Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
II.1.
Definisi
Delirium adalah suatu keadaan yang ditandai dengan adanya gangguan
kesadaran yang terjadi secara akut yang disertai dengan kurangnya daya perhatian
maupun perubahan fungsi kognitif dan gangguan fungsi persepsi. Delirium bukan
merupakan suatu penyakit, melainkan manifestasi klinis dari suatu keadaan
mental yang abnormal yang bersifat sementara dan biasanya terjadi secara
mendadak,
dimana
penderita
mengalami
penurunan
kemampuan
dalam
infark
cerebri,
Syok
CHF (Congestif heart failure).
Cardiac aritmia.
Anemia
Infeksi
(benzodiazepine),
Kortikosteroid Antihipertensif
Histamine-2
blocker
(cimetidine),
(methyldopa,reserpine), Antiparkinson
(levodopa)
4. Penyebab lainnya :
1. Lingkungan yang tidak nyaman bagi pasien demensia menjadi pencetus
delirium
2. Retensio urin, gangguan tidur, perubahan lingkungan.
II.3.
Epidemiologi
Angka kejadian delirium di Amerika Serikat cukup banyak yaitu sekitar
14-56 % dari seluruh pasien lansia yang dirawat. Delirium dijumpai pada 10-22 %
penderita lansia saat awal masuk rumah sakit, dan meningkat 10-30 % setelah
perawatan di rumah sakit. Delirium juga banyak didapat pada pasien yang dirawat
di ICU (Intensive Care Units) yaitu sekitar 40% dari seluruh pasien ICU.
Sebanyak 80% pasien delirium berkembang menjadi kritis.5
Pasien yang menderita delirium mempunyai rasio mortalitas sebesar 10-26
%. Delirium umumnya dapat mengenai semua usia, namun kejadian terbanyak
dialami oleh pasien lansia. Pasien lansia dan pasien yang selesai menjalani operasi
mengakibatkan lama rawat inap yang lebih lama, meningkatknya komplikasi,
meningkatknya biaya pengobatan, dan kelumpuhan jangka panjang.6
II.4.
Patofisiologi
Tanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan neuronal,
biasanya melibatkan area di korteks serebri dan reticular activating system. Dua
mekanisme yang terlibat langsung dalam terjadinya delirium adalah pelepasan
neurotransmiter yang berlebihan (kolinergik muskarinik dan dopamin) serta
jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang berlebih dari neuron kolinergik
muskarinik pada reticular activating system, korteks, dan hipokampus berperan
pada gangguan fungsi kognisi (disorientasi, berpikir konkrit, dan inattention)
dalam delirium. Peningkatan pelepasan dopamin serta pengambilan kembali
dopamin yang berkurang misalnya pada peningkatan stress metabolik. Adanya
peningkatan dopamin yang abnormal ini dapat bersifat neurotoksik melalui
produksi oksiradikal dan pelepasan glutamat, suatu neurotransmiter eksitasi.
Adanya gangguan neurotransmiter ini menyebabkan hiperpolarisasi membran
yang akan menyebabkan penyebaran depresi membran.5 Berdasarkan tingkat
kesadarannya, delirium dapat dibagi tiga:
1. Delirium hiperaktif
Ditemukan pada pasien dalam keadaan penghentian alkohol yang tibatiba,intoksikasi Phencyclidine (PCP), amfetamin, dan asam lisergic dietilamid
(LSD)5
2. Delirium hipoaktif
Ditemukan pada pasien Hepatic Encefalopathy dan hiperkapnia5
3. Delirium campuran5
Gambaran Variabel
Onset akut
Gangguan Persepsi
Berfluktuasi
Hiper/Hipoaktif
Inatensi
Gangguan Emosional
berbahasa
Gangguan Kesadaran
Defisit Kognisi
Pemeriksaan Fisik
Disarthria
Disfungsi Otonom
Takikardi
Disomnia
Hipertensi
Disgrafi
Berkeringat
Afasia
Dilatasi pupil
Ataksia
Tremor
Mioklonus
Dikutip dari: Inouye SK. Delirium in Older Persons. NEJM; 354:1157-65.
II.6.
Penegakkan Diagnosis
Diagnosis delirium pada pasien demensia cukup sulit karena gejala
delirium dan demensia yang saling tumpang tindih. Suatu penelitian dilakukan
untuk mengidentifikasikan gejala delirium yang khas pada pasien demensia untuk
membantu penegakan diagnosis delirium. Pasien demensia yang mengalami
delirium memperlihatkan lebih banyak agitasi psikomotor, disorientasi, dan
pikiran yang tidak terorganisasi.9
Secara klinis penegakkan diagnosis delirium dapat menggunakan DSM IVTR. Di bawah ini adalah kriteria diagnostik delirium berdasarkan DSM IV-TR;
keempat kriteria ini harus dipenuhi untuk menegakkan diagnosis delirium.9
8
berkepanjangan, gejala yang bertambah berat pada malam hari, mimpi buruk
yang terkadang berlanjut dengan halusinasi saat terbangun)
E. Gangguan emosional, seperti depresi, kecemasan, ketakutan, euforia, apatis,
mudah marah, kebingungan)
Dikutip dari: Burns, A.; Gallagley, A. And Bayne, J. 2002. Delirium. J Neurol
Neurosurg Psychiatry. 75:362-367.
