You are on page 1of 10

Bab 2 Persaingan dan Daya Saing Industri

Oleh : Prof. Dr. Rina Indiastuti

Terminologi persaingan adalah suatu konsep yang kerap digunakan dalam ilmu
ekonomi untuk mengerti bagaimana pembentukan harga pasar dan keputusan
penetapan harga oleh suatu perusahaan atau penjual. Pengertian persaingan
mengalami perubahan sejalan dengan aplikasi ilmu ekonomi oleh kalangan
perusahaan atau penjual. Pengertian pertama dari persaingan, seperti yang
dijelaskan pada teori klasik, yaitu struktur pasar (market structure) khususnya pasar
persaingan sempurna untuk produk identik (homogin) yang melibatkan banyak
penjual dan banyak pembeli. Shepherd (1997) menyebutkan aplikasi struktur pasar
persaingan sempurna adalah struktur pasar persaingan (competitive market
structure) yang memiliki kinerja pasar yaitu biaya murah (lower costs) dan harga
rendah (lower prices).
Sejalan dengan perkembangan jenis barang yang dibutuhkan maka bentuk pasar
persaingan sempurna menjadi sulit ditemukan pada dunia praktek hingga
berkembang definisi kedua, persaingan merupakan suatu proses dinamik yang
dilakukan antar perusahaan atau penjual untuk tujuan memenangkan persaingan
dan ekspansi. Praktek strategi yang diaplikasikan yaitu menurunkan harga (cut
prices), mengiklankan barang/jasa (advertise), investasi untuk R&D, dan strategi
lainnya. Pada definisi kedua ini, persaingan merupakan suatu proses dinamik
dibandingkan suatu kondisi ekuilibrium statik sehingga makna persaingan bukan
hanya menurunkan harga namun mencakup komponen-komponen perilaku besaing
(competitive behavior) yang dilakukan setiap perusahaan yang ingin mampu
bersaing di pasar.
Pada teori klasik, aplikasi persaingan dikenali melalui terbentuknya harga pasar
keseimbangan (statik) yang dicapai akibat semua perusahaan atau penjual memiliki
perilaku bersaing untuk menetapkan harga jual merujuk pada harga pasar
keseimbangan (lihat gambar 1). Harga pasar keseimbangan Pe menjadi acuan suatu
perusahaan dalam menetapkan harga jual. Rujukan harga keseimbangan sekaligus
menjadi rujukan keputusan produksi yang mencapai laba maksimum.
Gambar 1 Perusahaan pada Struktur Pasar Persaingan Sempurna
Rp

Rp

A
S
Pe

MC
p1

P
AC

D
Q
Qc
Pasar

q
q1
Suatu perusahaan

Jika ada perusahaan yang menjual harga lebih tinggi dari Pe maka pembeli akan
beralih ke perusahaan lain yang menawarkan harga Pe karena kurva permintaan
sulit berubah. Perusahaan jika mungkin akan menjual dengan harga lebih rendah
dari Pe untuk tujuan meningkatkan jumlah penjualan. Perusahaan yang memiliki
biaya marjinal (MC) dan biaya rata-rata (AC) lebih rendah dibandingkan pesaing
maka akan mampu memperoleh laba per-unit (P-AC) lebih besar dibandingkan
pesaing atau akan mampu menjual lebih banyak pada harga relative murah
dibandingkan pesaing. Harga keseimbangan pasar akan terjaga jika setiap
perusahaan yang mempunyai kesamaan struktur MC menyesuaikan jumlah produksi
untuk dijual di pasar sebesar q1 pada harga p1 atau dikenal sebagai kondisi
perusahaan bekerja pada kondisi laba maksimum.
Stigler (1957) dan McNulty (1968) selanjutnya memberikan kontribusi pada evolusi
pengertian persaingan. Pada pasar persaingan sempurna tidak diperlukan strategic
interaction karena harga pasar merupakan rujukan untuk kegiatan operasional yang
mereka harus lakukan. Pada pasar persaingan (competitive market), pesaing dan
sumberdaya dapat masuk dan keluar pasar tampa hambatan.
Pada pasar persaingan sempurna, strategi efisiensi untuk menghasilkan produk
dengan biaya relatif murah (lower cost) menjadi strategi yang umum dilakukan oleh
perusahaan untuk bersaing atau merintis ekspansi di dalam jangka panjang. Kondisi
ini yang menjadi elaborasi definisi pertama konsep persaingan yang menjamin
terwujudnya efisiensi perusahaan baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang untuk mendapatkan laba maksimum. Jika suatu perusahaan tidak mampu
bekerja efisien sehingga biaya rata-rata diatas Pe maka perusahaan berpotensi
untuk bangkrut atau exit dari pasar. Perusahaan yang mampu efisien di dalam
jangka panjang atau bekerja pada skala ekonomis (economies of scale) akan
sekaligus menciptakan hambatan (barrier) bagi perusahaan baru (new entrants)
untuk masuk pasar. Asumsi yang digunakan pada kondisi ini adalah sifat produk
yang homogin atau standard. Dari perspektif sosial, akibat yang ditimbulkan dari
praktek persaingan pada pasar persaingan (competitive market) adalah
terwujudnya efisiensi dengan indikasi harga produk relatif murah sehingga
memunculkan kesejahteraan social dengan indikasi diperolehnya surplus konsumen
(consumer surplus) sebesar AEPe dan surplus produsen (producer surplus) sebesar
PeEB (lihat Gambar 1).
Perbesaran ukuran pasar untuk produk homogin sulit dilakukan sekalipun produksi
sudah dilakukan efisien. Praktek efisiensi yang dilakukan di dalam jangka panjang
2

