Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5- 15% penyulit kehamilan dan
merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu
bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga
masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh
perawatan dalam persalinan masih ditangani oleh petugas non medis dan sistem
rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh
semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi
dalam kehamilan harus benar- benar dipahami oleh semua tenaga medis baik di
pusat maupun di daerah (Prawirohardjo, 2008).
Asma adalah salah satu kondisi medis yang paling umum yang
mempengaruhi hidup wanita usia reproduksi (Daftary & Desay, 2008). Asma
merupakan kondisi medis yang serius berpotensi umum dapat mempersulit sekitar
4-8% dari kehamilan (ACOG, 2008). Rey dan Boulet pada tahun 2007
mendapatkan prevalensi wanita hamil dengan asma antara 3,4 - 12,4% (Subijanto,
2008). Keparahan pasien dengan asma selama kehamilan sangat bervariasi. Pada
sekitar sepertiga wanita asma menjadi lebih buruk, dalam satu sepertiga lainnya
menjadi kurang parah dan dalam sepertiga yang tersisa itu tetap tidak berubah
selama kehamilan (Manju & Hemali, 2014).
Pada pasien yang memiliki gejala asma, minggu kehamilan ke- 24 sampai
36 cenderung menjadi yang paling sulit. Hanya 10% dari wanita akan mengalami
eksaserbasi asma selama persalinan dan melahirkan, dan keparahan cenderung
untuk kembali ke semula setelah 3 bulan postpartum (Daftary & Desay, 2008).
Berdasarkan penelitian selama abad ke-20 menunjukkan bahwa pada
keparahan asma yang meningkat keluaran bayi dapat lebih buruk dan dengan
manajemen asma agresif keluaran bayi biasanya baik (Daftary & Desay, 2008).
B. Tujuan
Tujuan dari penyusunan presentasi kasus ini adalah :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
1. TERMINOLOGI
Terminologi yang dipakai adalah
a. Hipertensi dalam kehamilan, atau
b. Preeklampsia eklampsia (Prawirohardjo, 2008).
2. KLASIFIKASI
Pembagian klasifikasi berdasarkan Report of The
dulu
hipertensi
dalam
(Prawirohardjo, 2008).
Radikal hidroksil akan
kehamilan
disebut
merusak membrane
toxemia
sel,
yang
khususnya
peroksida
lemak
meningkat,
sedangkan
sel
endotel.
Kerusakan
membrane
sel
endotel
produksi
prostasiklin
(PGE2),
suatu
vasodilatator
kuat
(Prawirohardjo, 2008).
b). Agregasi sel- sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi el trombosit ini adalah untuk menutup tempattempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregari
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vaskonstriktor
kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar prostasiklin/
tromboksan
lebih
tinggi
kadar
prostasiklin
(lebih
tinggi
NO
(vasodilatator)
menurun,
sedangkan
endotelin
peka
terhadap
bahan
vasopresor. Banyak
peneliti
telah
inflamasi
intravaskular
pada
kehamilan
yang
biasanya
10
11
F
E
V
=
f
o
r
c
e
12
d
e
x
p
i
r
a
t
o
r
y
v
o
l
u
m
e
,
F
V
C
=
f
o
r
c
e
d
v
i
t
a
l
c
a
p
a
13
c
i
t
y
.
P
A
T
O
F
I
S
I
O
L
O
G
I
As
ma
me
rup
aka
n
infl
am
asi
kro
nik
sal
ura
n
nap
14
as.
Ber
bag
ai
sel
infl
am
asi
ber
per
an
ter
uta
ma
sel
ma
st,
eos
ino
fil,
sel
lim
fosi
t T,
ma
kro
fag
,
neu
trof
15
il
dan
sel
epit
el.
Fak
tor
lin
gku
nga
n
dan
ber
bag
ai
fak
tor
lain
ber
per
an
seb
aga
i
pen
yeb
ab
ata
u
pen
16
cet
us
infl
am
asi
sal
ura
n
nap
as
pad
a
pen
der
ita
as
ma.
Infl
am
asi
ter
dap
at
pad
a
ber
bag
ai
der
ajat
17
as
ma
bai
k
pad
a
as
ma
inte
rmi
ten
ma
upu
n
as
ma
per
sist
en.
Infl
am
asi
dap
at
dite
mu
kan
pad
a
ber
18
bag
ai
ben
tuk
as
ma
sep
erti
as
ma
aler
gik
,
as
ma
non
aler
gik
,
as
ma
ker
ja
dan
as
ma
yan
g
dic
etu
19
ska
n
asp
irin
.
IN
FL
A
M
AS
I
AK
UT
Pen
cet
us
ser
ang
an
as
ma
dap
at
dis
eba
bka
n
ole
h
sej
20
um
lah
fak
tor
ant
ara
lain
aler
gen
,
vir
us,
irit
an
yan
g
dap
at
me
ngi
ndu
ksi
res
pon
s
infl
am
asi
aku
t
21
yan
g
ter
diri
ata
s
rea
ksi
as
ma
tipe
cep
at
dan
pad
a
sej
um
lah
kas
us
dii
kut
i
rea
ksi
as
ma
tipe
lam
22
bat.
