Professional Documents
Culture Documents
Towards A Less Cash Society in Indonesia
Towards A Less Cash Society in Indonesia
SEMINAR INTERNASIONAL
Juni 2006
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
Kata Pengantar
Kegiatan seminar internasional sistem pembayaran tentang Towards a Less Cash
Society in Indonesia telah dilaksanakan selama dua hari di Bank Indonesia, Jakarta,
pada tanggal 17-18 Mei 2006. Dari kegiatan tersebut telah dapat kami rangkumkan
pokok-pokok materinya dalam buku laporan seminar, dengan harapan agar dapat
disimak pandangan dari para pembicara baik dari luar maupun dalam negeri. Dengan
latar belakang nara sumber yang beragam mulai dari praktisi, pelaku bisnis, akademisi,
anggota parlemen dan dari kalangan bank sentral sendiri serta dengan pembagian
kelompok topik diskusi yang lebih terfokus diharapkan buku laporan seminar ini dapat
memberikan gambaran utuh dan lengkap tentang peta sistem pembayaran non tunai
di masyarakat Indonesia dan berbagai peluang pengembangannya ke depan.
Materi buku laporan seminar ini dibagi dalam lima bagian. Bagian Pertama
Pendahuluan memuat informasi topik para pembicara, pesan penting Gubernur Bank
Indonesia dalam pembukaan seminar, dan catatan-catatan penting Bank Indonesia
dalam pelaksanaan seminar yang perlu diketahui oleh para peserta seminar yang
terangkum dalam keynote speaker Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem
Pembayaran. Bagian Kedua - Pokok-Pokok Materi Seminar dirangkum butir-butir
pokok bahasan yang disampaikan oleh masing-masing pembicara dilanjutkan dengan
rangkuman hasil diskusi dan tanya jawab yang dituangkan pada Bagian Ketiga.
Sementara itu, dalam mengoptimalkan kehadiran pembicara asing di Indonesia, kami
rangkumkan hasil sesi diskusi dan tanya jawab di ruang terpisah antara tim teknis
dengan Prof. Dr. Leo van Hove dari Vrije Universiteit Brussel dan Mr Antony Morris
dari Octopus Cards Ltd Hong Kong sebagaimana dapat dilihat pada Bagian Keempat.
Bagian terakhir, Bagian Penutup, kami sarikan pokok kesimpulan seminar yang
dilengkapi dengan lampiran materi tulisan dan tayangan seminar dari para pembicara.
Kami berharap dengan laporan hasil seminar ini dapat diingat kembali
wacana dan solusi yang telah berkembang selama berlangsungnya seminar serta
sekaligus sebagai tambahan pengetahuan bagi pihak yang tidak ikut seminar.
Makin banyak pihak yang mengetahui permasalahan ini, diharapkan dapat ikut
membantu terciptanya masyarakat yang berkecenderungan pada penggunaan
alat pembayaran non tunai. Jika terdapat masukan atau komentar mengenai materi
dalam laporan hasil seminar ini, dengan senang hati kami berharap masukan dan
komentar tersebut dapat disampaikan kepada kami, Tim Pengaturan dan Perizinan
Sistem Pembayaran, Biro Pengembangan Sistem Pembayaran Nasional, Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran, Bank Indonesia, melalui e-mail: pspn@bi.go.id.
Jakarta, Juni 2006
DASP
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
Daftar Isi
Kata Pengantar ................................................................................................................. 2
Daftar Isi ............................................................................................................................. 3
Bagian Pertama .................................................................................................. 4
Pendahuluan ...................................................................................................................... 4
Penyelenggaraan Seminar Internasional Sistem Pembayaran
Towards a Less Cash Society in Indonesia ................................................................. 5
1. Waktu dan Tempat Seminar ........................................................................................ 5
2. Pembicara ....................................................................................................................... 5
3. Moderator. .................................................................................................................... 5
4. Peserta Seminar ............................................................................................................ 5
5. Jadwal Seminar. ............................................................................................................ 6
Sambutan Gubernur Bank Indonesia ............................................................................. 9
Keynote Speech Seminar Deputi Gubernur Bank Indonesia. .................................. 12
Bagian Kedua ..................................................................................................... 17
Pokok-Pokok Materi Seminar. ....................................................................................... 17
Pokok-Pokok Materi Seminar Hari I:
Non-Cash Payment Instruments ................................................................................... 18
A. Sesi 1: Policy Aspects on Non-Cash Payment Instruments Development ................... 18
B. Sesi 2: Oversight and Legal Aspect of Non-Cash Payment Instruments ........... 25
Pokok-Pokok Materi Seminar Hari II:
Market Collaboration and Expectations on
Non-Cash Payment Instruments Development .......................................................... 27
A. Sesi 1: National Payment Gateway from the Point of View of Practitioners .. 27
B. Sesi 2: Market Collaboration among Banks, Non Bank Issures, Billers,
Merchants and Supporting Services (Switching Companies and
Financial Acquirer) ..................................................................................................... 31
Bagian Ketiga ..................................................................................................... 37
Tanya Jawab dan Diskusi ............................................................................................... 37
I. Hari I Sesi 1 .................................................................................................................... 38
II. Hari I Sesi 2 ................................................................................................................... 40
III. Hari II Sesi 1................................................................................................................. 43
IV. Hari II Sesi 2 ................................................................................................................ 48
Bagian Keempat ................................................................................................ 52
Diskusi dengan Pembicara Asing di Luar Seminar ..................................................... 52
Bagian Kelima ....................................................................................................62
Penutup ............................................................................................................................ 62
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
Bagian
Pertama
PENDAHULUAN
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
12.45 - 14.00
Registrasi Peserta
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
15.00 - 16.00
16.00 - 16.30
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
Pembukaan Seminar
oleh
Burhanuddin Abdullah, Gubernur Bank Indonesia
Dear distinguished speaker, Professor Leo van Hove,
Para Pembicara dan Moderator yang saya hormati,
Rekan-rekan Anggota Dewan Gubernur yang berbahagia,
Para peserta seminar, serta hadirin sekalian yang berbahagia.
Assalaamualaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh
Marilah kita memanjatkan puji syukur ke hadirat Illahi Robbi atas segala rahmat
dan karunia-Nya, sehingga pada hari ini kita dapat berkumpul dan berdiskusi dalam
suasana yang baik, menghadiri sebuah seminar yang sangat penting bagi masa depan
kita semua. Seminar hari ini membahas salah satu masalah yang merupakan konsekuensi
dari globalisasi dan semakin terintegrasinya perekonomian dunia saat ini. Uang dan
sistem pembayaran, semakin hari semakin bekembang sepanjang zaman. Kini kita
dihadapkan pada tantangan menuju masyarakat yang diistilahkan dalam seminar ini,
less cash society.
Untuk itu, saya mengucapkan terima kasih kepada para pembicara baik dari luar
maupun dari dalam negeri yang akan memberikan pandangan dan pengalamannya
dalam pengembangan dan penggunaan instrumen pembayaran non tunai. On behalf
of Bank Indonesia, I would like to extend a very warm welcome to Prof Leo Van Hove.
Your presence here to share your valuable insight on the payment system, especially
those on the aspects of economy and legal of less cash society, would be essential for
us in developing more reliable and healthier payment system in the future.
Hadirin sekalian yang berbahagia,
Beberapa waktu lalu ada sebuah tayangan di stasiun televisi CNN mengenai
pertumbuhan ekonomi di China. Di sana diceritakan bahwa sekitar 15-20 tahun yang
lalu, kalau kita kehilangan credit card di China, kita tak perlu khawatir. Karena pada
saat itu di China belum ada kartu kredit. Pencurinya tak akan bisa menggunakan kartu
kredit untuk melakukan transaksi keuangan. Tapi sekarang, kemajuan perekonomian
telah mendorong secara otomatis perkembangan teknologi, termasuk dalam sistem
pembayaran. Gubernur Bank Sentral China pernah bercerita bahwa mereka saat ini
sedang mengembangkan China National Advanced Payment System (CNAPS) yang di
dalamnya sudah mencakup perkembangan teknologi dalam sistem pembayaran. Tentu
kita harus berhati-hati kalau kehilangan kartu kredit sekarang di China.
Satu hal yang jadi catatan kita dari berita tersebut adalah, Indonesia juga sedang
menuju pada arah yang sama. Saat ini perkembangan alat pembayaran di negeri ini
telah meningkat begitu pesat. Teknologi penggunaan instrumen pembayaran non tunai,
baik secara domestik maupun secara internasional, telah berkembang pesat disertai
dengan berbagai inovasi yang mengarah pada penggunaannya yang makin efisien,
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
10
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
Saya juga menyampaikan penghargaan kepada panitia dan rekan-rekan yang telah
menyiapkan acara pada hari ini.
Akhirnya, saya ucapkan selamat mengikuti seminar, dan dengan mengucap
Bismillahirahmanirrahim Seminar Dua Hari ini saya nyatakan dibuka.