yaitu yang mengarah pada economies of scope melengkapi economies of scale


sehingga produk yang beredar di pasar tetap dengan harga bersaing namun
semakin berkualitas dan beragam. Economies of scope yang dilakukan sejumlah
perusahaan akan mampu meningkatkan permintaan pasar sehingga kondisi
keseimbangan berubah dinamis. Pada definisi inilah persaingan diartikan sebagai
suatu proses dinamik merespon terhadap harga pasar yang mungkin bukan harga
keseimbangan (disekuilibrium). Proses dinamik memungkinkan kondisi yang
tercapai adalah serangkaian kondisi ketidakseimbangan (dynamic disequilibrium).
Dari perspektif bisnis, suatu perusahaan atau penjual akan menerapkan perilaku
atau action yang diharapkan berbeda dengan pesaing agar mampu bersaing untuk
tujuan mempertahankan atau meningkatkan pangsa pasar (market share).
Berikut akan diilustrasikan praktek persaingan yang terjadi pada evolusi produk,
misalnya dari TV hitam putih menjadi TV berwarna. Gambar 1 dimisalkan
merupakan praktek persaingan pasar TV hitam putih pada periode 1. Persaingan
yang tinggi mengakibatkan harga pasar Pe menjadi rujukan harga para perusahaan
dan penjual sekaligus menjamin terjadinya efisiensi di tingkat perusahaan dan
secara agregat akan mewujudkan Pareto optimum di tingkat makro. Seandainya
terjadi perlemahan tingkat persaingan yang ditunjukan dengan peningkatan
dominasi beberapa perusahaan sehingga harga ditawarkan lebih tinggi dari Pe
mengakibatkan terjadinya inefisiensi dan pengurangan surplus produsen akibat
pengurangan jumlah produk yang terjual dan pengurangan surplus konsumen
karena harus membayar dengan harga lebih mahal. Kenaikan harga lebih tinggi
dapat dihindarkan pada periode 2 jika sudah diaplikasikan perbaikan teknologi
dalam rangka economies of scale atau yang terjadi adalah penurunan harga
sekaligus peningkatan output. Total surplus yang terjadi pada periode 2 lebih besar
dibandingkan periode 1 akibat penekanan biaya produksi sekaligus peningkatan
jumlah produksi. Penyesuaian yang dilakukan antara periode 1 dan periode 2
mencerminkan terjadinya efisiensi dinamis (dynamic efficiency).
Praktek efisiensi dinamis yang populer adalah inovasi produk TV hitam putih
menjadi TV berwarna. Diasumsikan MC perusahaan pada periode 2 sama dengan
competitive market supply pada periode 1. Produksi TV berwarna hasil dari
economies of scope akan mampu meningkatkan ukuran pasar dan willingness to
pay sehingga kurva demand bergeser ke kanan. Peningkatan willingness to pay
terjadi akibat kesuksesan pencapaian efisiensi di level industri dan makro pada
periode 1 yang efek tetesnya pada peningkatan daya beli konsumen. Peningkatan
daya beli masyarakat sebagai efek dari ekspansi perusahaan yang direalisasikan
dengan meningkatkan penggunaan input termasuk input tenaga kerja. Peningkatan
penggunaan input secara agregat akan menurunkan tingkat pengangguran
sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat dan efeknya pada perbesaran
ukuran pasar dan kesediaan membayar dengan harga lebih tinggi untuk produk
yang semakin berkualitas.
3

