You are on page 1of 7

Sindroma Steven-Johnson Akibat Penggunaan Polifarmasi pada Penderita

Epilepsi Sekunder
Laporan Kasus
Abstrak
Steven-Johnson Syndrome (SSJ) merupakan suatu reaksi mukokutaneus akut yang
mengancam jiwa dan ditandai oleh nekrosis ekstensif dari epidermis. Kelainan yang ditemukan
yaitu erupsi vesikulobulosa, stomatitis erosif dan konjungtivitis disertai gejala umum berat.
Tulisan ini melaporkan kasus seorang anak laki-laki berusia 12 tahun dengan riwayat menderita
epilepsi sekunder yang diakibatkan oleh riwayat menderita ensefalitis dan mendapat polifarmasi
yaitu anti-epilepsi, antibiotika dan antipiretika. Setelah penghentian obat-obat tersebut dan
pemberian kortikosteroid, lesi di tubuh pasien mengalami perbaikan dan dinyatakan sembuh
pada perawatan hari ke-13.
Pendahuluan
Sindroma Steven-Johnson (SSJ) merupakan

penyakit epidermal necrolysis. Karakteristik

suatu

akut yang

epidermal necrolysis (EN) adalah apoptosis

mengancam jiwa dan ditandai oleh nekrosis

keratinosit dan pengelupasan epidermis

ekstensif dari epidermis. Kelainan yang

sehingga area dermis terpapar lingkungan

ditemukan

vesikulobulosa,

luar, serupa dengan luka bakar. NET dan

stomatitis erosif dan konjungtivitis disertai

SSJ dibedakan berdasarkan luas perlukaan

gejala umum berat.

tubuh yang terlibat. Karakteristik SSJ adalah

reaksi mukokutaneus

SSJ

yaitu

erupsi

adalah

langka

pengelupasan kulit kurang dari 10% total

dengan angka insidensi 1 6 kasus per 1

body surface area (TBSA), sedangkan lebih

juta orang per tahun. Insidensi NET

dari

dilaporkan adalah 0,4 1,2 kejadian tiap 1

Nekrolisis yang melibatkan 10% - 30%

juta orang/tahun, dengan kasus tersering

TBSA

terjadi pada usia > 40 tahun.

overlaping. Etiologi dan patofisiologi EN

Kesamaan

gangguan

gambaran

klinis,

30%

TBSA terlibat

didefinisikan

pada

sebagai

NET.

SSJ-NET

belum diketahui secara jelas, namun faktor

histopatologis, etiologi akibat obat, dan

genetik

mekanisme,

hipersensitivitas terhadap obat merupakan

membuat

SSJ

dan

NET

dikelompokkan menjadi satu kelompok

yang

berpengaruh

faktor yang paling banyak diteliti.

terhadap

Berikut dilaporkan kasus pasien


dengan Sindroma Steven Johnson dengan

berupa amoksisilin dan parasetamol yang


diminum 3 kali sehari.

riwayat menderita epilepsi sekunder.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan

Ilustrasi Kasus

kesadaran pasien kompos mentis dan tanda

Seorang anak laki-laki, berusia 12 tahun

vital pasien berada dalam batas normal. Dari

datang diantar keluarga ke RSUP Sanglah

pemeriksaan mata tampak adanya hiperemi

dengan keluhan bercak merah di dada,

kedua konjungtiva bulbi dengan sekret

wajah dan lengan atas sejak 6 hari sebelum

serous yang banyak. Status interna dalam

masuk rumah sakit. Bercak ini dikatakan

batas normal.

tidak gatal dan

selanjutnya menyebar ke

Status lokalis kulit di daerah wajah,

lengan bawah, punggung dan kedua kaki. Di

dada, punggung, ekstrimitas atas dan bawah

beberapa bagian tubuh bercak juga disertai

ditemukan

kulit yang melepuh serta timbul gelembung-

multiple dengan ukuran bervariasi dari 1x2

gelembung berisi cairan.

hingga 3x4 cm, Nickolsky sign positif pada

adanya

makula

dan

bulla

Pasien juga dikeluhkan dengan mata

pemeriksaan lesi, di beberapa lokasi tampak

merah disertai air mata yang banyak sejak 3

bulla sudah pecah sehingga terbentuk erosi

hari sebelum masuk rumah sakit.

yang tertutup krusta. Sedangkan di daerah

Pasien

juga

dikeluhkan

dengan

mukosa bibir dan glan penis didapatkan

adanya bercak merah dan luka pada bibir

erosi

sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

tertutup oleh krusta kehitaman.

