You are on page 1of 44

Teori tentang Pewarisan Sifat Keturunan

Bila makhluk hidup berkembang biak cara aseksual, keturunannya berkembang menjadi salinan tepat
dari induknya selama mereka dibesarkan dalam keadaan yang sama. Sebaliknya, apabila berbiak
secara seksual, maka keturunannya mengembangkan ciri-ciri yang saling berbeda dan berlainan pula
dari salah satu tetuanya. Bila anjing collie kawin dengan anjing German Shepherd, maka
keturunannya itu anjing-anjing, bukan spesies hewan yang lain. Akan tetapi anjing itu bukan collie
bukan pula German Shepherd. Jauh sebelum para biologiwan menemukan banyak fakta tentang
mitosis dan meiosis, mereka mencoba menemukan aturan-aturan (kaidah) yang dapat menerangkan
bagaimana ciri-ciri teramati pada keturunan itu berkaitan dengan yang dimiliki induknya dan bahkan
orang tua induknya.
Dari beberapa teori yang telah diformulasikan untuk menerangkan bagaimana sifat-sifat diwariskan,
maka dua hal yang perlu mendapat perhatian khusus. Salah satu di antaranya, teori Mendel,
memberikan dasar-dasar yang menjadi landasan karya-karya yang kemudian di dalam genetika. Yang
lain, teori mengenai pewarisan sifat-sifat perolehan, walau gagal lulus uji-uji ilmiah, tetapi berlanjut
dipertahankan para ahlinya.

Teori tentang Pewarisan Sifat Keturunan


Teori hanya menyatakan bahwa sifat-sifat yang diperoleh induk selama masa hidupnya dapat
diturunkan kepada keturunannya. Teori ini biasanya digabungkan dengan Lamarck, seorang biologiwan
Perancis, yang menggunakannya dalam upaya menerangkan banyak penyesuaian yang mencolok pada
alam sekitarnya yang diperlihatkan tumbuhan dan hewan. Ilustrasinya yang paling terkenal ialah
jerapah. Ia memastikan bahwa leher panjang jerapah itu berkembang perlahan-lahan sebagai akibat
generasi-generasi jerapah mengulurkan lehernya untuk mencari-cari daun pohon-pohon. Setiap
generasi menurunkan kepada keturunannya penambahan sedikit pada lehernya yang disebabkan
terus-terusan mengulur itu.
Adakah bukti bahwa fenomena semacam itu memang ada? Walau dilakukan usaha berulang-ulang
untuk membuktikan bahwa perubahan dalam tubuh yang diperoleh suatu individu dapat diturunkan
kepada keturunannya, namun belum ditemukan buktinya untuk hal itu. Percobaan yang paling awal
yang mencoba menjawab pertanyaan itu ialah dengan memotong bagian tubuh secara bedah, seperti
misalnya ekor tikus. Meski setelah bergenerasi pemotongan ekor tersebut, tikus muda dilahirkan
dengan ekor yang sama panjangnya seperti biasanya. Sebenarnya, para pelaksana percobaan dapat
melihat sekeliling untuk pembenaran temuan-temuannya. Para pemelihara domba telah lama
menghilangkan ekor domba bergenerasi-generasi, tetapi prosesnya masih harus dilakukan dengan
setiap generasi baru. Bahkan ketika dilakukan usaha-usaha yang lebih canggih untuk mengubah sifat
turun-temurun dengan mengubah lingkungan, hal itu tidak dapat dilakukan.

Mengapa tidak? Untuk melaksanakan pemindahan perubahan-perubahan terhadap tubuh kepada


keturunan, maka hal itu bergabung dengan sperma dan sel telur, satu-satunya mata rantai di antara
tubuh induknya dan tubuh anak-anaknya. Boleh jadi hal demikian itu dapat terjadi jika sel-sel khusus
tubuh tersebut, yang kepadanya dapat dilakukan sedikit perubahan, kemudian membentuk gametgamet. Tetapi tidak demikian jadinya. Selama bertahun-tahun telah diketahui bahwa pada hewan selsel tubuh yang menghasilkan gamet tersisihkan amat dini dalam kehidupan embrionik. Sebenarnya,
anak perempuan yang baru lahir telah menyisihkannya dan memulai pembelahan meiotik pertama
untuk setiap sel yang pada suatu saat berkembang menjadi suatu telur matang.
Biologiwan Jerman bernama Weismann menyatakan pemikiran ini dalam bentuk teorinya
tentang kesinambungan plasma nutfah. Organisme multiseluler, menurut teori ini, terdiri atas sel-sel
penghasil gamet ataugermplasma atau plasma nutfah dan sel-sel sisa tubuh itu
disebutsomaplasma atau plasma tubuh. Weismann menganggap plasma nutfah itu abadi, suatu
rantai tak putus dari gamet dan embiro langsung kembali ke asal kehidupan. Pada setiap generasi,
embrio yang berkembang dari zigot itu tidak saja menyisihkan sedikit plasma nutfah untuk generasi
berikutnya tetapi juga membentuk sel-sel yang akan berkembang menjadi tubuh, plasma tubuh,
organisme tersebut. Dalam hal ini, plasma tubuh hanyalah menyediakan wadah bagi plasma nutfah,
menjaga-jaga bahwa plasma nutfah terlindungi, terjamin makanannya, dan tersedia (conveyed) bagi
plasma nutfah lawan jenisnya agar dapat membentuk generasi berikutnya. Teka-teki lama tentang
mana yang pertama muncul, ayam atau telurnya, tidaklah menjadi masalah bagi Weismann. Menurut
pendapatnya, ayam itu hanyalah merupakan alat bagi satu telur untuk dapat bertelur yang lain.
Inti kebenaran teori Weismann dengan indah diperagakan pada 1909 oleh W. E. Castle dan John C.
Philips, keduanya orang Amerika. Mereka mengeluarkan ovarium dari marmot albino dan ditukarkan
dengan marmot hitam. Kemudian marmot albino dikawinkan dengan jantan albino. Bukannya
mendapat anak albino sebagaimana diharapkan, melainkan anak-anaknya itu hitam. (Mengawinkan
marmot albino dengan marmut hitam selalu menghasilkan keturunan hitam). Denah pewarisan telurtelur belum diubah karena pematangan dalam tubuh hewan berlainan.
(Sumber: John W. Kimball. (1992). BIologi Jilid 1)

PEWARISAN SIFAT
OLEH :
I GEDE JONIARTA

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari, tentunya kita pernah dan bahkan sering menemukan beberapa
ekor hewan yang memiliki beberapa perbedaan dan persamaan. Tidak hanya pada hewan, tumbuhan

yang dimakan oleh sebagian besar hewan pun memiliki penampakan yang tidak sama, meskipun
namanya sama. Tumbuhan yang sama bisa berbunga putih, berbunga merah, berbatang tinggi dan
ada yang berbatang rendah.
Begitu pula dengan manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia
di muka bumi ini tidak ada yang persis sama. Cobalah kita amati orang-orang yang paling dekat di
sekitar kita. Anggota keluarga adalah orang yang paling dekat dengan diri kita. Kemudian
bandingkanlah dirimu dengan Ibu, Bapak dan saudara-saudaramu! Apakah ada yang persis sama di
antara anggota keluarga kalian? Apakah ada perbedaan yang sangat mencolok antara kamu dengan
anggota keluargamu? Mengapa kita tidak persis sama dengan ayah dan ibu? Bagaimanakah hal itu
dapat terjadi?
Pada waktu dilahirkan, orang sering menerka, anak yang baru lahir itu mirip Bapaknya atau
Ibunya, atau tidak mirip dengan kedua orang tuanya. Yang lebih mencelakakan adalah anak yang
baru lahir itu bisa mirip dengan paman atau bibinya. Bagi orang yang melahirkan di rumah sakit,
seandainya kasus seperti ini terjadi, tentu akan mendapat penjelasan dari petugas sehingga tidak
menimbulkan prasangka yang buruk terhadap seseorang.
Sebuah contoh untuk menjelaskan bahwa tidak ada manusia yang persis sama dimuka bumi
ini. Rudi itulah nama seorang anak laki-laki yang lahir dari hasil perkawinan antara PakJoni dengan
Buk Rediti lima tahun yang lalu. Si Rudi ini memiliki kelopak mata dan bulu mata yang persis dengan
bapaknya. Namun, anak ini memiliki bentuk hidung dan warna kulit yang persis dengan ibunya. Ada
hal yang lain dari si Rudi, sifat rambut yang dimilikinya tidak mirip dengan kedua orang tuanya yaitu
rambut lurus. Kalau kita tidak mengetahui bagaimana sifat-sifat itu diwariskan dari orang tua kepada
anaknya, maka akan timbul prasangka kasus perselingkuhan yang dilakukan oleh ibu anak ini.
Tetapi pada kenyataannya, Buk Rediti ini adalah tipe isteri sangat setia terhadap suaminya.
Sementara itu, kucing Pak Joni beranak dua ekor. Satu ekor berbulu mengikuti corak bulu induk
jantan, sedangkan yang satunya mengikuti corak bulu induk betina.
Dari kedua contoh di atas, maka dapat kita tentukan bahwa sifat yang dimiliki oleh
siRudi merupakan sifat yang diperoleh dari kedua orang tuanya. Demikian juga dari kucing Pak Joni.
Lantas, bagaimanakah pewarisan sifat itu dapat terjadi? Apa sajakah yang berperan di dalamnya?
Untuk menjawab pertanyaan itu marilah kita kaji lebih jauh tentang mekanisme pewarisan sifat pada
mahkluk hidup.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu
sebagai berikut :
1) Bagaimanakah materi genetis bertanggung jawab dalam pewarisan sifat?
2) Bagaimanakah terminologi bidang genetika?
3) Bagaimanakah pewarisan sifat menurut hukum Mendel?
4) Bagaimanakah mekanisme pewarisan sifat pada manusia?
5) Apakah manfaat perwarisan sifat bagi kehidupan manusia dalam konteks Salingtemas?
1.3 Tujuan Penulisan
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut :
1) Untuk mendeskripsikan materi genetis yang bertanggung jawab dalam pewarisan sifat.

2)
3)
4)
5)

Untuk mendeskripsikan terminologi bidang genetika.


Untuk mendeskripsikan pewarisan sifat menurut hukum Mendel.
Untuk mendeskripsikan mekanisme pewarisan sifat pada manusia.
Untuk mendeskripsikan manfaat perwarisan sifat bagi kehidupan manusia dalam konteks
Salingtemas.