Selain itu terdapat alat bantu lain yang biasa digunakan di kalangan nonpsikiater yaitu Confusion Assesment Method (CAM). CAM memiliki 4 komponen
diagnostik, antara lain:
1. Onset akut dan gejala yang berfluktuasi
2. Inatensi
3. Kegagalan dalam mengorganisasi pikiran
4. Gangguan kesadaran
Dalam mendiagnosis delirium, harus terdapat kriteria 1 dan 2, dengan atau
tanpa 3 maupun 4. CAM memiliki Positive Pridictive Value sebesar 90% dan
Negative Predictive Value sebesar 90-100 %.13
Cognitive Test for Delirium (CTD) berkembang sebagai metode alternatif
untuk diagnosis delirium yang hanya semata-mata berdasarkan gambaran kognitif.
CTD memberikan pemeriksaan terperinci mengenai fungsi neuropsikologikal
(orientasi, perhatian, memori, komprehensi, dan konsentrasi) dan baik diunakan
pada penderita dengan keterbatasan kemampuan dalam berinteraksi akibat
immobilitas, intubasi, dan tidak adanya kempuan verbal. Oleh karena itu, metode
ini dibuat untuk digunakan pada kondisi intensive care di mana penderita dapat
mengalami gangguan verbal dan motorik. Metode ini hanya memerlukan respons
nonverbal dalam bentuk pointing, menganggukkan kepala, atau mengangkat
tangan.14
CTD terdiri dari lima subtes yang menunjukkan orientasi (orientation),
rentang
perhatian
(comprehension)
(attention
span),
pertimbangan
memori
konsepsi
(memory),
(conceptual
komprehensi
reasoning),
dan
mendapat skor total 0-30. Skor yang semakin kecil menunjukkan semakin
besarnya kemungkinan delirium.14
Selain itu penting bagi klinisi untuk membedakan antara delirium,
demensia, dan depresi. Tabel di bawah ini akan menunjukkan perbedaan antara
delirium, demensia, dan depresi.
Tabel 4. Perbedaan antara Delirium, Demensia, dan Depresi
Delirium
Akut
Berfluktuasi
Terganggu
Inatensi
Lemah pada
Demensia
Tersembunyi
Progresif
Baik
Normal
Lemah pada
memori jangka
memori jangka
Cara Berpikir
pendek
Disorganisasi,
pendek
Kesulitan dalam
Persepsi
tidak logis
Misinterpretasi,
pemikiran abstrak
Normal
putus asa
Dapat terjadi delusi
Onset
Tipe Gejala
Kesadaran
Atensi
Memori
halusinasi,
Depresi
Bervariasi
Harian
Baik
Lemah
Normal
yang kompleks.
delusi
Psikosis paranoid
Dikutip dari: Suzanne, Penelope, J., Webster, Balakrishnan, R., 2008. Delirium in
the Elderly: A Review. Oman Medical Journal 2008, Volume 23, Issue 3.
II.7.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan delirium tentunya tidak terpisah dari penyebabnya.
11
Sediakan beberapa petanda seperti jam, kalender dan jadwal harian di dekat
pasien.
Bawalah barang-barang yang cukup akrab bagi pasien dari rumah untuk
ditaruh di sekitar pasien.
Sediakan televisi dan radio untuk relaksasi dan membantu pasien untuk
mempertahankan kontak terhadap dunia luar.
12
Gunakan penerangan yang adekuat, gunakan lampu antara 40-60 Watt untuk
mengurangi salah persepsi.
Atur sumber suara (baik dari staf medis, paralatan, ataupun pengunjung),
setara tidak lebih dari 45 desibel di waktu siang dan 20 desibel di waktu
malam.
Pertahankan akitivitas fisik: bagi pasien yang dapat bergerak lakukan jalan
kaki tiga kali dalam sehari, bagi yang tidak dapat berpindah tempat berikan
pergerakan selama 15 menit tiga kali sehari.9,15
II.7.2. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis sebaiknya diberikan pada pasien-pasien dengan gejala
Sesuaikan dosis sesuai umur, ukuran tubuh, dan derajat agitasi pasien,
maupun hipoaktif.
II.7.2.1.1. Antipsikotik Tipikal
Penggunaan
haloperiperidal
dapat
diberikan
secara
intavena,
14
jelas sehingga obat-obat tersebut tidak dapat digunakan sebagai terapi lini
pertama. Akan tetapi, obat-obatan ini dihubungkan dengan lebih sedikitnya
gangguan pergerakan akibat obat dibandingkan penggunaan haloperidol. Oleh
karena itu, antipsikotik atipikal mungkin merupakan obat pilihan untuk pasien
dengan penyakit Parkinson dan gangguan neuromuskular yang berhubungan, serta
pasien dengan riwayat adanya gejala ektrapiramidal pada penggunaan antipsikotik
lama.9
Dosis awal olanzapin adalah 5 mg per oral setiap hari, setelah satu
minggu, dosis dapat ditingkatkan menjadi 10 mg sehari dan dititrasi menjadi
20mg sehari. Quetiapin diberikan 25 mg per oral dua kali sehari yang dapat
ditingkatkan menjadi 25-50mg per dosis tiap 2 sampai 3 hari sampai tercapai
target 300-400 mg perhari yang terbagi dalam 2-3 dosis. Risperidon diberikan 1-2
mg per oral pada malam hari dan secara gradual ditingkatkan 1 mg tiap 2-3 harus
sampai dosis efektif tercapai (4-6 mg per oral). Quetiapin adalah obat antipsikotik
baru yang paling menimbulkan sedasi dan paling aplikatif dalam pengobatan
delirium yang agitasi.9
II.8.
Prognosis
Penelitian menunjukkan bahwa hampir 50 % pasien-pasien dengan
15