You are on page 1of 33

https://www.scribd.

com/doc/254573461/Askep-Pada-Anak-Dengan-PenyakitThalasemia#download

by M Syaqib Arsalan 19:43 7.7.15

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang
diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu
atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga
mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik. Dengan kata lain, thalassemia
merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah di
dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek. Penyebab
kerusakan tersebut adalah Hb yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan
dalam pembentukan jumlah rantai globin atau struktur Hb. Thalasemia
banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah (Mediteranial) seperti
Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia cukup banyak dijumpai
pada anak, bahkan merupakan penyakit darah yang paling banyak diderita.
Presentasi klinisnya bervariasi dari asimtomatik sampai berat hingga
mengancam jiwa. Dahulu dinamakan sebagai Mediterannian anemia,
diusulkan oleh Whipple, namun kurang tepat karena sebenarnya kondisi ini
dapat ditemukan di mana saja di seluruh dunia. Seperti yang akan dijelaskan
selanjutnya, beberapa tipe berbeda dari thalassemia lebih endemik pada area
geografis tertentu.
Pada tahun 1925, Thomas Cooley, seorang spesialis anak dari Detroit,
mendeskripsikan suatu tipe anemia berat pada anak-anak yang berasal dari
Italia. Beliau menemukan adanya nukleasi sel darah merah yang masif pada
sapuan apus darah tepi, yang mana awalnya beliau pikir sebagai anemia
eritroblastik, suatu keadaan yang disebutkan oleh von Jaksh sebelumnya.
Namun tak lama kemudian, Cooley menyadari bahwa eritroblastemia tidak

spesifik dan esensial pada temuan ini sehingga istilah anemia eritroblastik
tidak dapat dipakai. Meskipun Cooley curiga akan adanya pengaruh genetik
dari kelainan ini, namun beliau gagal dalam menginvestigasi orangtua sehat
pada anak-anak yang mengidap kelainan ini.
Di Eropa, Riette mendeskripsikan mengenai adanya anemia
mikrositik hipokromik ringan yang tak terjelaskan pada anak-anak keturunan
Italia pada tahun yang sama saat Cooley melaporan adanya bentuk anemia
berat yang akhirnya dinamakan mengikutinya namanya. Sebagi tambahan,
Wintrobe di Amerika Serikat melaporkan adanya anemia ringan pada kedua
orangtua dari anak yang mengidap anemia Cooley. Anemia ini sangat mirip
dengan kelainan yang ditemukan Riette. Baru setelah itu anemia Cooley
dinyatakan sebagai bentuk homozigot dari anemia hipokromik mikrositik
ringan yang dideskripsikan oleh Riette dan Wintrobe. Bentuk anemia berat ini
kemudian dilabelisasi sebagai thalassemia mayor dan bentuk ringannya
dinamakan sebagai thalassemia minor. Kata thalassemia berasal dari bahasa
Yunani yaitu thalassa yang berarti laut (mengarah ke Mediterania), dan
emia, yang berarti berhubungan dengan darah.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui tentang asuhan keperawatan pada anak dengan
Thalasemia.
2. Tujuan Khusus
1 Untuk mengetahui tentang konsep dasar teori tentang Thalesemia
pada anak.
2 Memberikan asuhan keperawatan pada klien anak dengan penyakit
Thalesemia yang meliputi pengkajian, diagnosa dan intervensi
keperawatan.
C. Manfaat

1. Menambah pengetahuan dan keterampilan kelompok dalam


menerapkan asuhan keperawatan pada anak dengan penyakit
Thalasmia.
2. Menambah pengetahuan dan wawasan baik penulis maupun
pembaca.
BAB II
KONSEP DASAR
A.

Definisi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia
alfa dan beta, sedangkan secara klinis dibedakan menjadi thalasemia mayor
dan minor. Sindrom thalasemia adalah sekelompok penyakit atau keadaan
herediter dimana produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida
terganggu.
Dibawah ini beberapa pengertian Thalasemia:
1. Thalasemia merupakan suatu sindrom yang ditemukan pada ras
mediterania, India, dan Cina. Suatu kelompok penyakit anemia kronis
yang heterogen, dimana sebagaian besar adalah anemia hemolitik, tetapi
defeknya yang terutama adalah karena menurunnya produksi rantai
polipeptida Hb.
2. Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang
diturunkan secara resesif menurut hukum Mendel pada tahun 1925,
diagnosa penyakit ini pertama kali ini diumumkan oleh Thomas Cooleg
yang didapat dari keluarga keturunan Italia yang bermukim di USA. Kata
thalasemia berasal dari bahasa Yunani yang berarti laut.
3. Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif. Menurut Hukum
Mande.

4. Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana terjadi


kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur
eritrosit pendek (kurang dari 100 hari).
B. Etiologi
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemofilia dimana terjadi
kerusakan sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit
pendek (kurang dari 100 hari). Jadi Thalasemia adalah penyakit anemia
hemolitik dimana terjadi Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik,
dimana terjadi kerusakan pada sel darah merah di dalam pembuluh darah
sehinga umur eritrosit pendek (kurang dari 120 hari). Kerusakan tersebut
disebabkan oleh HB yang tidak normal sebagai akibat dari gangguan dalam
pembentukan rantai globin atau struktur HB. Defek genetik yang mendasari
Thalasemia meliputi delesi total atau parsial gen rantai globin dan substitusi,
delesi atau insersi nukleotida akibat dari perubahan ini adalah penurunan atau
tidak adanya m-RNA bagi satu atau lebih ranti globin atau pembentuka mRNA yang cacat secara fungsional akibatnya adalah penurunan atau supresi
total sintesis rantai polipeptida HB.
Ketidakseimbangan dalam rantai globin alfa dan beta, yang diperlukan
dalam pembentukan HB disebabkan oleh sebuah gen cacat yang diturunkan
secara resesif dari kedua orang tua. Thalasemia termasuk dalam anemia
hemolitik, dimana umur eritrosit menjadi lebih pendek. Umur eritrosit ada
yang 6 minggu atau 8 minggu. Bahkan dalam kasus berat umur eritrosit ada
yang hanya mampu bertahan selama 3 minggu saja. Jadi thalasemia letak
rantai polipeptida berbeda urutannya atau ditukar dengan jenis asam amino
lain. Faktor genetik yaitu perkawinan antara 2 heterozigot (carier) yang
menghasilkan keturunan Thalasemia (homozigot).
a. Sel darah merah
Sel darah merah (eritrosit) membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi.
Sel ini berbentuk lempengan bikonkaf dan dibentuk di sum-sum tulang.
Leukosit berada di dalam sirkulasi selama kurang lebih 120 hari. Hitung rata-

