Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN TEORI
A.
Pengertian
Sindroma Nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria,
hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia, kadang-kadang terdapat hematuria,
hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 2005). Sindroma Nefrotik
adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glumerulus
terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria, hipoalbumenemia,
hiperlipidemia, dan edema (Betz, Cecily dan Sowden, Linda. 2002). Sindroma
Nefrotik merupakan kumpulan gejala yang di sebabkan oleh injuri oleh glomerular
yang terjadi pada anak dengan karakteristik; proteinuria, hipoproteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Sindroma Nefrotik merupakan sekumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria
massif (lebih dari 50 mg/kg BB/24 jam), hipoalbuminemia (kurang dari 2,5 gram/
100 ml) yang disertai atau tidak di sertai dengan edema dan hiperkolesterolemia (
Rauf, 2002).
Berdasarkan pengertian diatas maka penulis dapat mengambil kesimpulan
bahwa sindroma nefrotik pada anak adalah status klinis yang
ditandai dengan
B.
Gambar 1.1
Anatomi Ginjal
Gambar 1.2
Anatomi Ginjal
1. Anatomi
Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak
retroperitonel dengan panjang 11-12 cm, di samping kiri kanan vertebra.
Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya
hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas
atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal kiri setinggi vertebra
lumbalis III. Pada fetus dan infant, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur,
lobulasi makin kurang, sehingga waktu dewasa menghilang. Parenkim ginjal
terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang
berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan
oleh columna bertini. Dasar piramid di tutup oleh korteks, sedang puncaknya
(papila marginalis) menonjol kedalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor
bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks
mayor / minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah
keluar ureter. Korteks sendiri terdiri atas glomerulus dan tubuli, sedangkan pada
medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk nefron,
satu unit nefron terdiri dari glomerulus, tubulus proksimal, loop of henle,
tubulus distal (kadang-kadang di masukkan pula duktus koligentes) (Price,
2001).
Tiap ginjal mempunyai 1,5 2 juta nefron, berarti pula 1,5 2 juta
juta glomeruli. Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada
glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat adalah isotonik dengan plasma pada angka
285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80% filtrat telah diabsorbsi,
meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat
bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat
bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer
sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung, saat filtrat
bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga
akhirnya isoosmotik dengan plasma darah pada ujung duktus mengumpul.
Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi
filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah
direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih
(Price, 2001).
2. Fisiologi Ginjal
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi
yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus.
Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang
mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.. Menurut Syarifuddin (2002)
Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau racun; mempertahankan
keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari
cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-garam dan zat-zat lain
dalam tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasil akhir sari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.
Tiga tahap pembentukan urine :
a. Filtrasi glomerular
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma pada glomerulus,
seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glumerulus secara relatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dan cukup permabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil seperti elektrolit, asam amino,
glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal (RBF = Renal Blood Flow)
adalah sekitar 25% dari curah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Sekitar
seperlima dari plasma atau sekitar 125 ml/menit dialirkan melalui glomerulus
ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR =
c. Sekresi
Sekresi tubular melibatkan transfor aktif molekul-molekul dari aliran
darah melalui tubulus kedalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak
terjadi secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang
secara alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam urat dan kalium serta ionion hidrogen. Pada tubulus distalis, transfor aktif natrium sistem carier yang
juga telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam
hubungan ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular,
(CES)
dari
ion-ion
ini
(hidrogen
dan
kalium).
kalium plasma
ketika
asidosis
berat
dikoreksi
secara
theurapeutik.
Pada anak-anak jumlah urine dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan
umur :
C.
1) 1-2 hari
30-60 ml
2) 3-10 hari
100-300 ml
3) 10 hari - 2 bulan
250-450 ml
4) 2 bulan 1 tahun
400-500 ml
5) 1 3 tahun
500-600 ml
6) 3 5 tahun
600-700 ml
7) 5 8 tahun
650-800 ml
8) 8 14 tahun
800-1400 ml
Etiologi
1. Obat-obatan, contoh :
a. Obat pereda nyeri menyerupai aspirin.
b. Senyawa emas.
c. Heroin intravena,
d. Penisilamin.
