You are on page 1of 27

1

LAPORAN KASUS
I.

Identitas
Nama
: Ny. R
Umur
: 57 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Ciledug Lor
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan
: SD
Agama
: Islam
Status Perkawinan : Menikah
Tanggal Pemeriksaan: 19 Agustus 2015
No. RM
: 773306

II.

Anamnesis
A. Keluhan Utama: Benjolan yang keluar dari anus
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Waled dengan keluhan terdapat benjolan yang keluar
dari anus. Keluhan benjolan tersebut mulai dirasakan pasien sejak 2 tahun yang
lalu, mula-mula keluar benjolan kecil dan semakin lama semakin bertambah besar.
Benjolan tersebut mulanya bisa masuk sendiri setelah BAB, namun lama kelamaan
benjolan tidak dapat masuk kembali sehingga pasien menggunakan jari tangannya
untuk memasukkan benjolan tersebut kembali kedalam anus. Sejak 1 minggu yang
lalu pasien mengeluh benjolan tersebut sudah tidak bisa dimasukkan lagi dengan
bantuan jari tangannya. Pasien merasa tidak nyaman saat jalan maupun duduk.
Menurut pasien benjolan tersebut teraba lunak saat diraba. Pasien juga mengeluh
ketika BAB terasa nyeri dan panas disekitar anus, kadang terasa gatal disekitar anus
dan keluar darah merah segar menetes di akhir BAB dan tidak bercampur dengan
fesesnya.
Pasien belum pernah memeriksakan dirinya ke dokter. Pasien juga tidak meminum
obat apapun untuk mengobati keluhan tersebut. Pasien seringkali dalam seminggu

buang air besarnya tidak teratur dan bila buang air besar harus berlama-lama
jongkok di toilet dan harus mengejan karena BAB nya keras. Pasien juga tidak
mengeluh perutnya kembung atau mules, nyeri didaerah perut, tidak merasa mual
atau muntah, tidak mengeluh nafsu makan turun, maupun berat badan turun.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat Hipertensi
: disangkal
- Riwayat Diabetes Mellitus : disangkal
- Riwayat Alergi
: disangkal
- Riwayat Sembelit
: (+)
D. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat sakit dengan gejala serupa : Tidak diketahui
- Diabetes Melitus
: Tidak diketahui
- Hipertensi
: Tidak diketahui
- Alergi
: Tidak diketahui

E. Riwayat Kebiasaan
- Makan :

Makan 3 x sehari dengan lauk: tahu, tempe, ikan, telur. jarang


mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran. Sering makan
makanan yang pedas.

- Minum : Minum air putih sekitar 3-4 gelas/hari.

III.

Pemeriksaan Fisik
A. Status Lokalis
Kesadaran

: Composmentis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Tanda-tanda vital: Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi

: 84x/menit

Respirasi

: 22x/menit

Suhu

: 37.0C

B. Status Generalis
Mata: Konjungtiva anemis +/+, Sklera ikterik -/Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks: Cor: BJ I II regular, gallop (-), murmur (-)
Pulmo: Rhonki -/-, Wheezing -/Abdomen : Inspeksi

: Abdomen datar, tidak tampak adanya massa

Palpasi

: Nyeri tekan (-)

Perkusi

: Timpani

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Ekstremitas: Akral hangat


C. Status Lokalisata:
Regio anus terlihat adanya benjolan dengan diameter kira-kira 3 cm yang keluar dari
anus yang dilapisi oleh mukosa. Pada rektal touch pasien mengeluh nyeri, tonus
sphincter ani baik, ampula tidak collaps, tidak teraba adanya massa padat, pada
sarung tangan tidak ada feces, dan tidak ada darah.

IV.

Diagnosis Banding
- Hemoroid interna grade IV

- Karsinoma kolorektum
-

Divertikel kolon

- Polip rekti

V.

Usulan Pemeriksaan
- Sigmoideskopi
- Foto barium kolon
- Kolonoskopi

VI.

Diagnosis Kerja
Hemoroid interna grade IV

Penatalaksanaan
- Asam Mefenamat

- Dulcolax
- Hemoroidektomi

VIII.

Prognosis
Quo ad vitam

: Bonam

Quo ad functionam : Bonam


Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

IX.

