKEMBANGAN
Fakta

HINDU-BUDHA-ISLAM

TRADISI

HINDU-BUDHA

tentang

Proses

di

INDONESIA

DI

INDONESIA

Interaksi

Masyarakat

Indonesia sebagai daerah yang dilalui jalur perdagangan memungkinkan bagi para
pedagang India untuk sungguh tinggal di kota pelabuhan-pelabuhan di Indonesia guna
menunggu musim yang baik. Mereka pun melakukan interaksi dengan penduduk
setempat di luar hubungan dagang. Masuknya pengaruh budaya dan agama HinduBudha

di

Indonesia

1.

dapat

dibedakan

Periode

Awal

atas

periode

(Abad

sebagai
V-XI

berikut.
M)

Pada periode ini, unsur Hindu-Budha lebih kuat dan lebih terasa serta menonjol sedang
unsur/ ciri-ciri kebudayaan Indonesia terdesak. Terlihat dengan banyak ditemukannya
patung-patung dewa Brahma, Wisnu, Siwa, dan Budha di kerajaan-kerajaan seperti Kutai,
Tarumanegara

dan

2.

Tengah

Periode

Mataram

(Abad

Kuno.

XI-XVI

M)

Pada periode ini unsur Hindu-Budha dan Indonesia berimbang. Hal tersebut disebabkan
karena unsur Hindu-Budha melemah sedangkan unsur Indonesia kembali menonjol
sehingga keberadaan ini menyebabkan munculnya sinkretisme (perpaduan dua atau
lebih aliran). Hal ini terlihat pada peninggalan zaman kerajaaan Jawa Timur seperti
Singasari, Kediri, dan Majapahit. Di Jawa Timur lahir aliran Tantrayana yaitu suatu aliran
religi yang merupakan sinkretisme antara kepercayaan Indonesia asli dengan agama
Hindu-Budha.
Raja bukan sekedar pemimpin tetapi merupakan keturunan para dewa. Candi bukan
hanya
3.

rumah
Periode

dewa

tetapi
Akhir

juga
(Abad

makam

leluhur.
XVI-sekarang)

Pada periode ini, unsur Indonesia lebih kuat dibandingkan dengan periode sebelumnya,
sedangkan unsur Hindu-Budha semakin surut karena perkembangan politik ekonomi di
India. Di Bali kita dapat melihat bahwa Candi yang menjadi pura tidak hanya untuk
memuja dewa. Roh nenek moyang dalam bentuk Meru Sang Hyang Widhi Wasa dalam
agama Hindu sebagai manifestasi Ketuhanan Yang Maha Esa. Upacara Ngaben sebagai
objek pariwisata dan sastra lebih banyak yang berasal dari Bali bukan lagi dari India.
AKULTURASI
Masuknya budaya Hindu-Budha di Indonesia menyebabkan munculnya Akulturasi.
Akulturasi merupakan perpaduan 2 budaya dimana kedua unsur kebudayaan bertemu
dapat hidup berdampingan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur
asli dari kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan Hindu-Budha yang masuk di Indonesia

tidak diterima begitu saja melainkan melalui proses pengolahan dan penyesuaian
dengan kondisi kehidupan masyarakat Indonesia tanpa menghilangkan unsur-unsur asli.
Hal

ini

disebabkan

karena:

1. Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar-dasar kebudayaan yang cukup tinggi


sehingga masuknya kebudayaan asing ke Indonesia menambah perbendaharaan
kebudayaan

Indonesia.

2. Kecakapan istimewa yang dimiliki bangsa Indonesia atau local genius merupakan
kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan mengolah
unsur-unsur

tersebut

sesuai

dengan

kepribadian

bangsa

Indonesia.

Pengaruh kebudayaan Hindu hanya bersifat melengkapi kebudayaan yang telah ada di
Indonesia. Perpaduan budaya Hindu-Budha melahirkan akulturasi yang masih terpelihara
sampai

sekarang.

Akulturasi

tersebut

merupakan

hasil

dari

proses

pengolahan

kebudayaan asing sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Hasil akulturasi tersebut


tampak

pada.

1.

Bidang

Sosial

Setelah masuknya agama Hindu terjadi perubahan dalam tatanan sosial masyarakat
Indonesia. Hal ini tampak dengan dikenalnya pembagian masyarakat atas kasta.

2.

Ekonomi

Dalam ekonomi tidak begitu besar pengaruhnya pada masyarakat Indonesia. Hal ini
disebabkan karena masyarakat telah mengenal pelayaran dan perdagangan jauh
sebelum

masuknya

3.

pengaruh

Hindu-Budha

di

Sistem

Indonesia.

