You are on page 1of 18

ASIDI ALKALIMETRI

ASIDI ALKALIMETRI
PENDAHULUAN

Salah satu cara dalam penentuan kadar larutan asam basa adalah dengan melalui proses
titrasi asidi-alkalimetri. Cara ini cukup menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat,
ketelitian dan ketepatannya juga cukup tinggi.
Titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri dan alkalimetri.
Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk menentukan basa.
Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat.
Sedangkan alkalimetri merupakan kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan
larutan standar basa untuk menentukan asam.
Pada percobaan ini adalah penentuan kadar dengan metode asidi-alkalimetri menggunakan
indikator phenopthalein dan metil jingga, hal ini dilakukan karena jika meggunakan indikator
yang lain, adanya kemungkinan trayek pH-nya jauh dari titik ekuivalen.
DASAR TEORI
Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air
yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam )
dengan penerima proton (basa).
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa
yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan
kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
a.

Asam dan basa

Ada 3 pengertian mengenai apa yang disebut asam dan apa yang disebut basa :
1. Menurut Arrhenius ,
Asam adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air akan terurai menjadi ion hydrogen (H-) dan
anion, sedangkan basa adalah senyawa yang jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan ion
hidroksida (OH-) dan kation. Teori Arrhenius hanya berlaku untuk senyawa anorganik dalam
pelarut air.
2.

Untuk dapat berlaku dalam segala pelarut, maka Bronsted pada tahun 1923 memberikan batasan
yaitu : asam adalah senyawa yang cenderung melepaskan proton sedangkan basa adalah senyawa
yang cenderung menangkap proton.
AH+B
Asam proton + basa konjugatnya

3.

Batasan lain diberikan oleh Lewis pada tahun 1938 yang menyatakan bahwa asam adalah
akseptor (penerima ) pasangan electron sedangkan basa adalah donor (pemberi ) pasangan
electron. Dengan batasan ini maka konsep mengenai asam-basa berubah sama sekali yaitu :
senyawa asam itu tidak harus mengandung hydrogen. Menurut Lewis reaksi berikut adalah
reaksi asam basa :
NH3 + BF3 H3N:BF3
Secara skematis ketiga teori di atas dapat digambarkan dalam skema berikut :
Teori
Arrhenius
Bronsted
Lewis

Asam
Donor proton
Donor proton
Akseptor pasangan electron

Basa
Donor hidroksida
Akseptor proton
Donor pasangan elektron

Prinsip titrasi :
Reaksi netralisasi
Reaksi umum :

Alkalimetri
Zat uji bersifat asam lemah + larutan baku basa garam +air
Contoh :
CH3COOH + NAOH CH3COONA (garam) + H20 (air )

Asidimetri
Zat uji bersifat basa lemah + larutan baku asam garam + air
Contoh :
NH4OH + HCL NH4CL + H20

LARUTAN BAKU
Larutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui konsentrasinya. Terdapat
2 macam larutan baku, yaitu:
1. Larutan baku primer
Adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode gravimetri.
Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti
zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu.
Contoh: NaCl, asam oksalat, asam benzoat.
Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh dengan
cara menimbang.
Syarat-syarat larutan baku primer:
- mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan(jika mungkin pada suhu 110-120 derajat celcius)
dan disimpan dalam keadaan murni.
- tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
- zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan

tertentu.

- sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan
karena penimbangan dapat diabaikan.
- zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
- reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung.
kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.
2. Larutan baku sekunder

Adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan menggunakan
larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri.
Contoh: NaOH
Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara
mentitrasi dengan larutan standar primer.
Syarat-syarat larutan baku sekunder:
- derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
- mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
- larutannya relatif stabil dalam penyimpanan
Contoh pembuatan larutan baku
1. Pembuatan Larutan Baku Asam Klorida
Asam klorida yang sering digunakan untuk titrasi adalah dengan konsentrasi 1N; 0,5N; 0,1N.
Sebelum membuat larutan baku HCl harus diperhatikan dulu berapa persen konsentrasi HCl yang
tersedia karena akan berpengaruh terhadap perhitungan perubahan (konversi) dari persen HCl ke
normalitas HCl.
Cara membuat larutan HCl 0,1 N sebanyak 1000 ml dari HCl 37% adalah sebagai berikut ; Pipet
8,3 ml HCl 37% encerkan dengan aquadest ad 1000 ml.
2. Pembuatan Larutan Baku Asam Sulfat
Larutan baku asam sulfat 0,1 N dibuat denga cara mengencerkan 4,904 gram asam sulfat dengan
air secukupnya hingga diperoleh 1000 ml larutan. Dengan mempertimbangkan berapa persen
asam sulfat yang tersedia dengan berat jenisnya maka dapat diketahui berapa ml asam sulfat
yang setara dengan 4,904 gram asam sulfat.
3. Pembuatan Larutan Baku Natrium Hidroksida
Pembuatan NaOH 0,1 N dilakukan dengan cara melarutkan 4,001 gram natrium hidroksida
sebanyak 1000 ml.
Dimuka juga sudah disebutkan bahwa larutan baku basa harus bebas karbonat, oleh karena itu
Farmakope Indonesia juga memuat cara pembuatan larutan bebas karbonat sebagai berikut :
larutan natrium hidroksida pekat dalam air hingga diperoleh larutan hingga 40 60 % b/v,

biarkan. Pipet beningan sambil dicegah peresapan karbondioksida encerkan dengan air bebas
karbondioksida pekat hingga normalitasnya diketahui.
Titrasi asam basa disebut juga titrasi netralisasi asam basa, dimana jumlah asam yang
mengandung 1 mol H+ akan selalu bereaksi secara sempurna dengan jumlah basa yang
mengandung 1 mol OH-. Titik dalam titrasi dimana jumlah asam dan basa berada dalam jumlah
yang sama dan disebut titik ekivalen.
Penentuan konsentrasi larutan asam melalui perhitungan volume titrasi larutan basa dan garam
dari

asam

lemah

dengan

larutan

baku

asam

disebut

asidimetri.

Dalam hal ini jumlah asam yang tepat ekivalen ditentukan dengan jumlah basa yang ada.
Penentuan konsentrasi larutan basa melalui perhitungan volume titrasi larutan asam dan garam
dari basa lemah dengan larutan baku basa disebut alkalimetri. Disini jumlah basa yang tepat
ekivalen secara kimia ditentukan dengan jumlah asam yang ada.
.
STANDARISASI
Asidimetri adalah salah satu teknik titrasi yang yang menggunakan asam sebagai titran. Asam
yang sering dipakai dalam analisis asidimetri adalah HCl. Asam ini harus distandardisasi dengan
larutan baku primer. Larutan baku primer yang sering digunakan untuk standardisasi HCl adalah
larutan boraks. HCl harus distandardisasi karena larutan ini mudah menguap dan mudah bereaksi
dengan senyawa lain di udara
Asam klorida (HCl) merupakan asam kuat yang berbentuk cair dan biasanya mempunyai kadar
39,1 % dan density 1,2 g/ml. HCl digunakan pada titrasi netralisasi, yaitu suatu proses yang tidak
mengakibatkan terjadinya perubahan, baik perubahan valensi maupun terbentuknya endapan dan
atau terjadinya suatu senyawa kompleks dari zat-zat yang saling bereaksi.
Larutan standar HCl biasanya dinyatakan dengan besaran normal, yaitu larutan 1 N (1 N)
adalah larutan yang mengandung 1 grek suatu zat tertentu dalam volume 2 liter. Untuk 1 grek
HCl adalah banyaknya mol asam tersebut yang dapat melepaskan 1 gram ion H+.
Pembuata larutan standar dari zat yang berbentuk cair sering disebut cara pengenceran, yaitu
dari zat cair yang lebih pekat menjadi lebih cair.cara ini dapat dilakukukan pada cairan yang
telah diketahui normalitasnya. Apabila suatu larutan standar dibuat dari zat cair yang telah

diketahui normalitasnya, maka untuk menentukan banyaknya volume yang akan diencerkan
digunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
Tetapi bila larutan tersebut dibuat baru suatu zat cair yang tidak/belum diketahui
normalitasnya, maka untuk menetukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan
rumus :
Vx = N x V x BM
10 x n x K x L
dengan : Vx = volume
n

