You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ilmu pengetahuan berarti suatu imu yang didapat dengan cara mengetahui,
yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak sekadar tahu. Kata ilmu sendiri juga
dapat dikaitkan dengan kata sifat ilmiah yang artinya berdasarkan kaidah
keilmuwan, yang terdiri dari syarat-syarat, misalnya (mendapatkan pengetahuan
yang didapat dengan) bukti, cara mendapatkannya (metode), kegunaannya, dan
cakupan-cakupannya yang relevan. R.Harre mendefinisikan ilmu sebagai a
collection of well-attested theories which explain the patterns regularities and
irregularities among carefully studied phenomena atau kumpulan teori-teori
yang sudah diuji coba yang menjelaskan tentang pola-pola yang teratur atau pun
tidak teratur di antara fenomena yang dipelajari secara hati-hati.
Ilmu pengetahuan dapat dipahami sebagai proses, prosedur, maupun sebagai
produk atau hasil. Sebagai proses, ilmu merupakan proses yang terdiri dari
kegiatan-kegiatan mendapatkan pengetahuan, wawasan, dan kesimpulan. Sebagai
proses, kelahiran ilmu merupakan hasil capaian dari proses yang panjang,
melibatkan tindakan manusia dalam mengamati, mendekati, dan memahami
obyek atau gejala alam maupun sosial.
Sebagai prosedur, ilmu berkaitan dengan penggunaan cara yang ketat
digunakan agar proses mencari ilmu dapat berjalan dengan baik. Untuk
menghasilkan sesuatu yang benar, diperlukan metode atau prosedur yang benar
pula. Prosedur membuat kita mengerti bahwa dibutuhkan cara-cara tertentu untuk
mendapatkan suatu kesimpulan (pengetahuan) yang benar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Ilmu?
2. Bagaimana Ilmu Sebagai Proses?
3. Bagaimana Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan?
4. Apa Pengetahuan ilmiah?
5. Bagaimana Metode ilmiah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami Apa Pengertian Ilmu
2. Untuk mengetahui dan memahami Bagaimana Ilmu Sebagai Proses
3. Untuk

mengetahui

dan

memahami

Bagaimana Metode-metode

memperoleh pengetahuan
4. Untuk mengetahui dan memahami Apa Pengetahuan ilmiah
5. Untuk mengetahui dan memahami Bagaimana Metode ilmiah

BAB II

untuk

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu.
Pengetahuan ilmuah atau ilmu (bah. Inggris Science dan Latin Scientia yang
diturunkan dari kata scire), memiliki makna ganda, yaitu; mengetahui (to know),
dan belajar (to learn). Sisi pertama to know menunjuk pada aspek statis ilmu,
yaitu sebagai hasil, berupa pengetahuan sistematis. Sisi kedua menunjuk pada
hakikat dinamis ilmu, sebagai sebuah proses (aktivitas-metodis). Sisi kedua
tersebut hendak menunjukkan bahwa ilmu sebagai aktifitas pembelajaran,
bukanlah sebuah aktifitas menunggu secara pasif, melainkan merupakan sebuah
usaha secara aktif untuk menggali, mencari, mengejar, atau menyelidiki sampai
pengetahuan itu diperoleh secara utuh, obyektif, valid, dan sistematis.1
Tegasnya, pengertian ilmu, dalam hal ini, menunjuk pada tiga hal, yaitu;
pertama; ilmu sebagai proses berupa aktifitas kognitif-intelektuali (aktivitas
penelitian), kedua; ilmu sebagai prosedur berupa metode ilmiah, dan ketiga;. Ilmu
sebagai hasil atau produk berupa pengetahuan sistematis. Penjelasannya
demikian:
Ilmu sebagai aktifitas, menggambarkan hakikat ilmu sebagai sebuah
rangkaian aktivitas pemikiran rasional, kognitif, dan teleologis (tujuan). Rasional
artinya, proses aktifitas yang menggunakan kemampuan pemikiran untuk menalar
dengan tetap berpegang pada kaidah-kaidah logika, kognitif artinya; aktivitas
pemikiran yang bertalian dengan; pengenalan, pencerapan, pengkonsepsian,
dalam membangun pemahaman pemahaman secara terstruktur guna memperoleh
pengetahuan, dan teleologis artinya; proses pemikiran dan penelitian yang
mengarah

pada

pencapaian

tujuan-tujuan tertentu,

misalnya;