Re
aks
i
As
ma
Tip
e
Ce
pat
Ale
rge
n
aka
n
teri
kat
pad
a
IgE
yan
g
me
ne
mp
el
pad
a
sel
ma
23
st
dan
terj
adi
deg
ran
ula
si
sel
ma
st
ters
ebu
t.
De
gra
nul
asi
ters
ebu
t
me
nge
lua
rka
n
pre
for
me
d
24
me
dia
tor
sep
erti
hist
ami
n,
pro
tea
se
dan
ne
wly
ge
ner
ate
d
me
dia
tor
sep
erti
leu
kot
rin,
pro
sta
gla
ndi
25
n
dan
PA
F
yan
g
me
nye
bab
kan
kon
tra
ksi
oto
t
pol
os
bro
nku
s,
sek
resi
mu
kus
dan
vas
odi
lata
si.
Re
26
aks
i
Fas
e
La
mb
at
Re
aks
i
ini
tim
bul
ant
ara
6-9
jam
set
ela
h
pro
vok
asi
aler
gen
dan
mel
ibat
kan
pen
27
ger
aha
n
sert
a
akti
vas
i
eos
ino
fil,
sel
T
CD
4+,
neu
trof
il
dan
ma
kro
fag
.
IN
FL
A
M
AS
I
28
KR
ON
IK
Ber
bag
ai
sel
terl
ibat
dan
tera
kti
vas
i
pad
a
infl
am
asi
kro
nik
.
Sel
ters
ebu
t
iala
h
lim
fosi
29
t T,
eos
ino
fil,
ma
kro
fag
,
sel
ma
st,
sel
epit
el,
fibr
obl
ast
dan
oto
t
pol
os
bro
nku
s.
Li
mf
osit
T
Li
30
mf
osit
T
yan
g
ber
per
an
pad
a
as
ma
iala
h
lim
fosi
t TCD
4+
sub
tipe
Th
2).
Li
mf
osit
T
ini
ber
per
31
an
seb
aga
i
orc
hes
tra
infl
am
asi
sal
ura
n
nap
as
den
gan
me
nge
lua
rka
n
sito
kin
ant
ara
lain
IL3,
IL-
32
4,I
L5,
IL13
dan
G
MCS
F.
Int
erle
uki
n-4
ber
per
an
dal
am
me
ngi
ndu
ksi
Th
0
ke
ara
h
Th
2
33
dan
ber
sa
ma
sa
ma
IL13
me
ngi
ndu
ksi
sel
lim
fosi
t B
me
nsi
nte
sis
IgE
.
IL3,
IL5
sert
a
G
34
MCS
F
ber
per
an
pad
a
mat
ura
si,
akti
vas
i
sert
a
me
mp
erp
anj
ang
ket
aha
nan
hid
up
eos
ino
fil.
Epi
35
tel
Sel
epit
el
yan
g
tera
kti
vas
i
me
nge
lua
rka
n
a.l
15HE
TE,
PG
E2
pad
a
pen
der
ita
as
ma.
Sel
epit
36
el
dap
at
me
nge
ksp
resi
me
mb
ran
ma
rke
rs
sep
erti
mo
lek
ul
adh
esi,
end
oth
elin
,
nit
ric
oxi
de
syn
tha
37
se
sito
kin
ata
u
khe
mo
kin
.
Epi
tel
pad
a
as
ma
seb
agi
an
me
nga
lam
i
she
edi
ng
Me
kan
ism
e
terj
38
adi
nya
ma
sih
dip
erd
eba
tka
n
teta
pi
dap
at
dis
eba
bka
n
ole
h
eks
uda
si
pla
sm
a,
eos
ino
phi
l
gra
39
nul
e
pro
tei
n
oxy
ge
n
fre
erad
ica
l
TN
Falfa
,
ma
stcel
l
pro
teo
lyti
c
enz
ym
dan
met
alo
40
pro
tea
se
sel
epit
el.
EO
SI
NO
FI
L
Eos
ino
fil
jari
nga
n
(tis
sue
eos
ino
phi
l)
kar
akt
eris
tik
unt
uk
as
41
ma
teta
pi
tida
k
spe
sifi
k.
Eos
ino
fil
yan
g
dite
mu
kan
pad
a
sal
ura
n
nap
as
pen
der
ita
as
ma
ada
lah
42
dal
am
kea
daa
n
tera
kti
vas
i.
Eos
ino
fil
ber
per
an
seb
aga
i
efe
kto
r
dan
me
nsi
nte
sis
sej
um
lah
sito
43
kin
ant
ara
lain
IL3,
IL5,
IL6,
G
MCS
F,
TN
Falfa
sert
a
me
diat
or
lipi
d
ant
ara
lain
LT
C4
dan
44
PA
F.
Seb
alik
nya
IL3,
IL5
dan
G
MCS
F
me
nin
gka
tka
n
mat
ura
si,
akti
vas
i
dan
me
mp
erp
anj
45
ang
ket
aha
nan
hid
up
eos
ino
fil.