rata normal sel darah merah adalah 5,4 juta /ml pada pria dan 4,8 juta/ml pada
wanita. Setiap sel darah merah manusia memiliki diameter m.m dan tebal 2
sekitar 7,5. Pembentukan sel darah merah (eritro poresis) mengalami
kendali umpan balik.
Pembentukan ini dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah merah
dalam sirkulasi yang berada di atas nilai normal dan dirangsang oleh keadaan
anemia. Pembentukan sel darah merah juga dirangsang oleh hipoksia.
b. Haemoglobin
Haemoglobin adalah pigmen merah yang membawa oksigen dalam sel
darah merah, suatu protein yang mempunyai berat molekul 64.450. Sintesis
haemoglobin dimulai dalam pro eritroblas dan kemudian dilanjutkan sedikit
dalam stadium retikulosit, karena ketika retikulosit meninggalkan sumsum
tulang dan masuk ke dalam aliran darah, maka retikulosit tetap membentuk
sedikit mungkin haemoglobin selama beberapa hari berikutnya.
Tahap dasar kimiawi pembentukan haemoglobin. Pertama, suksinil
KoA, yang dibentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin untuk
membentuk molekul pirol. Kemudian, empat pirol bergabung untuk
membentuk protopor firin IX yang kemudian bergabung dengan besi untuk
membentuk molekul heme. Akhirnya, setiap molekul heme bergabung dengan
rantai polipeptida panjang yang disebut globin, yang disintetis oleh ribosom,
membentuk

suatu

sub

unit

hemoglobulin

yang

disebut

rantai

hemoglobin.Terdapat beberapa variasi kecil pada rantai sub unit hemoglobin


yang berbeda, bergantung pada susunan asam amino di bagian polipeptida.
Tipe-tipe rantai itu disebut rantai alfa, rantai beta, rantai gamma, dan
rantai delta. Bentuk hemoglobin yang paling umum pada orang dewasam,
yaitu hemoglobin A, merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai
beta. kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit pendek
(kurang dari 100 hari), yang disebabkan oleh defesiensi produksi satu , yang
diturunkan dari kedua dan atau lebih dari satu jenis rantai orang tua
kepada anak-anaknya secara resesif.

c. Katabolisme hemoglobin
Hemoglobin yang dilepaskan dari sel sewaktu sel darah merah pecah,
akan segera difagosit oleh sel-sel makrofag di hampir seluruh tubuh, terutama
di hati (sel-sel kupffer), limpa dan sumsum tulang. Selama beberapa jam atau
beberapa hari sesudahnya, makrofag akan melepaskan besi yang didapat dari
hemoglobin, yang masuk kembali ke dalam darah dan diangkut oleh
transferin menuju sumsum tulang untuk membentu sel darah merah baru, atau
menuju hati dari jaringan lain untuk disimpan dalam bentuk faritin. Bagian
porfirin dari molekul hemoglobin diubah oleh sel-sel makrofag menjadi
bilirubin yang disekresikan hati ke dalam empedu.
Jenis Talasemia
Talasemia terbagi tiga jenis yaitu:

Talasemia major, paling serius. Ia juga dikenali sebagai Cooley's


anemia sempena nama doktor yang mula-mula menjumpai penyakit ini
pada tahun 1925. Beta thalassemia mayor adalah serius membatasi
hidup dan berpotensi mengancam nyawa kondisi yang menyebabkan
substansial gangguan pada kegiatan pendidikan dan sosial.

Talasemia intermedia, Cooley's anemia yang sederhana.

Talasemia minor, tidak mempunyai gejala tetapi terdapat perubahan


dalam darah. alasemia minor merujuk kepada mereka yang mempunyai
kecacatan gen talasemia tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda
talasemia atau pembawaan

Primer : genetik, idioptaik

Skunder : Defisiensi asam folat pada kehamilan

Hb post natal terganggu

Gangguan Produksi Rantai Globin

Penurunan produksi dari 1 atau lebih rantai globin tertentu


Pertumbuhan berlebihan tulang frontal, zogomatik dan m

C. Patofisiologi
Penurunan Sintesis Hb Rantai Beta
Distorsi tulang muka
Peningkatan Compensatori Sentesa rantai Alfa
Dahi menonjol, mulut tongos, pertumbuhan gizi tidak

Ketidak seimbangan Formasi hemoglobin

Thalesemia

Penurunan Hb

Eritropoesis tidak efektif

Pertumbuhan gizi yang kurang disertai retraksi tulang raha

HipokromatikPenghancuran sel eritrosit intramedular


Defisiensi Hb

Perubahan pada tulang akrena hiperaktivitas sumsum merah berupa depormitas (pada kondisi yang
Hemolisis

Seldarah merah menjadi kecil

Anemia Berat

Suplai nutrisi berkurang

Komponen sel darah berkurang

< Hb

Pucat, kelemahan

< O2

Anemia

Anak semakin pucat dan mengalami gangguan pertumbuha


Anoreksia
Berat badan turun

Hipoksia, sesak napas Kurangnya selera makan

Anak semakin tambak kecil

Penurunan Kemampuan fisik

Mk : Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
Ketidakseimbangan
kebutuhan
dan suplai oksigen
Penurunan komponen
sel
Mkkebutuhan
: Perubahan tumbuh kembang

7
Mk : Perubahan perfusi jaringan
Mk:perifer
Intoleransi Aktivitas

Thalassemia adalah kelainan herediter dari sintesis Hb akibat dari


gangguan produksi rantai globin. Penurunan produksi dari satu atau lebih
rantai globin tertentu (,,,) akan menghentikan sintesis Hb dan

menghasilkan ketidakseimbangan dengan terjadinya produksi rantai globin


lain yang normal.
Karena dua tipe rantai globin ( dan non-) berpasangan antara satu
sama lain dengan rasio hampir 1:1 untuk membentuk Hb normal, maka akan
terjadi produksi berlebihan dari rantai globin yang normal dan terjadi
akumulasi rantai tersebut di dalam sel menyebabkan sel menjadi tidak stabil
dan memudahkan terjadinya destruksi sel. Ketidakseimbangan ini merupakan
suatu tanda khas pada semua bentuk thalassemia. Karena alasan ini, pada
sebagian besar thalassemia kurang sesuai disebut sebagai hemoglobinopati
karena pada tipe-tipe thalassemia tersebut didapatkan rantai globin normal
secara struktural dan juga

karena defeknya terbatas pada menurunnya

produksi dari rantai globin tertentu.


