Professional Documents
Culture Documents
RONDE KEPERAWATAN
Disususn oleh
Dwi Setyo P
115070201131003
115070201131018
115070201131019
Ratna Wirawati R
115070201131020
Dian Aristanti
115070201131021
Ephysia Ratriningtyas
115070201131022
115070207131001
Shindy Wulandari
115070207131002
Farida Laksitarini
115070207131005
115070207131006
115070201111025
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Managemen adalah proses bekerja melalui staff keperawatan untuk memberikan
asuhan keperawatan secara professional. Disini dituntut tugas manajer keperawatan untuk
merencanakan, mengorganisir, memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang
tersedia untuk memberikan asuhan keperawatan seefektif dan seefisien mungkin bagi
individu, keluarga, dan masyarakat (Gillies, 1996).
Salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi perawat dalam
pelayanan keperatan adalah pembenahan manajemen keperawatan karena dengan adanya
factor kelola yang optimal diharapkan mampu menjadi wahana peningkatan keefektifan
pembagian pelayanan keperawatan sekaligus lebih menjamin kepuasan klien terhadap
pelayanan keperawatan.
Dalam pelaksanaan manajemen terdapat model praktik keperawatan professional
( MPKP ) yang di dalamnya terdapat kegiatan ronde keperawatan. Ronde keperawatan
adalah suatu bagian kegiatan asuhan keperawatan dengan membahas kasus tertentu
dengan harapan adanya transfer pengetahuan dan aplikasi pengetahuan secara teoritis
kedalam praktek keperawatan secara langsung yang dilakukan oleh perawat konselor,
kepala ruangan, MA, kabid keperawatan dengan melibatkan seluruh tim keperawatan.
Karakteristik dari ronde keperawatan meliputi: pasien dilibatkan secara langsung, pasien
merupakan fokus kegiatan, perawat yang terlibat melakukan diskusi, konselor memfasilitasi
kreatifitas dan membantu mengembangkan kemampuan perawat dalam meningkatkan
kemampuan mengatasi masalah.
Rumah sakit adalah salah satu bentuk sarana kesehatan yang berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan serta upaya kesehatan
penunjang. Pada masa kini perjalanan peran rumah sakit sebagai organisasi pelayanan
kesehatan sedang memasuki lingkungan global yang kompetitif dan terus berubah.
Perubahan lingkungan tersebut menurut Trisnantoro (2004), akan mendorong rumah sakit
menjadi organisasi yang berciri multiproduk, sehingga membutuhkan pengelolaan yang
tepat. Perkembangan terkini semakin mengarah ke kondisi rumah sakit sebagai lembaga
usaha dengan berbagai konsep bisnis. Transisi ini yang mengakibatkan rumah sakit menjadi
lembaga yang berkarakter sosial sekaligus ekonomi. Pelayanan prima di rumah sakit sangat
bergantung pada kualitas sdm tenaga kesehatan yang ada didalamnya salah satunya
adalah perawat. Menurut RSU Swadana Daerah Tarutung, pelaksanaan ronde keperawatan
yang tidak optimal menimbulkan ronde perawat yang shift pagi tidak melaporkan secara rinci
perkembangan kesehatan pasien termasuk seringnya perawat rawat inap operan hanya
dilakukan di nursing station secara administrasi saja berdasarkan pengamatan penulis, hal
ini menimbulkan perbedaan persepsi tentang kebutuhan pelayanan keperawatan dan pada
akhirnya berdampak meningkatnya lama perawatan pasien.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas disimpulkan yang menjadi
masalah pada makalah ini adalah bagaimana pengaruh kompetensi perawat (kompetensi
teknis, kompetensi perilaku) dan kerja tim (kerjasama, kepercayaan, kekompakan), terhadap
pasien yang ditangani dan Apakah kualitas ronde keperawatan akan berdampak pada
pasien secara langsung?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1
Tujuan Umum
Penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Management Keperawatan.
