You are on page 1of 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan suatu ilmu yang membahas
tentang kesehatan dan keselamatan pekerja, lingkungan kerja, dan hasil kerja.
Produktivitas suatu perusahaan salah satunya sangat bergantung pada peran yang
dilakukan oleh tenaga kerjanya. Kemampuan tenaga kerja untuk melakukan
produksi memerlukan dukungan dan jaminan keselamatan dalam melakukan
pekerjaannya (Aswin, 2012).
Pada kondisi kesehatan yang baik, kondisi lingkungan kerja yang sehat, proses
kerja yang aman, dan hubungan kerja yang damai (Peaceful Industrial Relations),
maka tenaga kerja dapat mengerjakan tugas dan tanggung jawab dengan
kemampuan terbaik mereka. Kenyataan menunjukkan bahwa pelaksanaan K3
ditempat-tempat kerja masih jauh dari harapan, hal ini disebabkan karena masih
rendahnya pengetahuan akan K3 dan umumnya manajemen masih menganggap
K3 sebagai pemborosan (ferliest post). Sementara dengan kemajuan teknologi
yang semakin canggih dan proses produksi yang semakin kompleks akan
menghasilkan berbagai faktor polutan yang semakin beragam bentuknya, serta
tingkat paparannya yang dapat berbahaya bagi tenaga kerja. Untuk penanganan
bahaya industri tersebut diperlukan pengetahuan dan keterampilan personalia K3
di setiap tempat kerja industri atau perusahaan (Aswin, 2012).
K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam
rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Dalam suatu sistem K3 tercakup
mengenai audit SMK3, audit ini merupakan pemeriksaan secara sistematis dan
independen terhadap pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
suatu hasil kegiatan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan
SMK3 di perusahaan (PP Nomor 50 Tahun 2012).
2.1.1 Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat
kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya
serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumamur, 1976). Berdasarkan definisi
tersebut dapat diketahui bahwa keselamatan kerja memegang peranan yang
penting dalam lingkungan kerja. Hal ini berkaitan dengan perlindungan terhadap
tenaga kerja, dalam hubungannya dengan pekerjaan yang dapat menimbulkan
resiko bahaya tinggi.
Keselamatan kerja diperlukan tenaga kerja untuk memberikan jaminan akan
kenyamanan dan keselamatan diri dalam lingkungan kerja. Selain itu juga
keselamatan kerja berkaitan erat dengan produktivitas perusahaan. Dengan
keselamatan kerja yang tinggi, maka kecelakaan kerja dapat berkurang, sehingga
tenaga kerja dapat lebih produktif bekerja. Oleh karena itu, keselamatan kerja
bukan hanya tanggung jawab perusahaan saja, tetapi juga kesadaran dan tanggung
jawab tenaga kerja dengan disertai pengawasan yang baik dari pemerintah.
2.1.2 Kesehatan Kerja
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar pekerja/masyarakat pekerja memperoleh derajat
setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang
diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakitpenyakit umum. Kesehatan kerja menciptakan tenaga kerja yang sehat dan
produktif dengan menggunakan pendekatan medis. Kesehatan kerja merupakan
aplikasi kesehatan masyarakat di tempat kerja (perusahaan, pabrik, kantor, dan
sebagainya) dan yang menjadi pasien adalah masyarakat pekerja atau masyarakat
sekitar perusahaan (Notoadmodjo, 2003).
Upaya kesehatan kerja merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan di
perusahaan. Hal ini telah diatur dalam Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang
Amelisa Binuwara (1110942002)
Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-2

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
ketenagakerjaan yang berbunyi bahwa pemeliharaan dan peningkatan kesehatan
kerja adalah merupakan bagian dari pada upaya perlindungan tenaga kerja yang
harus dilaksanakan sesuai martabat tenaga kerja sebagai manusia.Upaya kesehatan
kerja bertujuan untuk:
1. Meningkatkan kesehatan fisik dan rohani serta kesegaran rohani tenaga kerja;
2. Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi tenaga kerja yang
mengalami sakit;
3. Mengindarkan semua tenaga kerja dari semua gangguan kesehatan yang
terjadi sebagai akibat dari pengaruh bahaya potensial yang ditimbulkan dari
pekerjaan dan lingkungan;
4. Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam bersosialisasi dan
menyesuaikan dirinya dengan pekerjaan yang dilakoninya.
2.2 Bahaya Yang Berpotensi Mempengaruhi Keselamatan dan Kesehatan
Kerja
Bahaya di lingkungan kerja dapat didefinisikan sebagai segala kondisi yang dapat
memberi pengaruh yang merugikan terhadap kesehatan atau kesejahteraan orang
yang terpajan.
2.2.1 Keselamatan
1. Terpeleset
Terpeleset terjadi karena lantai yang licin sehingga tubuh kehilangan
keseimbangan. Kondisi penyebab terpeleset:
a. Lantai licin atau basah;
b. Minyak atau sesuatu yang membasahi lantai;
c. Benda yang dapat dengan mudah bergerak di atas lantai seperti karpet,
kertas, dan kapas;
d. Sepatu licin untuk permukaan tertentu.
2. Tersandung
Tersandung terjadi saat kaki secara tidak sadar menginjak lantai berbeda
ketinggian sehingga membuat kehilangan keseimbangan tubuh. Kondisi
penyebab tersandung adalah:
a. Benda tidak rata di atas lantai;
b. Lantai tidak rata atau rusak;
c. Karpet rusak atau robek;
Amelisa Binuwara (1110942002)
Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-3

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
d. Benda bergerak di atas lantai;
e. Kurang pencahayaan;
f. Pandangan terhalang benda;
g. Perbedaan ketinggian lantai.
3. Terjatuh
Terjatuh terjadi ketika tubuh kehilangan keseimbangan karena terpeleset,
terjungkal, atau jatuh dari ketinggian. Terjatuh dapat menyebabkan cedera
bahkan kematian.
4. Terjepit
Terjepit terjadi bila tangan atau kaki secara tidak sengaja berada pada di sekitar
area alat-alat berat yang mudah dipindahkan. Terjepit juga dapat disebabkan
karena komunikasi antara pekerja tidak berjalan dengan baik.
5. Tertumbuk
Sama halnya dengan terjepit, tertumbuk disebabkan ketidaksengajaan dalam
pemindahan alat yang menyebabkan rekan sekerja tertumbuk. Hal ini jelas
disebabkan oleh kurangnya komunikasi di antara pekerja.
2.2.2 Kesehatan
1. Bahaya Fisika
Bahaya fisika yang bisa merugikan terhadap kesehatan terdiri dari:
1. Kebisingan
a.

