You are on page 1of 11
transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisis dan st ingan tentang perbedaan budaya (Leininy 1978). Keperawatan transkultural merupal a dan kiat yang humanis, yang difokuskan pada perilaku idu atau kelompok, serta proses unt npertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau perilaku sakit secara fisik dan psikokultu 1aj latar belakang budaya (Leininger, 1984). Pelayanan keperawatan transkultural diberikan kepal n sesuai dengan latar belakang budayanya. ban: ian penggunaan keperawatan transkultural adalah mengembangkan sains dan pohon keib g humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kebudayaan (kultur—culture) yang spe: ‘tnWeeeel (Lelningsr, 1978). Keblidayaan yang spesidk adalah lebudsyean dengan nllal dan nor} g spesifik yang tidak dimiliki oleh kelompok lain seperti pada suku Osing, Tengger, ataupun Day: angkan, kebudayaan yang universal adalah kebudayaan dengan nilai dan norma yang diyakini dj kukan oleh hampir semua kebudayaan seperti budaya olahraga untuk mempertahankan kesehat: Negosiasi budaya adalah intervensi dan implementasi keperawatan untuk membantu klij idaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatannya. Perawat membar 1 agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan sta ee Misalnya, jika klien yang sedang hamil mempunyai pantangan untuk makan makanan yal an, maka klien tersebut dapat mengganti ikan dengan sumber protein nabati yal au amis seperti Restrukturisasi budaya perlu dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status keschatj . Perawat berupaya melakukan strukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi ti Jokok. Seluruh perencanaan dan implementasi keperawatan dirancang sesuai latar belakang bud Ingga budaya dipandang sebagai rencana hidup yang lebih baik setiap saat. Pola rencana hidup yal ih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut. lai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenal apa yang dianggap baik dan |: yang dianggap buruk. Nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut! daya yang baik ataw buruk, Sedangkan, norma budaya adalah aturan sosial atau patokan perilaku' ng dianggap pantas. Norma budaya merupakan suatu kaidah yang memiliki sifat penerapan terbatas| da penganut budaya terkait. Keperawatan Transkultural i i Nilai dan norma yang diyakini oleh individu tampak di dalam masyarakat sebagai gaya hi sehari-hari (Meyer, 2003). Hal-hal yang perlu berkaitan dengan ilai-nilai budaya dan gaya hidup ada posisi atau jabatan, misalnya ketua adat atau direktur, bahasa yang digunakan, bahasa nonverbal y: sering ditunjukkan klien, kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, pantang terhadap makaj tertentu berkaitan dengan kondisi tubuh yang sakit, sarana hiburan yang biasa dimanfaatkan, s i-hari, misalnya klien menganggap dirinya sakit apal persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas s sudah terbaring di tempat tidur dan tidak bisa pergi ke mana pun. Inpetensi budaya adalah seperangkat perilaku, sikap, dan kebijakan yang bersifat saling meleng mm suatu sistem kehidupan sehingga memungkinkan untuk berinteraksi secara efektif dalam sul hngka berhubungan antarbudaya di dunia. Kompetensi budaya juga merupakan suatu. kemamp! b sistem nilai yang dimiliki individu dalam berespons secara efektif terhadap semua kebuday g dihadapi, kelompok kelas kehidupan, ras, latar belakang, etnik, agama, serta memahami peril |g diaktualisasikan, memahami perbedaan dan kesamaan sistem nilai yang dianut individu, kelua brunitas, serta kemampuan memproteksi dan memelihara harga diri siapa pun yang dihadapi Kompetensi budaya mencakup memahami dan menghormati perbedaan antara klien harga mengenai sistem nilai yang dianut, harapan, dan pengalaman