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1) Manfaat Teoritis
Secara teoris, penulisan ini dapat dijadikan salah satu referensi dan salah satu sumber informasi
yang berkaitan dengan pewarisan sifat pada makhluk hidup.
2)

Manfaat Praktis
Dengan melakukan penulisan ini, penulis dapat meningkatakan pemahaman dan menambah
wawasan berkaitan dengan pewarisan sifat pada makhluk hidup, serta dapat memberikan saran
kepada masyarakat terkait dengan manfaat pewarisan sifat demi kelangsungan hidup organisme.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Materi Genetik

Dahulu orang beranggapan bahwa sifat seseorang diwariskan kepada keturunannya melalui
darah yang mengandung tunas-tunas dari berbagai alat tubuh (teori pangenensis).Teori ini
dikeluarkan oleh Charles Darwin (1809-1882). Oleh karena itu, seseorang disebut berdarah Belanda
untuk menunjukkan bahwa dia adalah keturunan orang Belanda. Ternyata, pendapat itu tidak benar
sejak Galton (1822-1911) melalui eksperimennya membuktikan bahwa darah kelinci putih yang
dipindahkan ke tubuh kelinci hitam dan sebaliknya, ternyata tidak memunculkan kelinci belang
(hitam-putih). Contoh lain yang bisa kita cermati pada masa sekarang ini bahwa pernyataan atau
pendapat itu salah, orang yang menerima transfusi darah dari orang lain, sifatnya tidak
menampakkan sifat baru sesuai dengan sifat orang yang mendonorkan darahnya. Akhirnya teori ini
pun gugur.
Keturunan merupakan hasil perkembangbiakan secara generatif yang didahului oleh peristiwa
peleburan inti gamet jantan dengan inti gamet betina. Di dalam inti sel terdapat kromosom, dan di
dalam kromosom terdapat gen. Dengan demikian, individu baru hasil perkembangbiakan generatif
membawa sifat-sifat kedua induknya. Lalu apakah yang dimaksud dengan gen? Apa pula yang
dimaksud dengan kromosom. Supaya lebih mudah memahami materi genetik, marilah kita simak
uraian berikut!
2.1.1 Gen
Gen adalah unit hereditas yang mengontrol sifat-sifat suatu organisme. Ada juga yang
menyatakan gen adalah substansi hereditas penentu sifat-sifat individu yang menyusun kromosom.
Di lain pihak gen adalah suatu unit keturunan (pembawa sifat) berupa suatu segmen tertentu dari
molekul ADN (Asam Dioksiribo Nukleat), umumnya terletak di kromosom, dan memperlihatkan
ekspresinya berupa penampakan luar yang bisa diamati dan dirasakan, biasanya dinyatakan dengan
simbul huruf tunggal. Bisa ditulis dengan huruf kapital untuk gen yang bersifat dominan dan huruf
kecil untuk gen yang bersifat resesif. Misalnya gen untuk sifat batang tinggi (dominan) ditulis dengan
huruf (T) dan sifat untuk batang rendah (resesif) ditulis dengan (r).
Jumlah gen pada satu makhluk hidup

sangat banyak, sesuai dengan jumlah sifat yang dimilikinya. Masing-masing sifat ditentukan oleh satu
gen. Gen menempati lokasi tertentu pada kromosom. Letak gen dalam kromosom seolah-olah
berderetan pada tempat yang disebut dengan lokus. Seperti pada Gambar 01. sebagai berikut ini.

Gambar 01: Gen di dalam kromosom


Sumber
: http://images.google.co.id/imgres
Diakses 17 Desember 2008
2.1.2 Kromosom
Dalam tahun 1879 Walter Flamming (1843-1915), seorang profesor pada suatu perguruan
tinggi di Praha dan Kiel, memperkenalkan istilah kromatin untuk mendeskripsikan materi yang
tampak serupa benang (serabut) di dalam nukleus. Ketika diwarnai, benang-benang tersebut nampak
dengan jelas (bahasa Yunani: kroma = warna).
Sementara untuk istilah kromoson, baru diperkenalkan pada tahun 1888 oleh W. Waldeyer
(1836-1921). Istilah nama kromoson berasal dari bahasa Yunani yaitu terdiri dari kata kroma yang
artinya warna, dan kata soma yang berarti benda. Jadi dapat disimpulkan bahwa kromosom adalah
suatu badan/benda yang mudah menyerap warna ketika dilakukan pewarnaan sel.
Seorang pemuda Amerika, Walter S. Sutton (1876-1916) mengetahui bahwa antara
perubahan-perubahan yang berlangsung pada kromosom (= tingkah laku kromosom) dan
pemindahan gen menurut Mendel terdapat pararelisme. Karena itu, dalam tahun 1902 ia
merumuskan teori kromosom, yang antara lain menyatakan bahwa faktor-faktor yang diwariskan
kepada keturunannya (gen) terdapat di dalam kromosom, seperti pada Gambar 01 di atas.
Kromosom merupakan susunan seperti banang yang terdiri atas ADN dan protein yang
terdapat di dalam inti sel hewan ataupun sel tumbuhan. Kromosom berbentuk batang dapat lurus
atau bengkok. Pada kromosom terdapat sentromer atau kinetokor, yaitu bagian bening yang
merupakan penyimpitan primer yang terletak pada pertemuan lengan-lengannya. Fungsi sentromer
berkaitan dengan gerakan kromosom pada saat anafase sehingga sentromer dipandang sebagai
tempat perlekatan kromosom pada spindel pembelahan. Pada umumnya kromosom hanya
mempunyai satu buah sentromer (monosentrik), tetapi mungkin juga ada kromosom yang memiliki
dua buah sentromer (disentrik), dan bahkan mungkin juga ada yang polisentrik.
Kromosom hanya tampak pada saat sel akan membelah. Pada waktu itu, kromosom
berduplikasi membentuk dua anakan yang masih terikat satu sama lain di bagian sentromer. Masingmasing anakan kromosom disebut kromatid seperti Gambar 02 dibawah ini.

Gambar 02: Kromosom dengan kromatid yang masing melekat


pada satu sentromer
Sumber : http://images.google.co.id/imgres?
Diakses 17 Desember 2008
Tubuh makhluk hidup tersusun atas sel-sel yang beranekaragam bentuk dan ukurannya.
Semua sel yang menyusun tubuh makhluk hidup, kecuali sel kelamin atau sel nutfah (gamet) disebut
sel somatik. Sel nutfah atau gamet adalah sel kelamin suatu organisme,
seperti ovumdan sperma. Dalam satu sel tubuh terdapat sepasang kromosom yang diterima dari
kedua orang tua atau induknya. Sepasang kromosom ini disebut kromosom homolog. Satu bagian
diterima dari induk jantan dan satu bagian diterima dari induk betina. Oleh karena itu jumlah
kromosom di dalam sel tubuh dinamakan diploid (dilambangkan dengan 2n). Sedangkan sel kelamin
hanya mengandung setengah dari jumlah sel tubuh (dilambangkan dengan n) yang
bersifat haploid. Akibat dari proses fertilisasi inti ovum oleh inti sperma terbentuklah zigot. Zigot
mendapat kromosom dari inti sperma sebanyak n kromosom dan dari inti ovum sebanyak n
kromosom. Oleh karena itu, zigot memiliki sel tubuh yang diploid (2n kromosom).
Jumlah kromosom pada beberapa jenis makhluk hidup dapat dilihat pada Tabel 01 berikut.
Tabel 01. Jumlah Kromosom Pada Beberapa Jenis Makhluk Hidup
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Nama Makhluk Hidup


Manusia (Homo sapiens)
Orang utan (Pongo pygmaeus)
Simpansee (Pan troglodytes)
Anjing (Canis familiaris)
Kucing (Felis domestica)
Kuda (Equus caballus)
Kodok (Xenopus laevis)
Lalat buah (Drosophila melanogaster)
Padi (Oryza sativa)

Jumlah Kromosom
Sel Tubuh (2n)
Sel Kelamin
(n)
46 buah
23 buah
48 buah
24 buah
48 buah
24 buah
78 buah
39 buah
38 buah
19 buah
64 buah
32 buah
36 buah
18 buah
8 buah
4 buah
12 buah
6 buah

Sumber : Bawa, Wayan (1991)


Untuk mempelajari morfologi kromosom paling dilakukan pada saat metaphase dan anaphase
pembelahan sel. Berdasarkan letak sentromernya, kromosom dibedakan menjadi empat tipe, yaitu :
a. Kromosom telosentrik, bentuknya seperti tongkat pendek dengan sentromer yang terletak pada
ujung proksimal.

b.
c.

Kromosom akrosentrik, bentuknya seperti tongkat pendek dengan lengan yang sangat kecil
sehingga hamper tidak kelihatan.
Kromosom sub-metasentrik, mempunyai lengan yang tidak sama panjangnya sehingga tampak
seperti huruf L.

d.

Gambar 03.: a) kromosom telosentrik, b) kromosom akrosentrik, c) kromosom


sub-metasentrik, dan d) kromosom metasentrik
Sumber
: Dikutip dari Bawa, Wayan (1991)
Kromosom metasentrik, mempunyai lengan yang sama atau hampir sama panjangnya sehingga tampak
seperti huruf V.
O

O
a
b

Setiap makhluk hidup memiliki jumlah kromosom yang berbeda-beda seperti Tabel 01 di atas.
Misalnya, setiap sel tubuh manusia memiliki 46 buah atau 23 pasang kromosom. Dari 46 buah
kromosom tersebut, 23 buah kromosom datang dari ayah dan 23 buah kromosom datang dari ibu.
Sel sel yang membawa 23 kromosom baik dari ayah maupun dari ibu disebut sel-sel kelamin.
Berdasarkan peranannya, kromosom dibedakan menjadi dua, yaitu kromosom tubuh (autosom)
dan kromosom kelamin (gonosom). Autosom merupakan kromosom yang mengatur sifat-sifat tubuh
makhluk hidup dan tidak terlibat dalam penentuan jenis kelamin. Autosom dilambangkan dengan A.
Gonosom merupakan kromosom yang menentukan jenis kelamin. Gonosom terdiri atas dua macam,
yaitu kromosom X yang menentukan jenis kelamin betina dan kromosom Y yang menentukan jenis
kelamin jantan.
Manusia dan sebagian besar mammalia memiliki sepasang gonosom. Secara normal, tubuh
seorang perempuan memiliki sepasang kromosom X (XX), sedangkan laki-laki normal memiliki satu
kromosom X dan satu kromosom Y (XY). Dengan demikian, susunan kromosom sel tubuh seorang

wanita normal dapat ditulis dengan formula 44A + XX atau 22AA + XX, sedangkan untuk laki-laki
normal, susunan kromosom sel tubuhnya dapat ditulis dengan formula 44A + XY atau 22AA + XY.