Kebisingan dapat diartikan sebagai segala bunyi yang tidak dikehendaki


yang dapat memberi pengaruh negatif terhadap kesehatan dan kesejahteraan
seseorang maupun suatu populasi;

b.

Aspek yang berkaitan dengan kebisingan antara lain: jumlah energi bunyi,
distribusi frekuensi, dan lama pajanan;

c.

Kebisingan dapat menghasilkan efek akut seperti masalah komunikasi,


turunnya konsentrasi, yang pada akhirnya mengganggu job performance
tenaga kerja;

d.

Pajanan kebisingan yang tinggi (biasanya >85 dBA) pada jangka waktu
tertentu dapat menyebabkan tuli yang bersifat sementara maupun kronis.

e.

Tuli permanen adalah penyakit akibat kerja yang paling banyak di klaim;

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-4

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Contoh: Pengolahan kayu, tekstil, metal, dll.
2. Getaran
a.

Getaran mempunyai parameter yang hampir sama dengan bising seperti:


frekuensi, amplitudo, lama pajanan dan apakah sifat getaran terus menerus.

b.

Peralatan yang menimbulkan getaran juga dapat memberi efek negatif


pada sistem saraf dan sistem musculo-skeletal dengan mengurangi kekuatan
cengkram dan sakit tulang belakang.
Contoh: Loaders, forklift truck, pneumatic tools, chain saws.

3. Radiasi Non Mengion


a.

Radiasi non mengion antara lain: radiasi ultraviolet, visible radiation,


inframerah, laser, medan elektromagnetik (microwave dan frekuensi radio);

b.

Radiasi infra merah dapat menyebabkan katarak;

c.

Laser berkekuatan besar dapat merusak mata dan kulit;

d.

Medan elektromagnetik tingkat rendah dapat menyebabkan kanker.

Contoh:
a.
b.

Radiasi ultraviolet: pengelasan;


Radiasi inframerah: tungku pembakaran;

c.

Laser: komunikasi, pembedahan.

4. Pencahayaan (Iluminasi)
a. Tujuan pencahayaan:
1)

Memberi

kenyamanan

dan

efisiensi

dalam

melaksanakan

pekerjaan;
2)

Memberi lingkungan kerja yang aman.

b. Efek pencahayaan yang buruk: mata tidak nyaman, mata lelah, sakit
kepala, berkurangnya kemampuan melihat, dan menyebabkan kecelakaan;
c. Keuntungan pencahayaan yang baik: meningkatkan semangat kerja,
produktivitas,

mengurangi

kesalahan,

meningkatkan

housekeeping,

kenyamanan lingkungan kerja, mengurangi kecelakaan kerja.


2. Bahaya Fisiologi
Bahaya fisiologi yang bisa merugikan terhadap kesehatan adalah pembebanan
kerja fisik, berikut hal-hal yang harus diperhatikan:
Amelisa Binuwara (1110942002)
Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-5

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
a.

Beban kerja fisik bagi pekerja kasar perlu memperhatikan kondisi iklim,
sosial ekonomi dan derajat kesehatan;

b.

Pembebanan tidak melebihi 30-40% dari kemampuan kerja maksimum


tenaga kerja dalam jangka waktu 8 jam sehari;

c.

Berdasarkan hasil beberapa observasi, beban untuk tenaga Indonesia


adalah 40 kg. Bila mengangkat dan mengangkut dikerjakan lebih dari sekali
maka beban maksimum tersebut harus disesuaikan;

d.

Oleh karena penetapan kemampuan kerja maksimum sangat sulit,


parameter praktis yang digunakan adalah pengukuran denyut nadi yang
diusahakan tidak melebihi 30-40 permenit di atas denyut nadi sebelum bekerja.

3. Bahaya Kimia
Jalan masuk bahan kimia ke dalam tubuh adalah pernapasan (inhalation), kulit
(skinabsorption) dan tertelan (ingestion).Racun dapat menyebabkan efek yang
bersifat akut, kronis atau kedua-duanya. Berikut efek yang ditimbulkan bahaya
kimia:
a. Korosi
Bahan kimia yang bersifat korosif menyebabkan kerusakan pada permukaan
tempat dimana terjadi kontak. Kulit, mata dan sistem pencernaan adalah
bagian tubuh yang paling umum terkena.
Contoh: konsentrat asam dan basa, serta fosfor.
b. Iritasi
Iritasi menyebabkan peradangan pada permukaan di tempat kontak. Iritasi
kulit bisa menyebabkan reaksi seperti eksim atau dermatitis. Iritasi pada alatalat pernapasan yang hebat dapat menyebabkan sesak napas, peradangan dan
oedema (bengkak).
Contoh:
1)
Kulit: asam, basa, pelarut, minyak;
2)
Pernapasan: aldehydes, alkaline dusts, amonia, nitrogen dioxide,
phosgene, chlorine, bromine, dan ozone.
c. Reaksi Alergi
Bahan kimia alergen atau sensitizers dapat menyebabkan reaksi alergi pada
kulit atau organ pernapasan.
Amelisa Binuwara (1110942002)
Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-6

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Contoh:
1)

Kulit: colophony (rosin), formaldehyde, logam seperti chromium

atau nikel, epoxy hardeners dan turpentine.


2)

Pernapasan: isocyanates, fibre-reactive dyes, formaldehyde dan


nikel.

d. Asfiksiasi
a. Asfiksian yang sederhana adalah gas yang mengencerkan atmosfer yang
ada, misalnya pada kapal atau tambang bawah tanah. Konsentrasi oksigen
pada udara normal tidak boleh kurang dari 19,5% volume udara;
b. Asfiksian kimia mencegah transport oksigen dan oksigenasi normal pada
darah atau mencegah oksigenasi normal pada kulit.
Contoh:
1)

Asfiksian sederhana: methane, ethane, hydrogen dan helium;

2)

Asfiksian kimia: carbon monoxide, nitrobenzene, hydrogen


cyanide dan hidrogen sulphide.

e.