kebenaran

pengetahuan, serta memberi pemahaman, penjelasan, peramalan, pengendalian,


1

Adib, Mohammad, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. Hal 87

dan aplikasi atau penerapan. Semua itu dilakukan setiap ilmuwan dalam bentuk
penelitian, pengkajian, atau dalam rangka pengembangan ilmu.2
Pengertian ilmu sebagaimana di atas, dapat ditinjau dari tiga sudut, yaitu; ilmu
sebagai aktivitas, ilmu sebagai pengetahuan sistematis, ilmu sebagai metode (The
Liang Gie 1996:130). Ilmu sebagai aktivitas kognitif harus mematuhi berbagai
kaidah pemikiran logis, sementara, disebut pengetahuan sistematis karena ilmu
merupakan hasil dari pelaksanaan proses-proses kognitif yang terpercaya, dan
sistematis, Ilmu disebut metodik karena ilmu sebagai aktivitas kognitif
(intelektual) sampai perwujudannya sebagai pengetahuan sistematis, terjalin
dalam sebuah langkah atau prosedur ilmu yang disebut metode. Pandangan
tersebut mengantarkan pada sebuah rumusan yang bersifat tentatif tentang ilmu
sebagai berikut;
Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional kognitif, dengan
berbagai metode berupa anek prosedur dan tata langkah, sehingga menghasilkan
kumpulan pengetahuan yang sitematis mengenai gejala-gejala kealaman,
kemasyarakatan, dan keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran, memperoleh
pemahaman, memberikan penjelasan, atau penerapan.
B. Ilmu Sebagai Produk
Dilihat dari tipe dan jenisnya, Ilmu itu sendiri dibagi menjadi tiga: Pertama,
ilmu sebagai inti dalam kehidupan sosial. Biasanya ilmu tipe demikian
dikendalikan oleh elit sosial yang memandang bahwa tradisi masyarakat sebagai
standar kebenaran. Konsekwensinya adalah dogmatisasi ilmu akibat kebenaran
yang serba normatif. Kedua, ilmu sebagai proses. Dalam konteks ini kebenaran
sebagai main goal dari ilmu pengetahuan dijadikan sebagai bahan antara, dimana
kebenaran akhirnya terus diverifikasi melalui berbagai penelitian dan eksperimen.
Ketiga, ilmu sebagai produk. Hal ini masih berkaitan dengan ilmu tipe kedua.
2

Adib, Mohammad, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010. Hal 87

Beragam penelitian tentang satu hal yang kemudian menghasilkan sebuah


kesimpulan akhir setelah dilakukan pengujian adalah sebuah produk dari
pencarian kebenaran yang kita kenal sebagai ilmu.3
Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan sistematis yang merupakan
produk dari aktivitas penelitian dengan metode ilmiah/ sebagai sistem
pengetahuan, ilmu mempunyai obyek material dan obyek formal. Obyek
material sering disebut pokok soal (subject matter), sedangkan obyek material
dinamakan titik perhatian (focus of interest) atau sikap pikiran (attitude of
mind). Lebih lazim, obyek formal dinamakan sudut pandang. Sebagai sistem
pengetahuan atau pengetahuan sistematis, ilmu memiliki ciri- ciri empiris,
sistematis, obyektif, analitis, dan verifikatif. Ciri empiris mengandaikan
pengamatan (observasi) atau percobaan (eksperimen). Ilmu berbeda dari
pengetahuan karena ciri sistematis, dan berbeda dari filsafat karena ciri
empirisnya. Ciri sistematis berarti bahwa kumpulan pengetahuan-pengetahuan
itu memiliki hubungan-hubungan ketergantungan dan teratur. Ciri obyektif ilmu
berarti bahwa pengetahuan ilmiah bebas dari rasangka perseorangan (personal
bias) dan pamrih pribadi. ilmu arus berisi data yang menggambarkan secara
tepat gejala-gejala. ilmu berciri analitis artinya ilmu melakukan pemilahanpemilahan atas pokok soal ke dalam bagian-bagian untuk mengetahui sifat dan
hubungan bagian-bagian tersebut. Ciri verifikatif ilmu berarti bahwa tujuan
yang ingin dicapai ilmu ialah kebenaran ilmiah. Kebenaran ini dapat berupa
kaidah-kaidah atau azas-azas yang universal. Dengan demikian, manusia dapat
membuat ramalan dan menguasai alam. 4.
Sebagai produk dari usaha berfikir ilmiah, ilmu pengetahuan sudah
pasti berlandaskan pada landasan yang jelas. Obyektivitas yang tertuju kepada
3

Jujun S. Suriasumantri,, op. cit, hal. 5.