Sekian dan terimakasih. Wassalamualaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Jakarta, 17 Mei 2006
Gubernur Bank
Indonesia
Burhanuddin Abdullah
11
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
R. Maulana Ibrahim
Deputi Gubernur Bank Indonesia Bidang Sistem Pembayaran
Distinguished speaker, Professor Dr. Leo van Hove from Vrije Universiteit Brussel,
Para Pembicara dan Moderator yang saya hormati,
Rekan-rekan Anggota Dewan Gubernur yang berbahagia,
S a u d a r a - S a u d a r a Ta m u U n d a n g a n , P e s e r t a S e m i n a r d a n H a d i r i n S e k a l i a n
yang Berbahagia
Assalaamualaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh
Selamat Pagi dan Salam Sejahtera untuk kita semua
Pagi ini, saya sangat berbahagia dan mengucap syukur dapat menyampaikan
keynote speech pada seminar, yang saya rasa sangat penting bagi masa depan sistem
pembayaran Indonesia.
Topik less cash society yang beberapa waktu lalu masih merupakan wacana, hari
ini telah memasuki tahapan yang lebih riil berupa kajian akademis melalui pembahasan
dan diskusi yang berkembang dalam forum seminar Towards a Less Cash Society
pada hari ini.
Hasil seminar ini selanjutnya akan digunakan Bank Indonesia sebagai bahan untuk
menyusun Grand Design peningkatan penggunaan instrumen pembayaran non tunai,
yang merupakan spirit dari terciptanya less cash society.
Saudara-Saudara Sekalian yang Berbahagia,
Dalam beberapa tahun terakhir ini, perkembangan sistem pembayaran yang
berbasis teknologi telah mengubah secara signifikan arsitektur sistem pembayaran
konvensional yang mengandalkan fisik uang sebagai instrumen pembayaran. Paradigma
para pelaku ekonomi dalam setelmen transaksi, juga telah mengalami pergeseran.
Meski fisik uang sampai saat ini masih banyak digunakan masyarakat dunia sebagai
alat pembayaran, namun sejalan dengan perkembangan teknologi sistem pembayaran
yang pesat, pola pembayaran tunai (cash) secara berangsur beralih menuju pembayaran
non tunai (non-cash). Setidaknya terdapat tiga basis instrumen pembayaran non tunai,
yakni:
Paper-based: cek, bilyet giro dan nota debet
Card-based: kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM
Electronic-based: e-money, internet banking dan mobile banking
Kita sadari, bahwa perkembangan menuju less cash society merupakan trend
yang tidak dapat dihindari. Perubahan tersebut antara lain didukung oleh
perkembangan infrastruktur dan teknologi sistem pembayaran seperti kartu chip
misalnya.
Dari sisi konsumen, penggunaan instrumen (non-cash payment) seperti card-based
12
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
dan electronic-based saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan karena transaksi dapat
dilakukan dengan praktis, cepat dan nyaman. Bagi masyarakat, penggunaan
pembayaran non tunai dengan menggunakan kartu mempermudah transaksi mereka
seperti penarikan tunai, transfer dana, dan pembayaran berbagai tagihan rutin lainnya.
Semua itu dilakukan tanpa harus datang ke counter atau kantor bank.
Bagi bank/penerbit, selain mengikuti trend, penggunaan instrumen non tunai
dan berbagai derivatif produknya, tidak dipungkiri menjadi salah satu jurus untuk
memperkuat daya saing bank, memperluas pasar, meningkatkan fee-based income dan
memberikan layanan plus kepada nasabah. Dari sisi operasional, penggunaan non-cash
instrument akan mempercepat dan mempermudah penyelesaian transaksi dan berbagai
kebutuhan nasabah dalam satu waktu, serta dengan biaya transaksi yang relatif lebih
rendah.
Dengan berbagai kelebihannya, e-banking dan APMK juga secara perlahan-lahan
telah menjadi bagian integral dari sistem operasional perbankan dan mengubah perilaku
pelayanan bank kepada nasabah melalui konsep close to customer.
Tidak hanya di Indonesia, perkembangan non-cash payment di kawasan Asia
Pasifik secara umum juga menunjukkan peningkatan dimana nilai transaksi pembayaran
melalui kartu kredit, kartu debet dan kartu ATM cenderung meningkat.
Saudara sekalian yang berbahagia,
Dari aspek makro, Bank Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa fungsi sistem
pembayaran sangatlah kritikal dalam suatu perekonomian. Sistem pembayaran
diibaratkan sebagai aliran darah yang menggerakkan dan melancarkan organ-organ
perekonomian untuk menjamin kestabilan sistem keuangan. Setiap distorsi yang timbul
dalam sistem pembayaran akan mengganggu transmisi likuiditas dalam perekonomian.
Oleh karena itu, kelancaran sistem pembayaran melalui transaksi non tunai akan
merupakan faktor penentu keberhasilan terciptanya stabilitas sistem keuangan dan
efektivitas kebijakan moneter.
Peningkatan perputaran ekonomi jelas menuntut dukungan sistem pembayaran
yang cepat, aman, efisien, dan handal. Lancarnya sistem pembayaran, selain akan
memberikan kepastian masyarakat dalam bertransaksi, secara otomatis juga akan
mempercepat peredaran uang (velocity of money) dan mengurangi floating dana dalam
setelmen. Perputaran uang yang semakin cepat dalam masyarakat akan menstimulasi
kegairahan dan pertumbuhan ekonomi sebagai dampak dari money multiplier yang
diciptakannya.
Harus disadari, bahwa tingkat keberhasilan sistem pembayaran secara keseluruhan
sangat tergantung pada kehandalan instrumennya, teknologi yang digunakan dan
jaringan komunikasi. Setiap distorsi yang timbul pada jaringan komunikasi akan
menimbulkan gangguan dalam sistem pembayaran yang dapat mengganggu stabilitas
sistem keuangan secara keseluruhan.
Bank Indonesia sebagai otoritas yang berwenang mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran, sangat concern terhadap potensi risiko tersebut. Oleh
13
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
karena itu saya sangat berharap bahwa para pelaku sistem pembayaran, baik bank
maupun non bank, memiliki sistem manajemen risiko yang handal untuk menjamin
keamanan dan kepastian bertransaksi.
Lemahnya sistem keamanan dalam bertransaksi akan berdampak pada
timbulnya risiko operasional dan risiko reputasi yang dapat menyebabkan
hilangnya kepercayaan masyarakat pada sistem pembayaran secara keseluruhan.
Te r c i p t a n y a k e l a n c a r a n d a n k e a m a n a n s i s t e m i n i a k a n s a n g a t b e r p e r a n
dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional, dan gangguan atas sistem
ini akan menimbulkan financial disturbances yang dapat berisiko sistemik.
Saudara sekalian yang berbahagia,
Seiring dengan pesatnya perkembangan sistem pembayaran global dan
meningkatnya tuntutan publik akan layanan yang lebih baik di bidang jasa pembayaran
dengan instrumen non tunai, berbagai penyempurnaan infrastruktur sistem
pembayaran telah dan akan terus dilakukan Bank Indonesia, baik dari sisi regulasi,
teknologi maupun kompetensi sumber daya manusianya.
Kebijakan saat ini dan ke depan diarahkan dengan mengacu pada empat prinsip
utama yakni: (i) minimalisasi risiko sistem pembayaran, (ii) optimalisasi efisiensi nasional
dalam sistem pembayaran, (iii) kesetaraan akses bagi pelaku sistem pembayaran (fairness), dan (iv) prinsip perlindungan konsumen.
Terlepas dari berbagai penyempurnaan infrastruktur tersebut, perkembangan
sistem pembayaran nasional masih menyisakan beberapa isu yang perlu prioritas
penanganan intensif. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang diikuti dengan
peningkatan kegiatan transaksi, turut memperbesar kemungkinan risiko dalam sistem
pembayaran yang juga perlu dicermati dan diantisipasi.
Ke depan, Bank Indonesia secara berhati-hati akan tetap konsisten untuk
menegakkan aturan tentang transaksi non tunai ini, khususnya yang berbasis kartu
dan elektronik, dalam upaya memberikan perlindungan, baik terhadap institusi
penyelenggara maupun konsumen pengguna.
Khusus untuk transaksi berbasis kartu, pada akhir tahun 2005, Bank Indonesia
telah mengeluarkan ketentuan APMK yang didalamnya telah memberikan rambu-rambu
sekaligus guidance untuk pengembangan berbagai instrumen non-cash berbasis kartu.
Pengaturan tersebut berlaku untuk seluruh penyelenggara kegiatan APMK sehingga
dapat mendukung adanya persaingan yang sehat dalam usaha ini, termasuk aspek
perlindungan nasabah, aspek pengawasan, dan aspek prudential regulation.
