You are on page 1of 13

PRESENTASI KASUS BESAR

TONSILITIS KRONIS

Pembimbing:
DR. dr. Bambang Hariwiyanto, SpTHT-KL(K)
Disusun oleh:
Osmond Purwanto (2010-061-010)
Maria Patricia Abadi (2010-061-078)
Departemen Ilmu Penyakit THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA
Periode 9 Januari 2012 4 Februari 2012

STATUS PASIEN
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
: Sdr. DBN
Umur
: 35 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-Laki
Pekerjaan
: pedagang
Alamat
: Domban mororejo Tempel Sleman Yogyakarta
Tanggal pemeriksaan : 9 Januari 2012

II.

Anamnesa
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 9 Januari 2012
KELUHAN UTAMA
KELUHAN TAMBAHAN

: Nyeri menelan
: Tenggorokan seperti ada yang mengganjal,
tenggorokan terasa kering.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang dengan keluhan nyeri ketika menelan. Nyeri menelan dirasakan sejak 3
hari yang lalu. Nyeri diperparah dengan adanya rasa mengganjal di tenggorokan,
terutama ketika sedang menelan. Pasien juga mengeluh tenggorokan terasa kering
walau pasien sudah minum banyak. Saat ini pasien tidak mengalami batuk dan pilek.
Pola makan diakui seperti biasa. Pasien mengaku pernah mengalami sakit yang serupa
dan sudah berobat 3 kali dalam setahun belakangan ini. Tidak ada keluhan
gangguan napas. Tidak ada gangguan bau mulut. Pasien tidak mengeluh adanya sakit
pada telinga.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat mengalami penyakit yang sama sejak 1 tahun yang lalu
- Riwayat alergi disangkal
- Riwayat asma disangkal
RIWAYAT KEBIASAAN
- Riwayat merokok +
- Riwayat minum minuman beralkohol -

RIWAYAT PENYAKIT PADA KELUARGA


-

Disangkal .

RIWAYAT PENGOBATAN
-

3/11/2011
o Augmentin

500mg

XII

S 3 dd 1

o Cataflam Fast

tab

XII

S 2 dd 1

6/12/2011

Disarankan Operasi
III.

Pemeriksaan fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda Vital
Suhu
Tekanan darah
Laju nadi
Laju napas

: Tampak Sakit Ringan


: Compos Mentis
: Afebris
: 120/70 mmHg
: 80 x/menit
: 12 x/menit

Pemeriksaan telinga
-

Aurikula sinistra

: Pinna, kanalis akustikus eksternus dan membran

Aurikula dextra

timpani dalam batas normal. Serumen - .


: Pinna, kanalis akustikus eksternus dan membran
timpani dalam batas normal. Serumen - .

Pemeriksaan hidung
-

Inspeksi dan palpasi hidung luar

: tidak tampak perdarahan. Tidak tampak

Rinoskopi anterior

deformitas
: mukosa hidung tidak tampak hiperemis
dan konka tidak tampak membesar.

Rinoskopi posterior

Sekret -.
: tidak dilakukan

Pemeriksaan tenggorok
-

Rongga mulut

: tidak tampak adanya stomatitis. Tidak hiperemis pada

Tonsil palatina

rongga mulut.
: hipertrofi unilateral sinistra. Bentuk berbenjol-benjol,
warna permukaan lebih hiperemis, tampak detritus
sebesar kacang berwarna putih, besar T2. Tonsil
palatina dextra ukuran T1.

IV.

Lidah

Faring

: tidak tampak ada perlukaan. Permukaan lidah kasar


dan tidak kotor.
: tidak tampak ada kelainan

Diagnosis Kerja
Tonsilitis Kronis ?

V.

VI.