menerima pelayanan keseha Ha kesempatan yang sama, perawat perlu mencermati potensi teraktualisasinya praktik keperawa| keschatan berbasis budaya, Asuhan keperawatan yang berbasis kompetensi budaya memurigkin lawat sebagai petugas kesehatan mengelola secara utuh elemen-elemen pelayanan kesehatan arga, termasuk mengelola hambatan atau tantangan di tingkat institusional Pendekatan transkultural merupakan suatu perspektif yang unik karena bersifat kompleks Jematis secara alamiah yang secara konstektual melibatkan banyak hal, seperti bahasa yang diguna Hisi, nilai historis yang teraktualisasikan, serta ekonomi. Konsekuensinya, perawat sebagai ten chatan perlu memahami perbedaan substansi di antara individu, keluarga, komunitas terma bnisasi pelayanan keschatan. Misalnya, keluarga yang tinggal di daerah pantai, pegunungan, a bgungsian, mercka memiliki konteks yang berbeda termasuk sistem nilai yang diaktualisasi awat keluarga idealnya memiliki kompetensi budaya sehingga asuhan keperawatan yang diberi bat cfektif dan bersifat humanis. miunikasi antara perawat dengan klien merupakan komunikasi lintas budaya. Komunikasi lint aya dapat dimulai melalui proses diskusi dan bila perlu dapat dilakukan identifikasi melal aimana cara masyarakat dari berbagai budaya di Indonesia berkomunikasi misalnya di suku Javy awi, Sunda, Padang, Bengkulu, Osing, Tengger, dan sebagainya Komunikasi lintas budaya dapat dilakukan dengan menggunakan bahasa Indonesia sebag asa pengantar atau menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Bila tidak memahami baha n, perawat dapat menggunakan penerjemah. Dalam komunikasi lintas budaya, perawat dap] njumpai suatu hal yang pada budaya tertentu bermakna positif, telapi di budaya lain dapat bermaky tif, Hal ini harus dipahami oleh perawat sehingga tidak menyebabkan terputusnya komunika salnya, orang Madura yang sedang menjenguk keluarganya yang akan dibiopsi, Perawat menjelaska wa biopsi merupakan salah satu tindakan operasi untuk mengetahui lebih jauh tentang stat lehatan Klien. Mendengar kata “operasi’, orang Madura terscbut teringat tetangeanya yang terkey hor dan sembuh setelah di-“operasi’ Bila tidak diklarifikasi maka akan menyebabkan komunika butus Karena salah persepsi lersebut 7 a _ a nil =| uarga bahwa anaknya menderita gizi buruk, sebab tidak semua keluarga bisa menerimanya. Mun} ih aman bagi perawat keluarga untuk mengatakan bahwa anak Ibu tersebut berat badannya kur uu menurut Kartu Menuju Sehat (KMS) berada di bawah garis merah. l Perawat keluarga saat bekerja sama dengan keluarga harus melakukan komunikasi se: miah agar mendapat gambaran budaya keluarga yang sesungguhnya. Pada saat melakukan asu serawatan kepada keluarga dengan latar belakang budaya yang berbeda dengan perawat, sebaik| -awat mengidentifikasi budaya keluarga agar dapat mengaktualisasikannya ke dalam kehidu| .ari-hari secara bermakna. Bila perlu, klien tidak sendiri, tetapi ditemani oleh anggota keluarga ig dapat memberikan klarifikasi perbedaan budaya yang memengaruhi interaksi tersebut, Sit yoritas lokal dan nasional perlu diperhatikan. Hal ini terkait dengan sistem nilai dan kepercat ag mendasari interaksi dalam pola asuhan keluarga. Misalnya, secara lokal dan nasional mayor] islim, maka sistem nilai dalam pola asuhan keluarga dan interaksi di dalamnya dapat didominasi ran Islam. Praktik mempertahankan kesehatan atau menyembuhkan anggota keluarga dari gangg vehatan dapat didasarkan pada kepercayaan yang dianut tersebut. Di Provinsi Nangroe russalam, terdapat peraturan yang mewajibkan para wanita untuk memakai jilbab, aturan ini tentu beda di provinsi lain. Para wanita muslimah juga lebih senang jika pertolongan persalinan ditol| h bidan atau dokter perempuan. Secara lokal dan nasional, masyarakat Indonesia masih