1.3.2
Tujuan Khusus
Adapun tujuan yang dicapai setelah penyampaian materi tentang ronde
h.
keperawatan
Mengetahui komponen yang terlibat dalam ronde keperawatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
keperawatan pasien yang dilakukan oleh perawat disamping melibatkan pasien untuk
membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan. Pada kasus tertentu harus dilakukan
oleh perawat primer dan atau konselor, kepala ruangan, perawat associate yang perlu juga
seluruh anggota tim kesehatan (Nursalam, 2009).
Ronde keperawatan merupakan proses interaksi antara pengajar dan perawat atau
siswa perawat dimana terjadi proses pembelajaran. Ronde keperawatan dilakukan oleh
pengajar atau siswa perawat dengan anggota sifatnya atau siswa untuk pemahaman yang
jelas tentang penyakit dan efek perawatan untuk setiap pasien (Clement, 2011).
2.2.
membantu
mengembangkan
kemampuan
PA dan
PP
dalam
Untuk mengamati kondisi fisik dan mental pasien dan kemajuan hari ke hari
2.4.
Kriteria Pasien
Menurut Nursalam (2009) pasien yang dipilih untuk dilakukan ronde keprawatan
keperawatan dapat dinilai. Hal itu juga dtegaskan oleh OConnor (2006) pasien sebagai alat
untuk menggambarkan parameter penilaian atau teknik intervensi.
Ronde keperawatan merupakan sarana belajar bagi perawat dan siswa perawat.
Ronde keperawatan merupakan studi percontohan yang menyediakan sarana untuk menilai
pelaksanaan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Wolak et al, 2008). Sedangkan
bagi siswa perawat dengan ronde keperawatan akan mendapatkan pengalaman secara
nyata dilapangan (Clement, 2011).
Manfaat ronde keperawatan yang lain adalah membantu mengorientasikan perawat
baru pada pasien. Banyak perawat yang baru masuk tidak tahu mengenai pasien yang di
rawat di ruangan. Dengan ronde keperawatan hal ini bisa dicegah, ronde keperawatan
membantu mengorientasikan perawat baru pada pasien (Clement, 2011).
Ronde keperawatan juga meningkatkan kepuasan pasien. Penelitian Febriana
(2009) ronde keperawatan meningkatkan kepuasan pasien lima kali dibanding tidak
dilakukan ronde keperawatan. Chaboyer et al (2009) dengan tindakan ronde keperawatan
menurunkan anga insiden pada pasien yang dirawat.
2.5.
Diantaranya adalah menurut Close & Castledine (2005) ada empat tipe ronde yaitu
matronsrounds, nurse management rounds, patient comfort rounds dan teaching rounds.
1. Matron rounds menurut Close & Castlide (2005) seorang perawat berkeliling ke
ruangan-ruangan, menanyakan kondisi pasien sesuai jadwal rondenya. Yang
dilakukan perawat ronde ini adalah memeriksa standar pelayanan, kebersihan dan
kerapian, dan menilai penampilan dan kemajuan perawat dalam memberikan
pelayanan pada pasien.
2. Nurse management rounds menurut Close & Castlide (2005) ronde ini adalah ronde
manajerial yang melihat pada rencana pengobatan dan implementasi pada
sekelompok pasien dan keluarga pada proses interaksi. Pada ronde ini tidak terjadi
proses pembelajaran antara perawat dengan head nurse.
3. Patient comfort rounds menurut Close & Castledine (2005) ronde di sini berfokus
pada kebutuhan utama yang diperlukan pasien di rumah sakit. Fungsi perawat dalam
ronde ini adalah memenuhi semua kebutuhan pasien. Misalnya ketika ronde
dilakukan malam hari, perawat menyiapkan tempat tidur untuk pasien tidur.
4. Teaching rounds menurut Close & Castledine (2005) dilakukan antara teacher nurse
dengan perawat atau siswa perawat, dimana terjad proses pembelajaran. Teknik
ronde ini biasa dilakukan untuk perawat atau siswa perawat. Dengan pembelajaran
langsung perawat atau siswa dapat langsung mengaplikasikan ilmu yang didapat
langsung pada pasien.