Kanker
1) Karsinogen pada manusia adalah bahan kimia yang secara jelas telah
terbukti pada manusia;
2) Kemungkinan bahan kimia yang menyebabkan karsinogen pada manusia
sudah terbukti secara jelas dapat menyebabkan kanker pada hewan.
Contoh:
1)

Terbukti

karsinogen

pada

manusia:

benzene(leukaemia);

vinylchloride(liver angiosarcoma), 2-naphthylamine, benzidine (kanker


kandung kemih) dan asbestos (kanker paru-paru, mesothelioma);
2)

Kemungkinan karsinogen pada manusia: formaldehyde, carbon


tetrachloride, dichromates, beryllium.

f.

Efek Reproduksi
1) Bahan-bahan beracun mempengaruhi fungsi reproduksi dan seksual dari
seorang manusia;
2) Perkembangan bahan-bahan racun adalah faktor yang dapat memberikan
pengaruh negatif pada keturunan orang yang terpapar, sebagai contoh yaitu
aborsi spontan.

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-7

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Contoh :
Manganese,

carbondisulphide,

monomethyl

dan

ethyl

ethers

dari

ethyleneglycol, mercury,organic mercury compounds, carbonmonoxide, lead,


thalidomide dan pelarut.
g.

Racun Sistemik
Racun sistemik adalah agen-agen yang menyebabkan luka pada organ atau
sistem tubuh.
Contoh:
1)
2)

Otak: pelarut, lead, mercury dan manganese;


Sistem syaraf peripheral: n-hexane, lead, arsenic dan carbon

3)
4)

disulphide;
Sistem pembentukan darah: benzene dan ethylene glycol ethers;
Ginjal: cadmium, lead, mercury dan chlorinated hydrocarbons;

5)

Paru-paru: silica asbestos dan debu batubara (pneumoconiosis).

4. Bahaya Biologi
Bahaya biologi dapat didefinisikan sebagai debu organik yang berasal dari
sumber-sumber biologi yang berbeda seperti virus, bakteri, jamur, protein dari
binatang atau bahan-bahan dari tumbuhan seperti produk serat alam yang
terdegradasi. Bahaya biologi dapat dibagi menjadi dua yaitu yang menyebabkan
infeksi dan non-infeksi. Bahaya dari yang bersifat non infeksi dapat dibagi lagi
menjadi organisme viable, racun biogenik dan alergi biogenik.

Berikut bahaya yang ditimbulkan, yaitu:


a. Bahaya infeksi
Penyakit akibat kerja karena infeksi relatif tidak umum dijumpai. Pekerja yang
potensial mengalaminya: pekerja di rumah sakit, laboratorium, juru masak,
penjaga binatang, dokter hewan dll.
Contoh: hepatitisB, tuberculosis, anthrax, brucella, tetanus, salmonella,
Chlamydia dan psittaci.
Amelisa Binuwara (1110942002)
Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-8

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
b. Organisme Viable dan Racun Biogenik
Organisme viable termasuk didalamnya jamur, spora dan mycotoxins; racun
biogenik termasuk endotoxins, aflatoxin dan bakteri.
Perkembangan produk bakterial dan jamur dipengaruhi oleh suhu, kelembapan
dan media dimana mereka tumbuh. Pekerja yang beresiko: pekerja pada silo
bahan pangan, pekerja pada sewage dan sludge treatment
Contoh: byssinosis, grain fever dan legionnaires disease.
c. Alergi Biogenik
Termasuk didalamnya adalah jamur, animal-derived protein dan enzim.
Bahan alergen dari pertanian berasal dari protein pada kulit binatang, rambut
dari bulu dan protein dari urine dan feaces binatang. Bahan-bahan alergen
pada industri berasal dari proses fermentasi, pembuatan obat, bakery, kertas,
proses pengolahan kayu, juga dijumpai di bioteknologi (enzim, vaksin dan
kultur jaringan). Pada orang yang sensitif, pemajanan alergen dapat
menimbulkan gejala alergi seperti rinitis, conjunctivitis atau asma.
Contoh: Occupational asthma : wool, bulu, butir gandum, tepung bawang dan
sebagainya.
5. Bahaya Psikologi
Bahaya yang ditimbulkan seperti:
a. Stress adalah tanggapan tubuh (respon) yang sifatnya non-spesifik terhadap
setiap tuntutan kepadanya. Manakala tuntutan terhadap tubuh itu berlebihan,
maka hal ini dinamakan stress;
b. Gangguan emosional yang di timbulkan: cemas, gelisah, gangguan
kepribadian, penyimpangan seksual, ketagihan alkohol dan psikotropika;
c. Penyakit-penyakit psikosomatis antara lain: jantung koroner, tekanan darah
tinggi, gangguan pencernaan, luka usus besar, gangguan pernapasan, asma
bronkial, penyakit kulit seperti eksim dan lain-lain.
2.3 Pengendalian Risiko

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-9

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Pengendalian risiko dapat mengikuti Pendekatan Hirarki Pengendalian (Hirarchy
of Control). Hirarki pengendalian risiko adalah suatu urutan-urutan dalam
pencegahan dan pengendalian risiko yang mungkin timbul yang terdiri dari
beberapa tingkatan secara berurutan.
Pada kegiatan pengkajian resiko (risk assesment), hirarki pengendalian (hierarchy
of control) merupakan salah satu hal yang sangat diperhatikan.
Pemilihan hirarki pengendalian memberikan manfaat secara efektifitas dan
efesiensi sehingga resiko menurun dan menjadi resiko yang bisa diterima
(acceptable risk) bagi suatu organisasi. Secara efektifitas, hirarki control pertama
diyakini memberikan efektifitas yang lebih tinggi dibandingkan hirarki yang
kedua.
Hirarki pengendalian ini memiliki dua dasar pemikiran dalam menurunkan resiko
yaitu melalui menurunkan probabilitas kecelakaan atau paparan serta menurunkan
tingkat keparahan suatu kecelakaan atau paparan.
Di dalam hirarki pengendalian risiko terdapat dua pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan Long Term Gain, yaitu pengendalian berorientasi jangka
panjang dan bersifat permanen dimulai dari pengendalian substitusi, eliminasi,
rekayasa teknik, administrasi dan terakhir jatuh pada pilihan penggunaan alat
pelindung diri.
2. Pendekatan Short Term Gain, yaitu pengendalian berorientasi jangka pendek
dan bersifat temporari atau sementara. Pendekatan pengendalian ini
diimplementasikan selama pengendalian yang bersifat lebih permanen belum
diterapkan. Pilihan pengendalian risiko ini dimulai dari penggunaan alat
pelindung diri dan menuju ke atas sampai dengan substitusi.
Pada ANSI Z10: 2005, hirarki pengendalian dalam sistem manajemen
keselamatan, kesehatan kerja antara lain:
1. Eliminasi
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada saat desain,
tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam
menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-10