mengha teorang yang usianya lebih tua. Kompetensi komunikasi lintas budaya ini perlu menjadi perha posus perawat Komunikasi nonverbal acap kali menjadi lebih bermakna dibanding komunikasi ver| winikasi nonverbal meliputi mimik wajah, sorot mata, bentuk bibir, jarak, gerakan an uh dan posisi tubuh, tekanan suara, objek yang selalu diperhatikan, serta sentuhan. Mimik w: at menunjukkan emosi seseorang secara universal (Andrews dan Boyle, 1995). Sorot mata dd Inunjukkan sikap bersahabat atau marah. Untuk dapat memahami bahasa nonverbal, perawat h latih sccara optimal. Pada kepercayaan Islam, bersalaman dan berpelukan dengan sesama j Inunjukkan keakraban dan rasa penghormatan. inah Jawa umumnya bertingkat-tingkat bergantung pada lawan bicara yang dihadapi. Dalam bal t dan Sunda dikenal tingkatan bahasa kelas bawah (kasar), menengah (agak halus), dan kromo i ygat halus). Bila kita memerhatikan suku Jawa atau suku Madura sedang berbicara dengan la anya, kita akan tahu dari bahasa yang digunakan. Bila seseorang menggunakan bahasa yang k anya posisinya secara sosial lebih terhormat, sedangkan yang menggunakan bahasa kromo i hrendah karena menghormati orang yang posisinya lebih tinggi atau lebih dituakan. Pada suku lisional juga terdapat beberapa tingkatan pemakaian bahasa, hal ini lain lagi jika berhadapan der u Betawi yang tidak memandang pembagian pola bahasa tersebut. Budaya dan makanan memiliki hubungan yang sangat erat. Makanan berfungsi uj npertahankan dan meningkatkan kondisi tubuh. Konsumsi dan penyajian makanan berk: gan budaya individu, keluarga, dan komunitas setempat. Misalnya dalam suku Jawa, porsi m wa anak dengan orang tua berbeda. Orang tua sebagai pencari nafkah mendapatkan jatah maka h banyak terutama lauk pauknya. Sedangkan, si anak hanya mendapatkan sisa atau bagian nya kurang. Contoh lain, budaya makan nasi pada saat panen padi dan meninggalkan makan sa iran (wortel) di daerah Cianjur pada era tahun 70-an ternyata menyebabkan angka rabun iingkat saat musim padi dan menurun saat musim tanam padi (Sudiharto, 2007). Kondisi tersebut dapat dialami oleh berbagai suku yang akan dijumpai perawat dalam melaku aan keperawatan keluarga. Setiap suku acap kali mengaktualisasikannya secara berbeda, Kondi ut Padang tidak terbiasa makan sayur atau lalapan seperti suku Sunda, Budaya makan suku Pad| jg terlalu banyak mengonsumsi lemak dan santan mengakibatkan tingginya prevalensi keja tau penyakit vaskular lain. Sementara, budaya makan suku Sunda yang sedikit mengonsul n banyak makan sayur-sayuran berisiko menimbulkan defisiensi vitamin A Karena vitami ht dalam lemak dan lemak yang tersedia di struktur otot suku Sunda tidak optimal untuk menyim] min A. a memengarubi individu dan keluarga dalam menentukan makanan yang dikonsud Tslam tidak akan memakan daging anjing, babi, atau hewan yang dianggap halal, misal Im, tetapi tidak disembelih dengan menyebut nama Allah. Masyarakat Kristen boleh memakan day Ima Iain boleh. Makanan untuk hewan biasanya tidak disajikan untuk manusia, tetapi makanan wr Jnusia biasanya dapat diberikan kepada hewan. Makanan juga dikaitkan dengan jents ke kanan maskulin atau feminim. Gado-gado, rujak, ketoprak, sate ayam, atau teh adalah maka| hinim yang identik dengan perempuan. Sedangkan, sate atau sop kambing dan kopi adalah maka| iolin yang identik dengan lelaki, Makanan juga berkaitan dengan usia, misalnya susu dan m] ‘upakan makanan untuk anak-anak. Makanan untuk orang dewasa misalnya kacang goreng, teh, i tubruk. Makanan juga dikaitkan dengan kondisi kesehatan seseorang, makanan untuk seseor gunakan sedikit garam dan tanpa cabai sehingga rasanya hambar. Perawat harus memahami dan menyadari jenis makanan dan pola diet yang dilakukan kelua| luarga di Indonesia pada umumnya makan tiga kali schari