You are on page 1of 9

POSITIVISME

Sejalan dengan ajaran filsafat Auguste Comte yang dikenal sebagai bapak
Sosiologi, logico positivisme yang juga digagas oleh dirinya, merupakan model
epistemologi yang di dalamnya terdapat langkah-langkah progresinya menempuh
jalan melalui observasi, eksperimentasi dan komparasi mendapatkan apresiasi
yang berlebihan sehingga model ini juga mulai dikembangkan dalam penelitian
ilmu-ilmu sosial. Dari sinilah muncul tiga paradigma penelitian penting yang
kemudian kita kenal dengan paradigma positivisme, post-positivisme dan
konstruktivisme. Pada kesempatan kali ini, Makalah hanya akan memaparkan
pemahaman tentang positivisme saja.
Dalam paradigma ilmu, ilmuwan telah mengembangkan sejumlah
perangkat keyakinan dasar yang mereka gunakan dalam mengungkapkan hakikat
ilmu yang sebenarnya dan bagaimana cara untuk mendapatkannya. Tradisi
pengungkapan ilmu ini telah ada sejak adanya manusia, namun secara sistematis
dimulai sejak abad ke-17, ketika Descartes (1596-1650) dan para penerusnya
mengembangkan cara pandang positivisme, yang memperoleh sukses besar
sebagaimana terlihat pengaruhnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dewasa ini. Paradigma ilmu pada dasarnya berisi jawaban atas
pertanyaan fundamental proses keilmuan manusia, yakni bagaimana, apa, dan
untuk apa. Tiga pertanyaan dasar itu kemudian dirumuskan menjadi beberapa
dimensi.
a. Dimensi ontologis, pertanyaan yang harus dijawab oleh seorang ilmuwan
adalah: Apa sebenarnya hakikat dari sesuatu yang dapat diketahui (knowable),
atau apa sebenarnya hakikat dari suatu realitas (reality). Dengan demikian dimensi
yang dipertanyakan adalah hal yang nyata (what is nature of reality?).
b. Dimensi epistemologis, pertanyaan yang harus dijawab oleh seorang ilmuwan
adalah: Apa sebenarnya hakikat hubungan antara pencari ilmu (inquirer) dan
objek yang ditemukan (know atau knowable)?
c. Dimensi aksiologis, yang dipermasalahkan adalah peran nilai-nilai dalam suatu
kegiatan penelitian.

d. Dimensi retorik yang dipermasalahkan adalah bahasa yang digunakan dalam


penelitian.
e. Dimensi metodologis, seorang ilmuwan harus menjawab pertanyaan:
bagaimana cara atau metodologi yang dipakai seseorang dalam menemukan
kebenaran suatu ilmu pengetahuan?
Jawaban terhadap kelima dimensi pertanyaan ini, akan menemukan posisi
paradigma ilmu untuk menentukan paradigma apa yang akan dikembangkan
seseorang dalam kegiatan keilmuan.
Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling awal
muncul dalam dunia ilmu pengetahuan. Keyakinan dasar aliran ini berakar dari
paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas ada (exist) dalam
kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Dengan kata
lain, Positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menolak aktifitas yang
berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi, semua
didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini menolak adanya spekulasi
teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti yang
diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai
kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan
pengetahuan empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat
menjadi pengetahuan. Istilah ini digunakan pertama kali oleh Saint Simon (sekitar
tahhun 1825). Positivisme berakar pada empirisme. Prinsip filosofik tentang
positivisme dikembangkan pertama kali oleh empirist Francis Bacon. Tesis
positivisme adalah : bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan valid, dan
fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi obyek pengetahuan. Dalam
perkembangannya ada tiga positivisme, yaitu positivisme sosial, positivisme
evolusioner dan positivisme kritis.
a. Positivisme sosial
Ia merupakan penjabaran lebih jauh dari kebutuhan masyarakat dan
sejarah. August Comte dan John Stuart Mill merupakan tokoh utama positivisme
ini. Sedangkan para perintisnya adalah Saint Simon dan penulis-penulis sosialistik