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
bahaya

merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya

mengandalkan prilaku pekerja dalam menghindari resiko, namun demikian,


penghapusan benar-benar terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.
Eliminasi merupakan suatu pengendalian risiko yang bersifat permanen dan harus
dicoba untuk diterapkan sebagai pilihan prioritas utama. Eliminasi dapat dicapai
dengan memindahkan objek kerja atau sistem kerja yang berhubungan dengan
tempat kerja yang tidak dapat diterima oleh ketentuan, peraturan atau standar baku
K3 atau kadarnya melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang diperkenankan. Cara
pengendalian yang baik dilakukan adalah dengan eliminasi karena potensi bahaya
dapat ditiadakan.
Contoh-contoh eliminasi bahaya yang dapat dilakukan misalnya: bahaya jatuh,
bahaya ergonomi, bahaya ruang terbatas, bahaya bising, bahaya kimia.
2. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi
ataupun peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan
pengendalian ini menurunkan bahaya dan resiko minimal melalui disain sistem
ataupun desain ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem
otomatisasi pada mesin untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya
dengan operator, menggunakan bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya,
mengurangi kecepatan, kekuatan serta arus listrik, mengganti bahan baku padat
yang menimbulkan debu menjadi bahan yang cair atau basah.

3.

Pengendalian Teknis

Pengendalian secara teknis yakni pengendalian yang ditunjukan terhadap sumber


bahaya atau lingkungan ,seperti:
a.

Subtitusi yaitu menggantikan bahan-bahan yang berbahaya dengan bahanbahan yang kurang atau tidak berbahaya sama sekali.

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-11

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
b. Isolasi, yaitu memisahkan suatu sumber bahaya dengan pekerja , misalnya
pengadaan ruang panel,larangan memasuki tempat kerja bagi yang tidak
berkepentingan,menutup unit operasi yang berbahaya.
c.

Cara basah, dimaksudkan untuk menekan jumlah partikel yang mengotori


udara karena partikel debu mengalami berat.

d. Merubah proses, misalnya pada proses kering dirubah menjadi proses basah
untuk menghindari debu.
e.

Ventilasi keluar setempat (local exhaust ventilation), yaitu suatu cara yang
dapat menghisap bahan-bahan berbahaya sebelum bahan berbahaya tersebut
masuk ke udara ruang kerja.

Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja


serta untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang
dalam suatu unit sistem mesin atau peralatan.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah adanya

penutup

mesin/machine guard, circuit breaker, interlock system, start-up alarm,


ventilation system, sensor, sound enclosure.
4. Pengendalian Administrasi
Pengendalian secara administratif adalah peraturan-peraturan administrasi yang
mengatur pekerja untuk membatasi waktu kontaknya (pemaparan) dengan faktor
bahaya atau contaminant.
Kontrol administratif ditujukan pengandalian dari sisi orang yang akan melakukan
pekerjaan, dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi,
memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara
aman.
Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar operasi baku
(SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi prilaku, jadwal kerja, rotasi kerja,
pemeliharaan,

manajemen

perubahan,

jadwal

istirahat,

investigasi

atau

pemeriksaan kesehatan.
5.

Alat Pelindung Diri

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-12

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Alat Pelindung Diri adalah seperangkat alat yang digunakan oleh tenaga kerja
untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya
potensi bahaya/kecelakaan kerja. APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha
melindungi tenaga kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif
tidak dapat dilakukan dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti
dari kedua usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir.
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang
paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya, karena APD hanya berfungsi
untuk mengurangi seriko dari dampak bahaya. Karena sifatnya hanya mengurangi,
perlu dihindari ketergantungan hanya menggandalkan alat pelindung diri dalam
menyelesaikan setiap pekerjaan.
Tujuan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) seperti: Melindungi tenaga kerja
apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat dilakukan
dengan baik., meningkatkan efektivitas dan produktivitas kerja, dan menciptakan
lingkungan kerja yang aman
Alat Pelindung Diri (APD) terdiri dari:
1. Pelindung Kepala
Pelindung kepala dikenal sebagai safety helmet, pelindung kepala yang
dikenal ada 4 jenis, yaitu Hard hat kelas A , kelas B , kelas C dan bump cap.
Klasifikasi masing-masing jenis adalah sebagai berikut:
a. Kelas A
Hard hat kelas A dirancan untuk melindungi kepala dari benda yang jatuh
dan melindungi dari arus listrik sampai 2.200 volt.
b. Kelas B
Hard hat kelas B dirancang untuk melindungi kepala dari benda yang
jatuh dan melindungi dari arus listrik sampai 20.000 volt.
c. Kelas C
Hard hat kelas C melindungi kepala dari benda yang jatuh, tetapi tidak
melindungi dari kejutan listrik dan tidak melindungi dari bahan korosif.
d. Bump Cap
Bump cap dibuat dari plastik dengan berat yang ringan untuk melindungi
kepala dari tabrakan dengan benda yang menonjol. Bump cap tidak
Amelisa Binuwara (1110942002)
Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-13