walaupun ada etnik tertentu y mpunyai pola makan dua kali dalam schari, Etnik atau suku tertentu yang memiliki pola mal kali dalam schari, pada pagi hari biasanya menyantap makanan ringan. dengan kopi atau teh. Se arga mempunyai pola jenis makanan yang berbeda untuk setiap kali makan, misalnya sarapan kan siang, atau makan malam. Perawat perlu mengidentifikasi kebiasaan tersebut. Pola makan dal Hakan mengentar makanan kepada yang lebih dituakan ataupun tetangganys (alerulery: Mia ran di sini berfungsi sebagai bentuk pengakuan bahwa yang menerima dituakan sekaligus seb} kapan penghargaan atau penghormatan kepada orang lain. Makanan dapat membangun ppertahankan hubungan antarmanusta, misalnya makanan yang dibawa sendiri-sendiri kemui akkan di satu tempat selanjutnya disantap secara bersama-sama (kenduri). Situasi ini dl jingkatkan rasa kebersamaan dan keakraban, Untuk menghilangkan kebencian seseorang ke] ig lain, maka orang tersebut dapat memberikan makanan kepada orang yang membencinya ters pg hantar dan tukar-menukar makanan antarkeluarga di Indonesia merupakan hal yang lazim. lu dipertahankan, Bentuk penyajian makanan juga dapat menggambarkan sesuatu kejadian jstiwa. Keluarga yang membuat bubur merah atau putih kemungkinan sedang mengadakan a Dera reas idee eae oe sie ae yeaa YP. AER ORR RRS ea jit terdiri dari silinder (barrel, kerangka luar), pengisap (plunger, 0 m), dan ujung (tip) di mana jarum bertemu dengan spuit (Gbr. 4D-2). ledia dalam berbagai tipe dan ukuran, yang paling sering adalah kuran 3 mL dan 5 mL, tuberkulin, insulin, dan spuit logam dan plastik idge yang telah diisi. Spuit kaca dapat dipakai dalam kamar operas] Ja baki instrumen khusus. Obat-obat suntik khusus dikemas dalam i telah diisi untuk spuit dengan merek Tubex dan Carpuject. Ujung spui fan dalam dari pengi-sap harus tetap dalam keadaan steril. —U BAR 40-2. Bagian-bagian dant spuit. (Sumber: Dan Kea, JL. Marshall SM: Clinical Cal iphia, WB Saunders, 1992, hal. 97.) puit 3 mL dikalibrasi dalam sepersepuluh (0,1 mL) dan minim. Jumlah m spuit ditentukan oleh pangkal karet hitam dari pengisap (bagian pengisap) yang paling dekat dengan ujung (Gbr. 4D-3). Ingat bahwa mil dan sentimeter kubik (cc) dapat dipakai bergantian. |AR AD-3. Spult tiga militer, (Sumber: Dari Kee, w/t. Marshall SM: Ciiical Calculations. Phitadelphia, wunders, 1902, hal. 97) Farmekolog! Dari Sudut Pandang Spuit 5 mL dikalibrasi dalam petanda 0,2 mL. Spuit 5 mL biasanya dipakai cairan yang diperlukan lebih dari 2,5 mL. Soringkali dipakai untuk merckonsti obat berbentuk kering dengan air bakteriostatik steril atau salin. Gambar 4] menggambarkan spuit 5 ml. dan petandanya, a ee rsepul an seperseratus im (Gbr. 4D-5), Tabung ini dipakai jika jumlah cairan yang akan diberikan dari 1 mL dan untuk anak-anak serta dosis heparin. 4m em tam 16m spobodepedaatoa puit insulin mempunyai kapasitas 1 mL; tetapi insulin diukur dalam dosis insulin tidak boleh dihitung dalam mililiter. Spuit insulin dikalibrasi q petanda 2-U, dan 100 U setara dengan 1 mL (Gbr.4 4D-6). Spuit inst dipakai untuk pemberian insulin, 4020 3040 15 25 85 4&3 55 65 75 65 05 an jarum terdiri dari dua kompenen, ukuran lubang (gauge hen) dan panjang. Semakin besar ukuran lubang, semakin kecil fnen, dan semakin kecil ukuran lubang, semakin besar diameter lumen. N ran lubang jarum yang sering dipakai adalah antara 18 sampai 26. bervariasi dari 36 sampai 2 inci. Tabel 4D-1 memberikan daftar uk] l GAMBAR 40-8. Bagian-bagian dari jarum. (Sumber: Dari Kee, JL, Marshall ‘SM: Clinical Calculations. Philadelphia, WB Saunders, 1992, hal. 99.) UKURAN DAN PANJANG JARUM TIPE UKURAN LU- PANJANG INJEKSI BANG JARUM —JARUM (inci) intradermal 25,26. Ye, He ‘Subkutan 23, 25,26 2, 8 Intramuskuiar 19,20,21,22 1,142

You might also like