Pada sel tubuh lalat buah (Drosophila melanogaster) terdapat delapan buah kromosom, yaitu
tiga pasang autosom (dilambangkan A) dan sepasang gonosom yang dilambangkan dengan XX
untuk lalat buah betina dan XY untuk lalat buah jantan. Formula kromosom untuk lalat buah betina
3AA + XX , sedangkan untu lalat buah jantan 3AA + XY. Untuk sel kelamin lalat buah, susunan
kromosomnya adalah 3A + X untuk lalat buah betina, dan 3A + X dan 3A + Y.
2.2 Terminologi Bidang Genetik
Untuk dapat mewariskan sifat induk kepada keturunannya maka induk harus melakukan
perkawinan. Dalam bidang genetika, sebagai salah satu cabang biologi, mengkaji tentang
mekanisme pewarisan sifat. Untuk itu, perlu dipahami beberapa istilah yang terkait dengan hal
tersebut. Misalnya: parental, filia/keturunan, fenotipe, genotipe, dominan, resesif, homozigot,
heterozigot, dan intermediat.
Parental yang sering dilambangkan dengan huruf P adalah tetua yang melakukan
perkawinan. Sedangkan filia (F) adalah anak yang dihasilkan dari perkawinan induknya. Anak-anak

yang dihasilkan langsung dari induk disebut keturanan pertama (F 1). Sedangkan anak-anak yang
dihasilkan dari perkawinan keturunan pertama disebut keturunan kedua/ filia dua (F2).
Sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu individu ditentukan oleh faktor pembawa sifat keturunan yang
disebut dengan gen. Gen tertentu membawa sifat tertentu pula. Gen yang membawa suatu sifat
dilambangkan dengan huruf pertama dari sifat tersebut. Susunan/komposisi gen pada suatu makhluk
hidup disebut dengan genotipe. Genotipe ini biasanya dilambangkan dengan dua huruf karena
setiap individu memiliki susunan kromosom yang diploid (2n). Genotipe itu akan membawa sifat
tertentu yang akan muncul dan dapat diamati pada individu yang bersangkutan. Dengan kata lain
ekspresi dari genotipe itulah yang disebut dengan fenotipe. Misalkan: genotipe untuk sifat batang
tinggi disimbulkan dengan huruf TT. Genotipe TT ini akan mengekspresikan sifat batang tinggi.
Fenotipe batang tinggi merupakan sifat-sifat morfologi yang tampak dan dapat diamati secara
langsung dengan panca indera.
Fenotipe suatu individu merupakan hasil interaksi antara genotipe dengan faktor lingkungan.
Hal ini berarti juga bahwa lingkungan berpengaruh terhadap ekspresi suatu gen. Sebagai contoh, dua
tanamanan yang sama ditaruh pada tempat/lingkungan yang berbeda akan menampakkan fenotipe
yang berbeda pula. Dalam hal ini, faktor-faktor lingkungan mengarahkan ekspresi suatu gen.
Pada suatu perkawinan/persilangan antara tanaman berbatang tinggi dengan tanaman
berbatang rendah, ternyata dihasilkan keturunan baru yang semuanya berbatang tinggi. Dalam hal ini
gen pembawa sifat batang tinggi bersifat dominan. Sebaliknya, gen untuk sifat batang rendah
bersifat resesif. Suatu gen dikatakan dominan apabila gen tersebut menutupi atau mengalahkan
ekspresi gen pasangannya. Pasangan gen ini selanjutnya disebut alel.Sedangkan gen
yang ditutupi atau gen yang dikalahkan ekspresinya disebut gen resesif. Untuk gen dominan
dilambangkan dengan huruf kapital (T) sedangkan untuk gen resesif dilambangkan dengan huruf
kecil (t). Sifat batang tinggi (T) dominan terhadap sifat batang rendah (t). Dari contoh ini dapat kita
tuliskan genotipe individu yang berbatang tinggi yaitu TT, Tt dan untuk sifat batang rendah dituliskan
dengan tt.
Jika dalam suatu persilangan antara tumbuhan berbunga merah (MM) dengan tumbuhan
berbunga putih (mm), ternyata dari hasil persilangan itu dihasilkan keturunan (F 1) dengan fenotipe
merah muda (Mm). Sifat warna merah muda ini adalah sifat baru yang muncul dari pencampuran
sifat warna bunga merah dengan sifat bunga warna putih. Sifat seperti ini disebut
dengan intermediat.
Genotipe tanaman berbunga merah (MM) atau bunga yang berwarna putih (mm)
dikatakan homozigot. Homozigot adalah sifat suatu individu yang genotipenya terdiri atas pasangan
gen yang sama. Sebaliknya, untuk sifat warna bunga merah muda dengan genotipe Mm
dikatakan heterozigot. Heterozigot adalah sifat suatu individu yang genotipenya terdiri atas
pasangan gen yang tidak sama. Jika genotipenya MM, dikatakan dominan homozigot. Dan jika
genotipenya mm, dikatakan resesif homozigot.
2.3 Reproduksi Sel Sebagai Dasar Pewarisan Sifat
Reproduksi sel dikatakan sebagai dasar pewarisan sifat karena pada reproduksi sel terjadi
peristiwa yang sangat penting yaitu mitosis yang terjadi pada sel-sel somatis, dan meiosis yang tejadi
sel-sel kelamin. Akibat dari peristiwa ini terjadi variasi dalam susunan gen yang ada dalam
kromosom. Macam gamet pada setiap individu dapat berbeda-beda. Bagaimana terjadinya proses

pewarisan kromosom yang bersifat diploid dan haploid ini dengan berbagai kemungkinan variasi gen
yang dikandungnya akan dibahas dalam pembelahan mitosis dan meiosis.
2.3.1 Mitosis
Gamet betina (n-kromosom) setelah dibuahi oleh gamet jantan (n-kromosom) akan
menghasilkan zigot yang bersifat diploid (2n-kromosom). Dalam perkembangannya zigot akan
mengalami pembelahan berkali-kali secara mitosis yang melalui fase-fase sebagai berikut :
(1) Interfase
Fase ini sering juga disbut fase istirahat. Pada fase ini sel siap untuk membelah, tetapi
belum memperlihatkan kegiatan membelah. Inti sel nampak keruh, dan lambat laun kelihatan
benang-benang kromatin yang halus.
(2) Profase
Fase ini ditandai dengan kondensasi benang-benang kromatin yang semakin memendek
dan akhirnya terbentuk unit-unit yang disebut kromosom. Masing-masing kromosom terdiri dari
belahan lengan yang disebut kromatida. Pada saat kondensasi kromosom berlangsung,
organela mitokondria dan plastida mulai menghilang, membran inti menghilang, kromosom
berpindah ke bagian tengah, benang spindel mulai muncul dari kedua kutub yang berlawanan
dan berhubungan langsung dengan sentromer. Pada hewan, muncul sentriol. Lama waktu
profase dapat berlangsung satu jam sampai beberapa jam.
(3) Matafase
Fase ini ditandai dengan benang spindel semakin nyata, kromosom bergerak menuju
bidang pembelahan (equatorial) yang terletak ditengah-tengah keduan kutub. Pada akhir
metafase yang berlangsung pendek sekitar 5-15 menit, seluruh kromosom sudah berada di
bidang pembelahan.
(4) Anafase
Pada fase ini kromosom membelah mulai sentromer menjadi dua anakan yang sama
dengan kromosom induk (2n-kromosom). Pada awal anafase, kromosom mulai bergerak ke
arah kutub-kutub yang berlawanan. Anafase berakhir pada saat kromosom sudah sampai pada
kutub-kutub yang berlawanan. Lama waktu yang diperlukan fase ini sekitar 2-10 menit.
(5) Telofase
Pada fase ini kromosom sudah berada di kutub-kutub yang berlawanan. Membran inti
terbentuk kembali, kromosom menjadi samar-samar dan akhirnya lenyap. Anakan inti
terbentuk, demikian pula jalinan endoplasmik retikulum. Pada akhir telofase yang berlangsung
sekitar 10-30 menit terbentuk dua sel anakan yang persis sama dengan iduknya.

Gambar 05
Sumber

: Pembelahan Mitosis
: Suryo, (1995)

2.3.2 Meiosis
Meiosis adalah pembelahan sel yang terjadi pada sel kelamin (gonad), yaitu pada saat
terjadinya pembentukkan gamet (gametogenesis). Dalam pembelahan ini terjadi pengurangan
jumlah kromosom dari 2n-kromosom menjadi n-kromosom.
Pembelahan meiosis berlangsung melalui dua tingkat yaitu meiosis I dan meiosis II.
Tahapan meiosis berlangsung sebagai berikut :

(1) Meiosis I
(a) Profase I
Meiosis I mempunyai tahapan seperti mitosis, hanya tahapan profasenya memiliki
kekhasan, yang terdiri dari lima stadium yaitu leptotenema (leptoten), zigonema (zigoten),
pakinema (pakiten), diplonema (diploten), dan diakinesis.
a.1 Leptonema (Leptoten)
Pada inti kelihatan benang-benang halus berstruktur kromosom yang bersifat diploid.
a.2 Zigonema (Zigoten)
Kromosom homolog saling mendekat lalu berpasangan (sinapsis) yang dimulai pada
sentromer. Pasangan kromosom homolog ini disebut gemini atau bivalen.
a.3 Pakinema (Pakiten)
Pembentukkan gemini sempurna, sehingga jumlah kromosom menjadi haploid.
a.4 Diplonema (Diploten)
Kromosom yang ada dalam bentuk gemini tersebut membelah secara membujur menjadi
4-kromatida (tetrad) yang saling berjauhan. Pada saat pembentukkan tetrad sangat
memungkinkan terbentukknya kiasmata yang memungkinkan terjadi pindah silang
(Crossing over).
a.5 Diakinesis
Pada stadium ini, kromosom memendek menebal, dan mereka tersebar di sepanjang tepi
inti.
(b) Metafase I
Pada metafase I, dinding inti dan nukleoli lenyap, diikuti dengan terbentuknya
benang-benang spindel. Kromosom (bivalen) bergerak menuju bidang pembelahan
(equatorial) secara acak dengan sentromrt mengarah ke kutub.
(c) Anafase I
Pada fase ini kromosom-kromosom homolog (bivalen) yang terdiri dari dua kromatid
(diad) saling memisahkan diri dan ditarik oleh benang-benang spindel ke arah kutub yang
berlawanan. Ini berarti bahwa jumlah kromosom telah mengalami pengurangan jumlah
kromosom.
(d) Telofase I
Pada fase ini terjadi sitokinesis (pembelahan sel menjadi dua sel anakan yang masingmasing bersifat haploid). Meiosis I berakhir, dan segera menuju ke meiosis II. Waktu
istirahat antara meiosis I dan meiosis II sangat singkat yang disebut
dengan interkinesis.