Eos
ino
fil
yan
g
me
nga
ndu
ng
gra
nul
pro
tein
iala
h
eos
ino
phi
l
cat
ion
46
ic
pro
tei
n
(E
CP
),
ma
jor
bas
ic
pro
tei
n
(M
BP
),
eos
ino
phi
l
per
oxi
das
e
(EP
O)
dan
eos
ino
47
phi
l
der
ive
d
ne
uro
tox
in
(E
DN
)
yan
g
tok
sik
ter
had
ap
epit
el
sal
ura
n
nap
as.
Sel
Ma
st
Sel
48
ma
st
me
mp
uny
ai
res
ept
or
IgE
den
gan
afi
niti
yan
g
tin
ggi
.
Cr
oss
lin
kin
g
res
ept
or
IgE
den
49
gan
fa
cto
rs
pad
a
sel
ma
st
me
nga
ktif
kan
sel
ma
st.
Ter
jadi
deg
ran
ula
si
sel
ma
st
yan
g
me
nge
lua
50
rka
n
pre
for
me
d
me
dia
tor
sep
erti
hist
ami
n
dan
pro
tea
se
sert
a
ne
wly
ge
ner
ate
d
me
dia
tor
s
51
ant
ara
lain
pro
sta
gla
ndi
n
D2
dan
leu
kot
rin.
Sel
ma
st
jug
a
me
nge
lua
rka
n
sito
kin
ant
ara
lain
TN
F-
52
alfa
,
IL3,
IL4,
IL5
dan
G
MCS
F.
53
Tab
2.2.
kan
ism
infl
aku
54
dan
pad
dan
ing
Tab
2.3.
bun
gan
55
infl
aku
infl
dan
ing
den
gan
nis
56
Tab
2.4.
Thdan
EM
pad
oge
57
ma
F
A
K
T
O
R
R
I
S
I
K
O
58
59
5. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
Diagnosis asma pada pasien hamil pada umumnya sama dengan pasien
tidak hamil. Asma biasanya memiliki karakteristik gejala (mengi, chest cough,
sesak napas, nafas pendek), intensitas berfluktuasi, memburuk pada malam
hari, dan adanya pemicu (misalnya alergen, latihan, infeksi). Mengi pada
auskultasi akan mendukung diagnosis, tetapi tidak adanya mengi tidak
mengecualikan diagnosis (ACOG, 2008).
Idealnya, diagnosis asma akan dikonfirmasi dengan menunjukkan
obstruksi jalan napas pada spirometri yang setidaknya sebagian reversibel
(lebih besar dari peningkatan 12% pada FEV1 setelah bronchodilator).
Namun, obstruksi jalan napas reversibel mungkin tidak dibuktikan pada
beberapa pasien dengan asma (ACOG, 2008).
6. PENGARUH ASMA PADA KEHAMILAN
Kehamilan ditandai dengan toleransi imunologi (kekebalan fisiologis)
yang menumpulkan respon imun maternal terhadap antigen paternal
diungkapkan oleh janin. Kehamilan fisiologis telah digambarkan sebagai Th2
dominasi, dan studi saat ini menunjukkan bahwa regulasi sel-sel T
berkembang
biak
(Tregs)
mungkin
memiliki
peran
penting
dalam
60
dalam sel CD4 dan CD8 T yang lebih besar, dan jumlah pembunuh alami T
(NKT) sel meningkat baik dalam asma tidak hamil dan dalam pasien hamil
yang sehat (dibandingkan dengan kontrol yang sehat yang tidak hamil), tetapi
dalam penderita asma hamil yang terkontrol baik, ada aktivasi limfosit lanjut
yang diamati menunjukkan bahwa efek imunosupresif tanpa komplikasi
kehamilan dapat menumpulkan aktivasi limfosit yang mencirikan asma. Di
sisi lain, dalam penelitian Tamasi sebelumnya sejumlah besar interferon (IFN)
- memproduksi sel terdeteksi dalam darah perifer diperoleh dari ibu hamil
dengan asma tidak dikontrol dan korelasi negatif yang signifikan terungkap
antara jumlah IFN- T positif -cells dan berat lahir bayi yang baru lahir,
menunjukkan retardasi pertumbuhan. Selain itu, mengingat penanda inflamasi
lainnya, protein heat shock (Hsp) -70, tingkat sirkulasi lebih tinggi terdeteksi
pada wanita asma hamil dibandingkan pada wanita hamil yang sehat. Berat
lahir janin lebih rendah pada kehamilan dengan komplikasi asma,
menunjukkan hubungan antara respon imun penderita asma dan perubahan
pertumbuhan janin berubah. Selain itu, efek samping yang mungkin akibat
peradangan asma pada kehamilan, dalam penelitian yang baru dari 13,100
penderita asma hamil, 35% peningkatan risiko kematian perinatal diamati
pada kehamilan wanita dengan asma. Faktor-faktor utama yang berkontribusi
terhadap meningkatnya angka kematian perinatal ini mungkin obesitas ibu dan
merokok, serta asma tidak terkontrol. Studi lain yang baru, menunjukkan ibu
hamil dengan didiagnosis dokter dengan asma, dievaluasi kontrol asma
mereka berulang kali selama kehamilan berdasarkan frekuensi gejala dan
gangguan dengan kegiatan sehari-hari dan tidur, dan melaporkan rawat inap
dan kunjungan klinik terjadwal untuk eksaserbasi asma. Menurut hasil
penelitian, kejadian kelahiran prematur lebih tinggi pada pasien dengan asma
dengan kontrol yang tidak memadai, gejala selama trimester pertama
kehamilan dibandingkan dengan pasien dengan kontrol asma yang memadai,
dan pasien yang dirawat di rumah sakit untuk asma selama kehamilan
memiliki insiden yang lebih tinggi kelahiran prematur dibandingkan pada
61
wanita asma tanpa riwayat rawat inap. Jadi mungkin ada risiko kelahiran
prematur yang ditimbulkan oleh asma ibu yang tidak terkontrol. Asma ibu
juga dikenal sebagai faktor risiko untuk pengembangan asma pada anak-anak
(Tamasi, 2010).
7. PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP JALANNYA ASMA
Kehamilan juga memiliki efek pada kasus asma. Asma membaik pada
sepertiga kasus selama kehamilan, stabil pada sepertiga kasus, dan memburuk
pada sepertiga dari wanita hamil. Asma yang lebih parah sebelum kehamilan
merupakan risiko yang lebih tinggi memburuk selama kehamilan dan ada
hubungan antara kondisi asma saat ini dengan selama kehamilan berikutnya.
Kualitas asma pada awal kehamilan berhubungan dengan morbiditas asma
selama kehamilan berikutnya.
Keparahan gejala asma selama kehamilan juga dapat dipengaruhi oleh
jenis kelamin janin. Gejala asma yang memburuk dan insiden yang lebih
tinggi adanya hambatan pertumbuhan dalam kandungan diamati pada
penderita asma hamil dengan janin perempuan. Di sisi lain, obesitas juga
dikaitkan dengan peningkatan risiko eksaserbasi asma selama kehamilan.
Selain itu, obesitas ibu tanpa pengaruh asma juga meningkatkan risiko untuk
hasil perinatal yang merugikan (preeklamsia, diabetes gestasional, retardasi
janin intrauterine dan kematian janin). Namun, mekanisme imunologi yang
mendasari perubahan jalannya asma selama kehamilan atau memprediksi
biomarker memburuk sebagian besar tidak diketahui (Tamasi, 2010).
8. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi asma pada kehamilan adalah menjaga oksigenasi
yang memadai pada janin dengan mencegah episode hipoksia pada ibu.
Manajemen optimal asma selama kehamilan mencakup pemantauan fungsi
paru-paru, menghindari atau mengendalikan pemicu asma, mendidik pasien,
dan terapi farmakologis individu untuk mempertahankan fungsi paru normal
(ACOG, 2008).
62
PENILAIAN ASMA
a. Dianjurkan evaluasi rutin fungsi paru pada wanita hamil dengan asma
persisten. Untuk penilaian fungsi paru selama kunjungan rawat jalan
dengan menggunakan spirometri akan lebih baik, tetapi pengukuran arus
puncak ekspirasi dengan peak flow meter juga sudah cukup. Pasien
dengan gejala yang memburuk harus dievaluasi dengan pengukuran aliran
puncak dan auskultasi paru-paru.
b. Pada pasien yang tidak minum obat asma, hal ini berguna untuk menilai
kerusakan paru berdasarkan klasifikasi keparahan. Pasien dengan dua atau
lebih episode gejala eksaserbasi membutuhkan penggunaan kortikosteroid
oral dalam 12 bulan sebelumnya, selain itu juga harus dipertimbangkan
pasien memiliki asma persisten.
c. Pada pasien yang minum obat asma, hal ini berguna untuk menilai kontrol
penyakit asma. Menilai perbaikan pasien asma dapat dengan cara
menentukan frekuensi gejala siang hari, gejala nokturnal, pembatasan
aktivitas, frekuensi terapi penyembuhan, dan penilaian FEV1. Penilaian
pada pasien hamil dengan asma juga harus mencakup pengaruh dari setiap
kehamilan sebelumnya pada keparahan asma atau bagaimana kontrolnya
karena hal ini dapat memprediksi jalannya asma selama kehamilan
berikutnya.
d. Pada pasien dengan asma intermiten ringan (mild intermittent asthma),
tidak ada terapi pengendali/ kontrol yang diindikasikan. Penggunaan
kortikosteroid inhalasi adalah lini pertama obat pengendali untuk asma
persisten selama kehamilan. Untuk pasien dengan asma persisten ringan,
direkomendasikan penggunaan dosis rendah kortikosteroid inhalasi.
e. Untuk pasien dengan asma persisten sedang atau yang gejalanya tidak
terkontrol dengan penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis rendah, maka
diindikasikan dengan menggunakan dosis medium kortikosteroid inhalasi
atau dosis rendah kortikosteroid inhalasi dan long-acting -agonis.