Resume
Pasien Perempuan umur 57 tahun datang ke IGD RSUD Waled dengan keluhan benjolan
yang keluar dari anus. Keluhan Benjolan tersebut mulai dirasakan pasien sejak 2 tahun
yang lalu, mula-mula keluar benjolan kecil dan semakin lama semakin bertambah besar.
Benjolan tersebut mulanya bisa masuk sendiri setelah BAB, namun lama kelamaan
benjolan tidak dapat masuk kembali sehingga pasien menggunakan jari tangannya untuk
memasukkan benjolan tersebut kembali kedalam anus. Sejak 1 minggu yang lalu
pasien mengeluh benjolan tersebut sudah tidak bisa dimasukkan lagi dengan bantuan
jari tangannya. Menurut pasien benjolan tersebut teraba lunak saat diraba dan pasien
merasa tidak nyaman saat jalan maupun duduk. Pasien juga mengeluh ketika BAB terasa

nyeri dan panas disekitar anus, kadang keluar darah merah segar menetes di akhir BAB
dan tidak bercampur dengan fesesnya.
Pasien belum pernah memeriksakan dirinya ke dokter. Pasien juga tidak meminum obat
apapun untuk mengobati keluhan tersebut. Pasien seringkali dalam seminggu buang air
besarnya tidak teratur dan bila buang air besar harus berlama-lama jongkok di toilet dan
harus mengejan karena BAB nya keras. Pasien juga tidak mengeluh perutnya kembung
atau mules, tidak merasa mual atau muntah, tidak mengeluh nafsu makan turun, maupun
berat badan turun.
Pada pemeriksaan lokalisata regio anus terlihat adanya benjolan dengan diameter kirakira 3 cm yang keluar dari anus yang dilapisi oleh mukosa. Pada rektal touche pasien
mengeluh nyeri, ada lendir, tonus sphincter ani baik, ampula tidak collaps, tidak teraba
adanya massa, pada sarung tangan tidak ada feces, dan tidak ada darah.

PEMBAHASAN

A. Definisi
Hemorrhoid berasal dari bahasa Yunani, Haima (darah) dan rheo (mengalir).
Hemorrhoid adalah pelebaran vena didalam pleksus Hemorrhoidalis dan merupakan
istilah penyakit hemoroid ditujukan pada vena-vena disekitar anus atau rektum bagian
bawah mengalami pembengkakan, perdarahan, penonjolan (prolapse), nyeri,
trombosis, mucous discharge, dan pruritus.
B. Anatomi dan Fisiologi
Bantalan anal (anal cushion) terdiri dari pembuluh darah, otot polos (Treitzs
muscle), dan jaringan ikat elastis di submukosa. Bantalan ini berlokasi dianal kanal
bagian atas, dari linea dentata menuju cincin anorektal (otot puborektal). Ada tiga
bantalan anal, masing-masing terletak di lateral kiri, anterolateral kanan, dan
posterolateral kanan. Otot polos (Treitzs muscle) berasal dari otot longitudinal yang
bersatu. Serat otot polos ini melalui sfingter internal dan menempelkan diri ke
submukosa dan berkontribusi terhadap bagian terbesar dari hemoroid.
Rektum panjangnya 15 20 cm dan berbentuk huruf S. Mula-mula mengikuti
cembungan tulang kelangkang, fleksura sakralis, kemudian membelok kebelakang
pada ketinggian tulang ekor dan melintas melalui dasar panggul pada fleksura
perinealis. Akhirnya rektum menjadi kanalis analis dan berakhir jadi anus. Pada
sepertiga bagian atas rektum, terdapat bagian yang dapat cukup banyak meluas yakni
ampula rektum bila ini terisi maka timbullah perasaan ingin buang air besar. Di
bawah ampula, tiga buah lipatan proyeksi seperti sayap-sayap ke dalam lumen