Menurut Daniels (2004) walking round terdiri dari nursing round, physician-nurse rounds
atau interdisciplinary rounds. Nursing round adalah ronde yang dilakukan antara perawat
dengan perawat. Physician nurse rounds adalah ronde pada pasien yang dilakukan dokter
dengan perawat, sedang interdisciplinary rounds adalah ronde pada pasien yang dilakukan
oleh berbagai macam tenaga kesehatan meliputi dokter, perawat, ahli gizi serta fisioterapi
dsb. Sedangkan menurut Clement (2011) menyebutkan berbagai jenis word round yang
dilakukan oleh perawat meliputi rounds with the doctors, rounds to discuss psychological
problem of patients, social service rounds, medical rounds for nurses, rounds with the
physical therapits, dan nursing rounds.
2.6.
Menentukan kasus dan topik (masalah yang tidak teratasi dan masalah yang
langka)
Menentukan tim ronde
Mencari sumber atau literatur
Membuat proposal
Mempersiapkan pasien: informed consent dan pengkajian
Diskusi: Apa diagnosis keperawatan? Data apa yang mendukung? Bagaimana
intervensi yang sudah dilakukan? Dan hambatan apa yang ditemukan selama
perawatan?
b. Pelaksanaan Ronde
- Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan pada masalah
keperawatan dan rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau telah
-
berlangsung menurut Weinholt & Edward (1992) dalam Clament (2009) meliputi: (1)
memberikan pemberitahuan sebelum kunjungan (2) membatasi waktu ronde keperawatan
agar pasien bias istirahat (3) menjelaskan semua pemeriksaan dan prosedur kepada pasien
(4) semua diskusi dan komunikasi harus dijelaskan dan dipahami oleh pasien.
2.9.
Ramani (2003) dalam Clament (2009) menyebutkan ada beberapa strategi agar ronde
keperawatan berjalan efektif yaitu:
1. Melakukan persiapan dengan seksama terkait dengan pelaksanaan ronde
keperawatan baik waktu pelaksanaan, pasien masalah yang terkait, dsb.
2. Membuat perencanaan apa yang akan dilakukan meliputi:sistem apa yang akan
diajarkan, aspek-aspek apa yang harus ditekankan: pemeriksaan fisik, melakukan
tindakan dsb. Rencanakan agar semua aktif terlibat dalam kegiatan, pilih pasien
yang akan dilakukan proses pembelajaran, serta tentukan berapa banyak waktu
yang harus dihabiskan dengan pasien tertentu.
3. Orientasikan pada perawat tujuan yang ingin dicapai. Kegiatan berikut ini dapat
dilakukan selama fase orientasi: (1) orientasikan perawat untuk tuuan latihan dan
kegiatan yang direncanakan (2) memberikan peran kepada setiap anggota tim (3)
buat aturan mengenai ronde (4) setiap diskusi sensitive perlu ditunda dan seluruh tim
harus menyadari hal ini.
4. Perkenalkan diri anda dan tim pada pasien meliputi: (1) memperkenalkan diri kepada
pasien (2) pasien perlu diberitahu bahwa pertemuan itu terutama dimaksudkan untuk
berdiskusi mengenai pemberian perawatan pada pasien (3) keluarga tidak perlu
diminta untuk perg jika pasien ingin untuk ditemani.
5. Meninggalkan waktu untuk pertanyaan, klarifikasi, menempatkan pembacaan lebih
lanjut. Fase ini terjadi diluar ruangan, keluar dari pasien jarak pendengaran. Ini
adalah kesembatan untuk mendiskusikan aspek sensitive dari riwayat pasien.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1.
Utara, Sumatera Utara dan satu- satunya rumah sakit yang ada di Tapanuli Utara dengan
status kelas B non pendidikan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan dan
Kesejahteraan Sosial Republik Indonesia No.1809/MENKESKESSOS /SK/XII/2000, dengan
jumlah tempat tidur 110 unit. Pada tahun 2003 sesuai Perda nomor 7 tahun 2003, Rumah
Sakit Umum Tarutung berubah status menjadi RSU Swadana Daerah Tarutung. Status
Swadana sangat berpotensi menggeser rumah sakit pemerintah yang pada masa lalu
hanya berorientasi pada fungsi sosial ke arah unit sosial ekonomi
RSU Swadana Daerah Tarutung berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik
bahwa pada tahun 2007 pencapaian BOR 90,80%, tahun 2008 berkurang menjadi 73,00%,
namun masih dalam kategori ideal sesuai dengan standart Depkes RI.