Tatalaksana
- Pro Tonsilektomi

Follow up
10 Januari 2012
-

Pasien dirawat inap di RS. Panti Rapih


Pasien di EKG dan hasilnya normal
Pasien diperiksa rontgen thoraks PA:
Hasil foto: tidak tampak adanya kelainan pada pulmo. Ukuran jantung
dalam batas normal.
Pasien diperiksa lab:
Permeriksaan
Hemoglobin
Leukosit
Eritrosit
Hematokrit
Thrombosit
Hitung jenis
Eosinofil
Basofil
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Indeks Eritrosit

Nilai
14,6
5,7
5,10
41,2
305

Nilai normal
13 18 g/dL
4,0-11,0 x 103/L
4,5 6,5 x 106/L
40,0 - 54,0 %
150 450 x 103/L

2,5
0,8
44.5
44.1
82

0,0-9,5 %
0,0-2,5 %
35,0-88,7 %
12,0-44,0 %
0,0-11,2 %

MCV
MCH
MCHC
RDW-CV
Koagulasi
Golongan darah
Prothrombin time
Control
Hasil
APTT
Control
Hasil

80.8
28.6
35.4
15

80,0-96,0 fl
27,0-31,0 pg
32,0-36,0 g/dL
11,6- 14,8 %

O
13.8
12,2

11,5 - 15.5 detik


11,1-14,6 detik

32.6
36.9

25,0 - 33,0 detik


24,6 - 37,2 detik

11 Januari 2012 pukul: 13.15 14.10 WIB


- Laporan operasi:
Pasien datang ke OK dalam keadaan sadar, dilakukan bius umum dan

pemasangan nasotrakeal tube


Dilakukan tindakan asepsis dan antisepsis pada daerah sekitar bibir

mulut
Mulut dibuka dan terlihat tonsil kiri dengan diameter 3x4 cm. Terlihat

detritus.
Tonsil diangkat dengan menggunakan Sudel Ballengch. Perdarahan
75 cc, dilakukan tindakan hemostasis dengan menjahit pangkal dari
tonsil kiri dengan menggunakan plain catgut ukuran 2.0 sebanyak 4
jahitan. tonsil kanan dengan menggunakan plain catgut ukuran 2.0

sebanyak 2 jahitan.
Op selesai pada pukul 14.10 WIB
Instruksi post op:
Awasi KU dan tanda-tanda vital
Kompres es di leher
Makan Cair Tidak Panas
Terapi Medikamentosa:
Clanexy
250 mg
Paracetamol

11 Januari 2012 Pukul 15.30


S
: Luka Bekas OP Nyeri

Syrup 3 x 2 cth
Syrup 3 x 2 cth

12 Januari 2012
S
: Luka Operasi Nyeri

: KU: Tampak Sakit Sedang

: KU: Tampak Sakit Sedang

Kesadaran: Compos Mentis

Kesadaran: Compos Mentis

TD: 119/84 mmhg

TD: 130/80 mmhg

N: 58 kali/menit

N: 68 kali/menit

S: Afebris

S: 37,5oC

RR: 18 kali/menit

RR: 16 kali/menit

Tenggorok: tidak tampak ada

Tenggorok: tidak tampak ada

perdarahan aktif.

perdarahan aktif.

: Laki-Laki usia 35 tahun POD 1 post

: Laki-Laki usia 35 tahun POD 1 post

operasi Tonsilektomi Bilateral


P

operasi Tonsilektomi Bilateral

Awasi KU dan TTV

Pasien boleh pulang dengan obat:

Diet cair tidak panas

Clanexy 250 mg Syrup

3 x 2 cth

Kompres es di leher

Paracetamol

3 x 2 cth

IVFD RL 500/ 24 jam


Clanexy 250 mg Syrup 3 x 2 cth
Paracetamol

Syrup

3 x 2 cth

DASAR TEORI
TONSILITIS

Syrup

I.

DEFINISI

Tonsilitis adalah : peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari Cincin Waldeyer.
Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfe yang terdapat dalam rongga mulut; yaitu :
tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), dan
tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/Gerlachs tonsil). Penyebaran infeksi melalui
udara (air borne infection), tangan, dan ciuman. Tonsilitis dapat terjadi pada semua umur;
terutama pada anak anak.

II.