= valensi

= kadar

= density

= normalitas larutan yang akan dibuat

BM = berat molekul zat cair tersebut


V = volume zat cair yang akan dibuat
Boraks digunakan sebagai bahan baku dalam penetapan normalitas HCl karena mudah
diperoleh dalam keadaan murni, cukup stabil, dan memiliki berat ekuivalen yang tinggi. Reaksi
yang terjadi adalah :
Na2B4O7 + 7H2O

2NaOH + 4H3BO3
2NaOH

+ 2HCl

Na2B4O7 + 2HCl + 5H2O

2NaCl + 2H2O

2NaCl + 4H3BO3

Hasil akhir titrasi adalah terbentuknya campuran NaCl dengan otoborat (H3BO3) bebas,
sehingga pH larutan dapat dihitung, tanpa melihat perubahan volume dalam titrasi, di mana pK
asam borat = 9,24, maka pH adalah :
pKa log Ca = (9,24/2) + 0,5 = 5,1
Adapun indikator yang paling cocok adalah Metil Merah (MM).
Penetapan kadar Natrium Bikarbonat (NaHCO3) dapat dilakukan dengan menggunakan
larutan standar HCl menurut reaksi :
NaHCO3 + HCl

NaCl + H2O + CO2

Alkalimetri adalah titrasi yang menggunakan basa sebagai titran. Basa yang sering dipakai
dalam analisis alkalimetri adalah NaOH. Larutan baku primer yang sering digunakan untuk
standardisasi NaOH adalah larutan asam oksalat. NaOH perlu distandardisasi karena senyawa ini
bersifat higroskopis sehingga mudah mengikat air dan bereaksi dengan CO2 di udara
Larutan baku primer adalah H2C2O4. 2H2O (asam oksalat) adalah zat padat , halus, putih,
larut baik dalam air. Asam oksalat adalah asam divalent dan pada titrasinya selalu sampai
terbentuk garam normalnya. .berat ekivalen asam oksalat adalah 63. Larutan baku sekunder
adalah larutan baku yang konsentrasinya harus ditentukan dengan cara titrasi terhadap larutan
baku primer.
Larutan NaOH tergolong dalam larutan baku sekunder yang bersifat basa. Natrium
hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, adalah sejenis basa logam kaustik.
Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air. Natrium
hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam bentuk pelet, serpihan, butiran
ataupun larutan jenuh 50%. NaOH bersifat lembab cair dan secara spontan menyerap
karbondioksida dari udara bebas. Ia sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika
dilarutkan. NaOH juga larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutan NaOH dalam kedua
cairan ini lebih kecil daripada kelarutan KOH. NaOH tidak larut dalam dietil eter dan pelarut non
polar lainnya.
Pembuata larutan standar dari zat yang berbentuk cair sering disebut cara pengenceran,
yaitu dari zat cair yang lebih pekat menjadi lebih cair.cara ini dapat dilakukukan pada cairan
yang telah diketahui normalitasnya. Apabila suatu larutan standar dibuat dari zat cair yang telah
diketahui normalitasnya, maka untuk menentukan banyaknya volume yang akan diencerkan
digunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
Tetapi bila larutan tersebut dibuat baru suatu zat cair yang tidak/belum diketahui
normalitasnya, maka untuk menetukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan
rumus :
Vx = N x V x BM
10 x n x K x L
dengan : Vx = volume