Tipe thalassemia biasanya membawa nama dari rantai yang
tereduksi. Reduksi bervariasi dari mulai sedikit penurunan hingga tidak
diproduksi sama sekali (complete absence). Sebagai contoh, apabila rantai
hanya

sedikit

diproduksi,

tipe

thalassemia-nya

dinamakan

sebagai

thalassemia-+, sedangkan tipe thalassemia- menandakan bahwa pada tipe


tersebut rantai tidak diproduksi sama sekali. Konsekuensi dari gangguan
produksi rantai globin mengakibatkan berkurangnya deposisi Hb pada sel
darah merah (hipokromatik). Defisiensi Hb menyebabkan sel darah merah
menjadi lebih kecil, yang mengarah ke gambaran klasik thalassemia yaitu
anemia hipokromik mikrositik. Hal ini berlaku hampir pada semua bentuk
anemia yang disebabkan oleh adanya gangguan produksi dari salah satu atau
kedua komponen Hb : heme atau globin. Namun hal ini tidak terjadi pada
silent carrier, karena pada penderita ini jumlah Hb dan indeks sel darah
merah berada dalam batas normal.
Pada tipe trait thalassemia- yang paling umum, level Hb A2 ( 2/2)
biasanya meningkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan
rantai oleh rantai bebas yang eksesif, yang mengakibatkan terjadinya
kekurangan rantai adekuat untuk dijadikan pasangan. Gen , tidak seperti
gen dan , diketahui memiliki keterbatasan fisiologis dalam kemampuannya
untuk memproduksi rantai yang stabil; dengan berpasangan dengan rantai ,

rantai memproduksi Hb A2 (kira-kira 2,5-3% dari total Hb). Sebagian dari


rantai yang berlebihan digunakan untuk membentuk Hb A2, dimana sisanya
(rantai ) akan terpresipitasi di dalam sel, bereaksi dengan membran sel,
mengintervensi divisi sel normal, dan bertindak sebagai benda asing sehingga
terjadinya destruksi dari sel darah merah. Tingkat toksisitas yang disebabkan
oleh rantai yang berlebihan bervariasi berdasarkan tipe dari rantai itu sendiri
(misalnya toksisitas dari rantai pada thalassemia- lebih nyata dibandingkan
toksisitas rantai pada thalassemia-).
Dalam bentuk yang berat, seperti thalassemia- mayor atau anemia
Cooley, berlaku patofisiologi yang sama dimana terdapat adanya substansial
yang berlebihan. Kelebihan rantai bebas yang signifikan akibat kurangnya
rantai akan menyebabkan terjadinya pemecahan prekursor sel darah merah
di sumsum tulang (eritropoesis inefektif).
Produksi Rantai Globin
Untuk memahami perubahan genetik pada thalassemia, kita perlu
mengenali dengan baik proses fisiologis dari produksi rantai globin pada
orang sehat atau normal. Suatu unit rantai globin merupakan komponen
utama untuk membentuk Hb : bersama-sama dengan Heme, rantai globin
menghasilkan Hb. Dua pasangan berbeda dari rantai globin akan membentuk
struktur tetramer dengan Heme sebagai intinya. Semua Hb normal dibentuk
dari dua rantai globin (atau mirip-) dan dua rantai globin non-.
Bermacam-macam tipe Hb terbentuk, tergantung dari tipe rantai globin yang
membentuknya. Masing-masing tipe Hb memiliki karakteristik yang berbeda
dalam mengikat oksigen, biasanya berhubungan dengan kebutuhan oksigen
pada tahap-tahap perkembangan yang berbeda dalam kehidupan manusia.
Pada masa kehidupan embrionik, rantai (rantai mirip-)
berkombinasi dengan rantai membentuk Hb Portland ( 22) dan dengan
rantai untuk membentuk Hb Gower-1 (22).
Selanjutnya, ketika rantai telah diproduksi, dibentuklah Hb Gower2, berpasangan dengan rantai (22). Hb Fetal dibentuk dari 22 dan Hb
dewasa primer (Hb A) dibentuk dari 22. Hb fisiologis yang ketiga, Hb A2,
dibentuk dari rantai 22.
Patofisiologi seluler

10

Kelainan

dasar

dari

semua

tipe

thalassemia

adalah

ketidakseimbangan sintesis rantai globin. Namun, konsekuensi akumulasi dari


produksi rantai globin yang berlebihan berbeda-beda pada tiap tipe
thalassemia. Pada thalassemia-, rantai yang berlebihan, tidak mampu
membentuk Hb tetramer, terpresipitasi di dalam prekursor sel darah merah
dan, dengan berbagai cara, menimbulkan hampir semua gejala yang
bermanifestasi pada sindroma thalassemia-; situasi ini tidak terjadi pada
thalassemia-.
Rantai globin yang berlebihan pada thalassemia- adalah rantai
pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan rantai pada usia yang lebih
dewasa. Rantai-rantai tipe ini relatif bersifat larut sehingga mampu
membentuk homotetramer yang, meskipun relatif tidak stabil, mampu tetap
bertahan (viable) dan dapat memproduksi molekul Hb seperti Hb Bart ( 4)
dan Hb H (4). Perbedaan dasar pada dua tipe utama ini mempengaruhi
perbedaan besar pada manifestasi klinis dan tingkat keparahan dari penyakit
ini.
Rantai yang terakumulasi di dalam prekursor sel darah merah
bersifat tidak larut (insoluble), terpresipitasi di dalam sel, berinteraksi dengan
membran sel (mengakibatkan kerusakan yang signifikan), dan mengganggu
divisi sel. Kondisi ini menyebabkan terjadinya destruksi intramedular dari
prekursor sel darah merah. Sebagai tambahan, sel-sel yang bertahan yang
sampai ke sirkulasi darah perifer dengan intracellular inclusion bodies (rantai
yang berlebih) akan mengalami hemolisis; hal ini berarti bahwa baik
hemolisis maupun eritropoesis inefektif menyebabkan anemia pada penderita
dengan thalassemia-.
Kemampuan sebagian sel darah merah untuk mempertahankan
produksi dari rantai , yang mampu untuk berpasangan dengan sebagian
rantai yang berlebihan untuk membentuk Hb F, adalah suatu hal yang
menguntungkan. Ikatan dengan sebagian rantai berlebih tidak diragukan lagi
dapat mengurangi gejala dari penyakit dan menghasilkan Hb tambahan yang
memiliki kemampuan untuk membawa oksigen.