KLASIFIKASI

Tonsilitis Akut
A. Etiologi
Tonsilitis bakterialis supurativa akut paling sering disebabkan oleh Streptokokus
beta hemolitikus grup A, meskipun pneumokokus, stafilokokus, dan Haemophilus influenzae
juga virus patogen dapat dilibatkan. Virus Epstein barr adalah penyebab yang tersering dan
Coksakie dapat menyebabkan luka kecil kecil pada palatum dan tonsil. Kadang kadang
streptokokus non hemolitikus atau Streptococcus viridans ditemukan dalam biakan, biasanya
pada kasus kasus berat.
Streptokokus non hemolitikus dan Streptococcus viridans mungkin dibiakkan dari
tenggorokan orang yang sehat, khususnya pada bulan bulan musim dingin. Sedangkan pada
saat epidemi infeksi pernafasan akut, Streptokokus hemolitikus dapat ditemukan dalam
tengggorokan orang yang kelihatannya sehat.

B. Patologi
Terdapat peradangan umum dan pembengkakan dari jaringan tonsila dengan
pengumpulan leukosit, sel sel epitel mati, dan bakteri patogen dalam kripta. Mungkin
adanya perbedaan dalam strain atau virulensi organisme dapat menjelaskan variasi dari fase
fase patologis berikut :
1. peradangan biasa daerah tonsila saja
2. pembentukan eksudat
3. selulitis tonsila dan daerah sekitarnya

4. pembentukan abses peritonsilar


5. nekrosis jaringan

Macam macam bentuk tonsil :


tonsilitis folikularis : tonsilitis akut + detritus
tonsilitis lakunaris : bercak detritus menjadi satu, membentuk alur alur.
Bercak detritus dapat melebar menjadi membran semu (pseudomembran) yang
menutupi tonsil.
C. Gejala
Penderita mengeluh sakit tenggorokan dan beberapa derajat disfagia, dan pada
kasus yang berat, penderita dapat menolak untuk minum atau makan melalui mulut. Penderita
tampak sakit akut dan pasti mengalami malaise. Suhu biasanya tinggi, kadang kadang
mencapai 400C. Nafasnya bau. Mungkin terdapat otalgia dalam bentuk nyeri alih.
Kadang kadang otitis media merupakan komplikasi peradangan pada
tenggorokan. Seringkali terdapat adenopati servikalis disertai nyeri tekan. Tonsila biasanya
berbercak bercak dan kadang kadang diliputi oleh eksudat. Eksudat ini mungkin keabu
abuan atau kekuningan. Eksudat ini dapat berkumpul dan membentuk membran, dan pada
beberapa kasus dapat terjadi nekrosis jaringan lokal.
D. Pengobatan
Pada umumnya, penderita dengan tonsilitis akut dan menderita demam sebaiknya
tirah baring, diberikan cairan adekuat, serta diet ringan. Aplikasi lokal seperti obat
tenggorokan, dianggap mempunyai arti yang relatif kecil. Analgesik oral efektif dalam
mengendalikan rasa tidak enak.
Efektifitas obat kumur sampai sekarang masih dipertanyakan. Apakah benar bahwa
kegiatan berkumur tidak membawa banyak cairan berkontak dengan dinding faring, karena
dalam beberapa hal, cairan ini tidak mengenai lebih dari tonsila palatina. Walaupun
pengalaman klinis menunjukkan bahwa berkumur yang dilakukan dengan rutin menambah
rasa nyaman pada penderita dan mempengaruhi beberapa tingkat perjalanan penyakit. Kecuali
kalau diinstruksikan khusus, penderita mungkin merasa bahwa pengobatan telah selesai bila
satu gelas cairan obat kumur hangat telah digunakan. Hal ini tidak adekuat. Penderita
sebaiknya diberi petunjuk untuk menggunakan tiga gelas penuh cairan obat kumur setiap kali.
Gelas pertama sebaiknya hangat sehingga penderita dapat menahan cairan dengan rasa enak.
Gelas kedua dan ketiga dapat lebih hangat. Dianjurkan untuk memberikan petunjuk secara
khusus pada penderita untuk menggunakan cairan obat kumur setiap dua jam.