Kondisi RSU Swadana Daerah Tarutung pada tahun 2008 mengalami penurunan
sesuai perhitungan BOR rumah sakit sebesar 18,72% dari tahun 2007 ini diakibatkan
adanya penurunan kinerja rumah sakit. Penurunan indikator kinerja RSU Swadana Daerah
Tarutung sangat terpengaruh dengan kinerja pelayanan perawat, oleh karena selama 24 jam
pasien rawai inap dibawah pengawasan perawat pelaksana di rumah sakit.
Penurunan kinerja RSU Swadana Daerah Tarutung menimbulkan berbagai
fenomena. Fenomena yang terjadi pada RSU Swadana Daerah Tarutung didapat dari komite
keperawatan bahwa masih adanya keluhan pasien, keluarga pasien tentang ketidakpuasan
layanan yang diperoleh dari perawat pelaksana rawat inap seperti ketepatan pemberian
obat-obatan, pemberian suntikan, kehadiran petugas tidak tepat waktu dan juga perawat
pelaksana rawat inap kurang senyum dan kurang perhatian kepada pasien. Kondisi seperti
ini dapat menurunkan kualitas pelayanan terhadap pasien di RSU Swadana Daerah
Tarutung.
Menurut berita terbitan media cetak seperti: Aspirasi (20 Maret 2007), Metro Tapanuli
(31 Mei 2008), Skala Indonesia (27 Agustus 2008) , Bonapasogit (Januari 2009)
menerbitkan bahwa pelayanan RSU Swadana Daerah Tarutung pada tahun 2008 adanya
penurunan, kondisi ini juga berdampak dari semakin menurunya pelayanan yang diberikan
perawat pelaksana rawat inap RSU Swadana Daerah Tarutung. Pada sisi yang lain kualitas
tenaga keperawatan tersebut berbanding lurus dengan tingkat pendidikan perawat yang
ada, dimana pendidikan perawat pelaksana rawat inap RSU Swadana Daerah Tarutung
yang berjumlah 60 orang belum ada yang berlatar pendidikan sarjana masih memiliki tingkat
pendidikan diploma III, sehingga pelayanan yang profesional tidak dapat dicapai sesuai
dengan kebutuhan dan kepuasan oleh customer.
Praktek keperawatan yang ditetapkan di RSU Swadana Daerah Tarutung adalah
sistem penugasan dengan metode tim, namun dalam pelaksanaanya adalah sesuai dengan
kebutuhan tatanan rawat inap. Berdasarkan kebutuhan tersebut maka sitem penugasan
pelayanan perawatan dengan metode tim dalam praktek pelayanan dilakukan sesuai
dengan penugasan berdasarkan shift kerja yang telah ditetapkan oleh RSU Swadana
Daerah Tarutung, pelaksanaan ronde keperawatan yang tidak optimal menimbulkan ronde
perawat yang shift pagi tidak melaporkan secara rinci perkembangan kesehatan pasien
termasuk seringnya perawat rawat inap operan hanya dilakukan di nursing station secara
administrasi saja berdasarkan hal ini menimbulkan perbedaan persepsi tentang kebutuhan
pelayanan keperawatan dan pada akhirnya berdampak meningkatnya lama perawatan
pasien (lengt of stay).
3.2.
ANALISA KASUS
perawat
pelaksana
rawat
inap
dalam
pemberian
asuhan
keperawatan,
Gambaran masalah tersebut tersirat kinerja pelayanan perawat pelaksana di rawat inap
Rumah Sakit Umum Swadana Daerah Tarutung belum berjalan secara profesional. Hal ini
dapat dilihat dari pelaksanaan kompetensi keperawatan yang menjadi bagian dari kinerja
perawat di rumah sakit. Pembentukan kompetensi seseorang diyakini dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu
1. Faktor internal, yang merupakan faktor bawaan bersifat genetik
2. Faktor eksternal yaitu faktor yang mempengaruhi perkembangan kompetensi
seseorang secara akumulatif sejak kecil seperti pendidikan dan pengalaman yang
diperoleh orang tersebut selama hidupnya. Atas dasar ini dapat disimpulkan bahwa
setiap orang memiliki kecenderungan untuk menggunakan intelegensi dan emosi
pada titik keseimbangan tertentu, sehingga pengaruh antara kompetensi dan
kemampuan seseorang dalam mengendalikan emosi sangat bermanfaat untuk
pengembangan
kompetensi
seseorang.
