You are on page 1of 6

CONTINUING MEDICAL EDUCATION

Akreditasi IDI 2 SKP

Penatalaksanaan Perdarahan Subaraknoid


Ismail Setyopranoto
Bagian Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/
SMF Saraf RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, Indonesia

ABSTRAK
Perdarahan subaraknoid, sebagian besar akibat aneurisma, hanya merupakan 3% dari seluruh kejadian gangguan peredaran darah otak/stroke,
tetapi merupakan penyebab 5% kematian karena stroke dan lebih dari seperempat insidens hilangnya tahun-kehidupan potensial akibat stroke.
Gejala utama perdarahan subaraknoid berupa nyeri kepala berat tak-lazim yang terjadi tiba-tiba. Nyeri kepala sering kali berlangsung seketika
atau bersifat kataklismik. Hilang kesadaran sesaat dan kejang umum dijumpai dan sering terjadi pada onset perdarahan. Pada kebanyakan
pasien dengan perdarahan subaraknoid, tidak ada tanda-tanda defisit neurologis fokal. Pasien sering kali membutuhkan intervensi bedah saraf
dan neuroradiologis darurat. Sambil menunggu transfer pasien ke senter neurologis, penatalaksanaan harus dimulai. Terapi nimodipin dapat
dimulai secara dini guna mencegah vasospasme serebral. Pilihan terapi yang tersedia di senter neurologis meliputi terapi bedah atau obliterasi
endovaskuler terhadap aneurisma atau malformasi arteriovenosa.
Kata kunci: perdarahan subaraknoid, stroke, nimodipin

ABSTRACT
Subarachnoid hemorrhage (SAH), mostly from aneurysms, accounts for only 3% of all strokes, but it accounts for 5% of stroke deaths and for
more than one-quarter of potential life-years lost through stroke. The premier symptom of subarachnoid hemorrhage is a sudden, unusual
severe headache. The headache is often instantaneous or cataclysmic. Transient loss of consciousness and seizures commonly occur and frequently happen at the onset of hemorrhage. Most patients with SAH do not have focal neurological signs. They often require urgent neurosurgical or neuroradiological intervention. Whilst awaiting transfer to a neurological centre, active management must be instituted. Nimodipine
therapy must be started early to prevent cerebral vasospasm. The treatment options available at the neurological centre include surgical treatment or endovascular obliteration of the aneurysm or arteriovenous malformation. Ismail Setyopranoto. Management of Subarachnoid
Hemorrhage.
Key words: subarachnoid hemorraghe, stroke, nimodipine

PENDAHULUAN
Perdarahan subaraknoid adalah salah satu
kedaruratan neurologis yang disebabkan
oleh pecahnya pembuluh darah di ruang
subaraknoid.1 Kejadian perdarahan subaraknoid berkisar antara 21.000 hingga
33.000 orang per tahun di Amerika Serikat.2
Mortalitasnya kurang lebih 50% pada 30 hari
pertama sejak saat serangan, dan pasien
yang bisa bertahan hidup kebanyakan
akan menderita defisit neurologis yang bisa
menetap.3,4 Perdarahan subaraknoid adalah
salah satu jenis patologi stroke yang sering
dijumpai pada usia dekade kelima atau
keenam, dengan puncak insidens pada usia
sekitar 55 tahun untuk laki-laki dan 60 tahun
Alamat korespondensi

untuk perempuan; lebih sering dijumpai pada


perempuan dengan rasio 3:2.1
ETIOLOGI
Penyebab
paling
sering
perdarahan
subaraknoid nontraumatik adalah aneurisma
serebral, yaitu sekitar 70% hingga 80%, dan
malformasi arteriovenosa (sekitar 5-10%) (tabel
1).1 Aneurisma sakuler biasanya terbentuk
di titik-titik percabangan arteri, tempat
terdapatnya tekanan pulsasi maksimal. Risiko
pecahnya aneurisma tergantung pada lokasi,
ukuran, dan ketebalan dinding aneurisma.5
Aneurisma dengan diameter kurang dari 7 mm
pada sirkulasi serebral anterior mempunyai
risiko pecah terendah; risiko lebih tinggi terjadi

pada aneurisma di sirkulasi serebral posterior


dan akan meningkat sesuai besarnya ukuran
aneurisma.6
Malformasi arteriovenosa (MAV) adalah
anomali vaskuler yang terdiri dari jaringan
pleksiform abnormal tempat arteri dan vena
terhubungkan oleh satu atau lebih fistula.
Daerah tersebut tidak mempunyai tipe
kapiler spesifik yang merupakan celah antara
arteriola dan venula, mempunyai dinding
lebih tipis dibandingkan dinding kapiler
normal.7 MAV dikelompokkan menjadi dua,
yaitu kongenital dan didapat. MAV yang
didapat terjadi akibat trombosis sinus,
trauma, atau kraniotomi.8

email: is_setyo@yahoo.co.uk

CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012

807

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


Tabel 1 Etiologi perdarahan subaraknoid
- Trauma dan cedera iatrogenik selama pembedahan
- Aneurisma serebral dan malformasi arteriovenosa
- Perdarahan perimesensefalik dan perluasan
perdarahan intraserebral
- Vaskulitis
- Penyebab hematologik (DIC, hemofilia, purpura
trombotik trombositopenik)
- Tumor susunan saraf pusat
- Diseksi arterial