Kumpulan keluhan seperti ini baru


pertama

kali

dirasakan

Adanya

riwayat

alergi

oleh

keluarga.

terhadap

obat

dengan

bentuk

Pemeriksaan

geografika
penunjang

yang
yang

dilakukan diantaranya pemeriksaan darah


lengkap, kimia darah, dan urine lengkap.

sebelumnya tidak diketahui. Adanya riwayat

Dari

atopi pada keluarga disangkal.

adanya peningkatan jumlah limfosit yaitu

Pasien memiliki riwayat epilepsi dan


mendapat

pengobatan terakhir dengan

karbamazepine
memiliki riwayat

pemeriksaan

tersebut

ditemukan

19,7 x 103/mL. Nilai parameter lain berada


dalam batas normal.

2x100 mg. Pasien juga

Pasien didiagnosis dengan Sindroma

menderita demam dan

Steven Johnson et causa suspek obat

batuk 8 hari sebelum masuk rumah sakit

karbamazepine,

yang kemudian diberikan obat oleh dokter

parasetamol.

Pasien

amoksisilin
dirawat

dan
inap

dan

dilakukan penghentian administrasi obat

batuk 8 hari sebelum masuk rumah sakit

yang dicurigai sebagai penyebab.

yang kemudian diberikan obat oleh dokter

Pasien mendapat terapi cairan NaCl


0,9% 20 tetes per menit, deksametason

berupa amoksisilin dan parasetamol yang


diminum 3 kali sehari.

intravena 2 x 10 mg per hari dan gentamisin


SSJ sering dihubungkan dengan

intravena 2 x 80 mg per hari. Untuk lesi


kulit pasien dirawat dengan kompres terbuka
dengan NaCl 0,9% 4-5 kali sehari dan
diberikan hidrokortison 2,5% pada lesi.
Untuk perawatan lesi pada mata, pasien
diberikan Cendo Xytrol 2 x 2 tetes per hari
di kedua mata, yang diberikan oleh TS

reaksi

hipersensitivitas

tipe

II

(reaksi

sitotoksik) menurut Coomb dan Gel. Gejala


klinis atau gejala reaksi bergantung kepada
sel sasaran (target cell). Sasaran utama SSJ
dan NET ialah pada kulit berupa destruksi
keratinosit. Pada alergi obat akan terjadi
aktivitas sel T, termasuk CD4 dan CD8, IL-5

Opthalmology.

meningkat, juga sitokin-sitokin lain. CD4


terutama terdapat di dermis, CD8 di

Diskusi
Beragam jenis erupsi kulit dapat
timbul oleh karena adanya reaksi tubuh
terhadap obat-obatan maupun substansi
lainnya. Erupsi mulai dari urtikaria yang
ringan hingga erupsi bulosa luas yang dapat
mengancam jiwa penderita.
SSJ

merupakan

epidermis.
MHC-II.

setengah dari total kasus, tidak ada etiologi


spesifik yang telah diidentifikasi.
pengobatan terakhir dengan

memiliki riwayat

2x100 mg. Pasien juga


menderita demam dan

karena

proses

kulit sehingga terjadi :


fungsi

kulit

yang

menyebabkan kehilangan cairan.


2. Stres hormonal diikuti peningkatan
resisitensi

terhadap

insulin,

hiperglikemia dan glukosuria.


3. Kegagalan termoregulasi.
4. Kegagalan fungsi imun.
5. Infeksi.

Pasien memiliki riwayat epilepsi dan


karbamazepine

Oleh

hipersensitivitas, maka terjadi kerusakan

imun yang disebabkan oleh obat-obatan,


infeksi virus dan keganasan. Sampai dengan

epidermis

mengekspresikan ICAM-1, ICAM-2 dan

1. Kegagalan
kelainan

hipersensitivitas yang dimediasi kompleks

mendapat

Keratinosit

SSJ dan NET biasanya mulai dengan


gejala prodromal berkisar antara 1-14 hari
berupa demam, malaise, batuk, muntah,
pegal

otot

dan

atralgia

yang

sangat

bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi

dan selanjutnya menyebar ke lengan bawah,

gejala tersebut. Kemudian pasien mengalami

punggung dan kedua kaki. Di beberapa

ruam datar berwarna merah pada muka dan

bagian tubuh bercak juga disertai kulit yang

batang tubuh, sering kali kemudian meluas

melepuh serta timbul gelembung-gelembung

ke seluruh tubuh dengan pola yang tidak

berisi cairan.