Apabila
seseorang
ingin
merubah
asuhan
keperawatan,
melaksanakan
pembinaan
etika
profesi
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1.
Simpulan
Ronde kepearwatan merupakan kegiatan yng bertujuan untuk mengatasi masalahh
keperawatan yang berfokus pada pasien dan dilakukan oleh perawat. Dalam hal ini pasien
dilibatkan secara langsung dan pasien yang dipilih memeiliki kriteria pasien dengan kasus
baru atau langka, serta pasien yang mempunyai masalah keperawatan yang belum teratasi
meskipun sudah dilakuakan tindakan keperawatan. Ronde keperawatan akan meninhkatkan
keterampilan dan pengetahuan pada perawat, selain perawat dapat mengevaluasi kegiatan
yang telah diberikan pada pasien berhasil atau tidak. Melalui ronde keperawatan, evaluasi
kegiatan, rintangan yang dihadapi oleh perawat atau keberhasilan dalam asuhan
keperawatan dapat dinilai.
Ada berbagai empat
matronsrounds, nurse management rounds, patient comfort rounds dan teaching rounds.
Sedangkan untuklangkah langkah keperawatan dapat dibagi menjadi pra ronde,
pelaksanaan ronde, serta pasca ronde. Adapun strategi ronde keperawatan yang efektif
dapat dilakukan dengan melakukan persiapan yang seksama, membuat perencanaan apa
yg akan dilakukan, orientasikan pada perawat tujuan yang ingin dicapai, memprekenalkan
diri pada tim, meninggalkan waktu untuk pertanyaan, serta melakukan evaluasi pelaksnaan
yang telah dilakukan.
4.2.
Saran
Mahasiswa keperawatan dan perawat harus mempunyai aspek kognitif, afektif dan
skill yang mempunyai nilai lebih untuk dapat melaksanakan ronde keperawatan secara
efektif dan benar sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi pihak manapun.
Daftar Pustaka
Aitken, L., Burmeister E., Clayton S., Dalais C., & Gardner G (2010). The impact of nursing
rounds on the practice environment & nurse satisfaction in intensive care: pre-test
post-test comparative study. International Journal of Nursing Studies. 48 (2011) 918925.
Bimbaurner,.
D.,
M.
(2004)
Bedside
teaching.
http://archieve.cordem.
Org/facdev/2004meeting/birnl.doc.
Clement, I. (2011). Management nursing services and education. Edition 1. India: Elsevier.
Close, A., & Castledine, G. (2005). Clinical nursing rounds part 1: Matrons rounds. Britsh
Journal of Nursing. Vol 14, No 15.
Close, A., & Castledine, G. (2005). Clinical nursing rounds part 2: Nurse management
rounds. Britsh Journal of Nursing. Vol 14, No 16.
Close, A., & Castledine, G. (2005). Clinical nursing rounds part : Teaching rounds for nurses.
Britsh Journal of Nursing. Vol 14, No 18.
Febriana, N. (2009). Pengaruh nursing round terhadap kepuasan pasien pada pelayanan
keperawatan di Rumah Sakit MMC Jakarta. Tesis kekhususan kepemimpinan dan
manajemen keperawatan program pascasarjana FIK UI. Tidak dipublikasikan.
Kozier, B., Erb & Berman, A. (2004) Fundamental of Nursing: Concept, process, & practice.
Seven third ed. New Jersey: Pearson prentice hall.
Nursalam, Efendi, F. 2008. Pendidikan dalam Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.
Nursalam. 2009 Manajeman keperawatan: Aplikasi dalam praktik keperawatan professional.
Salamba Medika: Jakarta.
OConnor, A. B. (2006). Clinical instruction and evaluation: Teaching resource. Second
edition. Canada: Jones & Bartlett publishers