Secara struktur pasar, aplikasi pasar persaingan sempurna yang terjadi pada
periode 1 berubah menjadi pasar persaingan tidak sempurna (imperfect market
competition) dengan bentuk yang paling banyak ditemui adalah struktur pasar
persaingan monopolistik (dimisalkan terjadi pada periode 2). Perusahaan yang
menghadapi struktur pasar persaingan monopolistic memiliki kesempatan efisiensi
dan menumbuhkan output melalui praktek economies of scope pada periode
transisi antara periode 1 dan periode 2. Peningkatan ragam produk yang disertai
efisiensi akan meningkatkan surplus masyarakat (social surplus) sekaligus
peningkatan penggunaan input (employment). Walaupun praktek pasar persaingan
monopolistik memungkinkan munculnya dominasi satu atau beberapa perusahaan
namun efek negatif praktek monopoli berupa welfare loss dapat dikendalikan
melalui kebijakan persaingan, seperti di Indonesia mempunyai UU No 5 tahun 1999.
Perubahan struktur pasar tersebut yang menjadi dasar bahwa praktek persaingan
dewasa ini tidak menerapkan persaingan harga saja, namun menerapkan praktek
kualitas persaingan yang diartikan sebagai usaha untuk memenangkan persaingan
dengan menghasilkan produk lebih berkualitas, dan inovasi produk baru. Terhadap
kondisi ini, pemikiran Schumpeter (1912) menjadi sangat relevan karena persaingan
dinamik akan memunculkan produk baru hasil R&D dan perbaikan teknologi serta
sekaligus akan menyingkirkan produk dan teknologi lama yang sudah tidak memiliki
nilai tambah. Kualitas persaingan tersebut yang disertai oleh promosi penjualan
akan mengakibatkan harga pasar keseimbangan sebagai hasil interaksi penawaran
dan permintaan akan menjadi akan sulit ditentukan bahkan perusahaan dominan
dapat mendikte permintaan karena memiliki kekuatan menguasai pasar (market
power). Perusahaan melalui mekanisme persaingan dinamis akan bekerja efisien
dan inovatif untuk menjamin keunggulan kualitas dan pertumbuhan margin (laba)
sehingga perusahaan dan industri mampu tumbuh progresif di dalam jangka
panjang yang selanjutnya memunculkan keunggulan bersaing (competitive
advantage), yaitu kemampuan untuk menawarkan kualitas superior untuk tingkat
harga yang sama, atau menawarkan kualitas yang sama pada tingkat harga lebih
murah.
Pada gambar 2, output industry tumbuh dari Qc menjadi Q. Harga rata-rata pasar
walaupun meningkat sebagai konsekuensi dari produk semakin berkualitas dan
beragam, namun surplus konsumen bertambah. Penambahan surplus produsen
lebih besar dibandingkan penambahan surplus konsumen sehingga dapat
dimengerti bahwa laba perusahaan juga meningkat. Perusahaan X yang melakukan
perbaikan kualitas dan diferensiasi produk yang menghadapi pasar persaingan
monopolistik dapat sukses mencapai keunggulan bersaing sekaligus membukukan
pertumbuhan laba karena hasil praktek efisiensi sehingga mampu menghasilkan
output lebih banyak (q1) namun juga mampu menawarkan harganya dibawah harga
rata-rata pasar (P < Pe).
Gambar 2 Keunggulan Bersaing Perusahaan X pada Pasar Persaingan Monopolistik
4