rata. Daerah ruam membesar dan meluas,

Pasien juga dikeluhkan dengan mata

sering membentuk lepuh pada tengahnya.

merah disertai air mata yang banyak sejak 3

Kulit lepuh sangat longgar, dan mudah

hari sebelum masuk rumah sakit.

dilepas bila digosok. Secara khas, proses

Pasien

juga

dikeluhkan

dengan

penyakit dimulai dengan infeksi nonspesifik

adanya bercak merah dan luka pada bibir

saluran napas atas.

sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.

Lesi

mukokutaneus

berkembang

Kumpulan keluhan seperti ini baru

cepat. Kelompok lesi yang berkembang akan

pertama

kali

bertahan dari 2-4 minggu. Lesi tersebut

Adanya

riwayat

bersifat nonpruritik. Riwayat demam atau

sebelumnya tidak diketahui. Adanya riwayat

perburukan lokal harus dipikirkan ke arah

atopi pada keluarga disangkal.

superinfeksi,

demam

dilaporkan

terjadi

sampai 85% dari seluruh kasus.

dirasakan
alergi

oleh

keluarga.

terhadap

obat

Dari pemeriksaan fisik didapatkan


kesadaran pasien kompos mentis dan tanda

Gejala pada membran mukosa oral

vital pasien berada dalam batas normal. Dari

dapat cukup berat sehingga pasien tidak

pemeriksaan mata tampak adanya hiperemi

dapat makan dan minum. Pasien dengan

kedua konjungtiva bulbi dengan sekret

gejala genitourinari dapat memberi keluhan

serous yang banyak. Status interna dalam

disuria. Riwayat penyakit SSJ atau eritema

batas normal.

multiforme dapat ditemukan. Rekurensi


dapat

terjadi

apabila

agen

yang

Status lokalis kulit di daerah wajah,


dada, punggung, ekstrimitas atas dan bawah

menyebabkan tidak tereliminasi atau pasien

ditemukan

adanya

makula

dan

bulla

mengalami pajanan kembali.

multiple dengan ukuran bervariasi dari 1x2

Pada kasus ini pasien dikeluhkan

hingga 3x4 cm, Nickolsky sign positif pada

dengan bercak merah di dada, wajah dan

pemeriksaan lesi, di beberapa lokasi tampak

lengan atas sejak 6 hari sebelum masuk

bulla sudah pecah sehingga terbentuk erosi

rumah sakit. Bercak ini dikatakan tidak gatal

yang tertutup krusta. Sedangkan di daerah

mukosa bibir dan glan penis didapatkan

intravena 2 x 80 mg per hari. Untuk lesi

erosi

kulit pasien dirawat dengan kompres terbuka

dengan

bentuk

geografika

yang

tertutup oleh krusta kehitaman.

dengan NaCl 0,9% 4-5 kali sehari dan

Terapi pada pasien NET/SSJ terbagi

diberikan hidrokortison 2,5% pada lesi.

menjadi terapi simtomatis atau suportif dan

Untuk perawatan lesi pada mata, pasien

terapi spesifik. Terapi suportif bertujuan

diberikan Cendo Xytrol 2 x 2 tetes per hari

menjaga keseimbangan hemodinamik dan

di kedua mata, yang diberikan oleh TS

mencegah komplikasi berbahaya. Nekrosis

Opthalmology.

dan pengelupasan epidermis menyebabkan

Komplikasi awal yang mengenai

hilangnya cairan tubuh secara signifikan.

mata dapat timbul dalam hitungan jam

Wolff et al (2007) menyarankan terapi

sampai hari, dengan ditandai timbulnya

cairan pada NET sesuai dengan terapi cairan

konjungtivitis yang bersamaan pada kedua

pada luka bakar derajat tiga, sedangkan

mata.