dan utilitarian; yang karya karyanya juga dekat tokoh besar dalam ekonomi :
Thomas Maltrus dan David Ricardo.
b. Filsafat posivitistik Auguste Comte
Filsafat positivistik Comte ini tampil dalam studinya tentang sejarah
perkembangan alam piker manusia, matematika bukan ilmu namun merupakan
alat berpikir logik. Ia terkenal dengan penjenjangan sejarah perkembangan alam
fikir manusia yaitu : teologik, metaphisik dan positif. Pada jenjang teologik
manusia memandang bahwa segala sesuatu itu hidup dengan kemauan dan
kehidupan seperti dirinya, jenjang ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu: tahap
animisme atau fetishisme, yang memandang bahwa pada setiap benda itu
memiliki kemauannya sendiri. Kedua tahap polytheisme yang memandang
sejumlah dewa menampilkan kemauannya pada sejumlah obyek dan ketiga, tahap
monotheisme yang memandang bahwa ada satu Tuhan yang menampilkan
kemauannya pada beragam obyek. Pada jenjang alam berfikir metaphisik
abstraksi kemauan pribadi berubah menjadi abstraksi tentang sebab dan kekuatan
alam semesta. Pada jenjang positif, alam berfikir mengadakan pencarian pada
ilmu absolut, mencari kemauan terakhir atau sebab utama, ilmu yang pertama
menurut Comte adalah astronomi, lalu fisika lalu kimia dan akhirnya biologi.
c. Metodologi A. Comte
Alat penelitian yang pertama menurut Comte adalah observasi, tindak
mengamati sekaligus menghubungkan dengan sesuatu hukum yang hipothetik
diperbolehkan oleh Comte. Itu merupakan kreasi simultan observasi dengan
hukum dan merupakan lingkaran yang tak berujung. Eksperimentasi menjadi
metode yang kedua menurut Comte yaitu suatu proses reguler phenomena dapat
diintervensi dengan sesuatu yang lain. Komparasi dipakai untuk hal-hal yang
lebih kompleks seperti biologi dan sosiologi.
d. Sosiologi A. Comte
Comte-lah yang pertama kali menggunakan istilah sosiologi untuk
menggantikan istilah phisique sociale dari Quetelet. Ia membedakan antara social
statics dan social dynamic. Pembedaan itu hanyalah untuk tujuan analisis,
keduanya menganalisa fakta sosial yang sama, hanya dengan tujuan yang berbeda.

Yang pertama menelaah fungsi jenjang-jenjang peradaban, yang kedua menelaah


perubahan-perubahan jenjang tersebut.
e. Bentham dan Mill
Tokoh semasa dengan Comte yang juga memberi landasan positivisme
adalah Jeremy Bentham dan James Mill, menurut keduanya ilmu yang valid
adalah ilmu yang dilandaskan pada fakta. Ethik tradisional yang dilandaskan pada
moral diganti dengan ethik pada motif perilaku pada kepatuhan manusia pada
aturan. Mill menolak absolut dari agama. Mill berpendapat bahwa kebebasan
manusia itu bagaikan a secrad fortress (benteng suci) yang aman dari penyusupan
otoritas apapun, wawasan yang menjadi marak pada akhir abad 20-an ini.
f. Positivisme Evolusioner
Hal ini berangkat dari phisika dan biologi dan digunakan doktrin evolusi
biologik.
g. Herbert Spencer
Konsepnya diilhami oleh konsep evolusi biologik, dalam konsepnya,
evolusi merupakan proses dari sederhana ke kompleks, pengetahuan manusia
menurut dia terbatas pada kawasan phenomena. Agama yang otentik mengungkap
kawasan yang penuh misteri, yang tak diketahui, yang tak terbatas, hal mana yang
phenomena tunduk kepada misteri.
h. Haeckel dan Monisme
Agama sering melihat materi dan ruh sebagai dua yang dualisme, Hackel
berpendapat bahwa hal dan kesadaran itu menampilkan sifat yang berbeda, tetapi
mengenai substansi yang satu, monistik. Berbeda dengan Lambrosso yang
berpendapat bahwa perilaku criminal bersifat positivistic biologic deterministic.
Wilhelm Wundt penganut positivism evolusioner menampilkan teori paralelisme
psikhophisik, menentang monism materialistic Lombrosso.
i. Positivisme kritis
Pada akhir abad XIX positivisme menampilkan bentuk lebih kritis dalam
karya-karya Ernst Mach dan Richard Avenarius dan lebih dikenal sebagai
empiriocritisisme. Fakta menjadi satusatunya jenis unsur untuk membangun
realitas. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi,
walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan

oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya
Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.
Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi,
walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan
oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya
Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer. Dalam
perkembangannya, positivisme mengalami perombakan dibeberapa sisi, hingga
munculah aliran pemikiran yang bernama Positivisme Logis yang tentunya di
pelopori oleh tokoh-tokoh yang berasal dari Lingkaran Wina. Positivisme logis
adalah aliran pemikiran dalam filsafat yang membatasi pikirannya pada segala hal
yang dapat dibuktikan dengan pengamatan atau pada analisis definisi dan relasi
antara istilah-istilah. Fungsi analisis ini mengurangi metafisika dan meneliti
struktur logis pengetahuan ilmiah. Tujuan dari pembahasan ini adalah menentukan
isi konsep-konsep dan pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diverifikasi
secara empiris.
Tujuan akhir dari penelitian yang dilakukan pada positivisme logis ini
adalah untuk mengorganisasikan kembali pengetahuan ilmiah di dalam suatu
sistem yang dikenal dengan kesatuan ilmu yang juga akan menghilangkan
perbedaan-perbedaan antara ilmu-ilmu yang terpisah. Logika dan matematika
dianggap sebagai ilmu-ilmu formal.
Positivisme berusaha menjelaskan pengetahuan ilmiah berkenaan dengan
tiga komponen yaitu bahasa teoritis, bahasa observasional dan kaidah-kaidah
korespondensi

yang

mengakaitkan

keduanya.

Tekanan

positivistik

menggarisbawahi penegasannya bahwa hanya bahasa observasional yang


menyatakan informasi faktual, sementara pernyataan-pernyataan dalam bahasa
teoritis tidak mempunyai arti faktual sampai pernyataan-pernyataan itu
diterjemahkan

ke

dalam

bahasa

observasional

dengan

kaidah-kaidah

korespondensi.
Auguste Comte (1798-1857) sering disebut Bapak Positivisme karena
aliran filsafat yang didirikannya tersebut. Positivisme adalah nyata, tidak khayal.
Ia menolak metafisika dan teologik. Jadi menurut dia ilmu pengetahuan harus
nyata dan bermanfaat serta diarahkan untuk mencapai kemajuan. Metode positif

Auguste Comte menepatkan akal (rasio) pada tempat yang sangat penting. Dalam
usaha untuk memecahkan suatu masalah yang ada dimasyarakat kelompok ini
berusaha mengetahui (lewat penelitian) penyebab terjadinya masalah tersebut
untuk selanjutnya diusahakan penyelesaiannya dengan azaz positivisme.
Singkatnya,

Metode

Positivisme

(August

Comte;