Muhammad Adib, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan


Logika Ilmu Pengetahuan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal. 5.

kebenaran merupakan landasan tetap yang menjadi pola dasar ilmu


pengetahuan itu tanpa mengesampingkan nilai-nilai hidup kemanusiaan. Sebab,
nilai-nilai kemanusiaan adalah dasar, latar belakang dan tujuan dari kegiatan
keilmuan. Dalam artian bahwa ilmu pengetahuan itu sama sekali tidak bebas
nilai dan tetap mempertimbangkan terpeliharanya nilai-nilai kemanusiaan. 5
Terdapat perbedaan di kalangan para ilmuwan mengenai hubungan antara
ilmu dengan nilai-nilai. Di satu sisi, sebagian berpendapat bahwa ilmu adalah
bebas nilai dengan satu pertimbangan bahwa kebenaran menjadi satu-satunya
ukuran dalam kegiatan ilmiah. Sebagian yang lain

mengatakan bahwa

pertimbangan nilai etika, kesusilaan dan kegunaan untuk melengkapi nilai


kebenaran ilmu sangat perlu dimasukkan ke dalam landasan ilmu, dengan kata
lain ilmu taut nilai atau tidak bebas nilai6

C. Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan


Sebuah pengetahuan secara umum berkembang antara lain karena manusia
memiliki rasa ingin tahu (curiousity is beginning of knowledge). Hasrat ingin tahu
manusia terpuaskan bila dirinya memperoleh pengetahuan yang benar
(kebenaran) mengenai apa yang dipertanyakan. Di samping itu, ada faktor
eksternal, yaitu dorongan dari luar berupa tuntutan untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan kehidupan. Untuk itu manusia menempuh berbagai cara agar keinginan
tersebut terwujud.7
Berbagai tindakan untuk memperoleh pengetahuan secara garis besar
dibedakan menjadi dua, yaitu secara non-ilmiah, yang mencakup : a) akal sehat,
b) prasangka, c) intuisi, d) penemuan kebetulan dan coba-coba, dan e) pendapat
5
6

Bakker, Anton, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius. 2002. Hal 57

Rudolf Carnap, Konsep Ilmu, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hal.148.
Gie, The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty. 2004, hal 36

otoritas dan pikiran kritis, serta tindakan secara ilmiah. Usaha yang dilakukan
secara non-ilmiah menghasilkan pengetahuan (knowledge), dan bukan science.
Sedangkan melalui usaha yang bersifat ilmiah menghasilkan pengetahuan ilmiah
atau ilmu.
Dalam konsep filsafat Islam, ilmu (yang dalam bahsa Arab al-ilmberarti
pengetahuan

atau knowledge)

bisa

diperoleh

melalui

dua

jalan,

yaitu

jalan kasbi atau khusuli dan jalan ladunni atau khuduri.


Jalan kasbi atau khusuli adalah cara berpikir sistemik dan metodik yang
dilakukan secara konsisten dan bertahap melalui proses pengamatan, penelitian,
percobaan dan penemuan. Sedangkan ilmu ladunni atau hudhuri, di peroleh
orang-orang tertentu, dengan tidak melalui proses ilmu pada umumnya, tapi oleh
proses pencerahan oleh hadirnya cahaya Ilahi dalam qalb, sehingga semua ilmu
pintu terbuka terserap dalam kesadaran intelek, seakan-akan orang tersebut
memperoleh ilmu dari Tuhan secara langsung.
Menurut Stanlay dan Thomas C. Hunt yang ditulis dalam buku Jujun
S.menjelaskan bahwa metode dalam mencari pengetahuan ada tiga, yaitu
rasionalisme, empirisme dan metode keilmuan.
1. Rasionalisme
Tidaklah mudah untuk membuat definisi tentang rasionalisme sebagai
suatu metode untuk memperoleh pengetahuan. Rationalism is the view that
the ultimate source of knowledge is reason. Bukan karena rasionalisme
mengingkari

nilai

pengalaman,

melainkan

pengalaman

paling-paling

dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran dan merupakan pelengkap


bagi akal, serta memandang pengalaman sebagai bahan pembantu atau
sebagai

pendorong

dalam

penyelidikannya

untuk

memperoleh

kebenaran. Dalam rangka kerjanya, kelompok yang disebut rasionalis


mendasarkan diri pada cara kerja deduktif dalam menyusun pengetahuannya. 8
2. Empirisme
8