f. Budesonide adalah kortikosteroid inhalasi yang disukai untuk digunakan
selama kehamilan. Namun, tidak ada data yang menunjukkan bahwa
63
sulfat
adalah
bronkodilator,
tapi
indometasin
dapat
64
makanan porsi kecil, tidak makan dalam waktu 2-3 jam sebelum tidur,
dan menghindari pemicu makanan, bisa dianjurkan (ACOG, 2008).
b. Terapi Obat
1) Inhalasi short acting 2-agonis adalah terapi penyelamatan pilihan
untuk asma selama kehamilan. Inhalasi albuterol adalah pilihan
pertama, short acting 2-agonis untuk wanita hamil, meskipun agen
lain juga mungkin tepat. Secara umum, pasien harus menggunakan
hingga dua perlakuan inhalasi albuterol (2-6 tiupan) atau albuterol
nebulasi pada interval 20 menit untuk sebagian gejala ringan sampai
sedang; dosis yang lebih tinggi dapat digunakan untuk gejala
eksaserbasi parah.
2) Kortikosteroid inhalasi adalah lini pertama obat pengendali untuk
asma persisten selama kehamilan. Budesonide adalah kortikosteroid
inhalasi yang disukai untuk digunakan selama kehamilan.
3) Penggunaan long-acting 2-agonis adalah pilihan terapi tambahan
kontroller untuk asma selama kehamilan. Terapi ini harus ditambahkan
bila gejala pasien tidak terkontrol dengan penggunaan dosis medium
kortikosteroid inhalasi. Terapi tambahan alternative adalah teofilin
atau antagonis reseptor leukotrien (montelukast, zafirlukast). Namun,
penggunaan long-acting inhalasi -agonis lebih disukai karena telah
terbukti menjadi terapi tambahan yang lebih efektif pada pasien hamil
daripada leukotrien reseptor antagonis atau teofilin.
4) Untuk pasien yang gejalanya tidak terkontrol dengan baik dengan
penggunaan dosis medium kortikosteroid inhalasi dan long-acting 2agonis inhalasi, pengobatan harus maju ke dosis tinggi kortikosteroid
inhalasi dan long-acting 2-agonis inhalasi (salmeterol, satu isapan
dua kali sehari). Beberapa pasien dengan asma berat mungkin
memerlukan penggunaan kortikosteroid oral secara teratur untuk
mencapai kontrol asma yang memadai. Untuk pasien yang gejalanya
sangat tidak terkontrol, kortikosteroid oral mungkin diperlukan untuk
mencapai kontrol, bersama dengan langkah- langkah terapi (ACOG,
2008).
65
66
d. Untuk respon lengkap (FEV) atau PEFR pengukuran lebih besar dari atau
sama dengan 50% tetapi kurang dari 70%, gejala ringan atau sedang,
memerlukan disposisi / lanjutan perawatan di gawat darurat atau rumah
sakit.
e. Untuk pasien dengan respon yang buruk (FEV atau PEFR pengukuran
kurang dari 50%), rawat inap diindikasikan. Untuk pasien dengan respon
yang buruk dan gejala berat, mengantuk, kebingungan, atau tingkat PCO2
lebih dari 42 mm Hg, mengindikasikan masuk unit perawatan intensif
masuk dan dipertimbangkan untuk intubasi (ACOG, 2008).
MANAJEMEN PASIEN PULANG SETELAH EPISODE ASMA AKUT
a. Pasien yang dipulangkan setelah episode asma akut harus melanjutkan
pengobatan dengan 2-agonis short acting, 2-4 tiupan setiap 3-4 jam
sesuai kebutuhan.
b. Kortikosteroid oral harus dilanjutkan dengan dosis 40-60 mg dalam dosis
tunggal atau dua dosis terbagi selama 3-10 hari.
c. Kortikosteroid inhalasi harus dimulai atau dilanjutkan sampai diperiksa
ulang pada saat follow up medis (kontrol).
d. Follow up pasien rawat jalan harus diatur dalam waktu 5 hari sejak
kunjungan akut (ACOG, 2008).
ALERGI
a. Penggunaan imunoterapi alergen (suntikan alergi) telah terbukti efektif
dalam memperbaiki asma pada pasien dengan alergi. Namun, risiko
suntikan allergen adalah anafilaksis, terutama di awal perjalanan
imunoterapi ketika dosis sedang meningkat, dan anafilaksis selama
kehamilan telah dikaitkan dengan kematian ibu, kematian janin, atau
keduanya.
b. Pada pasien yang menerima dosis pemeliharaan immunoterapi, tidak
mengalami reaksi negatif terhadap suntikan dan tampak memiliki manfaat
klinis, kelanjutan imunoterapi dianjurkan. Pada pasien ini, pengurangan
dosis dapat dilakukan untuk lebih mengurangi kemungkinan anafilaksis.
c. Pertimbangan risiko dan manfaat biasanya tidak mendukung mulai
imunoterapi alergen selama kehamilan (ACOG, 2008).