1798-1857)

berpangkal kepada apa yang telah diketahui, yang aktual atau yang positif.
Mengabaikan segala uraian atau persoalan di luar yang ada sebagai fakta,
menolak metafisika, sehingga dalam filsafat ilmu dibatasi hanya pada segala
yg tampak atau gejala-gejala saja.
KAIDAH KEBENARAN ILMIAH
Penelitian adalah sebuah proses kegiatan yang bertujuan untuk
mengetahui sesuatu secara teliti, kritis dalam mencari fakta-fakta dengan
menggunakan langkah-langkah tertentu. Keinginan untuk mengetahui sesuatu
tersebut secara teliti, muncul karena adanya suatu masalah yang membutuhkan
jawaban yang benar. Berbagai alasan yang menjadi sebab munculnya sebuah
penelitian. Misalnya, mengapa lalu lintas di Ibukota Jakarta sering macet?,
mengapa disiplin karyawan/pegawai rendah?, mengapa prestasi siswa rendah?,
mengapa kualitas pelayanan rendah?, mengapa kepuasan masyarakat terhadap
kinerja instansi pemerintah rendah?. Fokus perhatian dalam suatu penelitian
adalah masalah yang dituangkan dalam pertanyaan penelitian, masalah yang
muncul dalam pikiran peneliti berdasarkan penelaahan situasi yang meragukan (a
perplexing situation). Diantara berbagai alasan, mengapa kita membutuhkan
jawaban yang benar dari sejumlah permasalahan tersebut adalah karena (1)
permasalahan tersebut dirasakan saat ini, dan (2) dirasakan oleh banyak orang.
Oleh karena itu, agar jawaban yang kita peroleh tersebut baik, maka
diperlukan proses berpikir yang sesuai dengan kaidah-kaidah ilmiah.
Berpikir adalah menyusun kata-kata menjadi saling berhubungan
satu sama lain. Berpikir juga berarti menghubungkan suatu fenomena
dengan fenomena lainnya dalam pikiran. Ada berbagai macam cara seseorang
berpikir. Diantaranya adalah berpikir analitik dan berpikir sintetik. Berpikir

analitik berarti menghubungkan satu objek dengan objek lainnya yang merupakan
kemestian bagi objek yang pertama. Seperti misalnya, air dengan basah.
Setiap air memiliki sifat basah. Sedangkan cara berpikir sintetik, berarti
menghubungkan satu objek dengan objek lainnya yang bukan merupakan
kemestian bagi objek yang pertama. Semacam "rambut" dan "basah". Sifat
"basah" merupakan kemestian bagi "air" tapi bukan kemestian bagi "rambut".
Seseorang yang berkata, "rambutku basah", berarti dia telah berpikir dengan cara
sintetik. Cara berpikir lainnya adalah deduktif dan induktif. Deduksi berasal dari
bahasa Inggris deduction yang berarti penarikan kesimpulan dari keadaan-keadaan
yang umum, menemukan yang khusus dari yang umum.

Dengan demikian

deduksi adalah cara berpikir dimana dari pernyataan yang bersifat umum
ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif
biasanya mempergunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus
disusun dari dua buah pernyataan dan sebuah kesimpulan. Sedangkan induktif
adalah suatu upaya membangun teori berdasarkan data dan fakta yang ada di
lapangan. Berpikir secara induktif merupakan suatu cara berpikir dengan
mendasarkan pada pengalaman yang berulang. Bisa juga merupakan sebuah
kumpulan fakta yang berserakan yang kemudian kita cari kesesuaian diantara
fakta-fakta tersebut sehingga masing masing fakta memiliki keterkaitan satu sama
lain. Dengan demikian berpikir secara induktif merupakan suatu rekayasa dari
berbagai macam kasus yang unik atau khusus yang kemudian dikembangkan
menjadi suatu penalaran tunggal yang menggabungkan kasus-kasus khusus
tersebut kedalam suatu bentuk pemahaman yang umum. Hukum yang
disimpulkan difenomena yang diselidiki berlaku bagi fenomena sejenis yang
belum diteliti (generalisasi).
Metodologi penelitian yang baik akan menghasilkan paradigma yang baru
dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Hasil pemikiran paradigma selalu tidak
mencukupi dan terbuka untuk perubahan selanjutnya. Dengan kata lain hasil
pemikiran melalui perubahan paradigma akan selalu bersifat relative, hal ini
bergantung pada data dan fakta yang diperoleh dari dunia nyata yang kemudian
dianalisis menurut kaidah-kaidah ilmiah.