2. Penyakit, contoh :
a. Amiloidosi
b. Kanker.
c. Diabetes
d. Glumerulopati
e. Infeksi HIV
f. Leukemia
g. Limfoma.
h. Gemopati monoklonal.
i. Lupus eritematosus sistemik.
D.
Patofisiologi
Sindroma Nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma, yang menimbulkan proteinuria,
hipoalbuminemia, hiperlipidemia, dan edema. Meningkatnya permeabilitas dinding
kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian
akan terjadi proteinuria. Lanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia.
Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotik plasma menurun sehingga cairan
E.
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis yang menyertai Sindroma Nefrotik menurut Ngastiyah, 2005
antara lain :
1. Proteinuria.
2. Edema
Biasanya edema dapat bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka).
Edema biasanya lunak dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya
ditemukan disekitar mata (periorbital) dan berlanjut ke abdomen daerah
genitalia dan ekstermitas bawah.
3. Penurunan jumlah urine, urine gelap, dan berbusa.
4. Hematuria.
5. Anoreksia
6. Diare.
7. Pucat.
8. Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang).
F.
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis menurut Mansjoer Arif, 2000 :
a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai kurang
lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam secukupnya
dan menghindar makanan yang diasinkan. Diet protein 2 3
gram/kgBB/hari.
b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat digunakan
diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung pada beratnya
edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter, dapat digunakan
hididroklortiazid (25 50 mg/hari), selama pengobatan diuretik perlu
dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik dan kehilangan
cairan intravaskuler berat.
c. Pengobatan kortikosteroid yang diajukan Internasional Coopertive Study of
Kidney
Disease
in
Children
(ISKDC),
sebagai
berikut
1). Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60 mg/hari
luas
permukaan
badan
(1bp)
dengan
maksimum
80
mg/hari.
2). Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari dengan
c. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum untuk
mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah terjadi
keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadui penyebab kematian pasien).
Bila edema telah berkurang diperbolehkan pasien melakukan kegiatan
sesuai kemampuannya , tetapi tetap didampingi atau dibantu oleh keluarga atau
perawat dan pasien tidak boleh kelelahan. Untuk mengetahui berkurangnya
edema pasien perlu ditimbang setiap hari, diukur lingkar perut pasien. Selain itu
perawatan pasien dengan sindrom nefrotik, perlu dilakukan pencatatan masukan
dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Pada pasien dengan sindrom nefrotik
diberikan diet rendah protein yaitu 1,2-2,0 g/kg BB/hari dan cukup kalori yaitu
35 kal/kg BB/hari serta rendah garam (1g/hari). Bentuk makanan disesuaikan
dengan keadaan pasien, dapat makanan biasa atau lunak (Ngastiyah, 2005).
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan daya tahan tubuh
yang mengakibatkan mudah terkena infeksi. Komplikasi pada kulit akibat
infeksi streptococcus dapat terjadi. Untuk mencegah infeksi tersebut, kebersihan
kulit perlu diperhatikan dan alat-alat tenun atau pakaian pasien harus bersih dan
kering. Antibiotik diberikan jika ada infeksi, dan diberikan pada waktu yang
sama. Jika pasien diperbolehkan pulang, orang tua pasien perlu diberikan
penjelasan bagaimana merawat anak yang menderita penyakit sindrom nefrotik.
Pasien sendiri perlu juga diterangkan aktivitas apa yang boleh dilakukan dan
kepatuhan tentang dietnya masih perlu diteruskan sampai pada saatnya dokter
mengizinkan bebas diet. Memberikan penjelasan pada keluarga bahwa penyakit
ini sering kambuh atau berubah menjadi lebih berat jika tidak terkontrol secara
teratur, oleh karena itu orang tua atau pasien dianjurkan kontrol sesuai waktu
yang ditentukan (biasanya 1 bulan sekali) (Ngastiyah, 2005).
G.
Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada Sindroma nefrotik menurut Betz, Cecily
L.2002 dan Rauf, 2002, antara lain :
1.
2.
3.
4.
Kerusakan kulit.
5.
6.
H.
peritonitis
Pengkajian Fokus
Pengkajian merupakan langkah awal dari tahapan proses keperawatan. Dalam
mengkaji, harus memperhatikan data dasar pasien. Keberhasilan proses
keperawatan sangat tergantung pada kecermatan dan ketelitian dalam tahap
pengkajian. Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien anak dengan sindrom
nefrotik (Donna L. Wong,2004 : 550) sebagai berikut :
1. Lakukan pengkajian fisik termasuk pengkajian luasnya edema.
2. Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat, terutama yang berhubungan dengan
penambahan berat badan saat ini, disfungsi ginjal.
4). Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian, misalnya analisa urine
akan adanya protein, silinder dan sel darah merah; analisa darah untuk
protein serum (total, perbandingan albumin/globulin, kolesterol), jumlah
darah merah, natrium serum.
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada Sindroma Nefrotik menurut Betz, Cecily L, 2002 :
1. Uji Urin
a. Protein urin > 3,5 g/1,73 m2 luas permukaan tubuh/hari
b. Urinalisa cast hialin dan granular, hematuria.
c. Dipstick urin positif untuk protein dan darah.
d. Berat jenis urin meningkat(normal: 285 mOsmol).
2. Uji Darah
a. Albumin serum <3 g/dl
b. Kolesterol serum meningkat
c. Hemoglobin dan hematokrit meningkat (hemokonsentrasi)
d. Laju Endap darah (LED) meningkat
e. Elektrolit serum bervariasi dengan keadaan penyakit perorangan.
3. Uji Diagnostik
a. Rontgen dada bisa menunjukkan adanya cairan yang berlebihan.
b. USG ginjal, dan CT scan ginjal atau IVP menunjukkan pengkisutan ginjal.
c. Biopsi ginjal bisa menunjukkan salah satu bentuk glomerulonefritis kronis
atau pembentukan jaringan parut yang tidak spesifik pada glomeruli.
I.
J.
Diagnosa Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium dan air
(Carpenito, 2000).
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik kapiler
(Carpenito, 2000).
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah (Carpenito, 2000).
4. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan ureum nitrogen
dalam darah (Carpenito, 2000).
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke jaringan
(Carpenito, 2000).
6. Resiko kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan deb\ngan
kehilangan protein dan cairan, edema (Donna L. Wong, 2004 : 550-552).
7. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan sistem imun (Donna L
Wong,2004 : 550-552).
8. Gangguan body image berhubungan dengan oedema dan ascites (Donna L
Wong,2004 : 550-552).
K.
Kriteria Hasil :
a. Oedema berkurang
b. Balance cairan antara input dan output seimbang.
Intervensi
Kriteria hasil :
a. Mempertahankan frekuensi dan kedalaman nafas paten dengan bunyi nafas
bersih/ jelas
b. Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman nafas tidak mengalami
gangguan.
Intervensi
b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas tidak normal.
Rasional :
Duduk
tinggi
memungkinkan
memudahkan pernafasan.
ekspansi
paru
dan
pengenceran
sekret
untuk
memudahkan
dan
meningkatkan
pembersihan.
h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage
Rasional
: Memudahkan
upaya
pernafasan
Kriteria Hasil
Intervensi :
a. Beri diet yang bergizi
Rasional
tahan tubu.
b. Batasi natrium selama edema dan terapi kortikosteroid.
Rasional
Kriteria hasil
Kriteria Hasil
Rasional
Kriteria Hasil
Rasional
Kriteria Hasil
d. Pantau suhu.
Rasional : indikasi awal adanya tanda infeksi.
e. Ajari
Rasional
orang
tua
:
tentang
memberi
tanda
pengetahuan
dan
dasar
gejala
tentang
infeksi
tanda
dan
Kriteria Hasil
:
masalah
dan
perasaan
mengenai
penampilan
c. Dorong
sosialisasi
dengan
individu
tanpa
infeksi
aktif