67
PERAWATAN INTRAPARTUM
a. Penggunaan obat asma harus dapat dihentikan selama persalinan dan
melahirkan.
b. Pasien harus tetap terhidrasi dan harus menerima analgesia yang memadai
dalam rangka mengurangi risiko bronkospasme.
c. Wanita yang sedang menerima atau baru-baru ini menerima kortikosteroid
sistemik harus menerima pemberian intravena kortikosteroid (misalnya
hidrokortison 100 mg setiap 8 jam) selama persalinan dan 24 jam setelah
melahirkan untuk mencegah krisis adrenal.
d. Bedah caesar untuk eksaserbasi akut asma jarang diperlukan. Namun,
pengiriman dapat mengambil manfaat status pernapasan pasien dengan
asma stabil yang memiliki janin matang (ACOG, 2008)
MENYUSUI
a. Secara umum, hanya sejumlah kecil obat asma yang dapat masuk ke ASI.
The National Asthma Education and Prevention Program menemukan
bahwa penggunaan prednisone, teofilin, antihistamin, kortikosteroid
inhalasi, 2-agonis, dan kromolin tidak kontraindikasi untuk pada pasien
asma yang menyusui (ACOG, 2008).
9. KOMPLIKASI ASMA PADA KEHAMILAN BAGI IBU
Asma tak terkontrol dapat menyebabkan stres yang berlebihan bagi ibu.
Komplikasi asma tak terkontrol bagi ibu termasuk: Preeklampsia, ditandai
dengan peningkatan tekanan darah, retensi air serta proteinuria, hipertensi
kehamilan, yaitu tekanan darah tinggi selama kehamilan; Hiperemesis
gravidarum,
ditandai
dengan
mual-mua,
berat
badan
turun
serta
68
janin,
termasuk:
Kematian
perinatal,
IUGR,
gangguan
perkembangan janin dalam rahim menyebabkan janin lebih kecil dari umur
kehamilannya, kehamilan preterm, hipoksia neonatal, oksigen tidak adekuat
bagi sel-sel, berat bayi lahir rendah (Subijanto, 2008; Schatz M, Dombrowski,
2009)
Mekanisme penyebab berat bayi lahir rendah pada wanita asma masih
belum diketahui, akan tetapi terdapat beberapa faktor yang mendukung seperti
perubahan fungsi plasenta, derajat berat asma dan terapi asma. Plasenta
memegang peranan penting dalam mengontrol perkembangan janin dengan
memberi suplai nutrisi dan oksigen dari ibu (subijanto, 2008).
BAB III
69
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Usia
Agama
Suku/bangsa
Pekerjaan
Alamat
: Ny. K
: 37 tahun
: Islam
: Jawa
: Ibu Rumah Tangga
: Cipete RT 4 RW 4, Cilongok, Kabupaten Banyumas,
Jawa Tengah
Nomor CM
Tanggal/Jam Masuk
Tanggal/ Jam keluar
Ruang Rawat
: 885666
: 06 Agustus 2014/ Pukul 11.38 WIB
: 11 Agustus 2014/ Pukul 12.00 WIB
: VK IGD dan Ruang Flamboyan
B. Anamnesis
1. Keluhan utama
Tekanan Darah Tinggi
2. Keluhan tambahan
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang rujukan dari Puskesmas Cilongok dengan G 3P2A0 usia 37 tahun
dengan preeklampsia berat dan asma pada tanggal 06 Agustus 2014. Pasien
datang dengan keluhan tekanan darah tinggi sejak hari yang sama. Pada saat
datang ke VK IGD, pasien tidak merasakan sesak nafas. Namun, setiap pagi
pasien harus minum teosal. Pasien akan merasakan sesak apabila tidak minum
teosal. Pasien tidak merasakan pusing, tidak ada mual, tidak ada muntah, tidak
ada pandangan kabur, tidak ada nyeri ulu hati. Pada saat datang, pasien tidak
merasakan kenceng- kenceng, tidak merasakan keluar lendir atau darah, dan
tidak merasakan pengeluaran air ketuban dari jalan lahir.
Hari Pertama Haid Terakhir : Awal bulan Februari 2014.
Taksiran Persalinan
: Awal bulan November 2014
Usia Kehamilan
: 26 minggu 1 hari
Riwayat Menstruasi
Teratur setiap bulan, selama 7 hari
Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali selama 19 tahun
70
: disangkal
: diakui
: diakui (dingin)
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
71
: Baik
: Compos mentis
:
: 170/100 mmHg
: 96 x/ menit, isi dan tegangan cukup
: 20 x/ menit
: 37 C
: 153 cm
: 64,6 Kg
5. Telinga
6. Hidung
7. Mulut
8. Leher
9. Thorax
a. Paru Paru
Inspeksi
:
:
Palpasi
Perkusi
Auskultasi : Suara dasar nafas vesikuler (+/+), ronkhi basah kasar (-/-) di
parahiler, dan ronkhi basah halus (-/-) di basal pada kedua
lapang paru, wheezing (+/+).
b. Jantung
Inspeksi
72
Palpasi
Perkusi
:
: Edema (-/-), akral hangat (+/+)
: Edema (-/-), akral hangat (+/+)
Pemeriksaan Lokalis:
11. Regio Abdomen
Inspeksi
: Cembung gravid
Auskultasi
: DJJ (+) 108 x/menit , Bising Usus (+) Normal
Perkusi
: Pekak janin
Palpasi
: TFU
: Setinggi pusat
HIS (-)
Leopold I
: Bulat, Lunak
Leopold II : Teraba tahanan memanjang di sebelah kiri
Leopold III : Bulat, Keras
Leopold IV : Konvergen
12. Regio Genitalia
Inspeksi
: Rambut pubis tersebar merata
Edema vulva tidak ada
Benjolan tidak ada
Varises tidak ada
Fluor tidak ada
Fluxus tidak ada
D. DIAGNOSIS DI VK IGD
Gravida 3 Para 2 Abortus 0, Usia 37 Tahun, Hamil 26 Minggu 1 Hari,
JTHIU, Presentasi kepala, Pungggung kiri, Belum Inpartu dengan Preeklampsia
Berat, dan Asma Bronkhial.