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
menggunakan sistem suspensi, tidak melindungi dari benda yang jatuh,
dan tidak melindungi dari kejutan listrik. Karenanya bump cap tidak boleh
digunakan untuk menggantikan hard hat tipe apapun.
2. Pelindung Mata
Pelindung mata disebut dengan safety glasses, berbeda dengan kaca mata
biasa, baik normal maupun kir (prescription glasses), karena pada bagian atas
kanan dan kiri frame terdapat pelindung dan jenis kacanya yang dapat
menahan jenis sinar ultraviolet (UV) sampai persentase tertentu. Sinar UV
muncul karena lapisan ozon yang terbuka pada lapisan atmosfer bumi. UV
dapat mengakibatkan pembakaran kepada kulit dan bahkan kanker kulit.
3. Pelindung Wajah
Alat pelindung wajah terdiri dari:
a. Goggles
Goggles memberikan pelindungan lebih baik dari pada safety glasses
karena goggles terpasang dekat wajah. Hal ini dikarenakan goggles
mengitari area mata, maka goggles melindungi lebih baik pada situasi
yang mungkin tejadi percikan cairan, uap logam, uap, serbuk, debu, dan
kabut.
b. Face shield
Face shield memberikan perlindungan wajah menyeluruh dan sering
digunakan pada operasi peleburan logam, percikan bahan kimia, atau
partikel yang melayang. Banyak face shield yang dapat digunakan
bersamaan dengan pemakaian hard hat. Walaupun face shield melindungi
wajah, tetapi face shield bukan pelindung mata yang memadai, sehingga
pemakaian safety glasses harus dilakukan dengan pemakaian face shield.
c. Welding Helmets
Jenis pelindung wajah yang lain adalah welding helmet (topeng las).
Topeng las memberikan perlindungan pada wajah dan mata. Topeng las
memakai lensa absorpsi khusus yang menyaring cahaya yang terang dan
energi radiasi yang dihasilkan selama operasi pengelasan. Sebagaimana
face shield, safety glasses atau goggles harus dipakai saat menggunakan
helm las.
d. Masker wajah

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-14

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Masker berfungsi untuk melindungi hidung dari zat-zat berbau menyengat
dan dari debu yang merugikan.
4. Pelindung Tangan
Diperkirakan hampir 20% dari seluruh kecelakaan yang menyebabkan cacat
adalah tangan. Tanpa jari atau tangan, kemampuan bekerja akan sangat
berkurang. Tangan manusia sangat unik, tidak ada bentuk lain di dunia yang
dapat mencengkram, memegang, bergerak dan memanipulasi benda seperti
tangan manusia. Karenanya tangan harus dilindungi dan disayangi.
Kontak dengan bahan kimia kaustik atau beracun, bahan-bahan biologis,
sumber listrik, atau benda dengan suhu yang sangat dingin atau sangat panas
dapat menyebabkan iritasi atau membakar tangan. Bahan beracun dapat
terabsorbsi melalui kulit dan masuk ke badan. APD tangan dikenal dengan
safety glove dengan berbagai jenis penggunaanya. Berikut ini adalah jenisjenis sarung tangan dengan penggunaan yang tidak terbatas hanya untuk
melindungi dari bahan kimia.
Jenis-Jenis safety glove:
a.
Sarung tangan metak mesh, tahan terhadap ujung yang lancip dan
menjaga terpotong;
b.
Sarung tangan kulit, terbuat dari kulit ini akan melindungi tangan
dari permukaan kasar;
c.
Sarung tangan vinyl dan neoprene, melindungi tangan terhadap
d.

bahan kimia beracun;


Sarung tangan padded cloth, melindungi tangan dari ujung yang

tajam, pecahan gelas, kotoran dan vibrasi;


e.
Sarung tangan heat resistant, mencegah terkena panas dan api;
f.
Sarung tangan karet, melindungi saat bekerja disekitar arus listrik
karena karet merupakan isolator (bukan penghantar listrik);
g.
Sarung tangan latex disposable, melindungi tangan dari germ dan
bakteri, sarung tangan ini hanya untuk sekali pakai;
h.
Sarung tangan lead lined, digunakan untuk melindungi tangan dari
sumber radiasi.
5. Pelindung Kaki
Para ahli selama berabad-abad membuat rancangan dan struktur umtuk kaki
manusia. Kaki manusia sangat kokoh untuk mendukung berat seluruh badan,
Amelisa Binuwara (1110942002)
Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-15

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
dan cukup fleksibel untuk memungkinkan bergerak, berjalan ataupun berlari.
Tanpa kaki dan jari-jari kaki, kemampuan bekerja akan sangat berkurang.
Hal-hal yang dapat menyebabkan kecelakan pada kaki salah satunya adalah
akibat bahan kimia. Cairan seperti asam, basa, dan logan cair dapat menetes ke
kaki dan sepatu. Bahan berbahaya tersebut dapat menyebabkan luka bakar
akibat bahan kimia dan panas. Banyak jenis jenis sepatu keselamatan dan
diantaranya adalah:
a.

Sepatu latex/karet, sepatu ini tahan bahan kimia dan memberikan

b.

daya tarik extra pada permukaan licin;


Sepatu buthyl, melindungi kaki terhadap ketone, aldehyde, alcohol,

asam, garam, dan basa;


c.
Sepatu vinyl, tahan terhadap pelarut, asam, basa, garam, air,
pelumas dan darah;
d.

Sepatu nitrile, tahan terhadap lemak hewan, oli, dan bahan kimia.