11

Selanjutnya, peningkatan produksi Hb F sebagai respon terhadap


anemia berat, menimbulkan mekanisme lain untuk melindungi sel darah
merah pada penderita dengan thalassemia-. Peningkatan level Hb F akan
meningkatkan afinitas oksigen, menyebabkan terjadinya hipoksia, dimana,
bersama-sama dengan anemia berat akan menstimulasi produksi dari
eritropoetin. Akibatnya, ekspansi luas dari massa eritroid yang inefektif akan
menyebabkan ekspansi tulang berat dan deformitas. Baik penyerapan besi dan
laju metabolisme akan meningkat, berkontribusi untuk menambah gejala
klinis dan manifestasi laboratorium dari penyakit ini. Sel darah merah
abnormal dalam jumlah besar akan diproses di limpa, yang bersama-sama
dengan adanya hematopoesis sebagai respon dari anemia yang tidak diterapi,
akan menyebabkan splenomegali masif yang akhirnya akan menimbulkan
terjadinya hipersplenisme.
Apabila anemia kronik pada penderita dikoreksi dengan transfusi
darah secara teratur, maka ekspansi luas dari sumsum tulang akibat
eritropoesis inefektif dapat dicegah atau dikembalikan seperti semula.
Memberikan sumber besi tambahan secara teori hanya akan lebih merugikan
pasien. Namun, hal ini bukanlah masalah yang sebenarnya, karena
penyerapan besi diregulasi oleh dua faktor utama : eritropoesis inefektif dan
jumlah besi pada penderita yang bersangkutan. Eritropoesis yang inefektif
akan menyebabkan peningkatan absorpsi besi karena adanya downregulation
dari gen HAMP, yang memproduksi hormon hepar yang dinamakan hepcidin,
regulator utama pada absorpsi besi di usus dan resirkulasi besi oleh makrofag.
Hal ini terjadi pada penderita dengan thalassemia intermedia.
Dengan pemberian transfusi darah, eritropoesis yang inefektif dapat
diperbaiki, dan terjadi peningkatan jumlah hormon hepcidin; sehingga
penyerapan besi akan berkurang dan makrofag akan mempertahankan kadar
besi.
Pada pasien dengan iron overload (misalnya hemokromatosis),
absorpsi besi menurun akibat meningkatnya jumlah hepsidin. Namun, hal ini
tidak terjadi pada penderita thalassemia- berat karena diduga faktor plasma
menggantikan mekanisme tersebut dan mencegah terjadinya produksi

12

hepsidin sehingga absorpsi besi terus berlangsung meskipun penderita dalam


keadaan iron overload.
Efek hepsidin terhadap siklus besi dilakukan melalui kerja hormon
lain bernama ferroportin, yang mentransportasikan besi dari enterosit dan
makrofag menuju plasma dan menghantarkan besi dari plasenta menuju fetus.
Ferroportin diregulasi oleh jumlah penyimpanan besi dan jumlah hepsidin.
Hubungan ini juga menjelaskan mengapa penderita dengan thalassemia-
yang memiliki jumlah besi yang sama memiliki jumlah ferritin yang berbeda
sesuai dengan apakah mereka mendapat transfusi darah teratur atau tidak.
Sebagai contoh, penderita thalassemia- intermedia yang tidak mendapatkan
transfusi darah memiliki jumlah ferritin yang lebih rendah dibandngkan
dengan penderita yang mendapatkan transfusi darah secara teratur, meskipun
keduanya memiliki jumlah besi yang sama.
Kebanyakan besi non-heme pada individu yang sehat berikatan kuat
dengan protein pembawanya, transferrin. Pada keadaan iron overload, seperti
pada thalassemia berat, transferrin tersaturasi, dan besi bebas ditemukan di
plasma. Besi ini cukup berbahaya karena memiliki material untuk
memproduksi hidroksil radikal dan akhirnya akan terakumulasi pada organorgan, seperti jantung, kelenjar endokrin, dan hati, mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada organ-organ tersebut (organ damage).
Tulang sumsum eritropoiesis tidak efektif dan darah yang berlebihan
hemolisis sel darah merah bersama-sama akun untuk anemia. Karena
retikulosit memproduksi jumlah equimolecular rantai alpha dan beta, eritrosit
matang mengandung dasarnya equimolecular jumlah masing-masing rantai.
pasien dengan thalassemia tidak menghasilkan cukup hemoglobin (Hb) A
(22) karena sel-sel mereka tidak bisa memproduksi baik alfa atau beta
polipeptida rantai hemoglobin manusia. Alpha-thalassemia menekan hanya
produksi rantai alpha, dan betathalassemia menekan hanya produksi rantai
beta. Secara klinis, baik alpha-dan beta-thalassemia dapat terjadi dalam
mayor (homozigot), menengah, dan kecil (heterozigot) bentuk genetik dan
juga dapat berinteraksi dengan kehadiran normal hemoglobin pada individu
yang sama.

13

D. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis
berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic
stippling, benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini
lebih kurang khas. Retikulosit meningkat.
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :
Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan
trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.
E. Manifestasi Klinis
Secara klinis talasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai
beratnya gejala klinis mayor, intermedia dan minor atau trait (pembawa sifat).
Batas antara tingkatan tersebut sering tidak jelas.
Biasanya bersifat homozygot. Sinonim : Anemia Cooley, Talasemia
Beta Mayor Anemia Mediteranean, Talasemia Homozygot. Gejala klinis
berupa muka mogoloid, pertumbuhan badan kurang sempurna (pendek),
pembesaran hati dan limpa, perubahan pada tulang karena hiperaktivitas
sumsum merah berupa deformitas dan faktor spontan, terutama kasus yang

14

tidak atau kurang mendapat tranfusi darah. Deformitas tulang disamping


mengakibatkan

muka

mongoloid,

dapat

menyebabkan

pertumbuhan

berlebihan tulang frontal dan zigomatik serta maksila. Pertumbuhan gizi


biasanya buruk. Sering disertai retraksi tulang rahang. Sinusitis (terutama
maksilaris) sering kambuh, akibat kurang lancarnya drainase pertumbuhan
intelektual dan berbicara biasanya tidak terganggu. IQ kurang baik apabila
tidak mendapat tranfusi darah secara teratur dan cukup menaikkan kadar Hb.
Anemia biasanya berat dan biasanya mulai muncul gejalanya pada
usia beberapa bulan serta menjadi jelas pada usia 2 tahun. Ikterus jarang
terjadi dan bila ada biasanya ringan. Talasemia -bo homozygot pada
umumnya memerlukan tranfusi secara reguler, tetapi ada kalanya berlangsung
ringan dan memberikan gambaran klinis seperti talasemia intermedia.
Talasemia beta diantara orang negro (talasemia beta 2) pada umumnya
berlangsung ringan.
Pada talasemia intermedia dan minor sesuai dengan arti katanya
didapatkan variasi luas mengenai jenis gejala klinis. Talasemia intermedia
fenotipik adalah talasemia mayor tanpa adanya kerusakan gen. Keadaan
klinisnya lebih baik dan gejala lebih ringan daripada talasemia mayor. Pada
talasemia intermedia umumnya tidak ada splenomegali. Anemia ringan, bila
ada disebabkan oleh masa hidup eritrosit yang memendek.
Pada talasemia trait umumnya tidak dijumpai gejala klinis yang
khas. Hanya di dapat kelainan pada eritrosit dan atau hanya sebagian dari
gejala yang didapat pada kasus homozygot.
Gambaran klinis penyakit talasemia beta Hb E menyerupai talasemia
mayor Hb dalam hal ini terdiri dari HbE, HbF dan apabila ada Hb A1 dalam
jumlah yang sedikit.
Talesemia mayor mulai menunjukkan gejala anemia pada masa bayi
(kadang kadang pada umur 3 bulan) pada waktu sintesis rantai -b
menggantikan sintesis rantai - l. Anak semakin pucat dan mengalami
gangguan pertumbuhan sehingga makin nyata tampak kecil, fragil. Lama
lama perut membuncit karena splenomegali. Karena itu setiap anak dengan