(2) Meiosis II
Meiosis II berlangsung seperti mitosis, hanya saja terjadi pada sel-sel yang bersifat
haploid, dengan tahapan sebagai berikut :
(a) Profase II
Benang-benang kromatin terbentuk kembali, kemudian memendek-menebal menjadi
kromosom.
(b) Metafase II

Kromosom menempatkan diri pada bidang equtorial/pembelahan.


(c) Anafase II
Tiap kromosom yang berasal dari diad membelah membujur, memisahkan diri,
bergerak masing-masing ke arah kutub yang berlawanan.
(d) Telofase II
Pada fase ini kromosom yang sudah berada d kutub yang berlawanan menjadi
semakin tebal dan jelas, membran inti terbentuk kembali, terjadi sitokinesis, sehingga
terbentuk sel anakan baru yang jumlahnya 4 buah sel tetapi bersifat haploid (n-kromosom).

2.3.3 Gametogenesis
Pada mahluk tingkat tinggi seperti
Gambar 06 : Meiosis berlangsung melalui
manusia gametogenesis ada dua macam,
dua tahap
yaituspermatogenesis dan oogenesis. Sem
Sumber
: Suryo (1995)
entara pada tumbuhan tingkat tinggi proses
ini di sebut
dengan mikrosporogenesis dan megasporogenesis. Hasil akhir dari meiosis biasanya tidak
langsung berupa gamet. Mereka masih memerlukan waktu agar dapat berfungsi sebagai gamet
yang disebut dengan istilah maturasi (dewasa).
2.3.3.1 Gametogenesis Pada Manusia
(1) Spermatogenesis
Merupakan proses pembentukkan spermatozoa hewan jantan dan orang laki-laki. Sel-sel
primordial diploid dalam testis membelah secara mitosis membentuk spermatogonium.
Spermatogonium tumbuh menjadi spermatosit primer (diploid) yang kemudian membelah
secara meiosis. Dari spermatosit primer dihasilkan dua spermatosit sekounder yang bersifat
haploid. Selanjutnya sel-sel ini akan mengalami pembelahan meiosis II, dan menghasilkan
4 spermatid haploid. Selama maturasi spermatid akan berkembang menjadi spermatozoa.

Gambar 07 : Bagan Spermatogenesis pada


hewan
dan manusia

(2) Oogenesis
Sel primordial dilpoid dalam ovarium yang disebut oogonium, tumbuh menjadi oosit
primer (2n). Oosit primer mengalami meiosis I menghasilkan oosit sekunder (sebuah sel
yang besar) dan badan kutub primer (sebuah sel yang kecil), yang masing-masing bersifat
haploid. Badan kutub selanjutnya mengalami degenerasi dan tidak ikut berperan
dalam fertilisasi. Pada meiosis II dari oosit sekunder dihasilkan dua sel yang tidak sama

besar, yang disebut dengan ootid dan yang kecil disebut badan kutub sekunder. Dalam
proses maturasi ootid berkembang menjadi ovum, sedangkan badan kutub tidak berfungsi.

Gambar 08 : Bagan oogenesis pada hewan

dan manusia

2.3.3.2 Gametogenesis Pada Tumbuhan Tinggi


(1) Mikrosporogenesis
Mikrosporogenesis adalah gametogenesis yang berlangsung dibagian jantan dari bunga
yang disebut dengan kepala sari (antera) yang, menghasilkan serbuk sari (pollen).

Sel induk mikrospora (mikrosporosit) yang bersifat diploid yang terdapat di dalam antera
mengalami meiosis I menghasilkan sepasang sel haploid. Sel tersebut selanjutnya
mengalami meiosis II, menghasilkan 4-mikrospora haploid yang berkelompok menjadi satu.
Inti dari setiap mikrospora mengalami karyokinesis (pembelahan inti) sehingga di dalamnya
terdapat dua inti haploid yang masing-masing disebut inti saluran serbuk sari (inti
vegetatif/inti tabung) dan inti generatif. Setelah terbentuk serbuk sari, inti generatif (inti
sperma) membelah secara mitosis tanpa disertai sitokinesis, sehingga terbentuk dua inti
sperma. Dalam serbuk sari yang matang akan terdapat tiga buah inti yaitu dua inti generatif
dan satu inti vegetatif.
(2) Megasporogenesis
Megasporogenesis adalah gametogenesis pada ovarium atau bakal buah yang
menghasilkan kandungan lembaga. Megasporosit yang merupakan sel induk megaspora
yang bersifat diploid dalam ovarium mengalami meiosis I menghasilkan dua sel haploid.
Pada meiosis II dihasilkan empat megaspora haploid yang berderet. Tiga megaspora
mengalami degenerasi lalu mati. Satu megaspora yang masih hidup mengalami
pembelahan kromosom sebanyak tiga kali berturut-turut tanpa diikuti dengan sitokinesis.
Dari peristiwa ini menghasilkan sebuah sel besar yang disebut kandung lembaga muda yang
mengandung 8 inti haploid dan dilindungi oleh integumen, tetapi diujungnya terdapat sebuah
liang kecil yang disebut mikrofilsebagai tempat masuknya saluran serbuk sari ke dalam
kandung lembaga. Tiga dari 8 inti haploid tadi menepatkan diri di dekat mikrofil. Dari tiga inti
ini, dua diantaranya disebut sinergid mengalami degenerasi, dan yang satu berkembang
menjadi ovum. Tiga buah inti lainnya yang disebut antipoda bergerak ke arah ujung yang
berlawanan, dua inti sisanya bersatu di tengah kandung lembaga menjadi sebuah inti yang
diploid (2n) yang disebut inti kutub (inti polar).
Pada saat pembuahan, salah satu inti sperma akan membuahi ovum menghasilkan zigot
yang akan berkembang menjadi embrio. Inti sperma yang lain akan membuahi inti kandung
lembaga yang diploid menghasilkan inti triploid (3n) yang selanjutnya akan mengalami
pembelahan berkali-kali membentuk jaringan putih lembaga (jaringan endosperm) yang
digunakan oleh embrio untuk pertumbuhan.
Setelah terbentuk gamet seperti di atas, selanjutnya Mendel mengemukakan suatu cara
mencari gamet suatu individu dengan genotipe tertentu. Berdasarkan prinsip segregasi (pemisahan
secara bebas), yaitu seperti pada Tabel 02 sebagai berikut.
Tabel 02. Jumlah Gamet pada Berbagai Genotipe Individu
No
1
2
3
4
5
6
7

Genotipe Individu
BB
BBKK
BBKKMM
Bb
BbKK
BbKk
BbKKMm

Jumlah Gamet
1 macam
1 macam
1 macam
2 macam
2 macam
4 macam
4 macam

Macam Gamet
B
BK
BKM
B dan b
BK dan bK
BK, Bk, bK, dan bk
BKM, BKm, bKM, dan bKm

BbKkMm

8 macam

BKM, BKm, BkM, Bkm, bKM,


bKm, bkM, dan bkm

Sumber : Daroji & Haryati (2007)


Berdasarkan tabel 02 di atas, dapat dirumuskan bahwa jumlah gamet dalam suatu genotipe
individu adalah 2n, dimana n adalah jumlah alel yang heterozigot, misalnya sebagai berikut :
a) Jika jumlah alel heterozigot adalah 0, jumlah macam gametnya adalah 2 0 = 1 macam. Contoh:
gamet BB tidak memiliki alel heterozigot, atau n = 0, sehingga jumlah gametnya 2 0 = 1 macam,
dan macam gametnya hanya B saja.
b) Jika jumlah alel heterozigot adalah 1, jumlah macam gametnya adalah 2 1 = 2 macam. Contoh:
gamet Bb memiliki 1 alel heterozigot, atau n = 1, sehingga jumlah gametnya 2 1 = 2 macam, dan
macam gametnya adalah B dan b.
c) Jika jumlah alel heterozigot adalah 2, jumlah macam gametnya adalah 2 2 = 4 macam. Contoh:
gamet BbKk memiliki 2 alel heterozigot, atau n = 2, sehingga jumlah gametnya 2 2 = 4 macam,
dan macam gametnya BK, Bk, bK, dan bk.
Selanjutnya, untuk menentukan jumlah macam gamet, sifat beda serta kemungkinan kombinasi
genotipe atau fenotipe pada keturunan kedua (F2) dapat dilihat pada Tabel 03 sebagai berikut.