PEMERIKSAAN
Tanda, gejala, dan faktor risiko
Gambaran klasik adalah keluhan tiba-tiba
nyeri kepala berat, sering digambarkan
oleh pasien sebagai nyeri kepala yang
paling berat dalam kehidupannya. Sering
disertai mual, muntah, fotofobia, dan gejala
neurologis akut fokal maupun global,
misalnya timbulnya bangkitan, perubahan
memori atau perubahan kemampuan
konsentrasi, dan juga meningismus. Pasien
mungkin akan mengalami penurunan
kesadaran setelah kejadian, baik sesaat karena
adanya peningkatan tekanan intrakranial atau
ireversibel pada kasus-kasus parah.9 Tabel 2
memperlihatkan beberapa tanda dan gejala
klinis yang sering dijumpai pada pasien
perdarahan subaraknoid.2
Tabel 2 Tanda dan gejala perdarahan subaraknoid
-

onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak


seperti meledak, dramatis, berlangsung dalam
1 atau 2 detik sampai 1 menit, kurang lebih 25%
pasien didahului nyeri kepala hebat,
vertigo, mual, muntah, banyak keringat, menggigil,
mudah terangsang, gelisah dan kejang,
penurunan kesadaran, kemudian sadar dalam
beberapa menit sampai beberapa jam,
gejala-gejala meningeal,
pada funduskopi, didapatkan 10% pasien mengalami
edema papil beberapa jam setelah perdarahan dan
perdarahan retina berupa perdarahan subhialoid
(10%), yang merupakan gejala karakteristik
karena pecahnya aneurisma di arteri komunikans
anterior atau arteri karotis interna,
gangguan fungsi autonom berupa bradikardia atau
takikardia, hipotensi atau hipertensi, dan
banyak keringat, suhu badan meningkat, atau
gangguan pernapasan.

Kejadian misdiagnosis pada perdarahan


subaraknoid berkisar antara 23% hingga
53%. Karena itu, setiap keluhan nyeri kepala
akut harus selalu dievaluasi lebih cermat.10,11
Terjadinya misdiagnosis sering berhubungan
dengan status mental pasien yang masih
normal, volume perdarahan subaraknoid
kecil, dan terjadinya aneurisma masih dini.
Tabel 3 memperlihatkan beberapa faktor
risiko perdarahan subaraknoid.12-15

808

Tabel 3 Faktor risiko perdarahan subaraknoid12-15


Bisa dimodifikasi
-

Hipertensi
Perokok (masih atau riwayat)
Konsumsi alkohol
Tingkat pendidikan rendah
Body mass index rendah
Konsumsi kokain dan narkoba jenis lainnya
Bekerja keras terlalu ekstrim pada 2 jam sebelum onset

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik cermat pada kasuskasus nyeri kepala sangat penting untuk
menyingkirkan penyebab lain nyeri kepala,
termasuk glaukoma, sinusitis, atau arteritis
temporalis. Kaku kuduk dijumpai pada sekitar
70% kasus. Aneurisma di daerah persimpangan
antara arteri komunikans posterior dan arteri
karotis interna dapat menyebabkan paresis n.
III, yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil,
dan/atau deviasi inferolateral.11 Aneurisma di
sinus kavernosus yang luas dapat menyebabkan
paresis n. VI.13 Pemeriksaan funduskopi dapat
memperlihatkan adanya perdarahan retina
atau edema papil karena peningkatan tekanan
intrakranial.11 Adanya fenomena embolik
distal harus dicurigai mengarah ke unruptured
intracranial giant aneurysm.14
Pencitraan
Pemeriksaan computed tomography (CT)
non kontras adalah pilihan utama karena
sensitivitasnya tinggi dan mampu menentukan
lokasi perdarahan lebih akurat; sensitivitasnya
mendekati 100% jika dilakukan dalam 12
jam pertama setelah serangan,15 tetapi akan
turun 50% pada 1 minggu setelah serangan.
Dengan demikian, pemeriksaan CT scan harus
dilakukan sesegera mungkin. Dibandingkan
dengan magnetic resonance imaging (MRI),
CT scan unggul karena biayanya lebih murah,
aksesnya lebih mudah, dan interpretasinya
lebih mudah.10
Pungsi Lumbal
Jika hasil pemeriksaan CT scan kepala negatif,
langkah diagnostik selanjutnya adalah pungsi
lumbal. Pemeriksaan pungsi lumbal sangat
penting untuk menyingkirkan diagnosis
banding. Beberapa temuan pungsi lumbal
yang mendukung diagnosis perdarahan
subaraknoid
adalah
adanya
eritrosit,
peningkatan tekanan saat pembukaan, dan/
atau xantokromia. Jumlah eritrosit meningkat,
bahkan perdarahan kecil kurang dari 0,3 mL
akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/
mL.16 Xantokromia adalah warna kuning yang