15

pucat (terutama bila anemia berat), fragil, mungkin juga ditemukan PEM I
maka dia harus dicurigai menderita talasemia, mengingat Indonesia adalah
daerah sindrom talasemia. Pada pengamatan lebih dekat tampak muka
mongoloid dengan hipertolerisme, nasal bridge pesek; pada anak yang agak
besar mulut tonggos (rodent like mouth) akibat maksila yang lebih menonjol,
bibir atas agak terangkat. Splenomegali makin nyata dengan makin
bertambahnya umur. Hepatomegali umumnya ada, pasca splenektomi
hepatomegali selalu ada dan progresif. Limfadenopati jarang terjadi.
anak-anak dengan thalassemia akan muncul baik pada saat lahir,
tetapi anemia mengembangkan dan semakin worses karena tidak adanya
sebagian atau seluruh hemoglobin. Jika kondisi ini tidak diobati, maka dapat
menyebabkan

kematian

dini

.Untuk anak-anak yang selamat, kondisi ini memaksakan serius implikasi


pada kesehatan mereka dan berhubungan dengan kualitas hidup. Khas anakanak ini harus menjalani transfusi darah setidaknya sekali bulan tergantung
pada tingkat keparahan penyakit. Pada waktu-waktu yang mereka harus
dirawat di rumah sakit untuk hari lengkap. Mereka juga harus mendapatkan
suntikan desferal dalam terapi khelasi besi untuk menghilangkan kelebihan
zat besi dalam tubuh mereka karena transfusi darah yang sering.
Pada masa remaja terjadi keterlambatan menarche dan pertumbuhan
alat kelamin sekunder, keterlambatan fungsi reproduksi. Dapat pula terjadi
fraktur patologik, ulkus kronik ditungkai bawah seperti pada anemia
hemolitik kronik yang lain sebagai akibat dari ekspansi eritropoesis. Terjadi
distorsi tulang tulang muka sehingga dahi menonjol, mulut tonggos,
pertumbuhan gigi tidak teratur.
Hemosiderosis makin nyata pada dekade kedua kehidupan terutama
pada penderita yang sering mendapat tranfusi (sampai > 100 kali) dan tidak
mendapat iron chelating agent untuk mengeluarkan timbunan besi tubuh.
Pada Rontgen tulang kepala tampak gambaran hair on end korteks tipis
bahkan tak tampak, diploe tampak seperti garis garis tegak lurus pada
lengkung tengkorak seperti gambaran singkat

16

F. Pertumbuhan Dan perkembangan


Sering didapatkan data mengenai adanya kecenderungan gangguan
terhadap tumbuh kembang sejak anak masih bayi, karena adanya pengaruh
hipoksia jaringan yang bersifat kronik. Hal ini terjadi terutama untuk
thalassemia mayor. Thalasemia beta mayor, yakni jenis thalasemia yang
paling parah. Penderita thalasemia jenis ini harus melakukan tranfusi darah
terus-menerus sejak diketahui melalui diagnosa, meskipun sejak bayi.
Umumnya bayi yang lahir akan sering mengalami sakit selama 1-2 tahun
pertama

kehidupannya.

Sehingga

mempengaruhi

pertumbuhan

dan

perkembangannya yang mengakibatkan keterlambatan sirkulasi zat gizi yang


kurang lancar.
Pada thalasemia beta mayor gejala klinik telah terlibat sejak umur
kurang dari 1 tahun. Gejala yang tampak ialah anak lemah, pucat,
perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur berat badan kurang. Pada anak
yang besar sering dijumpai adanya gizi buruk, perut membuncit, karena
adanya pembesaran limfa dan hati yang diraba. Adanya pembesaran hati dan
limfa tersebut mempengaruhi gerak klien karena kemampuannya terbatas.
Limfa yang membesar ini akan mudah rupture karena trauma ringan.
Gejala lain adalah bentuk muka yang mongoloid, hidung pesek tanpa
pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulan dahi juga lebar. Hal
ini disebabkan karena adanya gangguian perkembangan ketulang muka dan
tengkorak, gambaran radiologis tulang memperhatikan medulla yang lebar
korteks tipis dan trabekula besar. Keadaan kulit pucat kekuning-kuningan jika
pasien telah sering mendapatkan transfusi darah kulit menjadi kelabu serupa
dengan besi akibat penimbunan besi dalam jaringan kulit. Penimbunan besi
(hemosiderosis) dalam jaringan tubuh seperti pada hepar, limfa, jantung akan
mengakibatkan gangguan faal alat-alat tersebut (hemokromatosis).

17

Pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan ada


keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
rambut pubis dan ketiak. Kecerdasan anak juga dapat mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
Selain pertumbuhan fisik dan pubertas, kualitas hidup adalah isu lain
dalam jangka panjang tindak lanjut dari pasien. Kualitas kesehatan yang
berhubungan kehidupan (HRQOL) pengukuran adalah multidimensi konsep
yang mewakili perspektif pasien dari dampak penyakit dan pengobatan pada
kesejahteraan individu
G. Hospitalisasi
Thalasemia terutama thalasemia mayor akan membutuhkan transfusi
darah rutin secara teratur seumur hidupnya dan membutuhkan perawatan
medis yang berkelanjutan. Keadaan yang dialami oleh penderita thalasemia
sesuai

dengan

konsep

penyakit

kronis

sehingga

thalasemia

dapat

dikategorikan sebagai penyakit kronis. Penyakit kronis adalah suatu kondisi


yang mengganggu aktivitas sehari-hari selama lebih dari 3 bulan dalam
setahun yang disebabkan hospitalisasi selama lebih dari 1 bulan dalam
setahun.
Anak dengan thalasemia mayor akan membutuhkan dan harus
menjalani transfusi darah yang teratur untuk mempertahankan hidupnya.
Anak juga harus mengkonsumsi obat kelasi besi yang bertujuan untuk
mengurangi kelebihan zat besi akibat transfusi darah yang dilakukan secara
rutin dalam jangka waktu yang lama. Selama menjalani perawatan, umumnya
anak selalu didampingi oleh orangtuanya, dan yang tersering adalah ibu.
Hasil penelitian Atkin dan Ahmad menyatakan bahwa bagaimanapun ibu
adalah orang yang selalu bertanggungjawab dalam perawatan sehari-hari
anaknya. Selama masa tersebut, ibu dituntut agar dapat menjalankan perannya
sebagai perawat utama bagi anaknya. Ibu diharapkan dapat memberikan
dukungan kepada anak secara fisik, psikologis, moral dan material. Bahkan