Selain berbagai faktor tersebut, pengaturan APMK juga didasari
pertimbangan pesatnya pertumbuhan alat pembayaran berbasis kartu
i n i d a l a m l i m a t a h u n t e r a k h i r. S e b a g a i g a m b a r a n , pertumbuhan card based
instruments seperti kartu kredit rata-rata per tahunnya telah mencapai sekitar 15-30%.
Sedangkan untuk kartu debet mencapai 25%-30% per tahun. Sementara itu,
perkembangan instrumen kartu prabayar atau stored value card juga sudah mulai
marak digunakan, seperti kartu prabayar untuk kepentingan komunikasi, layanan
14
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
15
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
R. Maulana Ibrahim S.
16
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
Bagian
Kedua
POKOK-POKOK
MATERI SEMINAR
17
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
18
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
c. Tindakan pencucian uang diyakini dapat memiliki dampak yang relatif luas
terhadap masyarakat, antara lain:
1) Tindakan tersebut dapat memberikan kesempatan kepada pengedar
narkotika, penyelundup, dan pelanggar hukum lainnya untuk melakukan
dan bahkan memperluas ruang lingkup kegiatan illegal yang mereka
lakukan.
2) Tindakan tersebut memiliki dampak yang luas terhadap perekonomian
nasional karena melibatkan jumlah uang yang relatif besar.
3) Tindakan tersebut dapat meningkatkan rasa tidak percaya dunia
internasional karena dapat meningkatkan ancaman terhadap keamanan
internasional.
d. Dampak tindakan pencucian uang terhadap keamanan nasional antara lain:
1) Melemahkan sektor swasta yang legal;
2) Melemahkan integritas sistem keuangan;
3) Hilangnya kontrol atas kebijakan ekonomi;
4) Gangguan dan instabilitas ekonomi;
5) Hilangnya pendapatan;
6) Risiko dalam proses swastanisasi;
7) Risiko reputasi;
8) Risiko sosial.
e. Kebijakan seperti Know Your Customer (KYC) dapat mencegah tindakan
pencucian uang.
f. Dalam pelaksanaan sarana pembayaran non tunai, pihak perbankanlah yang
seharusnya menanggung biaya yang timbul karena pihak perbankan juga
menikmati pendapatan dari pelaksanaan sarana pembayaran non tunai
tersebut.
g. Dalam rangka mengubah budaya masyarakat yang relatif kurang memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai sarana pembayaran non tunai, upaya yang
harus dilakukan adalah terutama memberikan edukasi yang memadai mengenai
sarana pembayaran non tunai tersebut.
h. Pemerintah Indonesia tengah mengusahakan kerjasama ekstradisi dengan
Singapura, tetapi perjanjian kerjasama tersebut sulit dicapai, terutama karena
adanya perbedaan persepsi dalam hal tindakan kejahatan yang dapat
diikutsertakan serta perbedaan hukum di kedua negara. Pemerintah Singapura
juga menginginkan agar kerjasama di bidang pertahanan juga dibicarakan
pararel dengan kerjasama ekstradisi tersebut.
2. Macro Economic Aspects of Creating Less Cash Society
(Prof. Dr. Leo van Hove, Vrije Universiteit Brussel)
Dalam topik ini dipaparkan beberapa aspek penting mengapa harus
mengupayakan less cash society (LCS) dan bagaimana caranya untuk mendorong
upaya peningkatan LCS sehingga diperoleh manfaat ekonomi yang lebih besar.
19
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
Pada topik ini digambarkan oleh pembicara tentang adanya contoh kasus
penggunaan instrumen non-cash di Eropa. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan
oleh Bank Sentral Belgia dan Belanda dijelaskan bahwa manfaat ekonomi yang
dihasilkan apabila masyarakat mengubah perilaku penggunaan instrumen cash
menjadi non-cash (dalam kasus ini lebih ditekankan pada e-purse dan kartu debet). Namun demikian terdapat beberapa tantangan dalam mewujudkan suatu
LCS karena adanya pandangan bahwa penggunaan instrumen non-cash lebih
mahal dibandingkan instrumen cash. Secara rinci materi yang disampaikan oleh
Prof Leo Van Hove mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Pada awal presentasi telah dijelaskan perbedaan antara less cash dengan cashless, dimana less cash berarti upaya untuk mengurangi penggunaan instrumen
cash sedangkan cashless adalah upaya untuk menghilangkan penggunaan
instrumen cash di masyarakat. Berdasarkan definisi tersebut, menurut
pembicara, upaya menuju less cash lebih realistis dibandingkan cashless
mengingat akan sangat sulit untuk menghilangkan instrumen cash sebagai
alat bayar. Dijelaskan pula bahwa fokus upaya less cash adalah untuk mengganti
kebiasaan penggunaan instrumen cash dalam transaksi pembayaran yang
bersifat ritel (micro payment) dengan menggunakan instrumen non-cash.
b. Telah dipaparkan pula mengenai fakta penggunaan instrumen non-cash untuk
retail payment di Belgia. Pada tahun 2004, berdasarkan studi dari bank sentral
Belgia, penggunaan cek mulai berkurang bahkan cenderung menghilang
sementara penggunaan instrumen cash masih tinggi yaitu mencapai 81% dari
total volume dan 63% dari total nilai. Fenomena lainnya adalah tingginya
penetrasi pada kartu debet yang mencapai lebih dari 100% selama kurun waktu
25 tahun terakhir (54 transaksi per kapita per tahun). Sementara itu
penggunaan kartu kredit kurang begitu populer di kalangan masyarakat Eropa
karena hanya mencapai 7,1 transaksi per kapita per tahun dibandingkan dengan
Amerika yang mencapai 65,1 transaksi per kapita per tahun dan penetrasi pada
kartu kredit hanya sekitar 28%.
c. Fenomena lain yang menarik adalah penggunaan e-purse di beberapa negara
Eropa yang ternyata juga tidak terlalu sukses. Salah satu e-purse yang tergolong
relatif berhasil adalah Proton card (Belgia). Jumlah kartu yang digunakan
mencapai 9 juta kartu atau 88% dari populasi. Dilihat dari jumlah, walaupun
jumlah pengguna cukup besar namun yang secara aktif (paling tidak 1 transaksi
dalam 6 bulan terakhir) menggunakan Proton card hanya mencapai 20%.
Apabila jumlah sleeping card diabaikan dalam penghitungan frekuensi
pemakaian, maka penggunaan Proton card mencapai 4,1 transaksi per kartu
aktif per bulan.
d. Lebih lanjut, pembicara menyampaikan alasan perlunya dukungan terhadap
upaya peningkatan less cash society antara lain:
1) Tingginya biaya penggunaan cash
Biaya dihitung berdasarkan social cost yang terjadi dari setiap instrumen
20
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
21
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
f.
g.
h.
1)
2)
22
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
3) Penggunaan metode cost based pricing sangat berguna terutama untuk melihat
keseluruhan dampak biaya dari penggunaan instrumen pembayaran.
4) Hasil penelitian tersebut tidak bisa digeneralisir di setiap negara. Untuk
menerapkan kebijakan sebagaimana hasil kajian yang telah dilakukan di atas
akan sangat berisiko karena belum tentu sesuai dengan kondisi sosial, budaya,
ekonomi dan kondisi lainnya di tiap-tiap negara.
3. Less Cash Society and its Impact for Monetary Policy from the Point of View of
Indonesian Observer
(Dr. Dradjad H. Wibowo, Pakar Ekonomi)
Berangkat dari cara pandang sebagai seorang peneliti, dipaparkan beberapa hal
terkait dengan materi yang disampaikan sebagai berikut:
a. Penggunaan sarana pembayaran non tunai akan meningkatkan transaksi
transnasional, sehingga transaksi-transaksi keuangan tidak akan mengenal
batas-batas negara. Bank sentral akan kesulitan dalam mengawasi transaksitransaksi keuangan yang ada.
b. Penggunaan sarana pembayaran non tunai secara tidak langsung akan
meningkatkan jumlah pemain dalam pasar uang, karena dengan adanya sarana
pembayaran non tunai terutama yang bersifat elektronis, akses masyarakat
terhadap kegiatan pasar uang menjadi lebih mudah.
c. Transaksi yang menggunakan sarana pembayaran non tunai relatif lebih mudah
dilacak karena sarana pembayaran non tunai tersebut mempersyaratkan
identitas dalam penerbitannya, sedangkan uang tunai tidak melekatkan
identitas pemiliknya sehingga relatif lebih sulit dilacak.
d. Di masa depan, sektor formal dan daerah perkotaan akan lebih mengarah pada
penggunaan sarana pembayaran non tunai, sedangkan sektor informal dan
daerah pedesaan masih mengandalkan sarana pembayaran tunai.
e. Salah satu kelemahan kartu kredit adalah bahwa kartu kredit tidak dapat
digunakan untuk transaksi antar individu serta tidak dapat digunakan untuk
transaksi-transaksi dengan nominal yang relatif kecil.
f. Penggunaan sarana pembayaran non tunai dapat meningkatkan instabilitas
perekonomian karena lalu lintas uang dapat dilakukan dengan cepat dan tidak
mengenal batas-batas negara.
g. Dampak penggunaan sarana pembayaran non tunai terhadap makro ekonomi:
1) Instabilitas nilai tukar meningkat dengan adanya kemudahan bagi
masyarakat untuk melakukan transaksi secara virtual.