rektum, dua yang lebih kecil pada sisi yang kiri dan diantara keduanya terdapat satu
lipatan yang lebih besar pada sisi kanan, yakni lipatan kohlrausch, pada jarak 5 8
cm dari anus. Melalui kontraksi serabut-serabut otot sirkuler, lipatan tersebut saling
mendekati, dan pada kontraksi serabut otot longitudinal lipatan tersebut saling
menjauhi.
Kanalis analis berukuran panjang kurang lebih 3 cm. Batas atas kanalis analis
adalah garis anorektum/garis mukokuatan/ linea pektinata/linea dentata. Di daerah ini
terdapat kripta anus dan muara kelenjar anus antara kolumna rektum. Lekukan antar
sfingter sirkuler dapat teraba saat melakukan colok dubur, dan menunjukkan batas
sfingter interna dan eksterna. Kanalis analis berasal dari proktoderm yang merupakan
invaginasi ektoderm,sedangkan rektum berasal dari entoderm. Rektum dilapisi oleh
mukosa glanduler usus sedangkan kanalis analis oleh anoderm yang merupakan
lanjutan epitel berlapis gepeng pada kulit luar. Daerah batas rektum dan kanalis analis
ditandai oleh perubahan jenis epitel. Kanalis analis dan kulit luar sekitarnya kaya
akan persarafan sensoris somatik dan peka terhadap rangsang nyeri. Mukosa rektum
mempunyai persarafan autonom dan tidak peka terhadap rangsang nyeri. Sistem limfe
dari rektum mengalirkan isinya melalui pembuluh limfe sepanjang pembuluh
hemorrhoidalis superior ke arah kelenjar limfe paraaorta melalui kelenjar limfe iliaka
interna, sedangkan limfe yang berasal dari kanalis analis mengalir ke arah kelenjar
limfe inguinal.
Vascularisasi terdiri dari arteri hemoroidalis superior yang merupakan cabang
langsung a. mesenterica inferior. Arteri hemoroidalis medialis merupakan

10

percabangan anterior a. ilica interna. Arteri hemoroidalis inferior adalah cabang dari
a. pudenda interna. Perdarahan di plexus hemorroidalis merupakan kolateral luas dan
kaya sekali darah sehingga perdarahan dari hemorroid interna menghasilkan darah
segar yang berwarna merah dan bukan darh vena warna kebiruan.
Kembalinya darah dari anal kanal melalui dua sistem, yaitu melalui portal dan
sistemik. Hubungan antara kedua sistem ini terjadi pada linea dentata. Pleksus vena
dan sinusoid di bawah linea dentata membentuk hemoroid eksterna, mengalirkan
darah melalui vena rektal inferior menuju vena pudendal yang merupakan cabang dari
vena iliaka internal. Jaringan pada hemoroid eksterna ini sensitif terhadap nyeri,
panas, regangan, dan suhu karena diinervasi secara somatik. Pembuluh darah
subepitelial dan sinus-sinus di atas linea dentata membentuk hemoroid interna, dialiri
darah dari vena rektal media menuju ke vena iliaka interna. Bantalan vaskular di
dalam anal kanal berkontribusi terhadap kontinensi anal dan berfungsi melindungi
sfingter anal. Bantalan ini juga membantu penutupan lengkap dari anus, yang lebih
jauh akan membantu dalam kontinensia. Saat seseorang batuk, bersin, atau
mengedan, bantalan ini akan mengembang dan menutupi anal kanal untuk mencegah
kebocoran feses saat terjadi peningkatan tekanan intrarektal. Bantalan vaskular ini
memberikan informasi sensoris yang memungkinkan seseorang membedakan cairan,
benda padat, dan gas.
C. Etiologi dan Patofisiologi

11

Darah yang berasal dari pleksus Hemorrhoidalis akan dialirkan ke vena


mesenterika inferior, kemudian ke vena porta masuk ke hepar. Hemorrhoid timbul
akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran balik dari vena
Hemorrhoidalis. Beberapa penyebab terjadinya pelebaran pleksus Hemorrhoidalis
antara lain, yaitu:
1. Karena bendungan sirkulasi portal akibat kelainan organik:
- Hepar pada sirosis hepatis
Fibrosis jaringan akan meningkatkan resistensi aliran vena ke hepar
sehingga terjadi hipertensi portal, maka akan terbentuk kolateral antara lain
ke esofagus dan pleksus Hemorrhoidalis.
- Bendungan vena porta, misal akibat trombosis.
- Tumor intra abdomen, terutama di daerah pelvis yang menekan vena
sehingga aliran terganggu, misal tumor ovarium, tumor rektum, dan
sebagainya.
2.