18

ibu harus mempelajari keahlian atau pengetahuan baru terkait thalasemia


yang diperlukan dalam merawat anaknya.
Penyakit kronis juga akan mempengaruhi keadaan psikologisnya,
anak akan mengalami trauma terhadap proses hospitalisasi. Bagi keluarga dan
anggota keluarga yang lain, bila ada salah satu anak yang menderita penyakit
kronis maka kesakitan dan penderitaan tersebut juga akan dirasakan oleh
mereka. Pengaruh penyakit kronis akan meningkatkan biaya untuk
pengobatan, kekhawatiran dan ketakutan terhadap hasil pengobatan, dan
terganggunya rutinitas (fungsi dan peran) harian keluarga.
H. Terapi
Pengobatan Dan Penatalaksanaan Hingga sekarang tidak ada obat
yang dapat menyembuhkan thalassemia. Transfusi darah diberikan bila kadar
Hb telah rendah (kurang dari 6 g%) atau bila anak mengeluh tidak mau
makan dan lemah. Untuk mengeluarkan besi dari jaringan tubuh diberikan
iron chelating agent, yaitu desferal secara intramuskular atau intravena.
Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun, sebelum
didapatkan tanda hipersplenisme atau hemosiderosis. Bila kedua tanda itu
telah tampak, maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi,. Sesudah
splenektomi, frekuensi transfusi darah biasanya menjadi lebih jarang.
Diberikan pula bermacammacam vitamin, tetapi preparat yang mengandung
besi merupakan indikasi
kontra.
Dilaboratorium klinik, kadar hemoglobin dapat ditentukan dengan
berbagai cara : diantaranya dengan cara kolorimetrik seperti cara
sianmethemoglobin (HiCN) dan dengan cara oksihemoglobin (HbO2).
International committee for standardization in Haematology (ICSH)
menganjurkann pemeriksaan kadar hemoglobin cara sianmethemoglobin.
Cara ini mudah dilakukan, mempunyai standar yang stabil dan dapat
mengukur semua jenis hemoglobin kecuali sulfhemoglobin. Metoda sahli
yang berdasarkan pembentukan hematin asam tidak dianjurkan lagi, karena

19

mempunyai kesalahan yang sangat besar, alat tidak dapat distandardisasi dan
tidak semua jenis hemoglobin diubah menjadi hematin asam, seperti
karboksihemoglobin, methemoglobin dan sulfhemoglobin.
a. Temuan Laboratorium
Kelainan morfologi erotrosit pada penderita thalassemia beta homozigot
yang tidak di transfusi adalah eksterm di samping hipokronia dan
mikrositosis berat., banyak ditemukan poikilosit yang terfrakmentasi, aneh
(bizarre) dan sel target. Sejumlah besar eritrosit yang berinti ada di darah
tepi, terutama setelah splenektomi. Inklusi intra eritrositik, yang
merupakan presipitasi dari kelebihan rantai alfa, juga dapat terlihat paska
splenektomi. Kadar Hb turun secara cepat menjadi kurang dari 5 g/dl
kecuali jika transfusi di berikan. Kadar bilirubin serum tidak terkonjugasi
meningkat. Kadar serum besi tinggi, dengan saturasi kapasitas pengikat
besi. Gambaran biokimiawi yang nyata adalah adanya kadar Hb F yang
sangat tinggi dalam eritrosit. Senyawa dipirol menyebabkan urin berwarna
coklat gelap terutama paska splenektomi.
b. Terapi
Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb di atas 10
g/dl. Regimen hiper transfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang nyata
memungkinkan aktifitas normal dengan nyaman, mencegah ekspansi
sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait dengan
perubahan tulangtulang muka, dan meminimalkan dilatasi jantung dan
osteoporosis. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah
terpampat (PRC) biasanya di perlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus
di kerjakan untuk mencegah alloimunisasi dan mencehag reaksi transfusi.
Lebih baik di gunakan PRC yang relatif segar (kurang dari 1 minggu
dalam antikoagulan CPD) walaupun dengan ke hati-hatian yang tinggi,
reaksi demam akibat transfusi lazim ada. Hal ini dapat di minimalkan
dengan penggunaan eritrosit yang direkonstitusi dari darah beku atau
penggunaan filter leukosit, dan dengan pemberian antipiretik sebelum

20

transfusi. Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi jangka panjang,


yang tidak dapat di hindari karena setiap 500 ml darah membawa kira-kira
200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat di ekskresikan secara fisiologis.
Siderosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan dalam
kematian awal penderita. Hemosiderosis dapat di turunkan atau bahkan di
cegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi (iron chelating
drugs).
deferoksamin, yang membentuk kompleks besi yang dapat di
ekskresikan dalam urin. Kadar deferoksamin darah yang di pertahankan
tinggi adalah perlu untuk ekresi besi yang memadai. Obat ini diberikan
subkutan dalam jangka 8- 12 jam dengan menggunakan pompa portabel
kecil (selama tidur), 5 atau 6 malam/minggu penderita yang menerima
regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum kurang dari 1000
ng/mL yang benar-benar di bawah nilai toksik. Komplikasi mematikan
siderosis jantung dan hati dengan demikian dapat di cegah atau secara
nyata tertunda. Obat pengkhelasi besi per oral yang efektif, deferipron,
telah dibuktikan efektif serupa dengan deferoksamin. Karena kekhawatiran
terhadap kemungkinan toksisitas (agranulositosis, artritis, artralgia) obat
tersebut kini tidak tersedia di Amerika Serikat. Terapi hipertransfusi
mencegah splenomegali masif yang di sebabkan oleh eritropoesis ekstra
medular. Namun splenektomi akhirnya di perlukan karena ukuran organ
tersebut atau karena hipersplenisme sekunder. Splenektomi meningkatkan
resiko sepsis yang parah sekali, oleh karena itu operasi harus dilakukan
hanya untuk indikasi yang jelas dan harus di tunda selama mungkin.
Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah meningkatkan kebutuhan
transfusi yang menunjukkan unsur hipersplenisme. Kebutuhan transfusi
melebihi 240 ml/kg PRC/tahun biasanya merupakan bukti hipersplenisme
dan merupakan indikasi untuk mempertimbangkan splenektomi. Imunisasi
pada penderita ini dengan vaksin hepatitis B, vaksin H.influensa tipe B,
dan vaksin polisakarida pneumokokus diharapakan, dan terapi profilaksis
penisilin juga dianjurkan. Cangkok sumsum tulang ( CST) adalah kuratif

21

pada penderita ini dan telah terbukti keberhasilan yang meningkat,


meskipun pada penderita yang telah menerima transfusi sangat banyak.
Namun, prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas dan mortalitas
dan biasanya hanya di gunakan untuk penderita yang mempunyai saudara
kandung yang sehat (yang tidak terkena) yang histokompatibel.