Gie, The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty. 2004, hal 36

Empiricism is the view that the ultimate source of knowledge is


experience. Jika kita sedang berusaha untuk meyakinkan seorang empiris
bahwa sesuatu itu ada, dia berkata tunjukkan hal itu kepada saya. Dalam
persoalan mengenai fakta maka dia harus diyakinkan oleh pengalamannya
sendiri.
Ada beberapa aspek yang terdapat dalam teori empiris. Pertama,
perbedaan antara yang mengetahui dan yang diketahui. Yang mengetahui
adalah subyek dan benda yang diketahui adalah obyek, terdapat alam nyata
yang terdiri dari fakta atau obyek yang dapat ditangkap oleh seseorang.
Kedua, kebenaran atau pengujian kebenaran dari fakta atau obyek didasarkan
kepada pengalaman manusia. Agar berarti bagi kaum empiris, maka
pernyataan tentang ada atau tidak adanya sesuatu harus memenuhi persyaratan
pengujian publik. Ketiga, adalah prinsip keteraturan, pengetahuan tentang
alam didasarkan pada persepsi mengenai cara yang teratur tentang tingkah
laku sesuatu. Pada dasarnya alam adalah teratur. Dengan melukiskan sesuatu
terjadi dimasa lalu, atau dengan melukiskan bagaimana melukiskan tingkah
laku benda-benda yang sama sekarang. Prinsip keempat, mempergunakan
keserupaan. Keserupaan berarti bahwa bila terdapat gejala-gejala yang
berdasarkan pengalaman adalah identik atau sama, maka kita mempunyai
cukup jaminan untuk membuat kesimpulan yang umum mengenai hal itu.
Orang-orang empiris berpendapat bahwa kita dilahirkan tidak
mengetahui sesuatupun. Apapun yang kita ketahui itu berasal dari kelima
panca indra kita. John Locke bapak empirisme mengatakan bahwa pada waktu
manusia dilahirkan, akalnya merupakan sejenis buku catatan yang kosong
(tabula rasa), dan di dalam buku catatan itulah di catat pengalamanpengalaman indrawi. Sehingga ia memandang akal sebagai jenis tempat
penampungan, yang secara pasif menerima hasil-hasil pengindraan tersebut.

Sehingga bisa dikatan bahwa kelompok empiris melihat bahwa pemahaman


manusia hanya terbatas pada pengalamannya.9
3. Positivisme
Menurut Adian istilah positivisme pertama kali digunakan oleh Henri
Saint Simon. Istilah positivisme kemudian dipopulerkan oleh Aguste
Comte. Istilah itu berasal dari kata positif. Dalam prakata Cours de
Philosophie Positive, dia mulai memakai istilah filsafat positif dan terus
menggunakannya dengan arti yang konsisten di sepanjang bukunya.
Dengan filsafat dia mengartikan sebagai sistem umum tentang
konsep-konsep manusia, sedangkan positif diartikannya sebagai teori
yang bertujuan untuk penyusunan fakta-fakta yang teramati. Dengan kata
lain, positif sama dengan faktual, atau apa yang berdasarkan fakta-fakta.
Dalam hal ini, positivisme menegaskan bahwa hendaknya tidak melampaui
fakta-fakta. Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu
alam sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak
aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak mengenal adanya spekulasi,
semua didasarkan pada data empiris.

D.

Pengetahuan ilmiah
Menurut Sudarminta pengetahuan ilmiah adalah jenis pengetahuan yang
diperoleh dan dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan
menerapkan cara kerja atau metode ilmiah. Sedangkan menurut Ahmad Tafsir
pengetahuan ilmiah atau dia menyebutnya pengetahuan sain ialah pengetahuan
yang rasional dan di dukung bukti empiris dan metodenya menggunakan metode