Idiopatik, tidak jelas asalnya kelainan organik, hanya ada faktor-faktor yang
mempengaruhi timbulnya Hemorrhoid, antara lain :
- Keturunan / herediter

12

Dalam hal ini yang menurun adalah kelemahan dinding pembuluh darah dan
bukan Hemorrhoidnya.
- Anatomi
Vena di daerah anorektal dan pleksus Hemorrhoidalis kurang mendapat
sokongan otot dan fasia di sekitarnya sehingga darah mudah kembali,
menyebabkan tekanan di pleksus Hemorrhoidalis.
- Pekerjaan
Orang yang pekerjaannya banyak berdiri atau duduk lama atau harus
mengangkat barang berat, gaya gravitasi akan mempengaruhi timbulnya
Hemorrhoid, misalnya polosi lalu lintas, ahli bedah, dan lain-lain.
- Umur
Pada umur tua timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh juga otot
spingter menjadi tipis dan atonis.
- Endokrin
Pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus.
D. Gejala Klinis

13

Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemorroid akibat trauma oleh


feses yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur
dengan feses, dapat hanya berupa garis pada feses sampai perdarahan terlihat menetes
atau kadang megalir deras. Perdarahan hemorroid yang berulang dapat berakibat
timbulnya anemia.
Nyeri yang hebat jarang sekali ada hubungannya dengan hemorroid interna, jika
timbul nyeri pada hemorroid interna berarti ada peradangan. Rasa nyeri biasanya
hanya timbul ada hemorroid externa degan trombosis. Hemorroid yang membesar
secara perlahan-lahan akan menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap awal
penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul reduksi spontan sesudah
selesai defeksi. Pada tahap lanjut hemorroid perlu didorong kembali setelah defekasi
dan pada akhinya menjadi bentuk yang mengaami prolaps menetap. Keluarnya mukus
dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri hemorroid yang mengalami
prolaps menetap.
Hemorroid eksterna terlihat berupa penonjolan berkulit epitel berkeratin (skin
tags), dapat mengganggu higiene perianal, dan menyebabkan gejala gejala seperti
pruritus ani dan ekskoriasi serta trombosis yang nyeri. Iritasi kulit perianal dapat
menimbulkan rasa gatal. Hal ini disebabkan oleh kelembaban yang terus-menerus dan
rangsangan mukus. Selain itu penderita hemorroid sering mengeluh adanya rasa
mengganjal setelah BAB, sehingga menimbulkan kesan proses BAB belum berakhir,
sehingga membuat seseorang mengejan lebih kuat yang justru akan memperparah
hemorroid.

14

E. Klasifikasi
Hemoroid dapat diklasifikasikan menurut letaknya terhadap linea dentata, garis
yang membatasi transisi dari epitel skuamosa di bawahnya dengan epitel kolumnar di
atasnya.
Hemoroid interna berada di atas linea dentata, ditutupi oleh epitel trasisional
dan kolumnar. Sedangkan hemoroid eksterna berada di bawah linea dentata, ditutupi
oleh epitel skuamosa. Karena jaringan yang menutupi hemorroid interna ini
dipersarafi oleh saraf visera, jaringan ini tidak sensitive terhadap nyeri, suhu, atau
sentuhan yang membuat lebih mudah untuk dilakukan prosedur pemeriksaan fisik.
a) Hemorrhoid Eksterna
Hemorrhoid

ekterna

merupakan

pelebaran

dan

penonjolan

fleksus

Hemorrhoid inferior terdapat disebelah distal garis mukokutan di dalam jaringan


dibawah epitel anus.
Merupakan Hemorrhoid yang timbul pada daerah yang dinamakan anal
verge, yaitu daerah ujung dari anal kanal (anus). Hemorrhoid jenis ini dapat
terlihat dari luar tanpa menggunakan alat apa-apa. Biasanya akan menimbulkan
keluhan nyeri. Dapat terjadi pembengkakan dan iritasi. Jika terjadi iritasi, gejala
yang ditimbulkan adalah berupa gatal. Hemorrhoid jenis ini rentan terhadap
trombosis (penggumpalan darah). Jika pembuluh darah vena pecah yang