BAB III
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Fokus pengkajian perawatan untuk pasien thalasemia menurut Cindy
Smith Greenberg (1998 : 263), hal yang perlu dikaji adalah :
1.

Riwayat yang berhubungan dengan riwayat kelahiran anak (neonatus),


penekanan imun, splenektomy, imunisasi hepatitis, DPT, BCG, Polio,
transfusi 3 kali, penyakit dahulu, diare, batuk.

2.

Data Objektif

22

Pemriksaan fisik meliputi tingkat kesadaran, tingkat energi, lokasi atau


karakteristik penyakit, ulserasi kulit, pucat, lemas, kulit ikterik, distensi
perut, hepatomegali, splenomegali, pembesaran jantung, pergerakan
ekstrim, inflamasi pada jari-jari, nyeri, kemerahan, lemah.
3.

Psikososial atau faktor perkembangan


Tingkat perkembangan, rencana masa depan, respon anak atau orang tua
terhadap penyakit kronik, tahap atau tingkat kehilangan dan koping,
kebiasaan.

4.

Data Subjektif
a.

Pemahaman klien atau keluarga tentang penyakit

b. Riwayat thalasemia
Thalasemia adalah penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan
dari kedua orang tua kepada anak-anaknya secara resesif, menurut hukum
mandel. Factor genetic ini diturunkan dari perkawinan antara 2 heterozigot
(carier) menghasilkan keturunan : 25% thalasemia (homozigot), 50% carier
(heterozigot), dan 25% normal.
P

Thth

Thalasemia Minor

Thth

Thalasemia Minor
F1

Th

Th

ThTh

Thth

Thalasemia

Thalasemia

Mayor
Thth

Minor

Th

th

Thalasemia
Minor

Thth
Normal

Dari perkawinan antara 2 heterozigot (carier) dihasilkan :

25% Thalasemia mayor atau Thalasemia homozigot

23

50% Thalasemia minor atau Thalasemia heterozigot (carier)


25% normal
5. Data Penunjang menurut Suryo (2003 : 110)
a. Pemeriksaan darah tepi
1) Kadar konsentrasi Hb menurun dapat sampai 2-3 g%.
2) Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik dan hipokromik sedang,
hitung darah sel darah merah normal
3) Retikulosit meningkat.
b. Pemeriksaan radiologi
1) Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis,
diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
2) Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum
tulang sehingga trabekula tampak jelas.

B. Diagnosa
Diagnosa yang muncul pada anak dengan kasus thalasemia
berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan NANDA (2006) adalah :
1.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan anoreksia.

2.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay O2

dengan

kebutuhan.

3.

Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar Hb.

4.

Resiko infeksi berhubungan dengan perubahan sekunder tidak adekuat.

5.

Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan

sirkulasi.
6.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber

informasi.
C. Intervensi
Intervensi menurut Wilkinson, J.M (2007) Nursing Interventions
Classification (NIC) dan hasil yang diharapkan menurut Nursing Outcomes
Classification (NOC) antara lain :
1.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan anoreksia.

24

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan nutrisi


pasien adekuat.
NOC : Status nutrisi
Kriteria hasil :
a.

Tidak terjadi penurunan berat badan

b. Asupan nutrisi adekuat


c.

Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi

Skala :
1 = Tidak adekuat
2 = Ringan
3 = Sedang
4 = Kuat
5 = Adekuat total
NIC : Pengelolaan nutrisi
Aktivitas :
a.

Kaji status nutrisi pasien

b. Ketahui makanan kesukaan pasien


c.

Anjurkan makan sedikit tapi sering

d. Timbang berat badan dalam interval yang tepat


e.

Sajikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk yang menarik

f.

Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan diet yang tepat

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay O2


dengan kebutuhan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan pasien
dapat beraktivitas
seperti biasa.
NOC : Penghematan energi
Kriteria hasil :
a.

Menyadari keterbatasan energi

b. Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat


c.

Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas

25

Skala :
1 = Tidak sama sekali
2 = Jarang
3 = Kadang
4 = Sering
5 = Selalu
NIC : Pengelolaan energi
Aktivitas :
a.
dan

Tentukan penyebab keletihan (misalnya karena perawatan, nyeri,


pengobatan)

b. Pantau respon O2 pasien terhadap aktivitas perawatan diri.


c.

Bantu pasien untuk mengidentifikasi pilihan waktu.

d. Bantu dengan aktivitas fisik teratur (misal berubah posisi sesuai


kebutuhan).
e.

Batasi rangsang lingkungan (kebisingan).

f.

Berikan istirahat adekuat.

g.

Pantau asupan nutrisi untuk memastikan keadekuatan sumber

energi.
3. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan kadar Hb
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan perfusi
jaringan efektif.
NOC : Perfusi jaringan : perifer
Kriteria hasil :
a.

Kulit utuh, warna normal

b. Suhu ekstrim, hangat


c.

Tingkat sensasi normal

Skala :
1 = Ekstrem
2 = Berat
3 = Sedang
4 = Ringan

26

5 = Tidak terganggu
NOC : Penatalaksanaan sensasi perifer
Aktivitas :
a.

Kaji tingkat rasa tidak nyaman.

b. Pantau adanya kesemutan.


c.

Pantau penggunaan alat yang panas atau dingin.

d. Periksa kulit setiap hari dari adanya perubahan integritas kulit.


e.

Diskusikan dan identifikasi penyebab dari sensasi tidak normal


atau perubahan sensasi.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan perubahan sekunder tidak adekuat.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tantatanda

infeksi terjadi.
NOC : Pengendalian resiko
Kriteria hasil :
a.

Mendapatkan imunisasi yang tepat

b. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi


c.

Mengubah gaya hidup untuk mengurangi resiko


Skala :
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC : Pengendalian Infeksi
Aktivitas :
a. Ajarkan pada klien dan keluarga tanda dan gejala terjadinya
infeksi dan kapan harus melaporkan kepada petugas.
b. Pertahankan teknik isolasi.
c.

Berikan terapi antibiotik bila diperlukan.

d. Informasikan kepada keluarga kapan jadwal imunisasi.


e.