2) Meningkatnya suplai uang karena adanya uang virtual.
3) Risiko terjadinya gagal bayar dalam proses penyelesaian transaksi meningkat
sehingga meningkatkan risiko terjadinya krisis keuangan.
4. Non-cash Payments and Monetary Policy Implications in Indonesia
(Perry Warjiyo, Direktur Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia)
23
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
24
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
3) Pengenaan giro wajib minimum oleh bank sentral kepada penerbit sarana
pembayaran non tunai;
4) Peraturan yang jelas yang memfasilitasi hak dan kewajiban pihak-pihak yang
berkaitan dengan sarana pembayaran non tunai.
B . Sesi 2
Oversight & Legal Aspect of Non-Cash Payment Instruments
1. Aspek Perlindungan Konsumen Dalam Less Cash Society
(Asman Abnur, Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI)
Sejalan dengan meningkatnya penggunaan alat pembayaran non tunai perlu
menjadi perhatian mengenai keamanan sistem yang dipergunakan. Berkaitan
dengan hal tersebut, dijelaskan mengenai hal-hal sebagai berikut:
a. Alat-alat pembayaran yang bersifat elektronik pada dasarnya harus
dikembangkan karena akan memberikan keuntungan bagi penggunanya.
Sebenarnya, Indonesia agak terlambat mengatur alat pembayaran elektronik
karena alat-alat pembayaran tersebut saat ini sudah merupakan kebutuhan di
negara-negara lain. Penggunaan alat-alat pembayaran elektronik diharapkan
dapat berkembang terus di masyarakat sehingga dapat tumbuh menjadi suatu
kebiasaan dan pada akhirnya menjadi budaya (social construction by technology).
b. Seiring dengan kebutuhan adanya alat pembayaran elektronik, maka harus
diterbitkan pula peraturan-peraturan yang memberikan kepastian hukum dan
perlindungan bagi pengguna alat-alat pembayaran elektronik tersebut,
termasuk sanksi yang jelas bagi pihak yang menyalahgunakan alat pembayaran
elektronik.
c. Penegakan hukum masih merupakan isu utama. Berkembangnya alat-alat
pembayaran elektronik juga ditentukan oleh penerapan ketentuan, seperti
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Bank Indonesia serta
Surat Edaran Bank Indonesia, yang isinya melindungi kepentingan konsumen
secara baik dan konsisten oleh semua pihak yang terlibat di dalamnya.
d. Pada dasarnya yang dibutuhkan konsumen adalah perlindungan terhadap privacy konsumen, keamanan bertransaksi serta perlakuan yang tidak diskriminatif
dari penyelenggara alat pembayaran elektronik.
2. Aspek Hukum dalam Implementasi Alat Pembayaran Non Tunai Elektronik (emoney) dan Kesiapan Perangkat Hukum Indonesia dalam Menunjang Terciptanya
Less Cash Society
(Prof. Hikmahanto Juwana, SH, LL.M, Ph.D, Dekan Fakultas Hukum Universitas
Indonesia)
Kemajuan teknologi yang mendorong inovasi dan semakin mewarnai dunia
menjadi suatu tantangan bagaimana hukum Indonesia merespon situasi tersebut.
Materi yang disajikan memaparkan beberapa hal dalam menjawab kondisi
25
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
tersebut, yaitu:
a. Agar e-money dapat berjalan dengan baik dan digunakan secara luas oleh
masyarakat diperlukan infrastruktur hukum yang memadai. Pembentukan
peraturan tidak dapat dilakukan dengan mengadopsi begitu saja peraturan
dari negara lain (transplantasi hukum), karena karakteristik dan budaya masingmasing bangsa dan negara adalah berbeda-beda.
b. Pengertian hukum tidak terbatas pada peraturan perundang-undangan saja.
Pengertian semacam ini merupakan pengertian hukum yang direduksi, karena
disamping peraturan perundang-undangan diperlukan pula infrastruktur
hukum lainnya.
c. Permasalahan terpenting dalam implementasi alat pembayaran elektronik (emoney) adalah pada penegakan hukumnya.
d. Dari segi hukum, e-money dapat dilihat dari sisi perdata dan sisi pidana:
1) Dari sisi perdata, transaksi e-money terkait erat dengan konsepsi perjanjian,
dimana berbagai perjanjian antar pihak yang terkait dalam pelaksanaan emoney akan didasarkan pada hukum perjanjian.
2) Dari sisi pidana, yang perlu dilakukan adalah identifikasi perbuatan yang
dianggap dapat merugikan masyarakat dan menjadi perbuatan jahat, serta
penentuan sanksi.
e. Masalah lain yang perlu mendapatkan perhatian dalam implementasi e-money
adalah masalah pembuktian. Dalam hal ini, pertanyaan yang mengemuka
adalah apakah data elektronik dapat dijadikan alat bukti dalam beracara di
pengadilan.
f. Undang-Undang Bank Indonesia memberikan dasar kewenangan bagi Bank
Indonesia untuk mengatur e-money. Pengaturan oleh Bank Indonesia terutama
adalah pengaturan secara administratif mengenai pihak-pihak yang ingin
menyelenggarakan kegiatan e-money, juga untuk mengurangi risiko dan
meningkatkan keamanan penggunaan e-money.
g. Implementasi e-money dapat dilaksanakan secara bertahap, mungkin pertama
kali di Jakarta terlebih dahulu sebagai pilot project, baru kemudian
dikembangkan di kota-kota lain.
h. Berkaca dari negara-negara lain, penyusunan Undang-Undang khusus tentang
e-money bukanlah suatu keharusan (contoh di Hong Kong tidak ada ketentuan
khusus yang mengatur e-money). Pengaturan e-money dapat dilakukan dengan
mengacu pada ketentuan yang telah ada dengan tambahan ketentuan Bank
Indonesia atau departemen-departemen terkait untuk pengaturan yang lebih
bersifat teknis.
i. Sebagai penutup, penegakan hukum yang baik dan konsisten atas peraturan emoney merupakan hal yang utama. Apabila penegakan hukum masih tidak optimal, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap e-money sebagai instrumen
pembayaran. Pada akhirnya, hal tersebut dapat menciptakan keengganan
masyarakat untuk menggunakan e-money sehingga pada gilirannya harapan
26
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
27
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
(Antony Morris, Executive Manager Strategic Development and Risk Management, Octopus Cards Ltd, Hong Kong)
Pemaparan yang disampaikan dengan bercermin pada pengalaman
mengembangkan uang elektronik yang dilakukan oleh Octopus Cards Ltd., Hong
Kong, mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Uang tunai (cash) merupakan bagian yang terpenting dalam industri ritel.
b. Uang elektronik (e-cash) termasuk berbagai produk derivatifnya dewasa ini
tumbuh dan berkembang, terutama di Hong Kong.
c. Pada awal pengembangan e-cash (dalam bentuk stored value card) di Hong
Kong, alat pembayaran tersebut dipergunakan sebagai sarana pembayaran
transportasi. Pada tahap berikutnya, e-cash dipergunakan juga sebagai alat
pembayaran untuk transaksi ritel, seperti pembayaran transaksi di supermarket dan pembayaran parkir.
d. Key success:
1) Kolaborasi antar pelaku pasar dengan memfokuskan diri pada core business dan mengesampingkan cash collection, agar scheme yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan konsumen dan biayanya dapat
ditekan.
2) Simplicity dan lowest cost.
3) Mengutamakan kepuasan dan kenyamanan konsumen dengan misi making everyday life easier for our customers.
4) Menggunakan teknologi baru yang bersifat sederhana, konsisten, cepat dan
handal.
5) Mudah digunakan (ease of use).
6) Mendorong masyarakat untuk menggunakan instrumen non tunai dengan
memberikan informasi tentang kelebihan/keuntungannya dan tidak
membicarakan kompleksitasnya.
7) Menetapkan merchant level yang dapat menerima pembayaran.