Pemerintahan

Sebelum masuknya Hindu-Budha di Indonesia dikenal sistem pemerintahan oleh kepala


suku yang dipilih karena memiliki kelebihan tertentu jika dibandingkan anggota kelompok
lainnya. Ketika pengaruh Hindu-Budha masuk maka berdiri Kerajaan yang dipimpin oleh
seorang raja yang berkuasa secara turun-temurun. Raja dianggap sebagai keturuanan
dari dewa yang memiliki kekuatan, dihormati, dan dipuja. Sehingga memperkuat
kedudukannya untuk memerintah wilayah kerajaan secara turun temurun. Serta
meninggalkan

sistem

pemerintahan

kepala

suku.

4.

Bidang

Pendidikan

Masuknya Hindu-Budha juga mempengaruhi kehidupan masyarakat Indonesia dalam


bidang pendidikan. Sebab sebelumnya masyarakat Indonesia belum mengenal tulisan.
Namun dengan masuknya Hindu-Budha, sebagian masyarakat Indonesia mulai mengenal
budaya

baca

Bukti

pengaruh

dan

dalam

pendidikan

di

tulis.
Indonesia

yaitu

Dengan digunakannya bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa dalam kehidupan


sebagian masyarakat Indonesia. Bahasa tersebut terutama digunakan di kalangan
pendeta dan bangsawan kerajaan. Telah mulai digunakan bahasa Kawi, bahasa Jawa
Kuno, dan bahasa Bali Kuno yang merupakan turunan dari bahasa Sansekerta.
Telah dikenal juga sistem pendidikan berasrama (ashram) dan didirikan sekolah-sekolah
khusus untuk mempelajari agama Hindu-Budha. Sistem pendidikan tersebut kemudian
diadaptasi dan dikembangkan sebagai sistem pendidikan yang banyak diterapkan di
berbagai

kerajaan

di

Indonesia.

Bukti lain tampak dengan lahirnya banyak karya sastra bermutu tinggi yang
merupakan

interpretasi

Empu

Sedah

Empu

kisah-kisah
dan

Kanwa

Empu

Panuluh

dengan

Tantular

Hindu-Budha.
karyanya

karyanya

dengan

Prapanca

Empu

budaya

dengan

dengan

Dharmaja

Empu

dalam

Bharatayudha

Arjuna

karyanya
karyanya

dengan

Contoh

Wiwaha
Smaradhana

Negarakertagama

karyanya

Sutasoma.

Pengaruh Hindu Budha nampak pula pada berkembangnya ajaran budi pekerti
berlandaskan ajaran agama Hindu-Budha. Pendidikan tersebut menekankan kasih
sayang, kedamaian dan sikap saling menghargai sesama manusia mulai dikenal dan
diamalkan

oleh

sebagian

masyarakat

Indonesia

saat

ini.

Para pendeta awalnya datang ke Indonesia untuk memberikan pendidikan dan


pengajaran mengenai agama Hindu kepada rakyat Indonesia. Mereka datang karena
berawal dari hubungan dagang. Para pendeta tersebut kemudian mendirikan tempattempat pendidikan yang dikenal dengan pasraman. Di tempat inilah rakyat mendapat
pengajaran. Karena pendidikan tersebut maka muncul tokoh-tokoh masyarakat Hindu
yang

memiliki

pengetahuan

lebih

dan

menghasilkan

berbagai

karya

sastra.

Rakyat Indonesia yang telah memperoleh pendidikan tersebut kemudian menyebarkan


pada yang lainnya. Sebagian dari mereka ada yang pergi ke tempat asal agama tersebut.
Untuk menambah ilmu pengetahuan dan melakukan ziarah. Sekembalinya dari sana
mereka menyebarkan agama menggunakan bahasa sendiri sehingga dapat dengan
mudah

diterima

oleh

masyarakat

asal.

Agama Budha tampak bahwa pada masa dulu telah terdapat guru besar agama Budha,
seperti di Sriwijaya ada Dharmakirti, Sakyakirti, Dharmapala. Bahkan raja Balaputra dewa
mendirikan asrama khusus untuk pendidikan para pelajar sebelum menuntut ilmu di
Benggala

(India)

5.