Tidak bisa dimodifikasi


-

Riwayat pernah menderita perdarahan subaraknoid


Riwayat keluarga perdarahan subaraknoid atau
aneurisma
Penderita atau riwayat keluarga menderita polikistik
renal atau penyakit jaringan ikat (sindrom EhlersDanlos, sindrom Marfan dan pseudoxanthoma
elasticum)

memperlihatkan adanya degradasi produk


eritrosit, terutama oksihemoglobin dan
bilirubin di cairan serebrospinal.
Angiografi
Digital-subtraction
cerebral
angiography
merupakan baku emas untuk deteksi
aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih
sering digunakan karena non-invasif serta
sensitivitas dan spesifisitasnya lebih tinggi.17
Evaluasi teliti terhadap seluruh pembuluh
darah harus dilakukan karena sekitar 15%
pasien memiliki aneurisma multipel. Foto
radiologik yang negatif harus diulang 7-14
hari setelah onset pertama. Jika evaluasi
kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI
harus dilakukan untuk melihat kemungkinan
adanya malformasi vaskular di otak maupun
batang otak.18
Parameter klinis
Beberapa parameter kuantitatif untuk
memprediksi luaran (outcome) dapat dijadikan panduan intervensi maupun untuk
menjelaskan prognosis,19 misalnya skala Hunt
dan Hess; skala ini mudah dan paling banyak
digunakan dalam praktik klinis (tabel 4). Nilai
tinggi pada skala Hunt dan Hess merupakan
indikasi perburukan luaran.20 Skala ini juga
mempunyai beberapa keterbatasan, seperti
beberapa gambaran klinis teridentifikasi
samar, sehingga sulit menentukan nilai gradasi, dan tidak mempertimbangkan kondisi
komorbiditas pasien.22
Tabel 4 Skala Hunt dan Hess21
Skala

Gambaran Klinis

Unruptured

Nyeri kepala minimal atau asimtomatik, kaku


kuduk ringan

II

Nyeri kepala sedang/berat, kaku kuduk, tidak


ada defisit neurologis, kecuali parese nervi
kraniales

III

Mengantuk, bingung, defisit neurologis fokal


sedang

IV

Stupor, hemiparesis sedang/ berat, mungkin


terjadi rigiditas deserebrasi dini

Koma dalam, rigiditas deserebrasi, munculnya


tanda-tanda end state

CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


Skala Fisher digunakan untuk mengklasifikasikan
perdarahan
subaraknoid
berdasarkan munculnya darah di kepala
pada pemeriksaan CT scan; penilaian ini
hanya berdasarkan gambaran radiologik
(tabel 5).23 Pasien dengan skor Skala Fisher 3
atau 4 mempunyai risiko luaran klinis yang
lebih buruk.23 Skala ini sangat dipengaruhi
oleh variabilitas inter-rater,22 serta kurang
mempertimbangkan keseluruhan kondisi
klinis pasien.
Tabel 5 Skor Fisher24
Skor

Diskripsi adanya darah berdasarkan


pemeriksaan CT scan kepala

Tidak terdeteksi adanya darah

Deposit darah difus atau lapisan vertikal terdapat


darah ukuran <1 mm, tidak ada jendalan

Terdapat jendalan dan/atau lapisan vertikal


terdapat darah tebal dengan ukuran >1 mm

Terdapat jendalan pada intraserebral atau


intraventrikuler secara difus atau tidak ada
darah

Sistem Ogilvy dan Carter (tabel 6) menggabungkan data klinis, demografi dan
radiologik, serta mudah digunakan dan
komprehensif untuk menentukan prognosis
pasien yang mendapatkan intervensi
bedah.23
Tabel 6 Sistem Ogilvy dan Carter24
Skor

Keterangan

Nilai Hunt dan Hess >III

Skor skala Fisher >2

Ukuran Aneurisma >10 mm

Usia pasien >50 tahun

Lesi pada sirkulasi posterior berukuran besar


(25 mm)

Catatan: Besarnya nilai ditentukan oleh jumlah skor Sistem


Ogilvy dan Carter, yaitu skor 5 mempunyai prognosis buruk,
sedangkan skor 0 mempunyai prognosis lebih baik.

Sistem evaluasi terkini adalah dengan


menggabungkan Skala Hunt dan Hess
dengan skor Skala Fisher; penggabungan ini
mempunyai rentang nilai lebih luas sehingga
bisa memengaruhi luaran klinis. Nilai 0 dan
1 mempunyai luaran baik atau sangat baik
pada kurang lebih 95% pasien. Sementara
itu, jika nilainya lebih dari 1, secara signifikan
mempunyai luaran buruk; kematian kurang
lebih 10% pada nilai 2, dan 30% pada nilai 3
serta 50% pada nilai 4. Pasien dengan nilai 5
tidak dapat dioperasi.

CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012

MANAJEMEN
Manajemen umum
Tujuan manajemen umum yang pertama
adalah identifikasi sumber pendarahan dengan
kemungkinan bisa diintervensi dengan
pembedahan atau tindakan intravaskuler lain.
Kedua adalah manajemen komplikasi.
Langkah pertama, konsultasi dengan
dokter spesialis bedah saraf merupakan hal
yang sangat penting untuk tindakan lebih
lanjut pada aneurisma intrakranial. Pasien
perdarahan subaraknoid harus dirawat di
Intensive Care Unit (ICU) untuk pemantauan
kondisi hemodinamiknya. Idealnya, pasien
tersebut dikelola di Neurology Critical Care
Unit yang secara signifikan akan memperbaiki
luaran klinis.5,22
Jalan napas harus dijamin aman dan
pemantauan invasif terhadap central venous
pressure dan/atau pulmonary artery pressure,
seperti juga terhadap tekanan darah arteri,
harus terus dilakukan. Untuk mencegah
peningkatan tekanan intrakranial, manipulasi
pasien harus dilakukan secara hati-hati dan
pelan-pelan; dapat diberikan analgesik dan
pasien harus istirahat total.
Setelah itu, tujuan utama manajemen adalah
pencegahan perdarahan ulang, pencegahan
dan pengendalian vasospasme, serta
manajemen
komplikasi
medis
dan
neurologis lainnya.23 Tekanan darah harus
dijaga dalam batas normal dan, jika perlu, diberi
obat-obat antihipertensi intravena, seperti
labetalol dan nikardipin. Setelah aneurisma
dapat diamankan, sebetulnya hipertensi tidak
masalah lagi, tetapi sampai saat ini belum
ada kesepakatan berapa nilai amannya.
Analgesik sering kali diperlukan; obat-obat
narkotika dapat diberikan berdasarkan indikasi.
Dua faktor penting yang dihubungkan
dengan luaran buruk adalah hiperglikemia
dan hipertermia; karena itu, keduanya
harus segera dikoreksi. Profilaksis terhadap
trombosis vena dalam (deep vein thrombosis)
harus dilakukan segera dengan peralatan
kompresif sekuensial; heparin subkutan dapat
diberikan setelah dilakukan penatalaksanaan
terhadap aneurisma. Calcium channel blocker
dapat mengurangi risiko komplikasi iskemik,
direkomendasikan nimodipin oral.24
Manajemen khusus aneurisma
Terdapat dua pilihan terapi utama untuk

mengamankan aneurisma yang ruptur, yaitu


microsurgical clipping dan endovascular coiling;
microsurgical clipping lebih disukai.5,25,26
Bukti klinis mendukung bahwa pada pasien
yang menjalani pembedahan segera, risiko
kembalinya perdarahan lebih rendah, dan
cenderung jauh lebih baik daripada pasien
yang dioperasi lebih lambat. Pengamanan
aneurisma yang ruptur juga akan memfasilitasi
manajemen komplikasi selama vasospasme
serebral. Meskipun banyak ahli bedah
neurovaskular menggunakan hipotermia
ringan
selama
microsurgical clipping
terhadap aneurisma, cara tersebut belum
terbukti bermanfaat pada pasien perdarahan
subaraknoid derajat rendah.29
International Subarachnoid Aneurysm Trial
(ISAT) secara prospektif mengevaluasi
beberapa pasien aneurisma yang dianggap
cocok untuk menjalani endovascular coiling
atau microsurgical clipping. Untuk beberapa
kelompok pasien tertentu, hasil baik (bebas
cacat selama 1 tahun) secara signifikan lebih
sering pada kelompok endovascular coiling
daripada surgical placement of clips. Risiko
terjadinya epilepsi lebih rendah pada pasienpasien yang menjalani endovascular coiling,
akan tetapi risiko kembalinya perdarahan
lebih tinggi. Selanjutnya pada pasien yang
di-follow-up dengan pemeriksaan angiografi
serebral, tingkat terjadinya oklusi komplit
aneurisma lebih tinggi daripada surgical
clipping.27
Manajemen komplikasi
Vasospasme
Vasospasme dan perdarahan ulang adalah
komplikasi paling sering pada perdarahan
subaraknoid.28 Tanda dan gejala vasospasme
dapat berupa perubahan status mental,
defisit neorologis fokal; jarang terjadi sebelum
hari 3, puncaknya pada hari ke 6-8, dan
jarang setelah hari ke-17.29 Vasospasme akan
menyebabkan iskemia serebral tertunda
dengan dua pola utama, yaitu infark kortikal
tunggal, biasanya terletak di dekat aneurisma
yang pecah, dan lesi multipel luas yang sering
tidak berhubungan dengan tempat aneurisma
yang pecah.30
Mekanisme vasospasme pada perdarahan
subaraknoid belum diketahui pasti; diduga
oksihemoglobin memberikan kontribusi
terhadap terjadinya vasospasme yang dapat
memperlambat perbaikan defisit neurologis.