Kaidah ilmiah yang dimaksud adalah dengan melakukan penelitian


(research). Penelitian atau research berasal dari kata re yang berarti kembali
dan search yang berarti mencari, apabila digabung menjadi research, maka
artinya menjadi mencari kembali. Apa yang dicari kembali ?. Yang dicari adalah
sesuatu yang hilang. Hilang yang dimaksud adalah sesuatu yang tidak ada dari
sejumlah yang seharusnya ada. Jika yang seharusnya ada itu berjumlah seratus,
tetapi yang ada hanya delapan puluh, maka yang jadi pertanyaan, ke mana
yang dua puluhnya lagi. Inilah yang akan kita cari.
Kaidah atau sifat berpikir Ilmiah yaitu sebagai berikut:
1. Skeptis. Selalu mempertanyakan suatu kebenaran (teori) yg ada.
2. Analitis. Selalu mencari hubunganhubungan dari sesuatu yg diamati.
3. Kritis. Memberikan justifikasi atau penafsiran dan pertimbangan terhadap
temuan atau mungkin kesalahan dari hasil kajian sebelumnya.
Sedangkan Pendekatan Berpikir Ilmiah yaitu sebagai berikut:
1. Cara berpikir deduktif. Dari pernyataan (konklusi) yg berlaku secara umum
kemudian ditarik konklusi secara khusus.
2. Cara berpikir induktif. Untuk memperoleh konklusi yg bersifat umum
bertolak dari fakta-fakta yg bersifat khusus.
Alat untuk mencapai pengetahuan tersebut dinamakan syllogisme, atau
argumentasi yg terdiri dari 3 proposisi (pernyataan yg menolak/membenarkan
suatu keadaan) yang terdiri atas : (1) premis (asumsi/ dasar argumentasi) mayor
atau minor, (2)premis minor, (3) konklusi.
Beberapa karakteristik dari penelitian ilmiah, yaitu:
1.Objektif. Prosedur harus jelas. Keobyektifan penelitian ilmiah berhubungan
erat dengan fakta-fakta dari hasil prediksi sebelumnya.
2.Empiris. Berkaitan erat dengan dunia dan dapat diukur. Kalaupun ada peristiwa
abstrak, seyogyanya didefinisikan secara operasional,
3.Sistematis. Terkait dengan penelitian sebelumnya. Harus mengacu studi-studi
sebelumnya, membantu upaya mengidentifikasi luasnya masalah dan faktor-faktor
penting yang relevan dengan studi. Dalam mengkaji literatur dan pelaksanaannya
konsisten dan teratur.

4.Prediktif. Ilmu pengetahuan berhubungan dgn kondisi sekarang dan mendatang.


Teori/model digunakan untuk meramal perilaku masa mendatang. Suatu teori
yang baik memiliki daya prediksi yg tinggi
Kadar ilmiah suatu penelitian dilihat dari segi:
1. kemampuannya memberikan pengertian yg jelas (understanding) tentang
masalah yang diteliti,
2. kemampuannya untuk meramalkan (prediction), artinya sampai dimana
kesimpulan yang dicapai bila data yang sama ditemukan di tempat lain atau di lain
waktu. Karena keterbatasan manusia, pada dasarnya kebenaran ilmiah bersifat
relatif karena apa yang dimaksud benar tergantung dari sudut mana kita
melihatnya. Meskipun kebenaran ilmiah bersifat relatif tapi kita harus yakin
bahwa ada kebenaran yang hakiki atau kebenaran mutlak tentang alam
semesta ini. Untuk itulah kita perlu ilmu untuk memperoleh kebenaran yang
hakiki tersebut.

You might also like