E. PENATALAKSANAAN DAN SIKAP DI VK IGD
1. Sikap: Observasi
2. Pemberian oksigen 4 liter/ menit NK
3. Pemberian IVFD RL 20tpm
73
: 12,2 gr/dl
Leukosit
: 11410 l (H)
Normal: 4.800-10.800/l
Hematokrit
: 36 %
Normal: 37%-47%
Eritrosit
: 4,3 juta/l
Trombosit
: 433.000/l
Normal: 150.000-450.000/l
MCV
: 82,8 fL
Normal: 79-99 fL
MCH
: 28,4 pg
Normal: 27-31 pg
MCHC
: 34,4 gr/dl
Normal: 33-37gr/dl
Basofil
: 0,4 %
Normal: 0-1 %
Eosinofil
:2%
Normal: 2-4 %
Batang
: 3,5 %
Normal: 2-5 %
Segmen
: 69,6 %
Normal: 40-70%
Limfosit
: 17,5 %
Normal: 25-40%
Monosit
: 7,0 %
Normal: 2-8 %
PT
: 12,2 detik
APTT
: 34,2 detik
Hitung Jenis
74
Kimia Klinik
SGOT
: 23 U/L
SGPT
: 20 U/L
Ureum Darah
: 4,9 mg/dL
Kreatinin Darah
: 0,57 mg/dL
Elektrolit
Natrium
: 144 mmol/L
Kalium
: 2,9 mmol/L
Klorida
: 97 mmol/L (L)
Kalsium
: 9,0 mg/dL
: - mg/dL
Normal : Negatif
Urin Lengkap
Protein
Pemeriksaan EKG
75
Abortus 0 Usia 37
TD:160/100 mmHg
Tahun
N: 88 x/menit
Kehamilan
RR: 24 x/ menit
Minggu
S: 37,2o C
Janin
I: Cembung gravid
Presentasi
Belum
Usia 16.30 :
26 O2 3 liter/ menit
1
76
dengan
dan
Bronkhial
Asma
L2: Puki
L3: Bulat, keras
L4: Konvergen
RUANG FLAMBOYAN Tanggal 07-04-2014 06.30 WIB H+1
S: Sesak
Gravida 2 Paritas 1 07.00:
KU: sedang/CM
Tahun
N: 80 x/menit
Kehamilan
RR: 24 x/menit
Minggu
S: 36,6o C
Janin
Status Generalis:
Presentasi
Punggung
Mulut : sianosis
Belum
dengan
Hari
Tunggal 11.00:
Kepala O2 3 liter/ menit
Kiri
Inpartu 17.00:
Inj
Dexamethason
dan
Bronkhial
Asma
19.00:
I: cembung
Nifedipin
160/100)
132 x/ menit
Infus RL + MgSO4 8 gr
Per: timpani
Pal: supel, NT-, TFU 2 jari
di atas pusat
L1: Bulat, lunak
L2: Puki
P.O
(TD
77
Dexamethason
Tahun
N: 80 x/menit
Kehamilan
RR: 24 x/menit
Minggu
S: 36,6o C
Janin
Status Generalis:
Presentasi
Punggung
Mulut : sianosis
Belum
dengan
Usia ampul
26 Infus RL + MgSO4 8 gr
2
dan
Bronkhial
I: cembung
19.00:
Per: timpani
Inj
ampul
di atas pusat
Nifedipin P.O.
Biosanbe P.O.