809

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


Oksihemoglobin terbentuk akibat proses
lisis bekuan darah yang terbentuk di ruang
subaraknoid. Mekanisme efek vasospasmenya
belum diketahui pasti, diduga melalui
kemampuannya untuk menekan aktivitas
saluran kalium, meningkatkan masuknya
kalsium, meningkatkan aktivitas protein
kinase C, dan juga Rho kinase.31
Sebelum terjadi vasospasme, pasien dapat
diberi profilaksis nimodipin dalam 12 jam
setelah diagnosis ditegakkan, dengan dosis
60 mg setiap 4 jam per oral atau melalui
tabung nasogastrik selama 21 hari. Metaanalisis menunjukkan penurunan signifikan
kejadian vasospasme yang berhubungan
dengan
kematian
pada
pemberian
nimodipin profilaksis.32 Nimodipin adalah
suatu calcium channel blocker yang harus
diberikan secepatnya dalam waktu 4 hari
setelah diagnosis ditegakkan. Pemberian
secara intravena dengan dosis awal 5 mL/
jam (ekuivalen dengan 1 mg mimodipin/
jam) selama 2 jam pertama atau kira-kira
15 mg/kg BB/jam. Bila tekanan darah tidak
turun dosis dapat dinaikkan menjadi 10 mL/
jam intravena, diteruskan hingga 7-10 hari.
Dianjurkan menggunakan syringe pump agar
dosis lebih akurat dan sebaiknya dibarengi
dengan pemberian cairan penyerta secara
three way stopcock dengan perbandingan
volume 1: 4 untuk mencegah pengkristalan.
Karena nimodipin merupakan produk yang
sensitif terhadap cahaya, selang infus harus
diganti setiap 24 jam. Pemberian secara
infus dapat dilanjutkan dengan pemberian
nimodipin tablet per oral.34
Penambahan simvastatin sebelum atau
setelah perdarahan subaraknoid juga
terbukti potensial mengurangi vasospasme
serebral.33,34 Terapi antiplatelet dapat berperan
mengurangi iskemia serebral tertunda,
meskipun perlu penelitian prospektif lebih
lanjut untuk menlai keselamatan dan efek
samping.35
Perdarahan ulang
Perdarahan ulang mempunyai mortalitas
70%; 4% dalam 24 jam pertama, selanjutnya
1% hingga 2% per hari dalam kurun waktu 4
minggu.36 Adanya perbaikan aneurisma dan
pemberian terapi primer secara signifikan
mengurangi risiko perdarahan ulang.37 Untuk
mengurangi risiko perdarahan ulang sebelum
dilakukan perbaikan aneurisma, tekanan darah

810

harus dikelola hati-hati.39 Obat-obat yang


digunakan dapat dilihat pada tabel 7.

secretion (SIADH) yang didapatkan pada 69%


kasus atau hiponatremia hipovolemik pada
21% kasus.44

Tabel 7 Obat-obat yang digunakan untuk mempertahankan


tekanan darah pada pasien perdarahan subaraknoid
Hipotensi
-

Fenilefrin
Norepinefrin
Dopamin

Hipertensi
- Labetalol
- Esmolol
- Nikardipin

Tekanan darah sistolik harus dipertahankan


di atas 100 mmHg untuk semua pasien
selama kurang lebih 21 hari.38,39 Sebelum
ada perbaikan, tekanan darah sistolik harus
dipertahankan di bawah 160 mmHg, dan
selama ada gejala vasospasme, tekanan darah
sistolik akan meningkat sampai 200 hingga
220 mmHg.
Hidrosefalus
Jika pasien perdarahan subaraknoid menderita
deteriorasi mental akut, harus dilakukan
pemeriksaan ulang CT scan kepala untuk
mencari penyebabnya, dan penyebab yang
paling sering adalah hidrosefalus.39 Volume
darah pada pemeriksaan CT scan dapat sebagai
prediktor terjadinya hidrosefalus. Kurang lebih
sepertiga pasien yang didiagnosis perdarahan
subaraknoid karena aneurisma memerlukan
drainase ventrikuler eksternal sementara atau
dengan ventricular shunt permanen.40
Drainase cairan serebrospinal yang berlebihan
dapat meningkatkan risiko perdarahan ulang
dan vasospasme serebral.39 Faktor-faktor yang
dapat meningkatkan risiko shunt-dependent
hydrocephalus adalah usia lanjut, perempuan,
skor Hunt dan Hess rendah, volume perdarahan
subaraknoid cukup banyak berdasarkan CT
scan saat pasien masuk, adanya perdarahan
intraventrikuler, pemeriksaan radiologik
mendapatkan hidrosefalus saat pasien
masuk, lokasi pecahnya aneurisma di sirkulasi
posterior distal, vasospasme klinis, dan terapi
endovaskuler.41
Hiponatremia
Kejadian
hiponatremia
pada
pasien
perdarahan subaraknoid berkisar antara 30%
hingga 35%.42 Hal ini berhubungan dengan
terbuangnya garam di otak dan tindakan
pemberian cairan pengganti serta sering
didapatkan pada vasospasme serebral.43
Suatu penelitian melaporkan bahwa kejadian
hiponatremia terutama disebabkan oleh
syndrome of inappropriate antidiuretic hormone