Kepercayaan

Sebelum masuk pengaruh Hindu-Budha ke Indonesia, bangsa Indonesia mengenal dan


memiliki kepercayaan yaitu pemujaan terhadap roh nenek moyang (animisme dan
dinamisme). Masuknya agama Hindu-Budha mendorong masyarakat Indonesia mulai
menganut agama Hindu-Budha walaupun tidak meninggalkan kepercayaan asli seperti
pemujaan terhadap arwah nenek moyang dan dewa-dewa alam. Telah terjadi semacam
sinkritisme yaitu penyatuaan paham-paham lama seperti animisme, dinamisme,
totemisme

dalam

keagamaan

Contoh

Hindu-Budha.
:

Di Jawa Timur berkembang aliran Tantrayana seperti yang dilakukan Kertanegara dari
Singasari yang merupakan penjelmaaan Siwa. Kepercayaan terhadap roh leluhur masih
terwujud dalam upacara kematian dengan mengandakan kenduri 3 hari, 7 hari, 40 hari,
100 hari, 1 tahun, 2 tahun dan 1000 hari, serta masih banyak hal-hal yang dilakukan oleh
masyarakat

6.

Jawa.

Seni

dan

Budaya

Pengaruh kesenian India terhadap kesenian Indonesia terlihat jelas pada bidang-bidang
dibawah

ini:

Seni

Bangunan

Seni bangunan tampak pada bangunan candi sebagai wujud percampuran antara seni
asli bangsa Indonesia dengan seni Hindu-Budha. Candi merupakan bentuk perwujudan
akulturasi budaya bangsa Indonesia dengan India. Candi merupakan hasil bangunan
zaman megalitikum yaitu bangunan punden berundak-undak yang mendapat pengaruh
Hindu Budha. Contohnya candi Borobudur. Pada candi disertai pula berbagai macam
benda yang ikut dikubur yang disebut bekal kubur sehingga candi juga berfungsi sebagai
makam bukan semata-mata sebagai rumah dewa. Sedangkan candi Budha, hanya jadi
tempat pemujaan dewa tidak terdapat peti pripih dan abu jenazah ditanam di sekitar
candi

Seni

dalam

bangunan

stupa.

Rupa

Seni

rupa

tampak

berupa

patung

dan

relief.

Patung dapat kita lihat pada penemuan patung Budha berlanggam Gandara di Bangun
Kutai. Serta patung Budha berlanggam Amarawati di Sikending (Sulawesi Selatan). Selain
patung terdapat pula relief-relief pada dinding candi seperti pada Candi Borobudur
ditemukan

relief

cerita

Seni

sang

Budha

serta

Sastra

Periode

awal

di

Jawa

suasana

alam

Indonesia.

dan

Tengah

pengaruh

Aksara

sastra

Hindu

cukup

kuat.

Periode tengah bangsa Indonesia mulai melakukan penyaduran atas karya India.
Contohnya: Kitab Bharatayudha merupakan gubahan Mahabarata oleh Mpu Sedah dan
Panuluh. Isi ceritanya tentang peperangan selama 18 hari antara Pandawa melawan
Kurawa. Para ahli berpendapat bahwa isi sebenarnya merupakan perebutan kekuasaan
dalam

keluarga

raja-raja

Kediri.

Prasasti-prasasti yang ada ditulis dalam bahasa Sansekerta dan Huruf Pallawa. Bahasa
Sansekerta banyak digunakan pada kitab-kitab kuno/Sastra India. Mengalami akulturasi
dengan bahasa Jawa melahirkan bahasa Jawa Kuno dengan aksara Pallawa yang
dimodifikasi sesuai dengan pengertian dan selera Jawa sehingga menjadi aksara Jawa
Kuno dan Bali Kuno. Perkembangannya menjadi aksara Jawa sekarang serta aksara Bali.
Di

kerajaan

Sriwijaya

huruf

7.

Pallawa

berkembang

menjadi

huruf

Bidang

Nagari.

Teknologi

Masyarakat Indonesia dari sebelum masuknya agama Hindu-Budha sebenarnya sudah


memiliki budaya yang cukup tinggi. Dengan masuknya pengaruh budaya Hindu-Budha di
Indonesia semakin mempertinggi teknologi yang sudah dimiliki bangsa Indonesia
sebelumnya. Pengaruh Hindu-Budha terhadap perkembangan teknologi masyarakat
Indonesia

terlihat

dalam

bidang

kemaritiman,

bangunan

dan

pertanian.

Perkembangan kemaritiman terlihat dengan semakin banyaknya kota-kota pelabuhan,


ekspedisi pelayaran dan perdagangan antar negara. Selain itu, bangsa Indonesia yang
awalnya baru dapat membuat sampan sebagai alat transportasi kemudian mulai dapat
membuat

perahu

bercadik.

Perpaduan antara pengetahuan dan teknologi dari India dengan Indonesia terlihat pula
pada pembuatan dan pendirian bangunan candi baik candi dari agama Hindu maupun
Budha.