Hal yang praktis adalah memberikan daftar waktu untuk setiap kali pengobatan
sehingga penderita dapat mencoret setiap pengobatan yang telah dilakukan sampai selesai.
Hal ini akan meyakinkan bahwa sejumlah besar instruksi telah diselesaikan dengan tepat.
Mungkin bahwa panas dari cairan obat kumur lebih efektif dibandingkan isi obat obatan di
dalamnya. Cairan cairan berikut, juga ramuan obat tersedia yang dijual bebas berguna :
cairan saline isotonik (setengah sendok teh garam dalam 225 ml air hangat)
bubuk sodium perborat (satu sendok teh bubuk dalam 225 ml air hangat). Hal ini
terutama berguna pada Infeksi Vincent atau penyakit mulut.

Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. Jika
dianjurkan adalah pilihan pengobatan untuk faringitis bakterialis akut, penisilin masih obat
pilihan, kecuali kalau organismenya resisten atau penderita sensitif terhadap penisilin. Pada
kasus tersebut, eritromisin atau antibiotik spesifik yang efektif melawan organisme sebaiknya
digunakan. Pengobatan sebaiknya dilanjutkan untuk seluruh perjalanan klinis, antara 5 sampai
10 hari.
Jika Streptokokus beta hemolitikus grup A dibiak, penting untuk mempertahankan
terapi antibiotik yang adekuat untuk 10 hari guna menurunkan kemungkinan dari komplikasi
non supurativa seperti penyakit jantung rematik dan nefritis. Suntikan dosis tunggal 1,2 juta
unit benzatin penisilin intramuskular juga efektif dan disukai jika terdapat keraguan bahwa
penderita telah menyelesaikan seluruh terapi antibiotik oral. Penderita tertentu tetap
menunjukkan biakan positif setelah pengobatan yang adekuat dengan penisilin.
Mekanisme untuk ini tampaknya paling mungkin adalah dihasilkannya beta
laktamase oleh organisme yang hidup bersama, seperti : Branhamella catarrhalis, yang
seringkali terdapat dalam flora mulut campuran. Percobaan dengan klindamisin dianjurkan
untuk membasmi organisme organisme yang resisten ini.
E. Komplikasi
Pada anak sering terjadi otitis media akut, sinusitis, abses peritonsil (Quincy
throat), abses parafaring, bronkitis, glomerulonefritis akut, miokarditis, arthritis, serta
septikemia akibat infeksi V. Jugularis interna (Sindrom Lemierre). Akibat hipertrofi tonsil,
pasien akan bernafas melalui mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur karena terjadinya
sleep apnea, yang dikenal sebagai Obstructive Sleep Apnea Syndrome (OSAS).
Tonsilitis membranosa
Penyakit yang termasuk golongan ini adalah :

a. tonsilitis difteri
b. tonsilitis septik (septic sore throat)
c. Angina Plaut Vincent
d. Penyakit kelainan darah, seperti : leukemia akut, anemia pernisiosa, neutropenia maligna,
serta infeksi mononukleosis.
e. Proses spesifik lues dan TB
f.

Infeksi jamur moniliasis, aktinomikosis, blastomikosis

g. Infeksi virus morbili, pertusis, dan skarlatina

Tonsilitis Kronik
A. Etiologi
Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronis adalah : rangsangan yang menahun dari
rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik,
dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. Kuman penyebab sama dengan tonsilitis
akut, tapi kadang kadang kuman berubah menjadi gram negatif.

B. Patologi
Jaringan limfoid tergantikan oleh jaringan parut, sehingga kripti melebar. Detritus
mengisi kripti ini. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan mengakibatkan
perlengketan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak, proses ini disertai dengan
pembesaran kelenjar submandibula.
C. Diagnosis
Tonsilitis kronis tanpa diragukan merupakan penyakit yang paling sering dari semua
penyakit tenggorokan yang berulang. Gambaran klinis bervariasi dan diagnosis sebagian
besar tergantung pada inspeksi. Pada umumnya, terdapat dua gambaran yang secara
menyeluruh berbeda yang tampaknya cocok dimasukkan kategori tonsilitis kronis.
Pada satu jenis, tonsila membesar dengan adanya hipertrofi dan jaringan parut.
Sebagian kripta tampak mengalami stenosis, tapi eksudat yang seringkali purulen. Pada
beberapa kasus, satu atau dua kripta membesar dan suatu bahan seperti keju atau seperti
dempul amat banyak dapat diperlihatkan dari kripta. Infeksi kronis biasanya berderajat rendah
adalah nyata.