8) Mengubah perilaku konsumen ke arah penggunaan non tunai melalui proses
yang berkesinambungan (multi years action).
e. Dalam mengembangkan e-cash atau stored value card di Indonesia perlu diperhatikan
kondisi sosial, perilaku dan preferensi konsumen, serta budaya masyarakat Indonesia. Hal ini didasarkan pada fakta bahwa perbedaan budaya di masing-masing negara
mempengaruhi tingkat penerimaan masyarakat masing-masing negara tersebut
terhadap penggunaan e-cash/stored value card yang dikembangkan.
f. Hal yang perlu digarisbawahi adalah pentingnya kolaborasi pasar untuk
mengetahui kebutuhan mekanisme pembayaran yang paling tepat. Untuk
dapat berkembang seperti sekarang ini, Octopus Cards Ltd. telah melalui proses
yang panjang dan bertahap. Dalam proses tersebut, hal yang sangat penting
adalah membangun trust masyarakat terhadap alat pembayaran, antara lain
dengan menerapkan 100% money back guarantee.
g. Pengembangan alat pembayaran non tunai di Indonesia, seperti yang telah
28
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
29
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
30
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
31
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
cepat, aman dan handal. Meskipun terdapat peran Bank Indonesia dalam hal ini,
prinsip yang tetap harus dipegang adalah adanya win-win solution antara Bank
Indonesia dengan pelaku LCS (perbankan, service provider company, outlet/merchant dan masyarakat).
Pertanyaan kedua adalah apa yang harus dilakukan oleh Bank Indonesia dalam
mengembangkan LCS. Upaya mendorong masyarakat dalam menggunakan alat
pembayaran non tunai tidak dapat dipisahkan dengan perkembangan
penggunaan uang tunai yang terjadi saat ini. Beberapa fakta yang terjadi saat ini
terkait dengan ketidakefisienan penggunaan uang tunai antara lain adalah relatif
masih tingginya biaya pengadaan dan pengelolaan uang tunai, semakin cepatnya
teknologi pemalsuan uang, dan ketersediaan uang pecahan yang masih sulit
memenuhi kebutuhan masyarakat. Di sisi lain, penggunaan alat pembayaran non
tunai sebenarnya telah banyak berkembang di masyarakat Indonesia untuk
melakukan berbagai transaksi khususnya transaksi yang bernilai besar. Selain itu
sudah mulai banyak masyarakat yang mengenal kartu prabayar. Dari sini dapat
ditarik kesimpulan bahwa hal yang harus dilakukan Bank Indonesia adalah
mengurangi penggunaan uang tunai di masyarakat atau mendorong penggunaan
alat pembayaran non tunai. Untuk melaksanakan tugas tersebut, perlu dipikirkan
segmen mana yang akan dituju oleh Bank Indonesia. Dalam hal ini kriteria
penggunaan alat pembayaran non tunai ditujukan lebih kepada pembayaran yang
memiliki kriteria antara lain: transaksi bernilai kecil (micro payment); frekuensi
penggunaannya relatif sering; dan bersifat masal.
Pertanyaan terakhir yang harus dijawab adalah bagaimana Bank Indonesia harus
berperan dalam menunjang upaya terwujudnya LCS. Berpijak pada tugas Bank
Indonesia untuk mengembangkan sistem pembayaran nasional yang efisien, cepat,
aman dan handal maka dalam memposisikan dirinya sudah seharusnya Bank Indonesia berperan aktif tanpa harus menonjolkan diri. Dalam hal ini, Bank Indonesia diharapkan agar lebih mengedepankan fungsi sebagai fasilitator dan
katalisator untuk mendorong percepatan ke arah terwujudnya LCS.
Pada akhirnya pembicara menyimpulkan bahwa upaya untuk mendorong
terwujudnya LCS tidaklah mudah sehingga tidak mungkin dilakukan hanya oleh
Bank Indonesia. Oleh karena itu, perlu dilakukan kerjasama dengan pihak-pihak
lain di luar Bank Indonesia sehingga dapat disusun suatu grand design LCS yang
komprehensif dan dapat diterapkan di Indonesia.
2. Electronic Money dan Peran Pemerintah dalam Transaksi Keuangan berbasis
Teknologi Informasi
(Prof. Dr. Ahmad M. Ramli, SH, MH, Staf Ahli Bidang Hukum Menteri Komunikasi
dan Informatika)
Dukungan pemerintah dalam transaksi keuangan berbasis teknologi informasi
maupun e-money dapat dilihat dari perhatian pemerintah khususnya Depkominfo
terhadap 3C (Communication, Computing, and Content). Peran pemerintah
32
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
tersebut terutama dalam bentuk kebijakan dan regulasi yang diarahkan untuk
menciptakan keadaan yang kondusif bagi perkembangan transaksi keuangan
berbasis teknologi informasi. Beberapa kebijakan dan regulasi pemerintah terkait
dengan 3C diantaranya adalah:
a. Konvergensi 3G, regulasi ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya yang ada dan merupakan potensi sumber pendapatan negara
yang besar.
b. Fasilitasi regulasi, Rancangan Undang-Undang Informasi dan Transaksi
Elektronik (RUU ITE).
c. Rancangan Undang-Undang Cyber Crime, ditujukan untuk meningkatkan
keamanan dan kenyamanan dalam berinteraksi/bertransaksi di dunia cyber.
d. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi tentang certification authority
dan keamanan sistem.
e. Peningkatan penetrasi internet untuk memperluas akses internet sehingga lebih
merata.
f. Perlindungan security.
g. Lawful interception, penyadapan secara legal untuk kepentingan hukum
(diantaranya dapat dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dan
kepolisian).
h. Prepaid regulation.
Kebijakan dan regulasi di atas diharapkan dapat mendukung terwujudnya LCS
khususnya dari sisi security dan law enforcement. Untuk mewujudkan LCS
terdapat beberapa kendala seperti tingkat perekonomian, keengganan
masyarakat, masalah privasi, security, dan law enforcement. LCS sendiri
sebenarnya dapat meningkatkan keamanan dalam transaksi asalkan didukung
dengan aturan yang jelas.
Salah satu instrumen dalam rangka mewujudkan LCS adalah penggunaan emoney. E- Money adalah suatu nilai moneter yang diterima sebagai alat
pembayaran secara elektronik dan diterbitkan oleh bank maupun badan usaha
non bank. Beberapa masalah yang perlu diantisipasi dalam penggunaan emoney adalah pencucian uang, double spending problem, dan technological
risk. Upaya mendorong terwujudnya LCS dapat mencegah terjadinya money
laundering karena transaksi lebih tercatat otomatis secara elektronik.
Penyelenggara e-money harus memenuhi azas keterbukaan informasi, yaitu
akses dalam informasi terkait dengan transaksi. Penyelenggara jasa e-money
harus memberikan akses bagi konsumen mengenai informasi yang relevan dan
komprehensif serta panduan tentang cara kerja dan cara menggunakan produk
e-money. Di sisi lain, konsumen juga harus diinformasikan mengenai tanggung
jawabnya sebagai pemegang e-money.
Selain azas keterbukaan informasi, penyelenggara e-money harus menjaga
kerahasiaan informasi pribadi konsumen yang dimiliki oleh penyelenggara
sesuai dengan hukum mengenai privasi dan akses informasi, kecuali apabila
33
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
34
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
35
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
36
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
Bagian Ketiga
TANYA JAWAB DAN
DISKUSI
37
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
38
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
39
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
dan Credit card. Sedangkan definisi e-money secara sempit adalah terdiri dari
smart card dan prepaid smart card
5 . Noer Azam Achsani (Institut Pertanian Bogor)
Pertanyaan:
a. Bagaimana cara menghitung underground economy?
b. Saran untuk menaikkan cost of cash kurang sesuai diterapkan di Indonesia
karena penggunaan cash di Indonesia masih lebih tinggi daripada penggunaan
non-cash. Berkenaan dengan hal tersebut bagaimana tanggapan Prof. Leo?
Jawaban:
a. Underground economy dihitung dengan menambahkan variabel tax rate dalam
persamaan permintaan uang. Latar belakang perhitungan tersebut disebabkan
oleh semakin tingginya tax rate maka semakin tinggi pula dorongan untuk
melakukan transaksi pembayaran tunai (korelasi positif). Hal ini berarti semakin
tinggi tax rate maka semakin tinggi permintaan uang kartal. Metode ini
merupakan metode yang dikembangkan oleh Vito Tamzi dari IMF.
b. Sebagaimana telah disampaikan pada presentasi saya bahwa pendekatan untuk
menaikkan cost of cash belum tentu sesuai untuk diterapkan di semua negara.
Hal ini sangat tergantung dari kondisi sosial budaya masing-masing negara.
Berkenaan dengan hal tersebut disarankan agar otoritas menjelaskan kepada
masyarakat bahwa sebenarnya penggunaan uang tunai memiliki konsekuensi
biaya tinggi misalnya biaya untuk cash handling dan biaya untuk keamanan.
Di sisi yang lain agar penggunaan alat pembayaran non tunai diterima lebih
luas di masyarakat perlu juga mendorong merchant untuk memfasilitasi
tersedianya sarana pendukung penggunaan instrumen non tunai tersebut.