Tabel 03. Kombinasi Genotipe dan Fenotipe


Jumlah
Jumlah
Macam
Jumlah
Sifat
Macam
Kemungkinan
Kemungkinan
Beda
Gamet
Genotipe F2
Fenotipe F2
1
1
2 =2
3
2
2
22 = 4
9
4
3
3
2 =8
27
8
4
24 = 16
81
16
5
n

25
2n

35
3n

25
2n

Perbandingan
Fenotipe F2
3:1
9:3:3:1
27 : 9 : 9 : 9 : 3 : 3 : 3 : 1
81 : 27 : 27 : 27 : 27 : 9 : 9 : 9 :
9:9:9:3:3:3:3:1
243 : 81 dst
3n : dst
Sumber : Sarna, dkk (2000)

2.4 Pewarisan Sifat Menurut Mendel


Salah satu cabang biologi yang mengkaji tentang pewarisan sifat adalah genetika. Ilmu
genetika berkembang sangat pesat sejak ditemukannya teori pewarisan sifat oleh seorang rahib di
sebuah biara di Brunn, Austria yang bernama Gregor Johann Mendel yang selanjutnya tokoh ini
disebut Bapak Genetika.
Mendel adalah orang yang pertama melakukan percobaan perkawinan silang. Dalam
percobaannya, Mendel menyilangkan beberapa jenis tanaman ercis atau kacang kapri (Pisum
sativum) di kebun biara. Di kebun tersebut banyak sekali terdapat tanaman kacang kapri yang

beraneka ragam, ada yang berwarna putih dan merah, ada yang berbiji bulat dan keriput, serta ada
pula yang berbatang tinggi dan rendah.
Mendel memilih kacang kapri untuk penelitiannya karena kacang tersebut memiliki sifat
sebagai berikut :
1. Memiliki bunga sempurna yang dapat melakukan penyerbukan sendiri;
2. Dapat dengan mudah dilakukan penyerbukan silang;
3. Masa hidupnya tidak lama, sehingga segera menghasilkan keturunan;
4. Memiliki pasangan sifat yang mencolok.
Salah satu percobaan yang dilakukan Mendel adalah meyilangkan tanaman kacang kapri
berbiji bulat galur murni dengan tanaman kacang kapri berbiji keriput galur murni dan
sebaliknya. Galur murni (pure line) adalah tumbuhan yang melakukan penyebukan sendiri dan
menghasilkan keturunan dengan sifat-sifat seperti induknya meskipun ditanam ulang beberapa kali,
dan memiliki pasangan gen (alel) yang sama, yaitu dominan saja atau resesif saja. Ada juga
pendapat yang menyatakan galur murni adalah suatu populasi yang terdiri dari individu-individu
yang genetisnya sama (homozigot) akibat dari kawin silang dalam (inbreeding) atau perkawinan
keluarga. Kedua pendapat diatas memiliki satu kesaman yaitu pada susunan genetisnya yang
homozigot.
Penyilangan dua individu dengan menyilangkan masing-masing serbuk sari tanaman yang
satu ke putik tanaman yang lain disebut dengan persilangan resiprok. Dengan kata lain persilangan
resiprok merupakan persilangan antara dua individu yang masing-masing berperan sebagai
penyumbang serbuk sari. Agar tidak terjadi penyerbukan sendiri, Mendel menghilangkan serbuk sari
pada bunga yang akan ditaburi serbuk sari bunga lain semenjak bunga tersebut masih berbentuk
kuncup.
Mendel melakukan percobaan ini berulang kali dan hasilnya dicatat dengan teliti. Percobaan
juga dilakukan dengan sifat tanaman kacang kapri yang memiliki sifat mencolok lainnya. Misalnya,
sifat warna bunga merah dan sifat warna bunga putih, sifat batang tinggi dengan batang rendah.
Mendel melakukan banyak percobaan pada tanaman kacang kapri yang memiliki bermacammacam sifat beda. Hasil percobaan tersebut dirumuskan menjadi sebuah hipotesa (dugaan
semetara). Hipotesis ini dibuat berdasarkan fakta-fakta dari percobaan perkawinan silang tanaman
kacang kapri. Adapun hipotesa yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Pada setiap organisme ada sepasang faktor yang mengendalikan sifat tertentu. Sepasang faktor
tersebut sekarang disebut gen.
2. Gen-gen yang bersifat dominan akan mengalahkan gen-gen yang bersifat resesif. Prinsip
dominan tersebut ditunjukkan dengan tanaman kacang kapri (F 1) yang bergenotipe Mm tampak
berbunga merah.
3. Keturunan pertama (F1) dengan genotipe Mm, menghasilkan dua macam gamet yang berjumlah
sama. Misalnya: jika dihasilkan 50 serbuk sari, 25 sebuk sari memiliki genotipe M dan 25 serbuk
sari yang lain memiliki genotipe m. Demikian juga pada sel telurnya. Hal ini terjadi karena pada
waktu pembentukkan sel gamet pasangan gen Mm memisah secara bebas. Akibatnya masingmasing sel kelamin (sebuk sari atau sel telur) hanya memperoleh satu gen, yaitu M atau m.
Peristiwa ini untuk selanjutnya disebut denganprisip pemisahan secara bebas.
4. Dari hipotesa di atas, Mendel selanjutnya merumuskan sebuah prinsip yang berkaitan dengan
pewarisan sifat, yang selanjutnya disebut dengan hukum Mendel (Mendelisme), sebagai berikut :

a)Hukum Mendel - I.
Prinsip berpisah secara bebas (segregasi). Selama pembentukkan gamet, tiap alel
diturunkan secara bebas kepada setiap gamet. Ini terjadi pada persilangan monohibrid
b) Hukum Mendel - II.
Prinsip berpasangan (penggabungan) gen secara bebas. Selama pembentukkan gamet
dihibrid F1, pasangan alel akan mencari pasangan yang bukan alelnya. Misalnya, dari
persilangan induk dengan dua sifat beda (dihibrid) diperoleh F 1 dengan genotipe BbKk.
Dalam pembentukkan gametnya B tidak akan berpasangan dengan b melainkan B akan
berpasangan dengan K atau k sehingga gamet yang terbentuk BK, Bk, bK, dan bk.
2.4.1 Persilangan dengan Satu Sifat Beda (Monohibrida)
Di antara dua individu, sebenarnya banyak ditemukan sifat beda. Untuk mempermudah
mempelajarinya, maka jumlah sifat yang diamati perlu dibatasi. Persilangan yang mengamati satu
sifat beda disebut dengan persilangan monohibrida (mono = 1, hibrida = hasil persilangan dua
individu yang memiliki sifat beda).
Contoh persilangan monohobrid antara kacang kapri berbunga merah dengan kacang kapri
berbunga putih. Bunga merah (M) dominan terhadap bunga putih (m). Selanjutnya, F 1dari
persilangan ini akan disilangkan kembali dengan sesamanya, sehingga diperoleh keturunan
keduanya (F2) seperti Gambar 06 di bawah ini.
Persilangan juga dilakukan pada tanaman kapri biji bulat galur murni dengan kapri biji keriput.
Sifat biji bulat dominan terhadap biji keriput. Dengan cara yang sama maka, pada persilangan ini juga
di peroleh keturunan keduanya.

Merah : Putih = 3 : 1
Gambar 09 : Bagan Persilangan Monohobrid
Tabel 04. Diagram Persilangan Kacang Kapri Berbunga Merah dengan Kacang Kapri Berbunga
Putih

Serbuk Sari
Sel Telur
M
50 %

m
50 %

M
50 %

M
50%

MM
25%
(Merah)

Mm
25%
(Merah)

Mm
25%
(Merah)

Mm
25%
(Putih)

Sumber : Daroji & Haryati (2007)


Dari bagan di atas tampak bahwa induk (parental) memilki sifat bunga merah disilangkan
dengan induk berbunga putih, menghasilkan keturunan pertama (F 1) yang semuanya berwarna
merah. Dalam persilangan tersebut, sifat bunga merah menutupi atau mengalahkan sifat bunga putih.
Hal ini berarti sifat bunga merah dominan terhadap sifat bunga putih. Sifat bunga putih disebut
resesif.
Selanjutnya, keturunan pertama (F1) yang berbunga merah (Mm) disilangkan dengan
sesamanya. Hasil dari persilangan itu adalah tanaman kacang kapri yang merupakan keturunan
kedua (F2). Pada bagan di atas tampak hasil persilangan yang memunculkan sifat bunga putih,
padahal parental kedua (F1 x F1) berwarna merah. Peristiwa ini menunjukkan bahwa dalam induk
kedua sifat bunga putih masih ada, tetapi masih tertutupi oleh sifat bunga merah.
Pada diagram persilangan munculnya sifat bunga putih terjadi karena gen resesif pembawa
sifat bunga berwarna putih bertemu dengan alelnya yang sama-sama resesif, sehingga sifat bunga
berwarna putih muncul kembali.
Dari diagram di atas, tampak bahwa keturunan kedua dalam persilangan tersebut memiliki tiga
macam genotipe, yaitu MM, Mm, dan mm dengan perbandingan 1 : 2 : 1. Hal ini berarti keturunan
kedua (F2), sebanyak 25 % individu bergenotipe MM, 50 % bergenotipe Mm, dan 25 % bergenotipe
mm. Adapun fenotipe yang muncul ada dua macam, yaitu merah dan putih, dengan perbandingan
(rasio) 3 : 1.

Selain hasil percobaan di atas, Mendel juga menemukan persilangan monohibrid yang
sifatnya intermediat, yaitu sifat perpaduan antara gen dominan dengan gen resesif yang
memunculkan fenotipe baru, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10 di bawah ini.
Induk (P):

Gamet:

Keturunan pertama
(F1) :

1
:
1
:
1
:
1
Merah : Merah Muda : Putih = 1 : 2 : 1
Gambar 10 : Bagan Persilangan Monohobrid dengan sifat intermediat
Tabel 05. Diagram Persilangan Monohibrid dengan sifat Intermediat
M
M

Serbuk Sari
Sel Telur
M

MM
(Merah)

Mm
(Merah Muda)

Mm
(Merah Muda)

Mm
(Putih)

Sumber : Daroji & Haryati (2007)


Dari persilangan di atas tampak ada fenotipe baru yang muncul. Sifat warna merah muda
muncul sebagai akibat dari pengaruh gen dominan dangan resesif yang sama-sama kuat
memunculkan pengaruhnya, sehingga tidak ada yang saling menutupi dan yang ditutupi (gen M
memiliki pengaruh yang sama kuat dengan gen m). Jika antar keturunan F1 di silang diperoleh
keturunan kedua (F2) dengan perbandingan atau rasio sebagai berikut :
1. Rasio berdasarkan genotipe adalah MM : Mm : mm = 1 : 2 : 1
2. Rasio berdasarkan sifat yang tampak (fenotipe) adalah Merah : Merah Muda : Putih = 1 : 2 : 1
2.4.2 Persilangan dengan Dua Sifat Beda (Dihibrida)
Selain melakukan percobaan dengan satu sifat beda, Mendel juga melakukan percobaan
persilangan dengan dua sifat beda. Persilangan yang dilakukan pada dua individu dengan
memperhatikan dua sifat beda disebut dengan persilangan dihibrida. Tanaman kacang kapri yang
dipilih selalu merupakan galur murni. Dalam ekperimennya, Mendel memilih kacang kapri biji bulat,
warna kuning untuk disilangkan dengan kacang kapri biji keriput warna hijau. Pada F 1nya diperoleh
semua keturunannya berbiji bulat warna kuning. Hal ini menunjukkan bahwa sifat biji bulat, warna
kuning dominan terhadap sifat biji keriput, warna hijau.
Hasil persilangan pertama tadi (F1), selanjutnya ditanam kembali dan dibiarkan melakukan
penyerbukan sendiri. Biji-biji yang dihasilkan, oleh Mendel disebut turunan kedua (F 2), dengan
fenotipe biji bulat warna kuning : Biji Bulat warna hijau : biji keriput warna kuning : biji keriput warna
hijau dengan perbandingan (rasio) = 9 : 3 : 3 : 1. Proses penurunan sifat pada persilangan dihibrida
dapat dijelaskan sebagai berikut.
Bila B = simbul untuk gen bulat (dominan), b = simbul untuk gen kisut, K = untuk warna kuning,
k = simbul gen warna hijau, maka genotipe parental dan filia dari F 1 dan F2 dapat dibuat seperti
Gambar 11 berikut ini:

Keturunan
kedua (F2):

BK

Bk

bK

bk

BBKK
(1)

BBKk
(2)

BbKK

BBKk
(5)

BBkk

BbKk
(7)

Bbkk
(8)

bbKK

bbKk

BK

(3)

BbKk
(4)

Bk

(6)

bK
BbKK
(9)

BbKk
(10)

(1

(12)

1)
bk
BbKk
(13)

Sumber

Bbkk
(14)

bbKk
(15)

bbkk
(16)

Gambar 11 : Bagan Persilangan pada Dihibrid


: Nurharyati (2006)

Diagram punnet di atas menunjukkan bahwa variasi genotipe dan fenotipe pada persilangan
dihobrida lebih banyak dari variasi genotipe dan fenotipe pada persilangan monohibrida. Pada
persilangan dihibrid :
a. Persilangan antar F1 (BbKk x BbKk) menghasilkan 9/16 turunan biji bulat warna kuning dengan
genotipe BBKK (1), BBKk (2), BbKK (2), BbKk (4); 3/16 biji bulat warna hijau dengan genotipe,
BBkk (1), Bbkk (2); 3/16 bagian biji keriput warna kuning dengan genotipe, bbKK (1), bbKk
(2); 1/16 bagian biji keriput warna hijau dengan genotipe, bbkk (1).
b. Di antara F2 ternyata muncul dua kombinasi sifat fenotipe yang tidak dimiliki oleh kedua induknya
(P). Kedua fenotipe baru ini adalah biji bulat warna hijau dan biji keriput warna kuning. Dari
kenyataan ini Mendel berasumsi bahwa dalam pembentukkan gamet, tiap alel diturunkan secara
bebas kepada setiap gamet. Jika pada monohibrida terjadi segregasi (pemisahan) bebas dari
satu pasang alel (Hukum Mendel - I), maka pada dihibrida F 1 dengan genotipe BbKk, dalam
pembentukkan gametnya B tidak akan berpasangan dengan b melainkan B akan berpasangan
dengan K atau k sehingga gamet yang terbentuk BK, Bk, bK, dan bk. Prinsip Mendel inilah yang
kemudian disebut dengan Hukum Mendel II yaitu hukum pengelompokkan gen secara bebas
(The Law of Independent Assortment of Genes) atau hukum pilihan acak (Random Assortment).
c. Hasil keturunan pada kotak nomor 1, 6, 11 dan 16 yang letaknya diagonal dari kiri atas ke kanan
bawah, semuanya bersifat homozigot.
d. Sedangkan pada kotak nomor 4, 7, 10 dan 13 yang letaknya diagonal dari kanan atas ke kiri
bawah, semuanya bersifat heterozigot dengan genotipe dan fenotipe yang sama.
Selain dengan cara punnet seperti di atas, keturunan pada persilangan dihibrida juga dapat
dicari dengan menggunakan sistem bracket. Sistem ini dapat digunakan untuk menentukan : 1)
macam gamet dari suatu individu, 2) rasio fenotipe dari suatu persilangan, 3) rasio genotipe dari
suatu persilangan.

Mencari gamet dari individu dengan genotipe BbKk


K

BK

Bk

bK

bk

Selanjutnya gamet yang terbentuk disilangkan :


1 KK---> BBKK = 1
1 BB

2 Kk----> BBKk = 2

Fenotipe:
Bulat Kuning=
9/16 bagian

1 kk-----> BBkk = 1
1 KK----> BbKK = 2
BbKk><BbKk

2 Bb

2 Kk-----> BbKk = 4

Fenotipe:
Bulat hijau =
3/16 bagian

1 kk-----> Bbkk = 2
1 KK----> bbKK = 1
1 bb

Fenotipe:
Keriput Kuning=
3/16 bagian

2 Kk-----> bbKk = 2
1 kk-----> bbkk = 1

Fenotipe:
Keriput hijau

=
16 individu 1/16 bagian
Persilangan dengan menggunakan sistem breeket dapat dilihat pada Gambar 12 sebagai berikut.

Gambar 12 : Persilangan Dihibrid dengan Sistem Breeket


Sumber
: Sarna, dkk. (2000)
2.5 Penyimpangan Semu Hukum Mendel
Pewarisan sifat yang terjadi pada persilangan monohibrid, dihibrid, polihibrid bertolak dari
konsep suatu pewarisan sifat keturunan yang ditentukan oleh gen tunggal. Akan tetapi dalam
kenyataannya kadang-kadang suatu sifat tidak bisa diterangkan dengan dasar sebuah gen tunggal,
melainkan oleh adanya interaksi beberapa pasang gen yang saling memberikan pengaruh. Proses
pewarisan siafat itu sendiri masih mengikuti pola dari hukum Mendel. Namun variasi fenotif yang
dihasilkannya seperti tidak sesuai dengan hukum Mendel itu sendiri. Karenanya proses interaksi gen
juga disebut dengan penyimpangan semu hukum Mendel, atau modifikasi dari perbandingan klasik
9 : 3 : 3 :1.
2.5.1 Interaksi Beberapa Pasang Alel
Adanya interaksi gen ini pertama kali diketahui oleh W. Bateson dan R.C Punnet pada awal
abad ke-20 dari persilangan ayam dengan pial (jengger) yang berbeda. Dikenal ada 4 macam bentuk
jengger yaitu tipe gerigi/mawar (rose), tipe biji/kacang (pea), tipe walnut/sumpel, dan tipe bilah
(single).
Bila ayam pial mawar (galur murni) disilangkan dengan ayam pial kacang (galur murni) yang
keduanya telah diketahui dominan, pada F1-nya dihasilkan turunan berpial walnut, yang berbeda dari
pial kedua induknya. Apabila pial walnut disilangkan dengan sesamanya, maka pada F 2-nya
dihasilkan ayam berpial Walnut : mawar : kacang : bilah = 9 : 3 : 3 : 1. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa bentuk pial dipengarhi oleh dua pasang alel yang saling berinteraksi.
Sebagai contoh, perilangan antara ayam berpial mawar (RRpp) dengan ayam berpial kacang
(rrPP), akan menghasilkan ayam berpial walnut pada keturunan pertamanya (F 1-nya). Dengan bagan
persilangan sebagai berikut:

P1

F1

F2

Mawar
RRpp

Kacang
rrPP

RrPp
(walnut)

RP

Rp

rP

rp

RP
RRPP
(Wa

RRPp
(Walnut)

lnut)

RrPP
(Wa

RrPp
(Walnut)

lnut)

Rp
RRPp
(Walnut)

RRpp

RrPp
(Walnut)

Rrpp
(Mawar)

rrPP

rrPp
(Kacang)

(Ma
war)
rP
RrPP
(Walnut)

RrPp
(Walnut)

(K
acang)

rp
RrPp
(Walnut)

Rrpp
(Mawar)

rrPp
(Kacang)

rrpp
(Bilah)

Genotip pial walnut : R P


9/16 bagian
Genotip pial mawar : R pp
3/16 bagian
Genotip pial kacang : rr P
3/16 bagian
Genotip pial bilah : rr pp
1/16 bagian
Dalam peristiwa interaksi ini dua pasang alel bekerjasama menghasilkan fenotip pial tertentu
(walnut, mawar, kacang, bilah). Adapun ciri interaksi gen yaitu; (1) F 1 tidak pernah sama dengan
induknya, (2) muncul sifat baru (bilah).
2.5.2 Epistasis Dominan
Epistasis adalah peristiwa penutupan ekspresi gen oleh gen lain yang bukan alelnya. Gen yang
ditutupi disebut hipostasis. Peristiwa ini pertama kali ditemukan oleh Nelson dan Ehle pada
persilangan gandum. Apabila gen dominan menutupi ekspresi gen lain yang bukan alelnya maka
disebut epistasis dominan.
Dari persilangan gandum yang kulit bijinya hitam (HHkk) dengan gandum yang kulit bijinya
kuning (hhKK), keturunan pertama (F1) semuanya berkulit biji hitam. Hal ini menunjukkan bahwa sifat
hitam dominan terhadap sifat kuning. Selanjutnya F1 disilangkan dengan sesamanya menghasilkan
keturunan kedua (F2) dengan perbandinga 12 hitam : 3 kuning : 1 putih.
P1
:
Hitam
x
Kuning
HHkk
hhKK
F1
:
HhKk
(hitam)
P2 :
HhKk
x
HhKk

HK

Hk

hK

hk

HK
HHKk
(Hitam)

HhKK
(Hitam)

HhKk
(Hitam)

HHKk
(Hitam)

HHkk
(Hitam)

HhKk
(Hitam)

Hhkk
(Hitam)

HhKK
(Hitam)

HhKk
(Hitam)

hhKK
(Kuning)

hhKk
(Kuning)

HhKk
(Hitam)

Hhkk
(Hitam)

hhKk
(Kuning)

hhkk
(Putih)

HHKK
(Hitam)
Hk

hK

hk

Genotip kulit biji hitam : H K


9/16 bagian
Genotip Kulit biji hitam : H kk
3/16 bagian
Genotip kulit biji kuning: hh K
3/16 bagian
Genotip kulit biji putih : hh kk
1/16 bagian
Perbandingan fenotip Hitam : Kuning : Putih = 12 : 3 : 1
2.5.3 Epistasis Resesif (Kriptomeri)
Pada peristiwa ini gen resesif menutupi ekspresi gen lainnya. Contoh pada perkawinan tikus
hitam dengan tikus putih yang homozigot. F1-nya menghasilkan tikus hibrida yang semuanya
berwarna hitam. Sedangkan keturan kedua (F2) didapatkan ratio fenotip hitam : abu-abu : putih = 9 : 3
: 4, yang nampaknya menyimpag dari hukum Mendel.
Diketahui :
o RC
o rr C k
o - - cc
P1