Kattsoff, Louis O., Pengantar Filsafat, terjemah: Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara
Wacana. 2004, hal 122

ilmiah. Anton Bakker

menjelaskan

bahwa

pengetahuan

ilmiah

adalah

pengetahuan yang terorganisasi.10


Itulah tadi pendapat-pendapat yang dikemukakan para ahli tentang apa itu
pengetahuan ilmiah, sebenarnya masih banyak lagi pendapat-pendapat yang lain,
yang antara ahli satu dan ahli yang lain masing-masing mempunyai perbedaan
dalam mengartikan pengetahuan ilmiah. Namun, dalam hal ini penulis melihat
bahwa perbedaan yang ada tidak begitu mendasar. Dari bebarapa pendapat diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dinamakan dengan pengetahuan ilmiah
adalah pengetahuan yang diperoleh dengan menggunakan metode ilmiah. Atau
dengan kata lain pengetahuan ilmiah bisa juga disebut dengan ilmu.
Pengetahuan ilmiah mempunyai 5 ciri pokok sebagai berikut: (1) Empiris,
(2) Sistematis, (3) Objektif, (4) Analitis, dan (5) verifikatif.
E. Metode ilmiah
Menurut Soejono Soemargono, istilah metode berasal dari bahasa
Latinmethodos, yang secara umum artinya cara atau jalan untuk memperoleh
pengetahuan sedangkan metode ilmiah adalah cara atau jalan untuk memperoleh
pengetahuan ilmiah. The Liang Gie, menyatakan bahwa metode ilmiah adalah
prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, tata langkah, dan
cara teknis untuk memperoleh pengetahuan baru atau memper-kembangkan
pengetahuan yang telah ada. Dalam beberapa literatur seringkali metode
dipersamakan atau dicampuradukkan dengan pendekatan maupun teknik. Metode,
(methode), pendekatan (approach), dan teknik (technique) merupakan tiga hal
yang berbeda walaupun bertalian satu sama lain.
Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah
metode kerja; yaitu cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran
ilmu yang bersangkutan.
10

Kattsoff, Louis O., Pengantar Filsafat, terjemah: Soejono Soemargono, Yogyakarta: Tiara
Wacana. 2004, hal 122

10

Menurut Jujun, metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan


pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang
didapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan dapat disebut ilmu,
sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi
syarat-syarat tertentu yang tercantum dalam apa yang dinamakan metode ilmiah.
Sudarminta menjelaskan bahwa metode ilmiah adalah prosedur atau langkahlangkah sistematis yang perlu diambil guna memperoleh pengetahuan yang
didasarkan atas persepsi indrawi dan melibatkan uji coba hipotesis serta teori
secara terkendali.
Metode ilmiah mengatakan, untuk memperoleh pengetahuan yang benar
lakukan langkah berikut: logico-hypothetico-verificartif. Maksudnya, mula-mula
buktikan bahwa itu logis, kemudian ajukan hipotesis (berdasarkan logika itu),
kemudian lakukan pembuktian hipotesis itu secara empiris.
Selanjutnya, metode ilmiah meliputi suatu rangkaian langkah yang tertib.
Dalam kepustakaan metodologi ilmu tidak ada kesatuan pendapat mengenai
jumlah, bentuk dan urutan langkah yang pasti. Jumlah langkah merentang dari
yang paling sederhana 3 langkah sampai jumlah langkah yang cukup rumit dan
terinci.
Menurut

George

Abell

yang

dikutip

dalam tulisan

Cecep

Sumarna,merumuskan metode ilmiah sebagai suatu prosedur husus dalam


ilmu, mencakup 3 langkah berikut:
1.
2.

Pengamatan gejala-gejala atau hasil-hasil dari percobaan-percobaan;


Perumusan pangkal-pangkal duga yang melukiskan gejala-gejala ini, dan

3.

yang bersesuaian dengan kumpulan pengetahuan yang ada;


Pengujian pangkal-pankal duga ini dengan mencatat apakah mereka secara
memadai meramalkan dan melukiskan gejala-gejala baru atau hasil-hasil
dari percobaan-percobaan yang baru.
The Liang Gie menjelaskan bahwa ada sebuah prosedur lain yang mencakup

delapan langkah, yaitu:

11

1. Kenali bahwa suatu situasi yang tak menentu itu ada. Ini merupakan situasi
bertentangan atau kabur yang mengharuskan penyelidikan.
2. Nyatakan masalah itu dalam istilah-istilah spesifik.
3. Rumuskan suatu hipotesis kerja.
4. Rancangan suatu metode penyelidikan yang terkendalikan dengan jalan
pengamatan atau dengan jalan percobaan ataupun kedua-duanya.
5. Kumpulkan dan catat bahan pembuktian atau data kasar.
6. Alihkan data kasar ini menjadi suatu pernyataan yang mempunyai makna dan
kepentingan.
7. Tibalah pada suatu penegasan yang tampak dapat dipertanggungjawabkan.
8. Satupadukan penegasan yang dapat dipertanggungjawabkan itu, kalau terbukti
merupakan pengetahuan baru dalam ilmu, dengan kumpulan pengetahuan
yang telah mapan.11