= valensi

= kadar

= density

= normalitas larutan yang akan dibuat

BM = berat molekul zat cair tersebut


V = volume zat cair yang akan dibuat
Standarisasi larutan NaOH
Dengan Asam Oksalat (H2 C2 O4 . 2H2O)
0,2 1,25 gr asam oksalat dimasukkan ke dalam elenmeyer 250 ml. Bilas dengan aquadest dan
larutkan sampai volume 50 ml. Tambah 2 atau 3 tetes indikator Phenol Phtalein (PP). Titrasi
dengan larutan NaOH dari buret sampai warna merah muda
INDIKATOR
Berdasarkan sifat asam dan basa, larutan dibedakan menjadi tiga golongan yaitu : bersifat asam,
basa, dan netral. Sifat larutan tersebut dapat ditunjukkan dengan menggunakan indikator asambasa, yaitu zat-zat warna yang menghasilkan warna berbeda dalam larutan asam dan basa. Cara
menentukan senyawa bersifat asam, basa atau netral dapat menggunakan kertas lakmus, larutan
indikator atau larutan alami. Misal, lakmus merah dan biru. Berikut pengelompokkan jenis
indikator asambasa dalam larutan yang bersifat asam, basa dan netral. Lihat tabel 2.5 di bawah
ini.

Lakmus
Lakmus digunakan sebagai indikator asam-basa, sebab lakmus memiliki beberapa keuntungan,
yaitu:

1. Lakmus dapat berubah warna dengan cepat saat bereaksi dengan asam ataupun basa.
2. Lakmus sukar bereaksi dengan oksigen dalam udara sehingga dapat tahan lama.
3. Lakmus mudah diserap oleh kertas, sehingga digunakan dalam bentuk lakmus kertas. Lakmus
adalah sejenis zat yang diperoleh dari jenis lumut kerak.
Lakmus adalah asam lemah. Lakmus memiliki molekul yang sungguh rumit yang akan kita
sederhanakan menjadi HLit. "H" adalah proton yang dapat diberikan kepada yang lain. "Lit"
adalah molekul asam lemah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa akan terjadi kesetimbangan ketika asam ini dilarutkan dalam air.
Pengambilan versi yang disederhanakan kesetimbangan ini:

Lakmus yang tidak terionisasi adalah merah, ketika terionisasi adalah biru.
Sekarang gunakan Prinsip Le Chatelier untuk menemukan apa yang terjadi jika anda
menambahkan ion hidroksida atau beberapa ion hidrogen yang lebih banyak pada kesetimbangan
ini.

Penambahan ion hidroksida:

Penambahan ion hidrogen:

Jika konsentrasi Hlit dan Lit- sebanding:


Pada beberapa titik selama terjadi pergerakan posisi kesetimbangan, konsentrasi dari kedua
warna akan menjadi sebanding. Warna yang anda lihat merupakan pencampuran dari keduanya.

Alasan untuk membubuhkan tanda kutip disekitar kata "netral" adalah bahwa tidak terdapat
alasan yang tepat kenapa kedua konsentrasi menjadi sebanding pada pH 7. Untuk lakmus, terjadi
perbandingan warna mendekati 50 / 50 pada saat pH 7 hal itulah yang menjadi alasan kenapa
lakmus banyak digunakan untuk pengujian asam dan basa. Seperti yang akan anda lihat pada
bagian berikutnya, hal itu tidak benar untuk indikator yang lain.
Fenolftalein
Fenolftalein adalah senyawa kimia dengan rumus C20H14O4 dan sering ditulis sebagai "Hin"
atau "phph" dalam notasi steno. Sering digunakan dalam titrasi, ternyata tidak berwarna dalam
larutan asam dan merah muda dalam solusi dasar. Jika konsentrasi indikator sangat kuat, dapat
muncul ungu. Dalam solusi sangat dasar, warna pink fenolftalein yang mengalami reaksi
memudar agak lambat dan menjadi tidak berwarna lagi.
Reaksi memudar agak lambat yang menghasilkan InOH3-ion tak berwarna kadang-kadang
digunakan

di

kelas

untuk

studi

kinetika

reaksi.