6. Pelindung Telinga
Pelindung telinga tidak boleh dianggap enteng terutama untuk pekerja yang
bekerja di tempat yang berkondisi bising baik itu dari gesekan benda-benda
keras ataupun bunyi-bunyi keras dari mesin. Alat yang digunakan untuk
kondisi seperti ini adalah dengan menggunakan earphone, sistem kerja alat
earphone ini yaitu meredan suara yang akan masuk ke telinga sehingga suara
bising tidak mengganggu dan merusak sistem kerja telinga, karena manusia
mempunyai batas pendengaran. Apabila kekerasan suara yang terlalu keras
maka akan menyebabkan kerusakan pada gendang telinga.
7. Tali Keselamatan
Tali keselamatan disebut safety belt, yang diperlukan untuk perlindungan diri
pekerja yang melakukan pekerjaannya yaitu diketinggian dan agar mengurangi
resiko jatuh langsung dari ketinggian.
8. Jas Laboratorium

Jas laboratorium sangat penting pemakaiannya terutama di laboratorium


kimia. Karena jas ini akan melindungi tubuh dari kontak langsung dengan

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-16

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
suatu zat kimia yang dapat mengakibatkan kerusakan pada tubuh manusia.
Kriteria yang baik untuk jas laboratorium ini sendiri yaitu:
a.
Nyaman dipakai;
b.
Bahan kain yang cukup tebal;
c.
Berwarna terang/putih;
d.
Berkancing (non resleting);
e.
Panjang jas sampai lutut dan dengan lengan sampai pergelangan
tangan.
2.4 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan (SMK3)
2.4.1 Pengertian Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3)
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 50 tahun 2012 tentang
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, definisi dari SMK3 adalah
bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhandalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat
kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.Berdasarkan
pasal 5 PP RI No. 50/2012, perusahaan yang wajib menerapkan SMK3 di
perusahaannya adalah perusahaan yang mempekerjakan perkerja buruh paling
sedikit 100 orang atau mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi.
Program K3 ditekankan pada faktor manusia, karena kecelakaan kerja 80 % lebih
disebabkan oleh kecerobohan manusia. Menurut Rudi Suardi (2005) agar program
K3 dapat berjalan dengan baik maka perusahaan dan tenaga kerja mempunyai
tanggung jawab yaitu:
1. Tanggung jawab manajemen puncak:
a. Menetapkan kebijakan K3;
b. Memastikan SMK3 diterapkan;
c. Menunjuk wakil manajemen;
d. Menyediakan sumber daya yang cukup untuk SMK3;
e. Menyediakan tempat kerja yang aman dan sehat;
f. Menyediakan informasi K3 bagi pekerja;
g. Melakukan evaluasi kinerja K3 level manajemen.
2. Tanggung jawab level manajemen/supervisor:

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-17

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
a. Memastikan pekerja menggunakan APD sesuai dengan persyaratan;
b. Memberikan pemahaman pada pekerja tentang potensi bahaya yang dapat
terjadi di tempat kerja;
c. Membuat instruksi kerja.
3. Tanggung jawab level pekerja:
a. Bekerja sesuai dengan peraturan dan persyaratan;
b. Menggunakan peralatan APD yang diisyaratkan perusahaan;
c. Melaporkan kepada manajemen puncak atau supervisor atas kehilangan
dan kerusakan peralatan pengendali resiko yang dapat berpengaruh pada
K3;
d. Melakukan perkerjaan sesuai dengan prosedur kerja;
e. Tidak memindahkan atau menggunakan secara tidak benar berbagai
peralatan pelindung/pengendali yang dipersyaratkan oleh peraturan,
undang-undang dan organisasi;
f. Tidak mengoperasikan atau menggunakan peralatan apapun yang dapat
menimbulkan bahaya bagi pekerja;
g. Melaporkan pada manajemen kondisi tidak kesesuaian apapun yang terjadi
di tempat kerja.
2.4.2

Sejarah

Perkembangan

Sistem

Manajemen

Keselamatan

dan

Kesehatan Kerja (SMK3) di Dunia


Sejak abad ke-16 mulai ada keterangan-keterangan mengenai gambaran
kecelakaan dan penyakit yang diderita oleh pekerja tambang. Pada abad ke-17,
Bernardine Ramazzini yang oleh beberapa penulis dianggap sebagai Bapak K3, di
dalam bukunya yang berjudul De Morbis Artificum Diatriba menguraikan
tentang berbagai jenis penyakit yang berkaitan dengan pekerjaan yang dialami
oleh pekerja. Dengan demikian Ramazzini telah memperjelas persoalan bahwa
pekerjaan dapat menimbulkan penyakit, yang sampai saat ini dikenal dengan
penyakit akibat kerja. Selain itu dia juga manambahkan cara-cara menegakkan
diagnosis penyakit akibat kerja (Dewantara, 2012).
Pada pertengahan abad ke-18, dengan terjadinya revolusi industri di Inggris,
dimana saat itu mulai ditemukan cara-cara produksi baru serta mesin-mesin baru

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-18

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
untuk industri seperti mesin tenun, generator serta mesin untuk pengangkutan,
maka K3 pun juga mengalami perkembangan yang lebih pesat lagi.
Perkembangan yang demikian juga terjadi di benua Eropa serta Amerika
(Dewantara, 2012).
Pertumbuhan dan perkembangan teknologi di negara-negara maju pada abad ke20 ini, seperti teknologi produksi di dalam industri, teknologi komunikasi,
teknologi pertambangan, dan teknologi canggih lainnya merupakan tantangan bagi
perkembangan K3 (Dewantara, 2012).
2.4.3

Sejarah

Perkembangan

Sistem

Manajemen

Keselamatan

dan

Kesehatan Kerja (SMK3) di Indonesia


Perkembangan K3 di Indonesia diketahui saat munculnya Undang-Undang Kerja
dan Undang-Undang Kecelakaan, meskipun permulaannya belum berlaku, namun
telah memuat pokok-pokok tentang K3. Selanjutnya oleh Departemen Perburuhan
pada tahun 1967 didirikan lembaga Kesehatan Buruh yang kemudian pada tahun
1965 berubah menjadi Lembaga Keselamatan dan Kesehatan Buruh (Widodo,
2011).
Pada tahun 1966 didirikan Lembaga Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja di
Departemen Tenaga Kerja, dan Dinas Higiene Perusahaan/Sanitasi umum dan
Dinas Kesehatan Tenaga Kerja di Departemen Kesehatan. Selain itu juga tumbuh
organisasi swasta yaitu Yayasan Higiene Perusahaan yang berkedudukan di
Surabaya. Untuk selanjutnya organisasi Hiperkes (Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja) dari tahunketahun selalu mengalami perubahan-perubahan
dengan nama sebagai berikut (Widodo, 2011):
1. Pada tahun 1969 berubah menjadi Lembaga Nasional Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja;
2. Pada tahun 1978 berubah menjadi pusat Higiene Perusahaan, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (Hiperkes);
3. Pada tahun 1983 berubah lagi menjadi Pusat Higiene Perusahaan dan
Kesehatan Kerja;
4. Pada tahun 1988 berubah menjadi pusat Pelayanan Ergonomi, Kesehatan dan
Keselamatan Kerja;