Rp

Rp

A
S=MC
Pe
Pe

MC

D
AC
MR
q

D
Q
Qc Q
Pasar

q1 q
Suatu perusahaan

Pada pasar persaingan monopolistic akan menghasilkan kualitas persaingan yang


akan menjadi rujukan penentuan strategi bersaing perusahaan untuk tumbuh di
dalam jangka panjang. Perusahaan yang sukses bersaing di dalam jangka panjang
dimungkinkan karena memiliki kemampuan untuk menciptakan, menemukan, dan
melakukan inovasi terhadap produk termasuk perbaikan layanan ke konsumen. Hal
ini yang mendorong perusahaan untuk memperhatikan dan mengimplementasikan
aspek stratejik dari kegiatan inovasi berbasis R&D. Semakin banyak perusahaan
melakukan proses dan kegiatan inovasi maka perusahaan dan industri akan
mengalami pertumbuhan sekaligus daya saing. Efek makro yang ditimbulkan adalah
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan berkelanjutan.
Dampak sosial dari praktek persaingan adalah bekerjanya perusahaan atau penjual
secara efisien sehingga menguntungkan masyarakat. Secara teoritis, jika terjadi
praktek monopoli sehingga berpotensi menjadi tidak efisiens maka harus dicegah
melalui regulasi. Praktek persaingan harus dijaga melalui regulasi dan kebijakan
persaingan agar perusahaan yang tumbuh dan sukses dalam ekspansi tidak
mengarah pada praktek monopoli. Esensi proses persaingan adalah keberlanjutan
kreativitas sekaligus menghindarkan praktek pemupukan kekuatan penguasaan
pasar (monopoli power) yang berlebihan sehingga memunculkan monopolis.
Praktek persaingan dinamis akan menjamin pertumbuhan industry melalui
perubahan struktur industri akibat perubahan output dan harga secara endogen
dan simultan. Pertumbuhan industri adalah hasil dari interaksi tiga komponen yaitu
teknologi, ukuran pasar dan strategi persaingan. Teknologi akan menentukan skala
ekonomis (economies of scale), skop ekonomis (economies of scope), rasio biaya
transaksi dan biaya produksi dalam rangka mencari struktur produksi yang paling
efisien. Mengingat proses persaingan berjalan melalui creative destruction maka
entry dari perusahaan potensial menjadi sulit dihalangi.
Pada industri apapun, teknologi yang digunakan akan mempengaruhi derajat
economies of scale dan economies of scope. Kemunculan beberapa perusahaan
5

dominan mengarah pada adanya hubungan praktek persaingan monopolistik dan


contestable market. Secara makro, munculnya perusahaan dominan namun mampu
bekerja dengan low cost menjadi penting karena memudahkan untuk meningkatkan
output industri secara progresif seperti contoh perusahaan otomotif Jepang yang
lebih efisien dibandingkan perusahaan Amerika sehinggi dinilai sukses pada saat
meningkatkan penjualan di berbagai Negara dunia.
Tentang contestability, menurut Baumol, Panzar, and Willing (1982) dipraktekan
dengan menghindarkan sunk cost dan menjadikan perusahaan mudah melakukan
hit-and run entry, seperti dipraktekan oleh perusahaan baru yang masuk industri
penerbangan di Indonesia saat ini yang melakukan leasing pesawat untuk menekan
biaya total untuk tujuan penetapan harga bersaing dan jika perlu harga termurah.
Strategi Contestable market diartikan sebagai suatu praktek persaingan melalui low
cost yang dilakukan oleh beberapa perusahaan yang bersaing ketat satu sama lain
sehingga harga yang terbentuk adalah harga bersaing (competitive price).
Dari uraian diatas, praktek persaingan dinamis berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan daya saing perusahaan, industry, dan negara. Pertumbuhan dan
pembangunan daya saing industri dijelaskan lebih rinci oleh Porter (1996) melalui
model persaingan seperti pada Gambar 2. Ada 4 (empat) daya atau factor yang
dapat dimiliki dan diakses untuk menentukan derajat persaingan antar perusahaah
di suatu industry, yaitu konsumen, pemasok sumberdaya, calon pesaing potensial,
dan produk substitusi. Pemanfaatan empat daya atau factor tersebut dan besarnya
derajat persaingan antar pesaing akan mempengaruhi besaran laba yang diperoleh
di dalam jangka pendek dan jangka panjang.
Porter mengungkapkan faktor-faktor tersebut merujuk pada teori mikroekonomi
yang menjelaskan faktor-faktor struktur pasar yaitu jumlah pembeli (konsumen),
jumlah dan ukuran perusahaan atau penjual, sifat produk (identik atau
terdeferensiasi), dan hambatan masuk atau keluar pasar yang merupakan ancaman
dari calon perusahaan baru. Dalam teori mikroekonomi, struktur pasar
diklasifikasikan menjadi apakah persaingan sempurna, persaingan monopolistik,
oligopoli, atau monopoli. Dapat disimpulkan bahwa model five forces dari Porter
dapat pula digunakan untuk menjelaskan struktur industri yang meliputi struktur
pasar dan ketersediaan (akses) sumberdaya melalui pemasok. Selanjutnya, struktur
pasar secara konseptual menentukan karakteristik permintaan dan ketersediaan
sumberdaya menentukan karakteristik penawaran.