L2: Puki
Salbutamol
Dexamethason
78
L4: Konvergen
21.00:
Infus RL + MgSO4 8 gr
FAStatus Vegetatif:
BAB -, BAK +, Flatus +
RUANG FLAMBOYAN Tanggal 09-04-2014 06.30 WIB H+3
S: Sesak berkurang
Gravida 2 Paritas 1 05.00:
KU: sedang/CM
Dexamethason
Tahun
N: 80 x/menit
Kehamilan
RR: 24 x/menit
Minggu
S: 36,6o C
Janin
Status Generalis:
Presentasi
Punggung
Kiri Salbutamol
Mulut : sianosis
Belum
dengan
Usia ampul
26
2
Hari 07.00:
Inpartu
19.00:
dan
Bronkhial
I: cembung
21.00:
Infus RL + MgSO4 8 gr
140 x/ menit
Per: timpani
Pal: supel, NT-, TFU 2 jari
di atas pusat
L1: Bulat, lunak
L2: Puki
L3: Bulat, keras
L4: Konvergen
79
Tahun
N: 80 x/menit
Kehamilan
RR: 24 x/menit
Minggu
S: 36o C
Janin
Status Generalis:
Presentasi
Punggung
Mulut : sianosis
Belum
dengan
Usia evaluasi
26 Dopamet 3 x 250 mg
2
dan
Bronkhial
I: cembung
A: BU + Normal, DJJ (+)
140 x/ menit
Per: timpani
Pal: supel, NT-, TFU 2 jari
di atas pusat
L1: Bulat, lunak
L2: Puki
L3: Bulat, keras
L4: Konvergen
St. gen Eksterna: PPV-,
80
FAStatus Vegetatif:
BAB -, BAK +, Flatus +
RUANG FLAMBOYAN Tanggal 11-04-2014 06.30 WIB H+5
S: Sesak berkurang
Gravida 2 Paritas 1 07.00:
KU: sedang/CM
Tahun
N: 82 x/menit
Kehamilan
RR: 24 x/menit
Minggu
S: 37o C
Janin
Status Generalis:
Presentasi
Punggung
Mulut : sianosis
Belum
dengan
Hari 10.00:
Asma Bronkhial
dan
81
Status Vegetatif:
BAB -, BAK +, Flatus +
H. PROGNOSIS
Ibu:
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
Janin:
Ad vitam
: dubia
Ad sanam
: dubia
Ad functionam
: dubia
BAB IV
PEMBAHASAN
A. ANALISIS DIAGNOSIS
APAKAH DIAGNOSIS PADA PASIEN INI SUDAH BENAR?
Pasien datang pukul 11.38 dengan diagnosis di IGD Gravida 3 Paritas 2
Abortus 0 Usia 37 tahun Janin Tunggal Hidup Intra Uteri Presentasi Kepala
82
tersebut
didiagnosis
dengan
83
7. Penyakit penyerta pada pasien tersebut adalah asma bronchial karena pasien
sering merasakan sesak nafas terutama saat pagi hari dan malam hari. Selain
itu pasien sering mengkonsumsi obat asma secara rutin sejak kurang lebih 5
tahun yang lalu.
B. ANALISIS TATALAKSANA
APAKAH TATALAKSANA PADA PASIEN INI SUDAH BENAR?
a Pemberian anti kejang (sudah tepat)
Walaupun pada pasien tersebut tidak terdapat proteinuria, pasien tetap
diberikan antikejang. Anti kejang yang digunakan yaitu MgSO4 4 gr bolus
dan 8gr dalam infuse RL 500 cc. Hal ini berdasarkan pengalaman klinis
RS bahwa pasien pasien tanpa proteinuria dapat pula mengalami kejang
sehingga demi keselamatan pasien sebagai pencegahannya diberikan
b
Magnesium Sulfat.
Pemberian kortikosteroid (sudah tepat)
Penggunaan kortikosteroid direkomendasikan pada semua wanita
usia kehamilan 24-34 minggu yang berisiko melahirkan prematur,
termasuk pasien dengan PEB. Preeklampsia sendiri merupakan penyebab
15% dari seluruh kelahiran prematur. Ada pendapat bahwa janin
penderita preeklampsia berada dalam keadaan stres sehingga mengalami
respon
terhadap
pada
berbagai
kehamilan
substansi
dapat
mengalami
endogen
(seperti
84
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Gravida 3 Para 2 Abortus 0, Usia 37 Tahun, Hamil 26 Minggu 1 Hari, Janin
Tunggal Hidup Intra Uterin, Presentasi kepala, Punggung kiri, Belum Inpartu
dengan Hipertensi Gestasional dan Asma Bronkhial.
2. Penatalaksaan pada pasien ini sudah tepat
B. Saran
1. Diperlukan pengawasan yang ketat pada pasien hipertensi dalam kehamilan
dan asma bronkhial agar tidak terjadi mortalitas pada ibu dan janin.
Pengambilan keputusan untuk terminasi kehamilan demi menyelamatkan ibu
85
dan janin juga perlu diperhatikan. Pemberian terapi yang tepat juga mencegah
kejang dan komplikasi lain.
2. Penanganan yang komprehensif pada kasus ini dapat memperbaiki kondisi
kondisi ibu dan janin.
86
DAFTAR PUSTAKA
1. ACOG Practice Bulletin Number 90, February 2008, Asthma in Pregnancy.
2. Angsar, Dikman dkk. 2005. Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan.
Edisi Kedua. Semarang: Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI.
3. Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C, Rouse D.J., Spong,
C.Y. 2010. Williams Obstetrics 23rd Edition. New York: The McGraw-Hill
Companies
4. Daftary, N Shirish; Desai, V Shyam. 2008. Selected topics in Obstetrics and
Gynaecology 4 For Postgraduate and Practitioners. New Delhi: BI Publications
pvt ltd.
5. Global Initiative for Asthma (GINA), Management and Prevention Update.
Defenisi and overview; 2012; p.2
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2010. Pedomkan Diagnosis
dan
in
pregnancy
from
immunology
to
clinical
2010.
management.
87