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-19

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
5. Pada tahun 1993 berubah lagi menjadi Pusat Higiene Perusahaan, Kesehatan
dan Keselamatan Kerja.
Jadi jelas bahwa perkembangan K3 di Indonesia berjalan bersama-sama dengan
pengembangan kesehatan kerja yaitu selain melalui institusi, juga dilakukan
melalui upaya-upaya penerbitan buku, majalah, leaflet K3, spanduk, dan poster
yang disebarluaskan ke seluruh Indonesia. Kegiatan lain adalah seminar K3,
konvensi, lokakarya, dan bimbingan terapan K3 diadakan secara berkala dan terus
menerus. Organisasi K3 Asosiasi Hiperkes dan Keselamatan Kerja (AHKKI) saat
ini memiliki cabang diseluruh Provinsi Wilayah NKRI (Widodo, 2011).
2.4.4 Dasar Yuridis Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3)
Mengingat pentingnya masalah K3, maka pemerintah mengeluarkan peraturanperaturan sebagai landasan hukum pelaksanaan K3 antara lain:
1.

UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;

2.

UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

3.

PP No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan


dan Kesehatan Kerja;

4.

Kepres RI No. 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang timbul karena


Hubungan Kerja.

2.4.5 Tujuan dan Manfaat Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan


Kerja (SMK3)
2.4.5.1 Tujuan SMK3
Tujuan pelaksanaan SMK3 adalah sebagai berikut (Dewantara, 2011):
1. Sebagai alat ukur kinerja K3 dalam organisasi
Sistem manajemen K3 digunakan untuk menilai dan mengukur kinerja
penerapan K3 dalam organisasi. Dengan membandingkan pencapaian K3
organisasi dengan persyaratan tesebut, organisasi dapat mengetahui tingkat
pencapaian K3.
2. Sebagai pedoman implementasi K3 dalam organisasi

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-20

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Sistem manajemen K3 dapat digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam
mengembangkan sistem manajemen K3. Beberapa bentuk sistem manajemen
K3 yang digunakan sebagai acuan misalnya ILO OHSMS Guidelines, API
HSE MS Guidelines, Oil and Gas Producer Forum (OGP) HASEMS
Guidelines, ISRS dari DNV dan lainnya.
3. Sebagai dasar penghargaan (awards)
Sistem manajemen K3 juga digunakan sebagai dasar untuk pemberian
penghargaan K3 atas pencapaian kinerja K3. Penghargaan K3 diberikan baik
oleh instansi pemerintah maupun lembaga independen lainnya.
4. Sebagai sertifikasi
Sistem manajemen K3 juga dapat digunakan untuk sertifikasi penerapan
manajemen K3 dalam organisasi. Sertifikat diberikan oleh lembaga sertifikat
yang telah diakreditasi oleh suatu badan akreditasi. Sistem sertifikasi dewasa
ini telah berkembang secara global karena dapat diacu di seluruh dunia.
2.4.5.2 Manfaat SMK3
Manfaat SMK3 berdasarkan PP No. 50 Tahun 2012 adalah sebagai berikut:
Manfaat Bagi Perusahaan
Manfaat pelaksanaan SMK3 bagi perusahaan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pemenuhan perusahaan terhadap peraturan perundangan dibidang
K3;
2. Mendapatkan bahan umpan balik bagi tinjauan manajemen dalam rangka
meningkatkan kinerja SMK3;
3. Mengetahui efektifitas, efisiensi dan kesesuaian serta kekurangan dari
penerapan SMK3;
4. Mengetahui kinerja K3 di perusahaan;
5. Meningkatkan image perusahaan yang pada akhirnya akan meningkatkan daya
saing perusahaan;
6. Meningkatkan kepedulian dan pengetahuan tenaga kerja mengenai K3 yang
juga akan meningkatkan produktivitas perusahaan;
7. Terpantaunya bahaya dan risiko di perusahaan;
8. Penanganan berkesinambungan terhadap risiko yang ada diperusahaan;
9. Mencegah kerugian yang lebih besar kepada perusahaan;
10. Pengakuan terhadap kinerja K3 diperusahaan.
Amelisa Binuwara (1110942002)
Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-21

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Manfaat Bagi Pemerintah
Manfaat pelaksanaan SMK3 bagi pemerintah adalah sebagai berikut:
1. Sebagai salah satu alat untuk melindungi hak tenaga kerja di bidang K3;
2. Meningkatkan mutu kehidupan bangsa dan image bangsa di forum
internasional;
3. Mengurangi angka kecelakaan kerja yang sekaligus akan meningkatkan
produktivitas kerja/nasional;
4. Mengetahui tingkat penerapan terhadap peraturan Perundangan.

Manfaat Bagi Pekerja


Manfaat pelaksanaan SMK3 bagi pekerja adalah sebagai berikut:
1. Melindungi kesehatan dan keselamatan pekerja;
2. Meningkatkan kesejahteraan dan kenerja;
3. Menjamin kesehatan dan keselamatan orang lain dalam lingkungan kerja;
4. Mengamankan sumber polutan;
5. Menyehatkan lingkungan kerja.
2.4.6

Prinsip Dasar Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(SMK3)

2.4.6.1 Siklus PDCA (Plan, Do, Check, Action)


Siklus PDCA (Plan, Do, Check., Action) dalam penerapan SMK3 berupa:
1. Penetapan kebijakan K3;
2. Perencanaan penerapan K3;
3. Penerapan K3;
4. Pengukuran, pemantauan dan evaluasi kinerja K3;
5. Peninjauan

secara

teratur

untuk

meningkatkan

kinerja

K3

secara

berkesinambungan.
Siklus PDCA untuk SMK3 di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-22

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Gambar 2.1 Prinsip Dasar Penerapan SMK3


Sumber: Dewi, 2006

Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai siklus PDCA (PDCA Cycle):
1. Plan (Merencanakan)
Tahap plan adalah tahap untuk menetapkan target atau sasaran yang ingin
dicapai dalam peningkatan proses ataupun permasalahan yang ingin
dipecahkan, kemudian menentukan metode yang akan digunakan untuk
mencapai target atau sasaran yang telah ditetapkan tersebut. Dalam tahap plan
ini juga meliputi pembentukan Tim Peningkatan Proses (Process Improvement
Team) dan melakukan pelatihan-pelatihan terhadap sumber daya manusia yang
berada di dalam tim tersebut serta batas-batas waktu (jadwal) yang diperlukan
untuk

melakukan

perencanaan-perencanaan

yang

telah

ditentukan.