Hitam

= hitam
= abu-abu
= putih (albino)
x

Kuning

RR CC
F1
P2

:
:

Rr Cc

rr cc
Rr Cc
(hitam)
x
Rr Cc

RC

Rc

rC

rc

RRCc
(Hitam)

RrCC
(Hitam)

RrCc
(Hitam)

RRcc
(Putih)

RrCc
(Hitam)

Rrcc
(Putih)

RrCc
(Hitam)

rrCC
(Abu-abu)

rrCc
(Abu-abu)

Rrcc
(Putih)

rrCc
(Abu-abu)

rrcc
(Putih)

RC

RRCC
(Hitam)
Rc
RRCc
(Hitam)
rC
RrCC
(Hitam)

rc
RrCc
(Hitam)

Genotip hitam
Genotip Putih
Genotip Abu-abu

:RC
: R cc
: rr C

9/16 bagian
3/16 bagian
3/16 bagian

Genotip putih

: rr cc

1/16 bagian

Perbandingan fenotip Hitam : Abu-abu : Putih = 9 : 3 : 4

2.5.4 Epistasis Dominan dan Resesif


Pada peristiwa ini proses saling menutupi semakin komplek. Misalnya pada persilangan ayam
ras Leghorn dan Plymouth Rack yang sama-sam berwarna putih. Pada F 1-nya semua turunan
berwarna putih, suatu kenyataan yang wajar berdasarkan prinsip dominansi Mendel. Namun pada F 2nya ternyata, muncul turunan ayam berwarna yang mengundang pertanyaan. Setelah dikaji ternyata
ada sejumlah gen yang saling berinteraksi, diantaranya adalah sebagai berikut :
C
= gen yang menyebabkan bulu ayam berwarna
c
= gen yang menyebabkan bulu ayam tidak berwarna (putih)
I
= gen yang menghambat munculnya warna
i
= gen yang tidak mencegah timbulnya warna
sehingga proses penurunan dapat digambarkan sebagai berikut.
P1
:
cc ii
x
CC II
Plymouth Rock
Leghorn
(putih)
(putih)
F1
:
CcIi
(Putih)
F2
:
CI

Ci

cI

ci

Cc II
(Putih)

Cc Ii
(Putih)

CI

CC II
(Putih)
Ci

CC Ii
(Putih)

CC Ii
(Putih)

CC ii
(Berwarna)

Cc ii
(Berwarna)

Cc Ii
(Putih)
cc Ii
(Putih)

cI

Cc II
(Putih)

ci

Cc Ii
(Putih)

Cc Ii
(Putih)

cc II
(Putih)
cc ii
(Putih)

Cc ii
(Berwarna)
cc Ii
(Putih)

Genotip putih
: C I
Genotip berwarna
: C ii
Genotip putih
: cc I
Genotip putih
: cc ii
Perbandingan fenotip Putih : berwarna = 13 : 3

9/16 bagian
3/16 bagian
3/16 bagian
1/16 bagian

2.6 Pewarisan Sifat Pada Manusia


Seperti halnya pada tumbuh-tumbuhan, pewarisan sifat pada manusia juga terjadi.Beberapa
gen pada kromosom autosom dan gonosom akan mengawasi sifat-sifat tertentu. Pasangan gen
heterozigot dalam ekspresinya dipengaruhi oleh jenis kelamin individu yaitu hormon.
Pada manusia sifat-sifat yang dipengaruhi oleh jenis kelamin antara lain; botak pada usia
muda, gigi coklat sebagian (white forelock) dan panjang telunjuk jadi tangan. Genotipe sifat botak
pada manusia ditunjukkan pada Tabel 06 sebagai berikut.
Tabel 06. Pengaruh Jenis Kelamin Terhadap Ekspresi Pasangan Gen b yang Mengontrol
Kepala Botak
Genotipe

Pria

Wanita

BB

Botak

Botak

Bb

Botak

Tidak Botak

bb

Tidak Botak

Tidak Botak
Sumber : Sarna, dkk (2000)

Pada peristiwa lain, pewarisan sifat juga ditentukan oleh adanya interaksi beberapa alel yang
disebut dengan alel ganda. Alel ganda adalah alel yang anggotanya lebih dari satu. Jumlah alel yang
lebih dari dua tersebut hanya terdapat dalam suatu populasi. Misalnya, penentuan golongan darah
manusia.
Golongan darah manusia ditentukan menurut sistem A B O. Dari sistem ini, golongan darah
manusia terdapat empat tipe yaitu: golongan darah A, golongan darah B, golongan darah AB, dan
golongan darah O. Ini didasarkan atas ada tidaknya antigen A dan anti gen B di dalam eritrositnya.
Adanya anti gen ditentukan oleh gen di dalam kromosom. Keempat golongan darah itu ditentukan
oleh tiga macam alel. Simbul yang digunakan adalah huruf I berasal dari Isoaglutinasi atau huruf L
berasal dari Lanstainer, yaitu orang yang menemukan golongan darah. Dengan demikian kombinasi
genotipe golongan darah terdapat sebanyak enam macam genotipe, seperti ditunjukkan pada Tabel
07 berikut ini.
Tabel 07. Hubungan Golongan Darah dan Kombinasi Genotipe Serta Antigen dalam Eritrosit
Golongan Darah

Antigen

Genotipe
A A

I I dan IAIO

IBIB dan IBIO

AB

A dan B

IAIB

IOIO

Sumber : Sarna, dkk (2000)


Dalam hal ini, antara I dengan I tidak ada yang lebih dominan, sehingga antara orang yang
bergenotipe IAIB bergolongan darah AB atau kedua alel tersebut bersifat kodominan. Sedangkan alel
IA > IO dan IB > IO. Selain dengan sistem A-B-O terdapat pula sistem golongan darah M-N dan sistem
Rhesus (Rh)
Faktor Rh pertama kali ditemukan oleh Lanstainer Wiener pada tahun 1942, antigen ini
dinamakan faktor rhesus karena ditemukan dalam darah kera (Macaca rhesus). Faktor Rh ada dua
macam yaitu Rh+ dan Rh-, dimana Rh+ > Rh-.
Selain oleh kombinasi alel ganda, pewarisan sifat pada manusia juga dipengaruhi oleh
keberadan gen ganda. Gen ganda adalah gen yang jumlahnya lebih dari satu pasang, terletak pada
lokus-lokus berlainan di kromosom, bekerja secara komulatif dalam menumbuhkan sifat genetik
kuantitatif. Misalnya dalam pewarisan sifat pigmentasi kulit dan bentuk sidik jari (dipengaruhi oleh dua
pasang gen) sedangkan untuk tinggi badan dan warna mata manusia dipengaruhi oleh 3-5 pasang
gen.
Beberapa kelainan pada manusia juga diturunkan.Biasanya pewarisan itu diturunkan melalui
kromosom autosom maupun gonosom, baik yang bersifat resesif ataupun yang bersifat dominan.
Kelainan yang diwariskan melalui autosom dominan, antara lain jari pendek (brakidaktili), jari
bergabung (sindaktili), dan jumlah jari lebih (polidaktili). Kelainan yang diwariskan melalui kromosom
autosom resesif misalnya gangguan mental, albino, anemia bulan sabit (sickle cell anemi). Selain itu,
kelainan juga diwariskan melalui gonosom, misalnya buta warna (colour blind), dan darah tidak bisa
membeku (hemofilia). Kedua kelainan ini diwariskan melalui kromosom X, dan bersifat resesif.
Gen buta warna (colour blind) yang terpaut kromosom X dan bersifat resesif (cb) ini akan
berpengaruh ketika dalam keadaan homozigot resesif pada kromosom X untuk perempuan. Apabila
A

pada laki-laki, satu gen resesif saja pada kromosom X sudah menimbulkan buta warna. Dengan
demikian, kemungkinan genotipe yang dapat terjadi adalah sebagai berikut :
XCB XCB = wanita normal
XCB Xcb = wanita normal karier (pembawa sifat) buta warna
Xcb Xcb = wanita buta warna
XCB Y = laki-laki normal
Xcb Y = laki-laki buta warna
Misalkan seorang laki-laki normal menikah dengan seorang perempuan pembawa sifat buta
warna. Dari perkawinan ini kemungkinan anak-anak mereka adalah wanita normal : laki-laki normal :
wanita normal pembawa buta warna : laki-laki buta warna.
P:
G:
F1 :

XCB Xcb
x
(carier buta warna)
XCB, Xcb

XCB Y
(normal)
XCB, Y

XCB XCB : XCB Y : XCB Xcb : XcbY

Sama dengan buta warna, pewarisan kelainan berupa hemofili (h) juga terjadi melalui
kromosom X . Pada keadaan homozigot dominan (hh), dapat menimbulkan hemofili. Sehingga ada
beberapa kemungkinan genotipe yang dapat terjadi, sebagai berikut :
XH XH = wanita normal
XH Xh = wanita normal karier (pembawa sifat) hemofili
Xh Xh = wanita hemofili (bersifat letal)
XH Y = laki-laki normal
Xh Y = laki-laki hemofili
Gen-gen yang terpaut pada kromosom Y disebut dengan gen-gen holandrik. Sebagian besar
gen- gen ini tidak mempunyai pasangan pada kromosom X, selain itu gen-genya sangat langka. Gen
ini hanya diwariskan dari ayah hanya pada anak laki-laki saja. Contoh sifat yang terpaut kromosom Y
adalah hypertrichosis (pertumbuhan rambut pada telinga), keratoma dissipatum (penebalan kulit
pada tangan dan kaki), dan jari kaki berselaput.
2.7 Manfaat Pewarisan Sifat bagi kehidupan dalam konteks Salingtemas
Dengan semakin berkembangnya ilmu genetika telah banyak digunakan dalam kehidupan
sehari-hari untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia. Salah satu prinsip genetika yang
diterapkan dalam bidang pertanian dan peternakan adalah dihasilkannya bibit unggul.
Beberapa bibit unggul pada tanaman pangan dan hewan ternak sudah ditemukan. Misalnya,
untuk tanaman pangan diperolehnya bibit padi unggul, kentang, jagung, papaya, kedelai, dan tomat
yang semuanya ini bersifat unggul. Pada hewan ternak misalnya sapi pedaging, babi unggul, sapi
perah, unggas pedaging atau petelur, dan berbagai jenis ikan. Bibit unggul ini diperoleh melalui
persilangan dan seleksi.
Perkawinan silang dilakukan terhadap dua individu yang memiliki sifat unggul tertentu dengan
harapan untuk menghasilkan keturunan yang memiliki gabungan sifat unggul dari kedua induknya
untuk selanjutnya akan dijadikan bibit. Biasanya bibit unggul yang disebarluaskan kepada petani atau