Bangunan candi merupakan hasil karya ahli-ahli bangunan agama Hindu-Budha yang
memiliki nilai budaya yang sangat tinggi. Selain itu terlihat dalam penulisan prasastiprasastri pada batu-batu besar yang membutuhkan keahlian, pengetahuan, dan teknik
penulisan yang tinggi. Pengetahuan dan perkenalan teknologi yang tinggi dilakukan
secara

turun-temurun

dari

satu

generasi

ke

generasi

selanjutnya.

Dalam bidang pertanian, tampak dengan adanya pengelolaan sistem irigasi yang baik
mulai diperkenalkan dan berkembang pada zaman masuknya Hindu-Budha di Indonesia.
Tampak pada relief candi yang menggambarkan teknologi irigasi pada zaman Majapahit.

8.

Sistem

Kalender

Diadopsi dari sistem kalender/penanggalan India. Hal ini terlihat dengan adanya :
Penggunaan tahun Saka di Indonesia. Tercipta kalender dengan sebutan tahun Saka
yang dimulai tahun 78 M (merupakan tahun Matahari, tahun Samsiah) pada waktu raja
Kanishka I dinobatkan jumlah hari dalam 1 tahun ada 365 hari. Oleh orang Bali, tahun
Saka tidak didasarkan pada sistem Surya Pramana tetapi sistem Chandra Pramana
(tahun Bulan, tahun Kamariah) dalam 1 tahun ada 354 hari. Musim panas jatuh pada hari
yang sama dalam bulan Maret dimana matahari, bumi, bulan ada pada garis lurus. Hari
tersebut

dirayakan

sebagai

Hari

Raya

Nyepi.

Ditemukan Candrasangkala/ Kronogram ada dalam rangka memperingati peristiwa


dengan tahun/ kalender saka. Candrasangkala adalah angka huruf berupa susunan
kalimat/ gambaran kata. Bila berupa gambar harus diartikan dalam bentuk kalimat.
Seni

Seni

Ukir

Ukir

Islam

disebut

Kaligrafi,

yang

dapat

dipahatkan

pada

Contoh

kayu.
:

Kaligrafi/ukiran yang dipahatkan pada dinding depan Masjid Mantingan, Jepara

Di

Pahatan

Masjid

Cirebon

terdapat

berupa

gambar

pahatan

tersebut

berbentuk

harimau

disebut

Arabesk

SENI
Tampak
Karya

SASTRA
pada

karya

sastra

sastra

di

Selat

Malaka

yang

dan

Pulau

Jawa.

berkembang:

1. Suluk,yaitu karya sastra yang berisi ajaran-ajaran tasawuf. Contoh : Suluk Sukrasa,

Suluk

Wujil

2. Hikayat, yaitu dongeng atau cerita rakyat yang sudah ada sebeluym masuknya Islam.

Contoh:

Hikayat

Amir

Hamzah,

Hikayat

Panji

Semirang

3. Babad, yaitu kisah sejarah yang terkadang memuat silsilah para raja suatu kerajaan
Islam

Contoh:

Babad

tanah

Jawi,

Babd

Cirebon,

Babad

Ranggalawe

SISTEM

PEMERINTAHAN

Digunakan

aturan-aturan

Indonesia.

Raja

Islam

dalam

pemerintahan

Terbukti

Mataram

Islam

kerajaan-kerajaan

dengan

awalnya

bergelar

adanya

Sunan/Susuhunan,

Islam

di
:

artinya

dijunjung

Raja akan diberi Gelar Sultan jika telah diangkat atas persetujuan khalifah yang
memerintah

di

Terdapat

gelar

Timur

lain

yaitu

Tengah

Panembahan,

Maulana.

SOSIAL

Mulai

dikenal

Tidak

Tidak

sistem

mengenal

mengenal

adanya

perbedaan

gologan

demokrasi

sistem

dalam

kasta

masyarakat

FILSAFAT
Setelah Islam lahir berkembanglah Ilmu filsafat yang berfungsi untuk mendukung
pendalaman

Abad

agama

M,

lahir

Islam.

dasar-dasar

Ilmu

Fikih

Fikih, merupakan ilmu yang mempelajari hukum dan peraturan yang mengatur hak
dan

kewajiban

umat

Islam

terhadap

Tuhan

dan

sesama

manusia.

Dengan Fikih diharapkan umat Islam dapat hidup sesuai dengan kaidah Islam.

Abad

ke-10

M,

lahir

dasar-dasar

Ilmu

Qalam

dan

Tasawuf

Qalam, merupakan ajaran pokok Islam tentang keesaan Tuhan, Ilmu teologi/Ilmu
ketuhanan/

Ilmu

Tauhid.

Asal mula lahirnya tasawuf karena pencarian Allah karena kecintaan dan kerinduan
pada

Tasawuf kemudian berkembang menjadi aliran kepercayaan.

Allah.

You might also like