Hiperglikemia
Hiperglikemia
sering
dijumpai
pada
pasien perdarahan subaraknoid, boleh jadi
berhubungan dengan respons stres. Insulin
diberikan untuk mempertahankan kadar
glukosa darah tetap aman dalam kisaran
90-126 mg/dL.45 Terapi insulin intensif dapat
mengurangi morbiditas dan mortalitas.46,47
Pemantauan kadar glukosa darah intensif
pada pasien dengan terapi insulin juga harus
dilakukan.
Epilepsi
Kejadian epilepsi ditemukan pada sekitar
7% hingga 35% pasien perdarahan
subaraknoid.48 Bangkitan pada fase awal
perdarahan subaraknoid dapat menyebabkan
perdarahan ulang, walaupun belum terbukti
menyebabkan
peningkatan
tekanan
intrakranial.49 The American Heart Association
merekomendasikan
pemberian
rutin
profilaksis bangkitan untuk semua pasien
perdarahan subaraknoid. Namun, ada laporan
bahwa fenitoin profilaksis berhubungan
dengan perburukan luaran neurologis dan
kognitif.52 Dengan demikian, pemberian
obat antiepilepsi harus hati-hati dan lebih
tepat diberikan pada pasien yang mendapat
serangan di rumah sakit atau pada pasien
yang mengalami serangan onset lambat
epilepsi setelah pulang dari rumah sakit.
Komplikasi lain
Komplikasi lain yang sering ditemukan
adalah pneumonia, sepsis, aritmia kardial
dan peningkatan kadar enzim-enzim
jantung. Kepala pasien harus dipertahankan
pada posisi 300 di tempat tidur, dan segera
diberi terapi antibiotik adekuat jika dijumpai
pneumonia bakterial. Profilaksis dengan
kompresi pneumatik harus dilakukan untuk
mengurangi risiko Deep Vein Thrombosis
(DVT) dan emboli pulmonum.2 Antikoagulan
merupakan kontraindikasi pada fase akut
pendarahan.39
PERDARAHAN SUBARAKNOID
BERULANG
Setelah tindakan clipping, risiko perdarahan
berulang sebesar 2,2% pada 10 tahun
setelahnya dan 9,0% pada 20 tahun setelah
tindakan. Pasien dengan ruptur aneurisma

CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


serebral mempunyai risiko lebih tinggi untuk
mengalami perdarahan subaraknoid berulang,
bahkan setelah pembedahan.53 Penelitian
terkini melaporkan bahwa risiko kejadian
perdarahan subaraknoid berulang setelah
clipping 22 kali lebih tinggi dibanding populasi
berdasarkan umur dan jenis kelamin.54

SIMPULAN
Perdarahan subaraknoid adalah kejadian akut
yang mempunyai potensi signifikan menyebabkan tingginya tingkat morbiditas dan mortalitas.
Karena intervensi dini dapat memberikan hasil
lebih baik, pasien dengan keluhan nyeri kepala
berat dengan onset baru disertai penurunan

kesadaran harus diduga mengalami perdarahan subaraknoid. Setelah diagnosis ditegakkan,


pasien harus dirawat di ICU karena memerlukan
pemantauan hemodinamik dan evaluasi status
neurologis terus-menerus. Selanjutnya, harus
dikonsultasikan ke dokter spesialis bedah saraf
untuk penanganan lebih lanjut jika perlu.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Ostbye T, Levy AR, Mayo NE. Hospitalization and case fatality rates for subarachnoid hemorrhage in Canada from 1982 through 1991. The Canadian Collaborative Study Group of Stroke
Hospitalizations. Stroke. 1997;28:793-8.

2.

Suarez JI, Tarr RW, Selman WR. Aneurysmal subarachnoid hemorrhage. N Engl J Med. 2006;354:387-96.

3.

Ingall T, Asplund K, Mahonen M, Bonita R. A multinational comparison of subarachnoid hemorrhage epidemiology in the WHO MONICA stroke study. Stroke. 2000;31:1054-61.

4.

Rasmussen PA, Mayberg MR. Defining the natural history of unruptured aneurysms. Stroke. 2004;35:232-3.

5.

Ellegala DB, Day AL. Ruptured cerebral aneurysms. N Engl J Med. 2005;352:121-4.

6.

Wiebers DO, Whisnant JP, Huston J, Meissner I, Brown Jr RD, Piepgras DG, et al. Unruptured intracranial aneurysms: Natural history, clinical outcome, and risks of surgical and endovascular

7.

Duong DH, Hartmann A, Isaacson S, Lazar RM, Marshall RS, Mast H. Arteriovenous malformations of the brain in adults. N Engl J Med. 1999;340:1812-8.

8.

Ahn JY, Kim OJ, Joo YJ, Joo JY. Dural arteriovenous malformation occurring after craniotomy for pial arteriovenous malformation. J Clin Neurosci. 2003;10:134-6.

9.