11

Suhartono, Suparlan, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Persoalan Eksistensi dan Hakikat Ilmu
Pengetahuan), Jogjakarta: Ar-ruzz. 2005. Hal 159

12

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu hanya terdapat dan dimulai dari aktivitas manusia, sebab hanya manusia
yang memiliki kemampuan rasional dalam melakukan aktivitas kognitif yang
menyangkut pengetahuan, dan selalu mendambakan berbagai tujuan yang
berkaitan dengan ilmu.
Dalam wujudnya ilmu dibagi ke dalam tiga bagian yaitu ilmu sebagai proses,
prosedur, dan produk.
Ilmu sebagai proses memiliki arti suatu aktivitas manusia, yakni perbuatan
melakukan sesuatu yang dilakukan oleh manusia, dan ilmu itu sendiri terdiri dari
satu atau rangkaian aktivitas yang merupakan sebuah proses yang bersifat
rasional, kognitif, dan teleologis. Sedangkan Ilmu sebagai prosedur atau ilmu
sebagai metode ilmiah merupakan prosedur yang mencakup pikiran, pola kerja,
tata langkah, dan cara teknik untuk memperoleh kebenaran ilmiah. Terakhir yaitu
ilmu sebagai produk bermakna pengetahuan ilmiah yg kebenarannya dapat diuji
secara ilmiah, yg mencakup Jenis-jenis sasaran; bentuk-bentuk pernyataan;
Ragam-ragam proposisi; ciri-ciri pokok; Pembagian secara sistematis.
B. Kritik dan Saran
Demikian makalah ini kami buat dengan semaksimal mungkin. Penulis
menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan baik dalam penulisan maupun dari materi yang disajikan. Dengan
sangat berharap kami menantikan kritik dan saran dari semu pihak. Atas kritik dan
saran nantinya kami ucapkan terima kasih

13

DAFTAR PUSTAKA
Adib, Mohammad, Filsafat Ilmu Ontologi, Epistemologi, Aksiologi, dan Logika Ilmu
Pengetahuan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2010.
Bakker, Anton, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta: Kanisius. 2002.
Gie, The Liang, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty. 2004.
Kattsoff, Louis O., Pengantar Filsafat, terjemah: Soejono Soemargono, Yogyakarta:
Tiara Wacana. 2004.
Kuntjojo, Filsafat Ilmu (Diktat Program Studi Pendidikan Bimbingan dan
Suhartono, Suparlan, Filsafat Ilmu Pengetahuan (Persoalan Eksistensi dan Hakikat
Ilmu Pengetahuan), Jogjakarta: Ar-ruzz. 2005.

14

KATA PENGANTAR

Asslamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat dan hidayahnya , penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul : Ilmu
Sebagai Prosedure. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dosen yang telah
membantu penulis dalam membuat makalah ini dan teman-teman yang telah memberi
motifasi dan dorongan serta semua pihak yang berkaitan sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan baik dan tepat pada waktunya.
Dalam pembuatan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan
kekeliruan baik dalam penulisan maupun materi yang disajikan, oleh karena itu kami
sangat mengharapkan masukan serta kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan dalam pembuatan makalah selanjutnya. Atas kritik dan saran yang
disampaikan nantinya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bengkulu,

Juni 2015

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
KATA PENGANTAR......................................................................................

15

DAFATR ISI....................................................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................

B. Rumusan Masalah.................................................................................

C. Tujuan...................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu................................................................................

B. Ilmu Sebagai Produk.............................................................

C. Metode-metode untuk memperoleh pengetahuan............................

D. Pengetahuan ilmiah.........................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan...........................................................................................

13

B. Kritik dan Saran ...................................................................................

13

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

iii

MAKALAH
ii
FILSAFAT
ILMU

Ilmu Sebagai Produk

16

DISUSUN OLEH
Reza Olan Sari
1416323224

Dosen
Drs. Salim Bella Pilli, Lc, M.Ag

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS USHULUDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
IAIN (BENGKULU)
2015

17

You might also like