Fenolftalein tidak larut dalam air dan biasanya dilarutkan dalam alkohol untuk digunakan dalam
percobaan. Itu sendiri merupakan asam lemah, yang dapat kehilangan ion H + dalam larutan.
Molekul fenolftalein tidak berwarna. Namun, ion fenolftalein adalah pink. Ketika basa

ditambahkan ke fenolftalein, molekul ion kesetimbangan bergeser ke kanan, menyebabkan


ionisasi lebih sebagai ion H + dihapus. Hal ini diprediksi oleh prinsip Le Chatelier.
Fenolftalein disintesis oleh kondensasi anhidrida ftalat dengan dua setara fenol dalam kondisi

asam

Fenolftalein digunakan sebagai indikator asam atau basa dimana dalam kontak atau kehadiran
asam itu akan berubah berwarna dan dengan dasar, itu akan berubah menjadi merah muda warna
violet. Ini juga merupakan komponen dalam indikator universal, solusi yang terdiri dari
campuran indikator pH (biasanya fenolftalein, metil merah, bromothymol biru, dan timol biru)
MetilOrange
Metil Orange (Methyl Orange) MO adalah senyawa organik dengan rumus C14H14N3NaO3S
dan biasanya dipakai sebagai indikator dalam titrasi asam basa. Indikator MO ini berubah
warna dari merah pada pH dibawah 3.1 dan menjadi warna kuning pada pH diatas 4.4 jadi
warna transisinya adalah orange. Struktur indikator ini adalah sebagai berikut:
Jingga metil adalah salah satu indikator yang banyak digunakan dalam titrasi. Pada larutan yang
bersifat basa, jingga metil berwarna kuning dan strukturnya adalah:

Pada faktanya, ion hidrogen tertarik pada salah satu ion nitrogen pada ikatan rangkap nitrogennitrogen untuk memberikan struktur yang dapat dituliskan seperti berikut ini:

Metil Merah
Metil Merah (Methyl Red ) adalah senyawa organik yang memiliki rumus kimia C15H15N3O2,
senyawa ini banyak dipakai untuk indikator titrasi asam basa. Indikator ini berwarna merah pada
pH dibawah 4.4 dan berwarna kuning diatas 6.2.
Pemilihan indikator untuk titrasi
Harus diingat bahwa titik ekivalen titrasi yang mana yang memiliki campuran dua zat pada
perbandingan yang tepat sama. Dibutuhkan pemilihan indikator yang perubahan warnanya
mendekati titik ekivalen. Indikator yang dipilih bervariasi dari satu titrasi ke titirasi yang lain.
a. Asam kuat vs basa kuat
Diagram berikut menunjukkan kurva pH untuk penambahan asam kuat pada basa kuat. Bagian
yang diarsir pada gambar tersebut adalah rentang pH untuk jingga metil dan fenolftalein.

dapat dilihat bahwa tidak terdapat perubahan indikator pada titik ekivalen.
Akan tetapi, gambar menurun tajam pada titik ekivalen tersebut yang menunjukkan tidak
terdapat perbedaan pada volume asam yang ditambahkan apapun indikator yang anda pilih. Akan
tetapi, hal tersebut berguna pada titrasi untuk memilih kemungkinan warna terbaik melalui
penggunaan tiap indikator.
Jika menggunakan fenolftalein, maka titrasi dilakukan sampai fenolftalein berubah menjadi tak
berwarna (pada pH 8,8) karena itu adalah titik terdekat untuk mendapatkan titik ekivalen.
Dilain pihak, dengan menggunakan metil jingga, titrasi dilakukan sampai bagian pertama kali
muncul warna jingga dalam larutan. Jika larutan berubah menjadi merah, anda mendapatkan titik
yang lebih jauh dari titik ekivalen.

b. Asam kuat vs basa lemah

Kali ini adalah sangat jelas bahwa fenolftalein akan lebih tidak berguna. Akan tetapi jingga metil
mulai berubah dari kuning menjadi jingga sangat mendekati titik ekivalen.

c. Asam lemah vs basa kuat

Kali ini, jingga metil sia-sia! Akan tetapi, fenolftalein berubah warna dengan tepat pada tempat
yang anda inginkan.
d.

lemah vs basa lemah

Kurva berikut adalah untuk kasus dimana asam dan basa keduanya sebanding lemahnya
sebagai contoh, asam etanoat dan larutan amonia. Pada kasus yang lain, titik ekivalen akan
terletak pada pH yang lain.