Gambaran klinis lain yang sering adalah dari tonsil yang kecil, biasanya membuat
lekukan dan seringkali dianggap sebagai kuburan, di mana tepinya adalah hiperemis, dan
sejumlah kecil sekret purulen yang tipis, seringkali dapat diperlihatkan dari kripta.
Biakan tonsila dengan penyakit kronis biasanya menunjukkan beberapa organisme yang
virulensinya relatif rendah dan pada kenyataannya, jarang menunjukkan streptokokus beta
hemolitikus. Ditemukan juga nafas yang berbau dan rasa mengganjal di tenggorokan

D. Pengobatan
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan pengangkatan tonsil.
Tindakan ini dilakukan pada kasus kasus di mana penatalaksanaan medis atau yang lebih
konservatif, gagal untuk meringankan gejala gejala.
Penatalaksanaan medis temasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan
sehari hari, dan usaha untuk membersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi atau
oral. Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis atau berulang.

E. Komplikasi
Rhinitis kronis, sinusitis, atau otitis media secara perkontinuatum. Komplikasi jauh
terjadi secara hematogen atau limfogen, dan dapat timbul endokarditis, artritis, miositis,
nefritis, uveitis, iridoksiklitis, dermatitis, pruritis, urtikaria, dan furunkulosis.
TONSILEKTOMI
A. Indikasi absolut
1. timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan nafas yang kronis.
2. hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur.
3. hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta.
4. biopsi eksisi yang dicurigai keganasan. (limfoma)
5. abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada ruang jaringan sekitarnya.
6. tonsilitis yang menimbulkan kejang demam.

B. Indikasi relatif
1. terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberi pengobatan medis yang
adekuat.
2. halitosis akibat tonsilitis kronis yang tidak memberi respon dengan pemberian medis.

3. tonsilitis kronis atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik dengan
antibiotik (kuman resisten terhadap beta laktamase / episode berulang dari infeksi
Streptokokus beta hemolitikus grup A) .
Sekarang ini, di samping indikasi indikasi absolut, indikasi tonsilektomi yang paling dapat
diterima pada anak anak adalah berikut ini :
1. serangan tonsilitis berulang yang tercacat (walaupun telah diberikan penatalaksanaan medis
yang adekuat)
2. tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus menetap dan patogenik (keadaan
karier)
3. hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional (misalnya : penelanan)
4. hiperplasia dan obstruksi yang menetap selama 6 bulan setelah infeksi mononukleois
(biasanya pada dewasa muda)
5. riwayat demam rematik dengan kerusakan jantung yang berhubungan dengan tonsilitis
rekurens kronis dan pengendalian antibiotik yang buruk.
6. radang tonsil kronis yang menetap yang tidak memberikan respon terhadap penatalaksanaan
medis (biasanya dewasa muda).
7. hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan gigi geligi
yang menyempitkan jalan nafas bagian atas.
8. tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten.

Kontraindikasi
1. infeksi pernafasan bagian atas yang berulang
2. infeksi sistemik atau kronis
3. demam yang tidak diketahui penyebabnya
4. pembesaran tonsil tanpa gejala gejala obstruksi
5. rhinitis alergika
6. asma
7. diskrasia darah
8. ketidakmampuan yang umum atau kegagalan untuk tumbuh
9. tonus otot yang lemah
10. sinusitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, E.A. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok kepala Leher. Edisi
keenam. Jakarta. 2006. Hal 176 - 184
2. Boies, Adam. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi keenam. Minnesota. 1997. Hal 320 - 355

You might also like