Jelaskan keuntungan dan efek dari imunisasi.

27

5.

Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan


sirkulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan tidak
terjadi kerusakan integritas kulit.
NOC : Pengendalian resiko
Kriteria hasil :
a.

Memantau factor resiko dari perilaku dan lingkungan yang

memperparah kerusakan integritas kulit.


b. Mengenal perubahan pada stadium kesehatan.
Skala :
1 = Tidak pernah dilakukan
2 = Jarang dilakukan
3 = Kadang-kadang dilakukan
4 = Sering dilakukan
5 = Dilakukan secara konsisten
NIC : Surveilans kulit
Aktivitas :
a.

Kaji adanya faktor resiko yang dapat menyebabkan

kerusakan kulit.
b.

Pantau kulit dari adanya ruam dan lecet, warna dan suhu,

area kemerahan.
6.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal sumber

informasi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan
pengetahuan pasien dan keluarga bertambah.
NOC : Pengetahuan : Proses penyakit
Kriteria hasil :
a.

Mengenal nama penyakit

b. Deskripsi proses penyakit


c.

Deskripsi faktor penyebab

d. Deskripsi tanda dan gejala

28

e.

Deskripsi cara meminimalkan perkembangan penyakit

Skala :
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan
NIC : Pembelajaran proses penyakit
Aktivitas :
a.

Jelaskan tanda dan gejala penyakit.

b. Jelaskan proses penyakit


c.

Identifikasi penyebab penyakit

d. Beri informasi mengenai kondisi pasien


e.

Beri informasi tentang hasil pemeriksaan diagnostik.

J. Evaluasi
a.

Dx. 1

Skala :

Tidak terjadi penurunan BB

1 = Tidak adekuat

b. Asupan nutrisi adekuat

2 = Ringan

c.

3 = Sedang

Tidak terjadi tanda-tanda malnutrisi

4 = Kuat
Dx. 2

5 = Adekuat total
Skala :

a.

Menyadari keterbatasan energi

1 = Tidak sama sekali

b.

Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat

2 = Jarang

c.

Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas

3 = Kadang
4 = Sering

a.

Dx. 3

5 = Selalu
Skala :

Kulit utuh, warna normal

1 = Ekstrem

29

b. Suhu ekstrim, hangat

2 = Berat

c.

3 = Sedang

Tingkat sensasi normal

4 = Ringan
5 = Tidak terganggu

a.

Dx. 4

Skala :

Mendapatkan imunisasi yang tepat

1 = Tidak pernah menunjukkan

b. Terbebas dari tanda dan gejala infeksi


c.

2 = Jarang menunjukkan

Mengubah gaya hidup untuk mengurangi 3 = Kadang menunjukkan


resiko

4 = Sering menunjukkan
5 = Selalu menunjukkan

Dx. 5

Skala :

a. Memantau faktor resiko dari perilaku dan 1 = Tidak pernah dilakukan


lingkungan

yang

memperparah

kerusakan 2 = Jarang dilakukan

integritas kulit.
b. Mengenal perubahan pada stadium kesehatan.

3 = Kadang-kadang dilakukan
4 = Sering dilakukan
5 = Dilakukan secara konsisten

a.
bc.

Dx. 6

Skala :

Mengenal nama penyakit

1= Tidak pernah menunjukkan

Deskripsi faktor penyebab

d. Deskripsi tanda dan gejala


e.

2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang menunjukkan

Deskripsi cara meminimalkan perkembangan 4 = Sering menunjukkan


penyakit

5 = Selalu menunjukkan

30

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Thalassemia adalah suatu penyakit congenital herediter yang
diturunkan secara autosom berdasarkan kelainan hemoglobin, di mana satu
atau lebih rantai polipeptida hemoglobin kurang atau tidak terbentuk sehingga
mengakibatkan terjadinya anemia hemolitik. Dengan kata lain, thalassemia
merupakan penyakit anemia hemolitik, dimana terjadi kerusakan sel darah di
dalam pembuluh darah sehingga umur eritosit menjadi pendek. Talasemia
terbagi tiga jenis yaitu Talasemia major, Talasemia intermedia, Talasemia
minor. Secara klinis talasemia dapat dibagi dalam beberapa tingkatan sesuai
beratnya gejala klinis mayor, intermedia dan minor atau trait (pembawa sifat).
Batas antara tingkatan tersebut sering tidak jelas. Penderita thalasemia jenis
ini harus melakukan tranfusi darah terus-menerus sejak diketahui melalui
diagnosa, meskipun sejak bayi. Umumnya bayi yang lahir akan sering
mengalami sakit selama 1-2 tahun pertama kehidupannya. Sehingga
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya yang mengakibatkan

31

keterlambatan sirkulasi zat gizi yang kurang lancar. Penyakit kronis juga akan
mempengaruhi keadaan psikologisnya, anak akan mengalami trauma terhadap
proses hospitalisasi. Bagi keluarga dan anggota keluarga yang lain, bila ada
salah satu anak yang menderita penyakit kronis maka kesakitan dan
penderitaan tersebut juga akan dirasakan oleh mereka.

DAFTAR PUSTAKA
1. Doenges, Marilynn E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 3.
Jakarta: EGC.
2. Ngastiyah, (1997). Perawatan Anak Sakit. Jakarta: EGC.
3. Suriadi, Rita Yuliani, (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak edisi I.
Jakarta: CV. Sagung Solo.
4. Guyton, Arthur C. (2000). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, edisi 9.
Jakarta: EGC.
5. Soeparman, Sarwono, W. (1996). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta :
FKUI.
6. Caocci1G, Efficace F, Ciotti F, et all. Health related quality of life in
Middle Eastern children with beta-thalassemia. BMC Blood Disorders.
2012, 12:6.
7. Baghianimoghadam MH, Sharifirad G, RahaeiZ, et all. Health Related
Quality Of Life In Children With Thalassaemia Assessed On The Basis Of
Sf-20 Questionnaire In Yazd, Iran: A Case-Control Study. Cent Eur J
Public Health . 2011; 19 (3): 165169.
8. Hoffbrand. A.V & Petit, J.E. (1996). Kapita Selekta Haematologi edisi ke
2. Jakarta: EGC.

32

9. NANDA. (2006). Diagnosa Keperawatan NANDA : Definisi dan


Klasifikasi. Yogyakarta : Prima Medika.
10. Surapolchai P, Satayasai W, Sinlapamongkolkul P, et all. Biopsychosocial
Predictors of Health-Related Quality of Life in Children with Thalassemia
in Thammasat University Hospital. J Med Assoc Thai. 2010; 93 (Suppl.
7) : S65-S75.
11. Marengo-Rowe AJ. The thalassemias and related disorders. Proc (Bayl
Univ Med Cent) 2007;20:2731.

33

You might also like