Valeyrie-Allanore et al (2008) menyebutkan

konjungtiva

bahwa akibat tidak adanya edema interstisial

pseudomembran

pada NET seperti yang terjadi pada luka

membranosa, yang dapat mengakibatkan

bakar, maka terapi cairan yang dibutuhkan

sikatrik konjungtivitis. Pada komplilasi yang

biasanya lebih sedikit dari terapi cairan yang

lebih lanjut dapat menimbulkan perlukaan

dibutuhkan pasien luka bakar dengan derajat

pada palpebra yang mendorong terjadinya

yang sama.

ektropion,

Penggunaan kortikosteroid sistemik

Akibat

adanya

perlukaan

dapat

menyebabkan

atau

konjungtivitis

entropion,

lagoftalmus.

di

trikriasis

Penyembuhan

konjungtiva

masih kontroversial tetapi mungkin berguna

meninggalkan

jika diberikan dalam dosis tinggi pada fase

berakibat simblefaron dan ankyloblefaron.

awal penyakit. Morbiditas dan mortalitas

Fase terakhir pada

dapat

dengan

meningkat dari hanya berupa pemaparan

penggunaan kortikosteroid. Imunoglobulin

kornea sampai terjadinya keratitis epitelial

IV telah dijabarkan sebagai terapi dan

pungtata, defek epitelial yang rekuren,

profilaksis.

hingga timbulnya pembuluh darah baru

meningkat

berhubungan

perlukaan

dan

yang

dapat

komplikasi kornea

Pasien mendapat terapi cairan NaCl

(neovaskularisasi pada kornea) yang dapat

0,9% 20 tetes per menit, deksametason

berujung pada kebutaan. Peradangan atau

intravena 2 x 10 mg per hari dan gentamisin

infeksi

yang

tak

terkontrol

akan

mengakibatkan terjadinya perforasi kornea,

6. Harr Thomas & French Lars E. 2010.

endoftalmitis dan panoftalmitis yang pada

Toxic

Epidermal

Necrolysis

and

akhirnya harus dilakukan eviserasi dan

Stevens-Johnson Syndrome Orphanet

enukleasi bola mata.

Journal of Rare Disease 5:39, p. 3.


7. Ilyas, S. Sindrom Steven Johnson. In

Daftar Pustaka

Ilmu Penyakit Mata. 3rd edition. Fakultas

1. Abood Gerard J., Nickoloff Brian J.,

Kedokteran

Gamelli Richard L. 2008. Treatment

Universitas

Indonesia.

Jakarta. 2004. Hal 135-136.

Strategies in Toxic Epidermal Necrolysis

8. Irwin Richard S., & Rippe James M.

Syndrome: Where Are We At? Journal

2008. Burn Management, dalam: Irwin

of Burn Care and Research Volume 29,

and Rippes Intensive Care Medicine,

Number1,

6th Edition. Lippincott Williams and

January/February

2008,

American Burn Association.

Wilkins. p. (e-book).

2. Adithan C. Stevens-Johnson Syndrome.

9. Sjamsuhidrajat, R & de Jong, Wim.

In: Drug Alert. Volume 2. Issue 1.

2005. Buku ajar Ilmu Bedah, Edisi ke-2.

Departement of Pharmacology. JIPMER.

Jakarta: EGC.

India. 2006. Access on: June 3, 2007.


Available at: www.jipmer.edu
3. Brunicardi, Charles, et al.

Claude. 2008. Epidermal Necrolysis


2008.

Schuatzs Principles of Surgery, 6th


Edition. Mcgraw-Hill companies.
4. Fauci, et al. 2008. Harrisons Principles
of Internal Medicine, 17th Edition. The
5. Fritz, David A. 2008. Burn and Smoke
Inhalation, dalam: Current Diagnosis
and Treatment Emergency Medicine, 6th
Lange

Medical

(Stevens-Johnson Syndrome and Toxic


Epidermal

Necrolysis)

dalam:

Fizpatricks Dermatology in General


Medicine. The McGraw-Hill Companies.
p. 350.

McGraw-Hill Companies.

Edition.

10. Valeyrie-Allanore, L & Roujeau, Jean

Book

Mcgraw-Hill Companies. p. (e-book).

11. Wolff Klause, Johnson Richard Allen,


Suurmond

Dick.

2007.

Fizpatricks

Color Atlas & Sinopsis of Clinical


Dermatomogy, 5th Edition, e-book. The
McGraw-Hill Companies.

You might also like