15

mengalami kelainan pecah, maka penggumpalan darah akan terjadi sehingga akan
menimbulkan keluhan nyeri yang lebih hebat.
b) Hemorrhoid Interna
Hemorrhoid interna adalah pleksus vena Hemorrhoidalis superior di atas
garis mukokutan dan ditutupi oleh mukosa. Hemorrhoid interna ini merupakan
bantalan vascular di dalam jaringan submukosa pada rectum sebelah bawah.
Sering Hemorrhoid terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan, kanan
belakang, dan kiri lateral.
Hemorrhoid interna merupakan Hemorrhoid yang muncul didalam rektum.
Biasanya Hemorrhoid jenis ini tidak nyeri. Jadi kebanyakan orang tidak menyadari
jika mempunyai Hemorrhoid ini. Perdarahan dapat timbul jika mengalami iritasi.
Perdarahan yang terjadi bersifat menetes. Jika Hemorrhoid jenis ini tidak
ditangani, maka akan menjadi prolapsed dan strangulated hemorrhoids.
Hemorrhoid interna dapat dikelompokkan menjadi :
- Grade I

Hemorrhoid tidak keluar dari rektum.


- Grade II :

16

Hemorrhoid prolaps (keluar dari rektum) pada saat mengedan, namun dapat masuk
kembali secara spontan.
- Grade III :
Hemorrhoid prolaps saat mengedan, namun tidak dapat masuk kembali secara
spontan, harus secara manual (didorong kembali dengan tangan).
- Grade IV :
Hemorrhoid mengalami prolaps namun tidak dapat dimasukkan kembali.
F. Penatalaksanaan
1. Terapi Non Medikamentosa
Manipulasi diet dan mengatur kebiasaan. Diit tinggi serat,bila perlu
diberikan supplemen serat, atau obat yang memperlunak feses (bulk forming
cathartic).

Menghindarkan

mengedan

berlama-lama

pada

saat

defekasi.

Menghindarkan diare karena akan menimbulkan iritasi mukosa yang mungkin


menimbulkan ekaserbasi penyakit. Defekasi yang lama, baik karena konstipasi
atau diare akan mengakibatkan terjadinya hemoroid. Oleh karena itu, tujuan utama
terapi hemoroid adalah meminimalisir mengerasnya feses dan mengurangi
mengejan saat defekasi. Ini biasanya dapat dicapai dengan menambah jumlah
cairan dan serat pada makanan sehari-hari.

17

Direkomendasikan untuk mengkonsumsi serat tidak larut sebanyak 25-30


gram per hari. Terapi konservatif ditujukan pada hemoroid derajat I dan II.
Hemoroid yang sudah mengalami prolaps membutuhkan intervensi bedah, tetapi
semua pasien seharusnya dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen serat.
Suplemen serat menurunkan kejadian perdarahan dan mengurangi rasa tidak
nyaman pada pasien dengan hemoroid internal tetapi tidak memperbaiki prolaps
yang sudah terjadi. Suplemen serat juga dapat mengurangi keluhan hemoroid nonprolaps tetapi ini membutuhkan waktu enam minggu untuk mendapatkan hasil
yang signifikan. Pasien juga disarankan untuk mengurangi kebiasaan sering
mengejan dan membaca di toilet.
Metode Sitz bath merupakan metode mandi di mana pinggul dan pantat
direndam di dalam air hangat dengan suhu 40C untuk mendapatkan efek
terapeutik uap hangat pada perianal dan anal. Tidak perlu menambahkan apapun
pada air hangat yang digunakan. Isi bak mandi dengan air hangat lalu duduk
berendam selama 10- 15 menit, ulangi sesering mungkin. Jangan menggunakan air
panas karena dapat menimbulkan luka pada jaringan perianal dan anal. Metode sitz
bath ini digunakan untuk anal hygiene dan untuk merelaksasikan otot dasar
panggul yang spastik untuk meredakan nyeri.
2. Terapi Medikamentosa
Terapi medik diberikan pada penderita hemorroid derajat 1 atau 2. Obat
antiinflammasi seperti steroid topikal jangka pendek dapat diberikan untuk