40
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
41
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
42
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
pelaksanaannya. Penting pula untuk diatur mengenai sanksi, dimana sanksi ini
dapat bersifat administratif (pencabutan izin, penghentian kegiatan usaha,
denda, dan lain-lain) dan dapat diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
5 . Lili (PT. ISO)
Pertanyaan:
a. Sebenarnya transaksi dengan e-money sudah berjalan. Namun demikian
terdapat permasalahan dimana dalam transaksi melalui internet, Indonesia
termasuk sebagai salah satu negara yang di-banned. Apakah permasalahan ini
diakibatkan oleh tidak adanya ketentuan atau justru kelemahan dalam
penerapan peraturan?
b. Dalam melaksanakan suatu kegiatan bisnis, apakah mutlak diperlukan
keberadaan peraturan yang mengatur bisnis tersebut lebih dahulu, atau apakah
bisa kegiatan bisnisnya jalan dulu baru kemudian peraturannya, mengingat
dalam beberapa kasus yang terjadi adalah kegiatan bisnis berjalan terlebih
dulu dibandingkan dengan ketentuan yang mengaturnya?
Jawaban:
a. Dalam konteks alat pembayaran, Bank Indonesia berdasarkan Undang-Undang
Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur alat pembayaran
termasuk berperan aktif dalam menentukan standar alat pembayaran termasuk
perangkat penunjangnya serta perlindungan kepada konsumen.
b. Permasalahan yang utama adalah mengenai masalah penegakan hukum.
Adapun hal yang perlu diperhatikan yaitu apakah pelaku kejahatan/fraud
tersebut berakhir di pengadilan atau tidak (dihukum dengan pantas atau tidak
terkait dengan efek jera yang ditimbulkan).
Kecenderungan yang terjadi adalah bisnis berjalan dulu baru kemudian
hukumnya dibuat dengan mempertimbangkan apakah kegiatan tersebut perlu
diatur mengenai pengenaan sanksi, syarat-syarat administratif serta standar
keamanan.
6 . Nastiti
(Direktorat
Perlindungan
Konsumen,
Departemen
Perdagangan)
Informasi:
Sesuai dengan informasi Prof. Hikmahanto, pada saat ini terdapat Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) yang melakukan penyelesaian sengketa
konsumen di luar pengadilan. Hingga saat ini sudah dibentuk di 22 daerah tingkat
II, dan 10 diantaranya sudah aktif berjalan. Di DKI Jakarta belum ada BPSK karena
terbentur Undang-Undang Otonomi Daerah.
43
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
44
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
PT. Pertamina:
Prinsipnya, Pertamina juga akan menerapkan prinsip value protection
sebagaimana dikemukakan Antony. Untuk kartu-kartu yang terdaftar, pemilik
kartu dapat melakukan pemblokiran/pengklaiman dana apabila kartunya hilang,
sedangkan untuk anonymous card tidak dapat diklaim apabila hilang. Mengingat
implementasi Gaz Card tahap awal akan diprioritaskan untuk transaksi antara
Pertamina dan Pengusaha (merchant), maka Gaz Card justru akan bersifat registered. Untuk Gaz Card yang akan diluncurkan pada tahap awal ini, konversi nilai
dana yang ada pada kartu menjadi uang sebagai konsekuensi money back guarantee, tampaknya akan sulit dipenuhi oleh PT. Pertamina.
PT. Telkom:
E-cash atau stored value card merupakan bentuk lain (elektronik) dari uang,
sehingga sudah semestinya e-cash harus bisa dicairkan kembali (konversi) ke dalam
bentuk uang apabila diinginkan oleh pemegangnya. Sehubungan dengan hal
tersebut tidak ada alasan mengenai tidak adanya money back guarantee apabila
pengguna tidak merasa nyaman dalam penggunaan e-cash tersebut.
2 . Siti Hidayati (Bank Indonesia)
Pertanyaan:
Siapakah yang harus mengeluarkan inisiatif untuk melakukan kolaborasi pasar?
Apakah pelaku pasar yang memiliki share besar (mendominasi pasar) atau
pemegang otoritas (regulator)?
Jawaban:
Antony:
Sejarah pengembangan Octopus cards di Hong Kong menunjukkan bahwa kartu
ini berawal dari dikembangkannya single purpose prepaid card yang diinisiasi
oleh perusahaan-perusahaan transportasi yang bergabung menjadi satu dalam
menciptakan alat pembayaran yang lebih praktis, efisien dan tetap murah. Untuk
itu, menurut Antony, di Indonesia pun para pelaku bisnis harus duduk bersama
dan melakukan kolaborasi pasar. Inisiasi dapat berawal dari perusahaan yang paling
besar atau juga dapat dimotori oleh bank sentral. Kolaborasi pasar ini sifatnya
wajib. Pelaku pasar harus dapat duduk bersama dan tidak membawa isu kompetisi
untuk penggunaan alat bayar. Kompetisi tetap dapat dilakukan dengan penekanan
pada kualitas barang, harga yang bersaing dan lain-lain, namun tidak untuk alat
bayar. Hal ini karena alat bayar merupakan kebutuhan luas yang sifatnya umum
dan menunjang kelancaran usaha dan bukan untuk dipersaingkan.
PT. Telkom:
Setuju bahwa permasalahan persaingan tidak terkait dengan kartu dan alat
pembayarannya namun lebih pada kualitas dan harga produk. Untuk itu, tidak
ada alasan bagi pelaku pasar di Indonesia untuk tidak berkolaborasi. Diperlukan
adanya suatu institusi, dalam hal ini mungkin Bank Indonesia sebagai pemegang
otoritas sistem pembayaran, untuk dapat menjembatani dan menjadi fasilitator
45
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
maupun katalisator agar pasar berkolaborasi satu dengan yang lain, dalam
pengembangan e-cash di Indonesia. Perlu pula dicermati apakah akan ada
standardisasi produk atau tidak.
PT. Pertamina:
Pertamina mengembangkan Gaz Card salah satunya untuk loyalty rewards bagi
pelanggan, sehingga diharapkan pelanggan akan tetap loyal kepada produk
Pertamina. Meskipun sampai saat ini Pertamina masih bepikir bahwa kolaborasi
dapat saja dilakukan sepanjang dengan perusahaan-perusahaan yang memang
bukan kompetitor Pertamina, namun Pertamina tetap berpandangan sama bahwa
kolaborasi itu sangat penting.
3 . Agus Ponco (Bank Indonesia)
Pertanyaan:
Apakah stored value card seperti Octopus Card dapat dikembangkan di Indonesia mengingat masyarakat Indonesia sangat berbeda-beda baik dari sisi budaya,
behavior maupun religion-nya?
Jawaban:
Antony
Belajar dari pengalaman, untuk menciptakan alat pembayaran baru, jangan
mengedepankan masalah kompleksitasinya, namun selalu mengemukakan benefits-nya. Hal ini untuk mencegah keengganan dan sikap skeptis dari masyarakat
calon pengguna. Perbedaan dan keanekaragaman budaya, baik dari sikap, perilaku
maupun preferensi pembayaran masyarakat harus dijadikan salah satu acuan
dalam pengembangan alat pembayaran. Dalam arti, jangan sampai dilakukan
pengembangan alat pembayaran yang memang tidak sesuai dengan kebutuhan
dan karakter masyarakat, dan bertentangan dengan budaya masyarakat. Buatlah
skim pembayaran itu sesederhana mungkin.
PT. Telkom:
Dalam setiap pengembangan produk, Telkom selalu memperhatikan budaya
masyarakat karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap acceptance
masyarakat atas produk yang diterbitkan. Sebagai contoh, Telkomsel, anak
perusahaan PT. Telkom pernah mengeluarkan produk kartu prabayar berupa
Simpati Hoki yang ternyata memang tidak laku di wilayah tertentu (Propinsi
Aceh). Hal ini mengingat di wilayah tersebut tidak mempercayai adanya hoki
(lucky) dan adat setempat menganggap bahwa percaya pada faktor hoki sematamata adalah tidak baik. Untuk itu, produk Simpati Hoki ditarik dan digantikan
dengan Simpati Jitu.
Sejalan dengan perilaku dan karakter masyarakat pulalah saat ini 97% produk
kartu telekomunikasi yang diterbitkan oleh Telkom Group berupa kartu prabayar.
4 . Bank Jatim
Saran/sharing:
Kiranya pengembangan non-cash payment instruments seperti stored value cards
untuk pembayaran BBM kendaraan bermotor yang sedang dijajagi oleh Pertamina
46
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
47
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
bagus jika dilakukan dengan bank karena memang sistem pembayaran ini
merupakan area yang menjadi nature bank.
PT. Pertamina:
Pertamina telah melakukan uji coba Gaz Card di Batam pada tanggal 5 Mei 2006,
dan hasilnya ternyata tingkat minat masyarakat terhadap Gaz Card ini sangat
besar. Dengan demikian Pertamina tidak melihat adanya keengganan pasar.
Namun demikian, untuk mengantisipasi keengganan pasar pada saat produk
diluncurkan, Pertamina akan memberikan perlakuan khusus bagi pelanggan
yang melakukan pembayaran Gaz Card, misalnya dengan memberikan line khusus
untuk pembelian BBM sehingga tidak antri, diberikan poin setiap mengisi dana
pada kartu bahkan sebelum dana pada kartu tersebut digunakan untuk
bertransaksi.