peternak merupakan galur murni dengan genotipe dominan homozigot, sehingga sifat unggulnya
akan terus nampak meskipun ditanam berulangkali.
Mencari bibit unggul merupakan salah satu cara untuk meningkatkan produksi pangan. Sifat
unggul yang dimaksud biasanya sifat yang sesuai dengan kepentingan manusia (sesuai dengan
tujuan manusia). Tumbuhan dan hewan bibit unggul diharapkan memiliki sifat-sifat menonjol (unggul),
antara lain tahan terhadap penyakit, umur lebih pendek (cepat menghasilkan), produksi tinggi, rasa
enak, hasil tidak cepat rusak/busuk, tahan kering, dan cepat beradaptasi dengan lingkungan.
Selain pada tumbuhan dan hewan, konsep genetika ini juga bisa diterapkan dalam kehidupan
manusia yaitu dalam menentukan pasangan hidup manusia kelak. Karena manusia juga ingin
memperbaiki kehidupan dan melestarikan jenisnya, maka manusia sebagai salah satu agen genetika
memiliki kriteria tertentu untuk menentukan pasangan hidupnya dengan memperhatikan Bibit, Bebet
dan Bobot.
Andaikata ketiga kriteria di atas bisa diterapkan maka keturunan yang dihasilkan dari suatu
proses perkawinan, diharapkan memiliki sifat-sifat unggul yang dimiliki oleh orang tuanya. Sehingga
konsep genetika secara empiris bisa diterapkan, terutama dalam memilih pasangan hidup sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan oleh si pemilih.

BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut :
3.1.1 Yang berperan dalam pewarisan sifat adalah gen dan kromosom. Gen adalah pembawa sifat
menurun yang ada pada kromosom. Sedangkan kromosom adalah suatu badan/benda yang
mudah menyerap warna ketika dilakukan pewarnaan sel.
3.1.2 Terminologi bidang genetika antara lain :
a. Lokus gen adalah tempat tertentu pada kromosom yang diduduki oleh satu alel gen dari suatu
sifat.
b. Alel adalah sepasang gen yang terletak pada posisi sama pada sepasang kromosom.
c. Dominan adalah sifat yang menutupi atau mengalahkan sifat pasangannya.
d. Resesif adalah sifat yang ditutupi ekspresinya oleh sifat dominan.
e. Intermediat adalah sifat baru ynag muncul karena gen dominan dan gen resesif sama-sama
kuat pengaruhnya sehingga tidak ada yang menutupi dan yang ditutupi atau dengan kata lain
sifat antara dari sifat dominan dan sifat resesif.
f. Homozigot adalah sifat suatu individu yang genotipenya terdiri atas pasangan gen yang sama,
misalnya individu dengan genotipe MMTT, MMtt, mmTT, mmtt.
g. Heterozigot adalah sifat suatu individu yang genotipenya terdiri atas pasangan gen yang
berbeda, misalnya individu dengan genotipe MmTt, Mmtt, mmTt.
h. Parental adalah tetua/induk yang akan disilangkan, biasanya diberi simbul P.
i. Gamet adalah sel reproduksi jantan atau betina yang sudah masak (sperma, serbuk sari, sel
telur).
j. Filia adalah anak yang dihasilkan dari perkawinan induknya (keturunan), biasanya diberi simbul
F.
k. Genotipe adalah susunan genetik, atau jumlah total dari semua gen dalam satu individu yang
ada hubungannya dengan fenotipe. Biasanya dinyatakan dengan huruf pertama dari sifat
fenotipe. Karena individu itu bersifat diploid maka genotipe ditunjukkan dengan huruf
dobel. Misalnya MM, Mm, mm dan seterusnya.
l. Fenotipe adalah ekspresi dari genotipe yang dapat diamati dengan panca indera. Atau fenotipe
adalah kenampakan luar dari suatu individu yang sangat tergantung dari susunan genetisnya.
Biasanya dinyatakan dengan kata sifat yang terkait dengan ukuran (tinggi-pendek), rasa
(manis-asam), bentuk (bulat-keriput) dan lain-lain.
m. Autosom adalah kromosom sel-sel tubuh
n. Gonosom adalah kromosom sel-sel kelamin
3.1.3 Pewarisan sifat menurut Mendel adalah mengikuti pola sesuai dengan sifat beda yang diamati. Pola
itu selanjutnya disebut dengan hukum Mendel (Mendelisme). Adapun hukum yang dimaksud
adalah :
a) Hukum Mendel - I.
Prinsip berpisah secara bebas (segregasi). Selama pembentukkan gamet, tiap alel
diturunkan secara bebas kepada setiap gamet. Ini terjadi pada persilangan monohibrid
b) Hukum Mendel - II.

Prinsip berpasangan (penggabungan) gen secara bebas. Selama pembentukkan gamet


dihibrid F1, pasangan alel akan mencari pasangan yang bukan alelnya. Misalnya, dari
persilangan induk dengan dua sifat beda (dihibrid) diperoleh F 1 dengan genotipe BbKk.
Dalam pembentukkan gametnya B tidak akan berpasangan dengan b melainkan B akan
berpasangan dengan K atau k sehingga gamet yang terbentuk BK, Bk, bK, dan bk.
3.1.4 Pewarisan sifat pada persilangan monohobrid mempunyai perbandingan/ratio genotif = 1 : 2 : 1
pada F2-nya dan ratio fenotif = 3 : 1, sedangkan pada persilangan dihibrid dengan sifat dominan
resesif pada F2-nya mempunyai perbandingan fenotif = 9 : 3 : 3 :1. Perbandingan klasik menurut
Mendel akan mengalami modifikasi akibat adanya interaksi alel yang bukan pasangannya sehingga
menimbulkan kesan seolah-olah terjadi penyimpangan pewarisan sifat menurut hukum Mendel
yang selanjutnya disebut dengan penyimpangan semu hukum Mendel, seperti interaksi beberapa
pasang alel, Epistasis dominan, epistasis resesif, epistasis dominan resesif, epistasis karena gen
resesif rangkap, epistasis karena gen dominan rangkap, dan epistasis karena gen-gen rangkap
dengan pengaruh komulatif.
3.1.5 Pewarisan sifat pada manusia pada prinsipnya sama dengan pewarisan sifat pada tumbuhan. Ada
dua kromosom yang berperan yaitu autosom dan gonosom. Beberapa sifat diatur gen pada
autosom dan beberapa sifat diatur oleh gen pada gonosom yang memang tidak bisa berpisah
dalam pembentukan gamet (pautan gen).
3.1.6 Kelainan akibat pautan gen ini ada sifat yang lebih cenderung muncul pada laki-laki karena gen
terpaut pada kromosom Y, yang tidak mempunyai pasangan pada koromosom X. Akibatnya, satu
saja terdapat gen yang menimbulkan kelainan, maka pada laki-laki kelainan itu akan muncul.
3.1.7 Pewarisan sifat pada manusia juga dibatasi oleh jenis kelamin. Hal ini terkait dengan hormon
adanya gen-gen yang bersifat kodominan, alel ganda, dan gen ganda.
3.1.7 Salah satu manfaat yang bisa dirasakan dengan kemuajuan ilmu genetika adalah diperolehnya
bibit unggul pada tanaman budidaya dan peternakan. Dalam kehidupan manusia, pemahaman
konsep genetika diterapkan dalam menentukan sifat-sifat tertentu yang menjadi kriteria dalam
memilih pasangan hidup.
3.2 Saran-Saran
Menyimak simpulan tadi, serta fenomena yang terjadi di zaman sekarang, ilmu genetika begitu
pesat perkembangannya, sehingga penulis dapat menyarankan:
1. Konsep genetika bisa diterapkan untuk menentukan kriteria tertentu dalam memilih pasangan
hidup kelak.
2. Bagi yang sudah memasuki masa berumah tangga (Grahasta), sifat-sifat anak kita yang sedikit
berbeda dari kedua orang tuanya, semata-mata disebabkan karena pola pewarisan sifat.
Implikasi dari pernyataan ini adalah kepada suami diharapkan tidak cepat berprasangka buruk
terhadap isterinya, dan sebaliknya.
3. Pemahaman konsep dan penerapannya dimasyarakat dapat membantu masyarakat untuk
mencoba menemukan bibit unggul yang bisa dikembangkan lebih lanjut meskipun dengan
teknologi dan dana yang terbatas.

DAFTAR PUSTAKA
Bawa, Wayan. 1991. Dasar-Dasar Biologi Sel. Jakarta : Departemen Pendidikan

dan Kebudayaan.

Budimansyah, dkk. 2005. Uji Kompetensi Ulangan Harian dan Umum:Penunjang Kurikulum
2004.Bandung : Penerbit Epsilon Group.
Daroji & Haryati. 2007. Sukses Belajar Ilmu Pengetahuan Alam untuk Kelas IX SMP dan MTs.Solo :
Penerbit PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
http://images.google.co.id/imgres?. 2008. Gambar. On Line. Diakses 17 Desember 2008.
Nurharyati, Nunung. 2006. Pendalaman Kompetensi IPA Biologi untuk SMP/MTs Kelas IX.Bandung :
Yrama Widya.
Sarna, dkk. 2000. Buku Aja Genetikar. Singaraja : Program Studi Pendidikan Biologi, STKIP Singaraja.
Soedarjatmo, dkk. 1996. Biologi 3a untuk Kelas 3 Catur Wulan 1 SMU. Surakarta : PT Intan Pariwara.

Sunarto, dkk. 2003. Terampil Menerapkan Konsep dan Prinsip IPA Biologi Kelas 3A. Solo : PT Tiga
Serangkai Puataka Mandiri.
Suryo. 1995. Sitogenetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
-------. 1996. Genetika Manusia. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

You might also like