18

mengurangi udem jaringan karena inflammasi. Antiinflammasi ini biasanya


digabungkan dengan anestesi lokal, vasokonstriktor, lubricant, emollient dan zat
pembersih perianal. Obat-obat ini tidak akan berpengaruh terhadap hemorroidnya
sendiri, tetapi akan mengurangi inflammasi, rasa nyeri/tidak enak dan rasa gatal.
Penggunaan steroid ini bermanfaat pada saat ekaserbasi akut dari hemorroid
karena bekerja sebagai antiinflammasi, antipruritus dan vasokonstriktor. Walaupun
demikian pemakaian jangka panjang malah menjadi tidak baik karena menimbulkan
atrofi kulit perianal yang merupakan predisposisi terjadinya infeksi. Demikian pula
obat yang mengandung anestesi lokal perlu diberikan secara hati-hati karena sering
menimbulkan reaksi buruk terhadap kulit/mukosa.
Obat flebotonik seperti Daflon atau preparat rutacea dapat meningkatkan tonus
vena sehingga mengurangi kongesti. Daflon merupakan obat yang dapat
meningkatkan dan memperlama efek noradrenalin pada pembuluh darah.
3. Terapi Non Operatif
Penatalaksanaan minimal invasive dilakukan bila pengobatan non farmakologis,
farmakologis tidak berhasil atau penderita yang belum mau dilakukan operasi. Paling
optimal cara ini dilakukan pada penderita hemorroid derajat 2 atau 3.
a. Scleroteraphy (Injeksi phenol oil , phenogloban, aectocxy sclerol)

19

Skeloterapi adalah penyuntikan larutan kimia yang merangsang. Misalnya


5% fenol dalam minyak nabati. Penyuntikan diberikan ke sub mukosa di dalam
jaringan aerolar yang longgar di bawah Hemorrhoid interna dengan tujuan
menimbulkan peradangan steril yang kemudian menjadi fibrotic dan meninggalkan
parut. Penyuntikan dilakukan disebelah atsa garis mukokutan dengan jarum yang
panjang melalui anoskop. Apabila penyuntikan dilakukan pada tempat yang tepat
maka tidak akan menimbulkan rasa nyeri.
b.

Rubber Band Ligation ( Ligasi dengan karet ) menurut Barron


Dengan bantuan anoskop, mukosa diatas Hemorrhoid yang menonjol dijepit
dan ditarik ata diisap ke dalam tabung ligator khusus. Gelang karet didorong dari
ligator dan ditempatkan secara rapat di sekeliling mukosa pleksus Hemorrhoidalis
tersebut. Nekrosis karena iskemia akan terjadi dalam beberapa hari. Mukosa
bersama karet akan lepas sendiri.

c.

Infra Red Coagulation (IRC)


Inframerah Coagulasi (IRC) adalah pengobatan yang paling banyak
digunakan untuk Hemorrhoid dan lebih disukai dari pada metode lain karena
cepat, baik ditoleransi oleh pasien, dan hampir bebas masalah. Sebuah probe kecil
dikontakan pada Hemorrhoid. Kemudian cahaya Infrared di expos pada jaringan
tersebut selama sekitar satu detik. Pembuluh darah ini akan menggumpal dan
menyebabkan Hemorrhoid tersebut menyusut. Pasien mungkin merasakan sensasi

20

panas yang sangat singkat, tetapi umumnya tidak menyakitkan. Oleh karena itu
anestesi biasanya tidak diperlukan.
d. Krioterapi/Bedah Beku
Sebagian dari mukosa anus dibekukan dengan nitrogen cair,dalam beberapa
hari terjadi nekrosis,kemudian sklerosis dan fiksasi mukosa pada lapisan otot.
e. Bipolar Coagulation/Diatermi Bipolar
Prinsip dari cara-cara ini hampir sama yaitu nekrosis lokal karena
panas,terjadi nekrosis, fibrosis/sklerosis dan fiksasi mukosa pada jaringan otot
dibawahnya.
f. Hemorrhoidolysis/Galvanic Electrotherapy
Merupakan tindakan pemotongan wasir dengan menggunakan arus listrik.
4. Terapi Operatif
1) Hemorrhoidektomi Konvensional
a. Teknik Milligan Morgan (Hemorroidektomi terbuka)
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat utama. Basis
massa hemoroid tepat diatas linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan
diretraksi dari rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal

21

terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah pemasangan jahitan


melalui otot sfingter internus. Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap
hemoroid eksterna. Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan
tunika mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus, yang
dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya.
Hemoroid dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan
transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi. Setelah
mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus ditutup secara
longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana. Striktura rektum dapat
merupakan komplikasi dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak.
Sehingga lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu
banyak jaringan.
b. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini yaitu
dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan mukosa dari
submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler terhadap mukosa daerah itu. Lalu
mengusahakan kontinuitas mukosa kembali.
c. Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier dengan klem.
Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat gut chromic no 2/0.

22

Kemudian eksisi jaringan diatas klem. Sesudah itu klem dilepas dan jepitan
jelujur di bawah klem diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya
mudah dan tidak mengandung resiko pembentukan jaringan parut sekunder
yang biasa menimbulkan stenosis.
2) Hemorrhoidektomi Stapler
Cara lain mengatasi penyakit hemoroid adalah dengan penggunaan alat
stapler.

Cara

ini

tidak

mengganggu

jaringan

hemoroid

dengan

cara

hemorrhoidopexy longo diciptakan suatu anastomosis mukosa ke mukosa dengan


mengeksisi submukosa di proksimal Linea Dentata. Oleh karena eksisi ini
dilakukan di atas Linea Dentata, maka tidak terjadi nyeri seperti nyeri yang
ditimbulkan oleh eksisi jaringan hemoroid konvensional di anodem yang diliputi
syarafsomatis. Saat ini, PPH belum menggeser peranan hemoroidektomi
konvensional ataupun rubber band lagition, hal ini terutama dikarenakan biaya alat
yang mahal.
3)

Hemorroidektomi Laser
Tehnik hemoroidektomi dengan menggunakan Laser CO2. Secara umum,
keuntungan penggunaan Laser adalah tidak terjadinya asap, uap air, atau bunga api
yang akan mengganggu pandangan operator pembedahan; Laser memotong
dengan menimbulkan perdarahan yang minimal (ini adalah keuntungan Laser yang
paling utama); Laser juga menimbulkan kerusakan minimal terhadap jaringan di

23

sekitarnya, hingga luka lebih mudah sembuh dibandingkan bila dipotong dengan
kauter.
G. Komplikasi
- Inkontinensia.
- Nyeri luka operasi.
- Perdarahan fistula & abses.
- Operasi: Infeksi dan edema pada luka bekas sayatan yang dapat menyebabkan
fibrosis.
- Non Operasi: Bila mempergunakan obat-obat flebodinamik dan sklerotika dapat
menyebabkan striktur ani.
H. Prognosa
Prognosa hemorrhoid tergantung dari jenis hemorrhoid itu sendiri. Pada
dasarnya prognosanya adalah baik. Hemorrhoid interna grade I dan II dengan
terapi perubahan gaya hidup dan medikamentosa pada umumnya baik. Untuk
hemorrhoid interna grade III dan IV dengan perubahan gaya hidup,
medikamentosa, dan operatif juga memberikan prognosa yang baik.

24

DAFTAR PUSTAKA
1.

Jong WD. 2005. Usus halus, appendiks, colon, dan rectum. Buku Ajar Ilmu
Bedah Edisi 2: 672-675. Jakarta: EGC.
2. Jusi D & Dahlan M. 1995. Ilmu Bedah FKUI/RSCM Hemorrhoid Sub Bab
Bedah Vaskuler Dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah: 226-271. Jakarta :
Binarupa Aksara

25

3. Acheson GA. 2008. Scholefield JH. Management of Hemorrhoid. BJM: 336,


380-383
4. Dardjat M.T & Achijkat A.K. 1997. Hemorrhoid Sub Bab Bedah Digestif,
dalam Kumpulan Kuliah Bedah Khusus: 5-10. Jakarta: Aksara Medisina.
5. Kapita selekta Kedokteran Jilid 2:321-323. 2000. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
6. Grace P.,Borley N. 2005. At a glance Ilmu Bedah Edisi ketiga hal 114-115.
Jakarta: Erlangga.

26

27

You might also like