Schievink WI. Intracranial aneurysms. N Engl J Med. 1997;336:28-40.

treatment. International Study of Unruptured Intracranial Aneurysms Investigators. Lancet. 2003;362:103-10.

10. Edlow JA, Caplan LR. Avoiding pitfalls in the diagnosis of subarachnoid hemorrhage. N Engl J Med. 2000;342:29-36.
11. Edlow JA. Diagnosis of subarachnoid hemorrhage in the emergency department. Emerg Med Clin North Am. 2003;21:73-87.
12. Kissela BM, Sauerbeck L, Woo D, Khoury J, Carrozzella J, Pancioli A, et al. Subarachnoid hemorrhage: A preventable disease with a heritable component. Stroke. 2002;33:1321-6.
13. Broderick JP, Viscoli CM, Brott T, Kernan WN, Brass LM, Feldmann E, et al. Major risk factors for aneurysmal subarachnoid hemorrhage in the young are modifiable. Stroke. 2003;34:137581.
14. Anderson C, Ni Mhurchu C, Scott D, Bennett D, Jamrozik K, Hankey G. Triggers of subarachnoid hemorrhage: Role of physical exertion, smoking, and alcohol in the Australasian Cooperative Research on Subarachnoid Hemorrhage Study (ACROSS). Stroke. 2003;34:1771-6.
15. Rinkel GJ. Intracranial aneurysm screening: Indications and advice for practice. Lancet Neurol. 2005;4:122-8.
16. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Cerebrovascular diseases. In: Kasper DL, editor. Harrisons principles of internal medicine. 16th ed. New York: McGraw-Hill; 2005. p. 2372-93.
17. Schaller B, Lyrer P. Anticoagulation of an unruptured, thrombosed giant intracranial aneurysm without hemorrhage or recanalization in the long-term follow-up. Eur J Neurol.
2003;10:331-2.
18. Latchaw RE, Silva P, Falcone SF. The role of CT following aneurysmal rupture. Neuroimaging Clin N Am. 1997;7:693-708.
19. Eskey CJ, Ogilvy CS. Fluoroscopy-guided lumbar puncture: Decreased frequency of traumatic tap and implications for the assessment of CT-negative acute subarachnoid hemorrhage.
AJNR Am J Neuroradiol. 2001;22:571-6.
20. Cloft HJ, Joseph GJ, Dion JE. Risk of cerebral angiography in patients with subarachnoid hemorrhage, cerebral aneurysm, and arteriovenous malformation: A meta-analysis. Stroke.
1999;30:317-20.
21. Hoh BL, Cheung AC, Rabinov JD, Pryor JC, Carter BS, Ogilvy CS. Results of a prospective protocol of computed tomographic angiography in place of catheter angiography as the only
diagnostic and pretreatment planning study for cerebral aneurysms by a combined neurovascular team. Neurosurgery. 2004;54:1329-42.
22. Cavanagh SJ, Gordon VL. Grading scales used in the management of aneurysmal subarachnoid hemorrhage: A critical review. J Neurosci Nurs. 2002;34:288-95.
23. Ogilvy CS, Carter BS. A proposed comprehensive grading system to predict outcome for surgical management of intracranial aneurysms. Neurosurgery. 1998;42:959-70.
24. Tofteland ND, Salyers WJ. Subarachnoid hemorrhage. Hosp Phys. 2007;31-41.
25. Berman MF, Solomon RA, Mayer SA, Johnston SC, Yung PP. Impact of hospital-related factors on outcome after treatment of cerebral aneurysms. Stroke. 2003;34:2200-7.
26. Brisman JL, Song JK, Newell DW. Cerebral aneurysms. N Engl J Med. 2006;355:928-39.
27. Sacco RL, Adams R, Albers G, Alberts MJ, Benavente O, Furie K, et al. Guidelines for prevention of stroke in patients with ischemic stroke or transient ischemic attack. Stroke. 2006;37:577617.
28. Brisman JL, Eskridge JM, Newell DW. Neurointerventional treatment of vasospasm. Neurol Res. 2006;28:769-76.
29. Bederson JB, Connolly ES, Batjer HH, Dacey RG, Dion JE, Diringer MN, et al. Guidelines for the management of aneurysmal subarachnoid hemorrhage. Stroke. 2009;40:994-1025.
30. Molyneux AJ, Kerr RS, Yu LM, Clarke M, Sneade M, Yarnold JA, et al. International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) of neurosurgical clipping versus endovascular coiling in 2143 patients
with ruptured intracranial aneurysms: A randomised comparison of effects on survival, dependency, seizures, rebleeding, subgroups, and aneurysm occlusion. Lancet. 2005;366:809-17.
31. Kassell NF, Torner JC, Haley Jr EC, Adams HP. The International Cooperative Study on the Timing of Aneurysm Surgery. Part 1: Overall management results. J Neurosurg. 1990;73:18-36.
32. Sen J, Belli A, Albon H, Morgan L, Petzold A, Kitchen N. Triple-H therapy in the management of aneurysmal subarachnoid haemorrhage. Lancet. 2003;2:614-21.
33. Rabinstein AA, Weigand S, Atkinson JL, Wijdicks EF. Patterns of cerebral infarction in aneurysmal subarachnoid hemorrhage. Stroke. 2005;36:992-7.
34. Sarrafzadeh AS, Haux D, Ldemann L, Amthauer H, Plotkin M, Kchler I, et al. Cerebral ischemia in aneurysmal subarachnoid hemorrhage a correlative microdialysis-PET study. Stroke.
2004;35:638-43.
35. Barker FG, Ogilvy CS. Efficacy of prophylactic nimodipine for delayed ischemic deficit after subarachnoid hemorrhage: A metaanalysis. J Neurosurg. 1996;84:405-14.

CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012

811

CONTINUING MEDICAL EDUCATION


36. Dietrich HH, Dacey Jr RG. Molecular keys to the problems of cerebral vasospasm. Neurosurgery. 2000;46:517-30.
37. McGirt MJ, Lynch JR, Parra A, Sheng H, Pearlstein RD, Laskowitz DT, et al. Simvastatin increases endothelial nitric oxide synthase and ameliorates cerebral vasospasm resulting from subarachnoid hemorrhage. Stroke. 2002;33:2950-6.
38. Dorhout Mees SM, Rinkel GJ, Hop JW, Algra A, van Gijn J. Antiplatelet therapy in aneurysmal subarachnoid hemorrhage: a systematic review. Stroke. 2003;34:2285-9.
39. Fahy BG, Sivaraman V. Current concepts in neurocritical care. Anesthesiol Clin North America. 2002;20:441-62.
40. Naidech AM, Janjua N, Kreiter KT, Ostapkovich ND, Fitzsimmons BF, Parra A, et al. Predictors and impact of aneurysm rebleeding after subarachnoid hemorrhage. Arch Neurol.
2005;62:410-6.
41. Treggiari MM, Walder B, Suter PM, Romand JA. Systematic review of the prevention of delayed ischemic neurological deficits with hypertension, hypervolemia, and hemodilution therapy
following subarachnoid hemorrhage. J Neurosurg. 2003;98:978-84.
42. Rose JC, Mayer SA. Optimizing blood pressure in neurological emergencies. Neurocrit Care. 2004;1:287-99.
43. Varelas P, Helms A, Sinson G, Spanaki M, Hacein-Bey L. Clipping or coiling of ruptured cerebral aneurysms and shunt-dependent hydrocephalus. Neurocrit Care. 2006;4:223-8.
44. Dorai Z, Hynan LS, Kopitnik TA, Samson D. Factors related to hydrocephalus after aneurysmal subarachnoid hemorrhage. Neurosurgery. 2003;52:763-71.
45. Hasan D, Wijdicks EF, Vermeulen M. Hyponatremia is associated with cerebral ischemia in patients with aneurismal subarachnoid hemorrhage. Ann Neurol. 1990;27:106-8.
46. Moro N, Katayama, Y, Kojima J, Mori T, Kawamata T. Prophylactic management of excessive natriuresis with hydrocortisone for efficient hypervolemic therapy after subarachnoid hemorrhage. Stroke. 2003;34:2807-11.
47. Sherlock M, OSullivan E, Agha A, Behan LA, Rawluk D, Brennan P, et al. The incidence and pathophysiology of hyponatraemia after subarachnoid haemorrhage. Clin Endocrinol (Oxf ).
2006;64:250-4.
48. Bell DA, Strong AJ. Glucose/insulin infusions in the treatment of subarachnoid haemorrhage: a feasibility study. Br J Neurosurg. 2005;19:21-4.
49. Van den Berghe G, Schoonheydt K, Beck P, Bruyninckx F, Wouters PJ. Insulin therapy protects the central and peripheral nervous system of intensive care patients. Neurology. 2005;64:134853.
50. Frontera JA, Fernandez A, Claassen J, Schmidt M, Schumacher HC, Wartenberg K. Hyperglycemia after SAH: Predictors, associated complications, and impact on outcome. Stroke.
2006;37:199-203.
51. Claassen J, Peery S, Kreiter KT, Hirsch LJ, Du EY, Connolly ES, et al. Predictors and clinical impact of epilepsy after subarachnoid hemorrhage. Neurology. 2003;60:208-14.
52. Naidech AM, Kreiter KT, Janjua N, Ostapkovich N, Parra A, Commichau C, et al. Phenytoin exposure is associated with functional and cognitive disability after subarachnoid hemorrhage.
Stroke. 2005;36:583-7.
53. Tsutsumi K, Ueki K, Usui M, Kwak S, Kirino T. Risk of recurrent subarachnoid hemorrhage after complete obliteration of cerebral aneurysms. Stroke. 1998;29:2511-3.
54. Wermer MJ, Greebe P, Algra A, Rinkel GJ. Incidence of recurrent subarachnoid hemorrhage after clipping for ruptured intracranial aneurysms. Stroke. 2005;36:2394-9.

812

CDK-199/ vol. 39 no. 11, th. 2012

You might also like