Dapat dilihat melihat bahwa kedua indikator tidak dapat digunakan. Fenolftalein akan berakhir
perubahannya sebelum tercapai titik ekivalen, dan jingga metil jauh ke bawah sekali.

Ini memungkinkan untuk menemukan indiaktor yang memulai perubahan warna atau
mengakhirinya pada titik eqivalen, karena pH titik ekivalen berbeda dari kasus yang satu ke
kasus yang lain, anda tidak dapat mengeneralisirnya.
Larutan natrium karbonat dan asam hidroklorida encer
Berikut ini adalah kasus yang menarik. Jika anda menggunakan fenolftalein atau jingga metil,
keduanya akan memberikan hasil titirasi yang benar akan tetapi harga dengan fenolftalein akan
lebih tepat dibandingkan dengan bagian jingga metil yang lain.

Hal ini terjadi bahwa fenolftalein selesai mengalami perubahan warnanya pada pH yang tepat
dengan titik ekivalen pada saat untuk pertamakalinya natrium hidrogenkarbonat terbentuk.

Perubahan warna jingga metil dengan tepat terjadi pada pH titik ekivalen bagian kedua reaksi.

PENETAPAN KADAR
Dalam bidang farmasi, asidi-alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu
obat dengan teliti karena dengan titrasi ini, penyimpangan titik ekivalen lebih kecil sehingga
lebih mudah untuk mengetahui titik akhir titrasinya yang ditandai dengan suatu perubahan
warna, begitu pula dengan waktu yang digunakan seefisien mungkin.

Beberapa senyawa yang ditetapkan kadarnya secara asidi dan alkalimetri dalam Farmakope
Indonesia Edisi IV diantaranya adalah:
1. Amfetamin sulfat dan sediaan tabletnya
2. Amonia
3. Asam asetat
4. Asam benzoat
5. Asam klorida
6. Asam salisilat
7. Asam sitrat
8. Asam sulfat
9. Asam tartrat
10. Butil paraben
11. Efedrin dan sediaan tabletnya
12. Etil paraben
13. Eukinin
14. Furosemide
15. Glibenklamide
16. Ketoprofen
17. Kloralhidrat

18. Linesterol
19. Magnesium hidroksida
20. Meprobamat
21. Metil paraben
22. Naproksen
23. Natrium tetraborat
24. Neostigmin metilsulfat
25. Propil paraben
26. Propil tiouracil
27. Sakarin natrium
28. Zink oksida

Contoh penetapan kadar

Larutan Baku pada titrasi asam basa


Larutan asam yang sering digunakan dalam asidi-alkalimetri umumnya dibuat dari asam klorida dan asam
sulfat. Kedua asam ini dapat digunakan pada hampir semua titrasi, akantetapi asam klorida lebih disukai
daripada asam sulfat terutama untuk senyawa-senyawa yang memberikan endapan asam sulfat seperti
barium hidroksida. Asam sulfat lebih disukai untuk titrasi yang menggunakan pemanasan karena
kemungkinan terjadinya penguapan pada pemanasan asam klorida yang dapat menimbulkan bahaya.
Asam nitrat selalu tidak digunakan karena mengandung asam nitrit yang dapat merusak beberapa
indikator.

Untuk larutan baku alkali umumnya digunakan natrium hidroksida, kalium hidroksida, dan barium
hidroksida. Larutanini mudah menyerap karbondioksida dari udara, oleh karena itukonsentrasinya dapat
berubah degan cepat. Dengan demikian larutan baku alkali dibuat bebas karbonat dan untuk melindungi
itu dari pengaruh karbondioksida dari udara maka penyimpanan dilengkapi degan soda lime tube.
Semua larutan baku harus sering dibakukan lagi.

Daftar Pustaka :
Anonim, 1972, Farmakope Indonesia, Edisi II, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Vogel, A.I., 1978, A Text Book of Quantitative Inorganic Analysis, 4 Ed., Longmans, Green and Co.
London, New York, Toronto.

You might also like