Untuk mempermudah akses masyarakat dalam melakukan pembelian kartu dan
top-up, termasuk proses registrasi, Pertamina akan menentukan SPBU yang dapat
dijadikan tempat untuk melakukan transaksi-transaksi tersebut.
PT. Telkom:
Isu kliring dan settlement selalu bersifat kompleks, namun bukan berarti tidak
ada jawabannya.
IV. Tanya Jawab dan Diskusi Hari II Sesi 2
1 . Pipih D. Purusitawati (Bank Indonesia)
Pertanyaan
a. Sebagai regulator sampai sejauh mana Bank Indonesia dapat mengatur pihakpihak yang terlibat dalam sistem pembayaran non tunai?
b. Siapa yang berhak mengatur transaksi Digicash yang lintas negara?
c. Kebutuhan terhadap transaksi non tunai dari sisi user sudah cukup mendesak,
sebaiknya PT. Jasa Marga segera mempercepat proses pelaksanaan dari proyek
non-cash.
Jawaban
a. Saat ini, selain mengatur mengenai masalah konvergensi, Depkominfo juga
mengatur dasar-dasar terkait dengan informatika antara lain teknologi Information, Communication and Telecommunication (ICT) dan lain-lain. Sementara
Bank Indonesia dalam Undang-Undang No.10 Tahun 2004 tidak diberi
kewenangan sebagai inisiator Undang-Undang. Hal ini menyebabkan apabila
Bank Indonesia memiliki inisiatif terhadap penerbitan Undang-Undang seperti
RUU Transfer Dana, Bank Indonesia harus melalui pemerintah atau DPR. Namun,
Bank Indonesia dapat mengatur melalui peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia (PBI dan SE).
b. Untuk transaksi Digicash, penyelenggara biasanya telah membuat pernyataan
di website penyelenggara sehingga apabila terjadi masalah maka hukum yang
digunakan adalah hukum yang berlaku di negara pelaku kejahatan. Salah satu
asas yang diatur dalam RUU ITE adalah asas ekstrateritorial sehingga
48
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
berdasarkan asas tersebut pelaku yang berada di luar negeri dapat diadili di
negara penyelenggara.
c. Proyek smartcard multifungsi yang direncanakan oleh PT. Jasa Marga menjadi
tertunda karena terdapat hal-hal yang berada di luar wewenang PT. Jasa Marga,
antara lain masalah regulasi e-money dan kepentingan antar institusi.
2 . Ahmad Hidayat (Bank Indonesia)
Pertanyaan
Dalam penggunaan infrastruktur oleh penyelenggara kartu non-cash (e-money)
pendekatan yang dilakukan oleh beberapa negara berbeda, misalnya Hong Kong
membangun infrastruktur sendiri sedangkan di Singapura lebih menggunakan
infrastruktur yang dimiliki oleh perbankan karena sudah relatif kuat dan stabil.
Seberapa jauh BCA akan mengizinkan infrastrukturnya digunakan untuk
kepentingan pengembangan pembayaran non-cash?
Jawaban
E-money merupakan bisnis baru sehingga harus dibangun bersama-sama dengan
beberapa provider. Kesediaan BCA untuk men-share infrastrukturnya perlu dikaji
lebih dahulu. Selama ini untuk penyelenggaraan kliring BCA, BCA sudah terbuka
untuk menerima provider lain. Namun dalam kaitannya dengan trust provider
dan distributor, BCA harus mempertimbangkan lebih dahulu aspek image dan
trust karena dalam bisnis ini terdapat risiko-risiko yang harus ditanggung oleh
BCA.
Interkoneksi di antara para pelaku pasar tidak dapat dipaksakan dan tidak bisa
diselesaikan hanya dengan regulasi. Oleh karena itu perlu dipikirkan jalan keluar
mengingat masing-masing pihak yang terkait memiliki kepentingan yang berbedabeda.
3 . Iwan Setiawan (Bank Indonesia)
Pertanyaan
a. Transaksi Internet Banking BCA sering menjadi obyek kejahatan cyber, misalnya
kasus typo squatting Stephen Haryanto. Namun setelah BCA menambahkan
token (keyBCA) sebagai tambahan security feature selain user-id dan password, transaksi melalui internet banking justru meningkat. Selama ini adagium
yang dikenal dalam ICT, bahwa semakin tinggi tingkat sekuriti akan
menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengguna. Namun adagium tersebut
tidak terjadi pada Internet Banking BCA. Berkenaan dengan hal tersebut,
pelajaran apa yang dapat dipelajari oleh kita semua terkait dengan adanya
kasus tersebut?
b. Selain itu, terkait dengan kejahatan ATM, selama ini bank selalu menyatakan
bahwa transaksi dianggap sah jika ada kartu dan PIN yang benar. Sejauh
mana tanggung jawab bank terhadap kartu yang unauthorized (skimming)
dan sampai sejauh mana bank melakukan investigasi karena selama ini nasabah
49
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
50
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
merupakan produk non tunai yang sedang trend saat ini. Pada saat awal
peluncuran produk internet banking, satu hal yang menjadi pertanyaan BCA
adalah apakah produk ini akan digunakan oleh masyarakat atau tidak, mengingat
prinsip yang dipegang oleh BCA pada saat peluncuran produk baru adalah harus
mencapai tingkat economic of scale tertentu. Disadari bahwa saat ini sebagian
besar pengusaha berasal dari generasi tua yang kurang mengenal teknologi yang
digunakan. Namun dalam kenyataannya terdapat pengusaha yang berasal dari
second generation yang telah mengenal teknologi internet. Melihat kondisi
tersebut, apabila BCA hanya melihat pada market generasi terdahulu saja, maka
penetrasi pasar akan sangat lama. Oleh karena itu BCA lebih mengarahkan
produknya pada generasi muda sebagai channel delivery system sehingga produk
BCA cukup dikenal oleh masyarakat.
9 . Hari (Bank Bukopin)
Pertanyaan
a. Untuk membuat kartu yang multipurpose, permasalahan yang terjadi selama
ini adalah interoperability. Apakah ada pemikiran dari PT. Jasa Marga untuk
membuat standar terhadap kartu untuk tol sehingga bisa digunakan lintas
operator tol (selain PT. Jasa Marga)?
b. Dalam grand design PT. Jasa Marga, apakah di masa yang akan datang akan
bekerjasama dengan bank, menjadi issuer sendiri atau melakukan kerjasama
dengan pihak lain (non bank)?
Jawaban
a. Pada saat ini terdapat beberapa perusahaan yang terlibat dalam pengelolaan
industri tol antara lain PT. DMNS untuk tol ruas Tangerang-Merak, PT. Citra
Marga Nusa Pala untuk tol dalam kota. Kedua perusahaan ini dikategorikan
pada kelompok merchant yang beda tetapi tujuan yang sama (untuk membayar
tol). Terkait dengan kolaborasi antara pelaku pasar tersebut, disadari bahwa
hal tersebut akan mempercepat penggunaan kartu. Sementara itu untuk
standardisasi kartu saat ini masih terdapat tarik-menarik antara pemain
mengingat terdapat berbagai kepentingan antara lain aspek bisnis, teknologi
dan lain-lain.
Permasalahan yang dihadapi oleh PT. Jasa Marga adalah belum adanya standar
messaging untuk multipurpose. Permasalahan lain juga cukup beragam yaitu
masalah teknologi dan bisnis.
b. Untuk saat ini kemungkinan PT. Jasa Marga akan menjadi issuer sendiri dengan
memperluas layanan smartcard yang sudah diterapkan di ruas PadalarangCileunyi. Ke depan tidak menutup kemungkinan untuk berkolaborasi dengan
pihak lain untuk mengembangkan multipurpose card.
51
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
Bagian
Keempat
DISKUSI DENGAN
PEMBICARA ASING DI
LUAR SEMINAR
52
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
53
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
54
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
baik. Pada umumnya penerbit prepaid card adalah bank. Kedua, seluruh lembaga
penerbit prepaid card tersebut merupakan obyek pengawasan sistem pembayaran.
Ketiga, penerbit prepaid card diwajibkan untuk memiliki modal minimum tertentu
dan harus menempatkan dananya pada investasi tertentu yang aman. Apabila
Indonesia akan menerapkan peraturan untuk menjadi penerbit prepaid card
seyogyanya lembaga penerbit adalah bank. Selanjutnya apabila ada lembaga lain
seperti jasa transportasi atau lainnya maka lembaga tersebut harus bekerja sama
dengan bank. Berkenaan dengan hal tersebut diperlukan legal infrastructure yang
tegas dan jelas untuk mengatur aturan main penyelenggaraan prepaid card ini.
Pertanyaan 9:
Apakah Bank Sentral Belgia mengawasi bank dan lembaga keuangan bukan bank
penyelenggara e-money?