Gambar 1 Penentu Persaingan Suatu Industri


Tabel berikut menjelaskan indicator pengukuran setiap factor.
No Faktor
Pengertian
Indikator pengukuran
1
Ancaman
Calon
Ukuran asset perusahaan baru
dari calon perusahaan
Efisiensi perusahaan baru
perusahaa baru merupakan
Penguasaan sumberdaya khususnya
n
baru ancaman
jika
material, penolong dan capital
(new
memiliki
Akses pada jalur distribusi
entrants)
kapasitas,
pangsa
pasar,
dan
memiliki
akses
pada
sumberdaya
2
Posisi
Jumlah volume pembelian. Semakin
tawar
besar
volume
pembelian
maka
konsumen
kapasitas industri yang dibutuhkan
atau
semakin besar
pembeli
Sifat produk apakah standard atau
(power of
sedikit berbeda
customers
Elastisitas permintaan yang diukur dari
)
besarnya
proporsi
pengeluaran
konsumen (proporsi kuantitas yang
dibeli dan besarnya biaya pembelian)
untuk produk industri. Semakin kecil
proporsi maka pembeli tidak akan
sensitf terhadap perubahan harga
Tingkat kualitas produk industri
3
Posisi
Tingkat dominasi beberapa pemasok
tawar
Posisi tawar pemasok (jumlah pemasok
pemasok
dibandingkan
jumlah
perusahaan
input
pencari input)
(power of
Besarnya switching cost merespon
suppliers)
keleluasaan memilih pemasok
7

Produk
substitusi
(substitute
products)

Menunjukan
trade-of harga
dan
kinerja
produk

Sifat
keterkaitan
dan
kemitraan
pemasok dan industri pengguna input
Perbedaan harga antar produk yang
dapat disubstitusikan
Elastisitas substitusi yang juga dapat
mendeskripsikan market power
Perbedaan manfaat antar produk yang
dapat disubstitusikan
Jumlah pesaing dan konsentrasi pasar
Pertumbuhan industri
Tingkat diferensiasi produk
Tingkat switching cost
Besarnya fixed cost untuk produksi
Tingkat utilitas kapasitas
Tingkat hambatan (barrier) keluar pasar
Variasi strategi yang dilakukan pesaing

Keberadaa
n pesaing

Persaingan yang
dilakukan para
pesaing
berbentuk
persaingan
harga,
introduksi
produk
dan
iklan.

Sebagai penutup, praktek persaingan dinamik mutlak dibutuhkan oleh suatu


perekonomian yang mengalami pertumbuhan daya beli atau perbesaran ukuran
pasar karena praktek persaingan dinamik akan mendorong pertumbuhan output
industri dan pertumbuhan daya saing industri. Praktek persaingan dinamik berbasis
inovasi akan mendorong perusahaan dan industri bekerja lebih efisien saat
meningkatkan jumlah output produksi dan memperbesar ukuran pasar. Efek makro
keuntungan persaingan dinamik adalah peningkatan surplus social (konsumen plus
produsen). Hasil penelitian Cuilenburd and Slaa (1995) menunjukan ada korelasi
positif antara persaingan dan inovasi untuk industry telekomunikasi menggunakan
data Negara-negara OECD. Untuk mempromosikan inovasi, tingkat perkembangan
ekonomi suatu Negara menjadi mediasi penting, atau diartikan sebagai penjamin
terjadinya persaingan dinamik. Di lain pihak, jika persaingan dipraktekan tidak
dinamik karena tidak kondusifnya perekonomian suatu Negara atau dikatakan
masih bersifat statik maka perusahaan akan mengalami inefisiensi sehingga
mengalami penurunan daya saing relatif terhadap pesaing. Implikasinya bagi
Negara yang mencatat perkembangan kondisi ekonomi maka secara teoritis akan
kondusif untuk mendorong praktek efisiensi dinamis. Jikapun praktek efisiensi
dinamis sulit diimplementasikan maka banyak perusahaan di suatu Negara akan
mengalami penurunan daya saing maka industri tersebut akan kalah bersaing
dengan industry dari Negara lain yang mempraktekan persaingan dinamik.
Konsep pengukuran tingkat persaingan dari waktu ke waktu walaupun tidak akurat
dilakukan namun ada beberapa pendekatan yang telah diaplikasikan.Pertama,
ukuran CR4 (four largest firm ratio) dan ukuran HHI (Herfindahl and Hirschman
Index). Ukuran ini dikembangkan atas rujukan bahwa persaingan pasar akan
didominasi oleh beberapa perusahaan jika terjadi konsentrasi pada beberapa
8

perusahaan yang memiliki


menggunakan rumus:

kekuatan

menguasai

pasar.

Perhitungan

HHI

HHI ( MSi2 ).100

(1)

i 1

Dimana MSi adalah pangsa pasar setiap perusahaan. Angka HHI maksimum adalah
10.000 (kuadrat dari 100). Angka HHI mendekati 10.000 mengindikasikan ada
konsentrasi kekuatan pasar pada beberapa perusahaan, dan sebaliknya jika
mendekati 1 mengindikasikan praktek persaingan yang ketat.
Pengukuran tingkat persaingan kedua adalah indeks efisiensi yang lebih aplikatif
untuk mengukur persaingan dinamik, dengan rumus:
m

CI c , t ( MSi ,t Ri2,t ).100

(2)

t 1 i 1

Dimana CIc,t adalah indek persaingan pasar produk c pada periode t, MS it adalah
pangsa pasar perusahaan i periode t, R It adalah tingkat perubahan pangsa pasar
perusahaan i periode t dibandingkan periode t-1. Indikator pangsa pasar yang
diukur menggunakan besaran omset atau revenue dapat diganti pula oleh besaran
laba. Jika terjadi perubahan angka CI c,t mengindikasikan persaingan dinamik. Bagi
regulator, signal persaingan dinamik dapat digunakan sebagai dasar penyusunan
kebijakan persaingan.

Informasi mengenai tingkat persaingan (degree of competition) suatu industri


tertentu berguna sebagai dasar keputusan conduct dan strategi bersaing
perusahaan pada industri tersebut serta penetapan kebijakan oleh regulator. Test
dapat dilakukan terhadap demand apakah sama atau berbeda dengan marginal
revenue. Pada teori mikroekonomi, praktek persaingan sempurna ditandai oleh
kondisi perusahaan yang menghadapi demand atau harga sama dengan marginal
revenue. Jika hal tersebut tidak terpenuhi maka praktek persaingan dikenali sebagai
persaingan tidak sempurna. Indikasi praktek persaingan juga dapat dikenali melalui
deviasi harga terhadap MC yang mengindikasikan adanya market power. Praktek
persaingan akan membuat market power menjadi terbatas (limited market power).
Ukuran lain adalah selisih P dan C.
Daya saing indonesia, world bank

Referensi

Baumol, W.J., Panzar, J.C., and Willing, R.D. 1982. Contestable markets and the
theory of industry structure. San Diego: Harcourt Brace-Javanovich.
Cuilenburg, J,V., and Slaa, P. 1995. Competition and innovation in
telecommunications an empirical analysis of innovative telecommunication in the
public interest. Telecomunications policy, Vol. 19.
Demsetz,H. 1973. Industry structure, market rivalry, and public policy. Journal of law
and economics, Vol 16.
Porter, M.E. 1996. On competition. Harvard business school.
Mc Nulty, P. 1968. Economic theory and the meaning of competition. Quarterly
Journal of Economics 82: 639-656.
Shepherd, W.G. 1997. The Economics of Industrial Organization, 4 th Edition,
Prentice Hall.
Schumpeter, J. A. 1912. The theory of economic development. Cambridge, Mass:
Harvard University Press.
Stigler, G.J. 1957. Perfect competition, historically contemplated. Journal of Political
Economy 65: 1-17.

10

You might also like