Jawaban:
Pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan e-money di Eropa menjadi
tanggung jawab European Central Bank (ECB), sehingga setiap penerbit harus
melaporkan kegiatan penerbitan -e-money secara rutin. Di setiap bank sentral
yang tergabung dalam ECB juga memiliki financial stability department yang
melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan e-money.
Pertanyaan 10:
Apakah penerbit e-purse juga memberikan laporan kegiatannya kepada lembaga
yang menangani money laundering?
Jawaban:
Pada umumnya nilai uang pada e-purse dibatasi karena hanya digunakan untuk
transaksi ritel sehingga nampaknya kecil kemungkinan untuk digunakan sebagai
sarana untuk melakukan transaksi money laundering.
Pertanyaan 11:
Bagaimana penyelesaian dispute antara issuer, merchant dan konsumen, misalnya
apabila issuer bangkrut sementara konsumen masih memiliki nilai uang pada kartu
yang dibelinya?
Jawaban:
Nilai uang yang tersimpan dalam e-purse akan tetap berlaku sampai dengan
nilainya habis dan tidak terkait dengan penerbit e-purse tersebut. Oleh karena
itu apabila issuer e-purse bangkrut konsumen tetap dapat menggunakan kartu
tersebut untuk bertransaksi di merchant.
Pertanyaan 12:
Bagaimana dampak less cash society terhadap variabel-variabel makro ekonomi
seperti:
- tingkat harga (inflasi);
- surplus konsumen dan produsen; dan
- kesejahteraan masyarakat secara umum.
Jawaban:
Dilihat dari dampak terhadap tingkat harga (inflasi), tergantung dari jenis
55
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
instrumen pembayaran non tunai. Untuk Debit card dan prepaid card tidak akan
mempengaruhi ekonomi makro. Tetapi untuk Credit card akan mempengaruhi
uang beredar karena adanya money multiplier effect.
Dilihat dari dampak terhadap surplus konsumen dan produsen, tergantung dari
tingkat persaingan pasar. Semakin sempurna persaingan pasar tersebut, konsumen
akan semakin diuntungkan.
Dilihat dari dampak terhadap kesejahteraan masyarakat secara umum, karena
social cost berkurang maka kesejahteraan masyarakat akan meningkat. Dengan
berkurangnya social cost dalam hal ini antara lain dengan berkurangnya cash
handling maka surplus produsen akan semakin meningkat.
Pertanyaan 13:
Apabila masyarakat memandang penggunaan instrumen non tunai akan lebih
membuat masyarakat semakin nyaman untuk bertransaksi, apakah akan kondisi
ini akan berdampak pada meningkatnya aktivitas transaksi yang pada gilirannya
akan meningkatkan tingkat harga secara umum?
Jawaban:
Kondisi tersebut tidak akan berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan
harga secara umum.
Pada prinsipnya kenyamanan penggunaan -e-purse sama dengan kenyamanan
penggunaan uang tunai.
Pertanyaan 14:
Bagaimana cara menghitung social cost of payment instrument?
Jawaban:
Penghitungan social cost dilakukan dengan menjumlahkan seluruh private cost
atau biaya-biaya yang dikeluarkan oleh seluruh pihak yang menggunakan
instrumen pembayaran. Misalnya penghitungan seluruh biaya yang dikeluarkan
oleh merchant, konsumen, bank, lembaga penyedia instrumen pembayaran
termasuk bank sentral terkait dengan distribusi penggunaan instrumen
pembayaran tersebut. Untuk menghindari terjadinya penghitungan ganda maka
biaya transfer dana melalui sistem perbankan tidak disertakan dalam perhitungan
tersebut.
Untuk menghitung social cost, data transaksi diperoleh dari bank umum atau
penerbit. Sementara itu data yang dikeluarkan oleh merchant maupun konsumen
dilakukan dengan survei sehingga diperoleh proksi untuk menghitung seluruh
biaya yang dikeluarkannya.
Pertanyaan 15:
Apakah dampak penggunaan instrumen non-cash terhadap pendapatan seignorage bank sentral?
Jawaban:
Penggunaan instrumen non-cash secara otomatis akan menurunkan pendapatan
seignorage bagi bank sentral tapi terdapat pula efisiensi terutama pengurangan
biaya cetak uang, biaya distribusi dan biaya keamanannya. Hal yang lebih penting
56
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
57
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
58
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
59
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
60
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
61
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
Bagian
Kelima
PENUTUP
62
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
63
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
2) Sementara itu, dari pembicara kedua, Prof. Hikmahanto Juwana, S.H., LL.M.,
Ph.D., Dekan FH UI, sempat melontarkan fakta bahwa dalam praktek
internasional penyelenggaraan e-money tidak harus diikuti dengan
penyusunan Undang-Undang. Namun demikian, sudah tepat saatnya jika Bank
Indonesia dapat terus melanjutkan langkah-langkah dengan mengeluarkan
peraturan Bank Indonesia di bidang e-money. Hal lain yang lebih penting
setelah dikeluarkannya ketentuan adalah masalah penegakkan hukum yang
harus dilakukan dengan tegas.
3) Adalah menarik juga dalam sesi ini muncul usulan bahwa bisnis dapat tetap
jalan dulu tanpa harus menunggu dikeluarkannya aturan.
4) Sementara itu pembicara ketiga, Bramudija Hadinoto, melihat pentingnya peran
pengawasan sistem pembayaran oleh Bank Indonesia yang dapat dilakukan
sebagai upaya penegakan hukum untuk mewujudkan sistem pembayaran yang
cepat, aman dan handal.
c. Hari kedua sesi pagi (aspek kolaborasi dan ekspektasi pasar terhadap
pengembangan sistem pembayaran non tunai):
1) Pembicara pertama, Antony Morris dari Octopus Cards Ltd. Hong Kong,
menggarisbawahi pentingnya kolaborasi pasar untuk mengetahui kebutuhan
mekanisme pembayaran yang paling tepat. Disadari bahwa untuk dapat
berkembang seperti sekarang ini, Octopus telah melakukan perjalanan yang
panjang dan bertahap. Dalam tahap ini penting untuk membangun trust,
antara lain dengan menerapkan 100% money back guarantee.
2) Pengembangan yang telah dilakukan perlu terus disesuaikan dengan
memperhatikan aspek culture, needs, behavior dan karakter pembayaran
masyarakat Indonesia, seperti memperhatikan: kemudahan dan kenyamanan
dalam penggunaan, biaya yang murah, dan kepuasan konsumen, serta dilakukan
dengan menggunakan teknologi terbaru yang secure, praktis, cepat, dan reliable.
3) Sedangkan pembicara kedua dari PT. Telkom dan pembicara ketiga dari
Pertamina mengemukakan kesiapan kedua perusahaan tersebut dalam
mendukung pengembangan less cash society di Indonesia.
4) Hal lain yang menarik dari ketiga pembicara dalam sesi ini adalah sepakat adanya
keperluan untuk standardisasi dan menciptakan kesadaran arti pentingnya
interoperability dan konvergensi antar operator.
d. Hari kedua sesi siang. Diantara pembicara dari Bank Indonesia, Depkominfo, BCA
dan Jasa Marga telah membahas lebih rinci pentingnya peran kolaborasi dalam
memasuki pasar di Indonesia dan mengharapkan pentingnya peran sentral Bank
Indonesia sebagai fasilitator dan katalisator yang berdiri tepat di antara operator dan masyarakat sebagai konsumen.
2. Dari apa yang telah dipaparkan dalam dua hari seminar, diyakini para peserta seminar bahwa pengembangan beberapa infrastruktur dan instrumen terkait dengan
less cash society di Indonesia telah dimulai. Namun demikian, agar pengembangannya
64
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
secara nasional lebih efisien, seperti dikemukakan oleh Mohamad Ishak, diperlukan
peran regulasi dari Bank Indonesia untuk memfasilitasi dan menggerakkan seluruh
pihak yang terkait untuk duduk bersama dan mendiskusikan hal-hal krusial dan teknis
dalam pengembangan sistem pembayaran non tunai
3. Kiranya, hasil seminar ini bermanfaat bagi kita semua terutama bagi Bank Indonesia
dalam pengembangan sistem pembayaran yang tidak pernah henti menuju
masayarakat yang berkecenderungan less cash, dengan penggunaan instrumen
pembayaran non tunai yang handal, nyaman, aman, murah, dan efisien.
65
Seminar Internasional
Toward a Less Cash Society in Indonesia
Tim Perisalah/Penyusun
1. Puji Atmoko
2. Sukarelawati Permana
3. Pipih D. Purusitawati
4. Iwan Setiawan
5. Panji Achmad
6. Sri Yulia Parayudhanti
7. Butet Linda H.P.
8. Safari Kasiyanto
9. Franz Hansa
10. Trifaldi Yudistira
11. Kiptiah Riyanti
12. Himawan Kusprianto
13. Gunawan Purbowo
14. Nuryanti
15. Retno A. Soejoedono
66