Perencanaan terhadap penggunaan sumber daya lainnya seperti biaya dan


mesin perlu dipertimbangkan dalam tahap plan ini.
2. Do (Melaksanakan)
Tahap Do adalah tahap penerapan atau melaksanakan semua yang telah
direncanakan di tahap plan termasuk menjalankan prosesnya, memproduksi
serta melakukan pengumpulan data (data collection) yang kemudian akan
digunakan untuk tahap check dan act.
3. Check (Memeriksaan)
Tahap check adalah tahap pemeriksaan dan peninjauan ulang serta
mempelajari hasil-hasil dari penerapan di tahap do. Melakukan perbandingan
antara hasil aktual yang telah dicapai dengan Target yang ditetapkan dan juga
Amelisa Binuwara (1110942002)
Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-23

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
ketepatan jadwal yang telah ditentukan.
4. Act (Menindak)
Tahap act adalah tahap untuk mengambil tindakan yang seperlunya terhadap
hasil-hasil dari tahap check. Terdapat 2 jenis tindakan yang harus dilakukan
berdasarkan hasil yang dicapainya, antara lain:
a. Tindakan Perbaikan (Corrective Action) yang berupa solusi terhadap
masalah yang dihadapi dalam pencapaian target, tindakan perbaikan ini
perlu diambil jika hasilnya tidak mencapai apa yang telah ditargetkan.
b. Tindakan Standarisasi (Standardization Action) yaitu tindakan untuk
menstandarisasikan cara ataupun praktek terbaik yang telah dilakukan,
tindakan standarisasi ini dilakukan jikahasilnya mencapai target yang telah
ditetapkan.
Siklus tersebut akan kembali lagi ke tahap plan untuk melakukan peningkatan
proses selanjutnya sehingga terjadi siklus peningkatan proses yang terus menerus
(continuous process improvement).
2.4.7 Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012
Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Dalam penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3),
sebuah perusahaan harus memiliki dan melaksanakan beberapa ketentuan umum
yang telah diatur dalam PP No. 50 Tahun 2012, SMK3 menurut Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 memiliki 5 prinsip, 12 elemen
dan 166 kriteria dengan 3 tingkatan yaitu tingkat awal dengan 64 kriteria, tingkat
transisi dengan 122 kriteria dan tingkat lanjut dengan 166 kriteria, sebagaimana
dapat dilihat pada Gambar Tabel 2.1 di bawah ini:
Tabel 2.1 Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
Prinsip Dasar
1. Penetapan Kebijakan K3
2. Perencanaan K3
3. Pelaksanaan rencana K3
4. Pemantauan, dan Evaluasi Kinerja
K3

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

Elemen Audit
1. Pembangunan dan Terjaminnya Pelaksanaan
Komitmen
2. Pembuatan dan Pendokumentasian Rencana K3
3. Pengendalian Perancangan dan Peninjauan Kontrak
4. Pengendalian Dokumen

II-24

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Prinsip Dasar
5.Peninjauan dan peningkatan kinerja
SMK3

Elemen Audit
5. Pembelian dan Pengendalian Produk
6. Keamanan Bekerja Berdasarkan SMK3
7. Standar Pemantauan
8. Pelaporan dan Perbaikan kekurangan
9. Pengelolaan material dan perpindahannya
10. Pengumpulan dan penggunaan data
11. Pemeriksaan SMK3
12.Pengembangan Keterampilan dan Kemampuan

Dalam menerapkan SMK3 tersebut perusahaan wajib berpedoman pada peraturan


ini dan juga ketentuan peraturan perundangan-undangan lain yang terkait, serta
dapat juga dengan memperhatikan konvensi atau standar internasional. Untuk
lebih jelasnya mengenai penerapan SMK3 berdasarkan PP RI No. 50 Tahun 2012
akan dijelaskan dalam uraian berikut:
2.4.7.1 Penetapan Kebijakan K3
Pengusaha harus menyebarluaskan kebijakan K3 yang telah ditetapkan kepada
seluruh pekerja. Dalam penyusunan kebijakan K3, pengusaha paling sedikit harus:
1. Melakukan tinjauan awal kondisi K3 yang meliputi:
a. Identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko;
b. Perbandingan penerapan K3 dengan perusahaan dan sektor lain yang lebih
baik;
c. Peninjauan sebab akibat kejadian yang membahayakan;
d. Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang
berkaitan dengan keselamatan;
e. Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan;
f. Memperhatikan peningkatan kinerja manajemen K3 secara terus menerus;
g. Memperhatikan masukan dari pekerja atau serikat pekerja;
h. Kebijakan K3 paling sedikit harus memuat:

Visi;

Tujuan perusahaan;
Komitmen dan tekad melaksanakan kebijakan;
Kerangka dan program kerja yang mencangkup kegiatan perushaaan
secara menyeluruh yang bersifat umum dan/atau operasional.

2.4.7.2 Perencanaan K3

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-25

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Perencanaan K3 dimaksudkan untuk menghasilkan rencana K3. Rencana K3 ini
disusun dan ditetapkan oleh pengusaha dengan mengacu pada kebijakan K3 yang
telah ditetapkan. Dalam menyusun rencana K3 harus melibatkan Ahli K3, Panitia
Pembina K3, wakil pekerja, dan pihak lain yang terkait di perusahaan. Dalam
penyusunan rencana K3, pengusaha harus mempertimbangkan:
1. Hasil penelaahan awal;
2. Identifikasi potensi bahaya, penilaian, dan pengendalian risiko;
3. Peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya;
4. Sumber daya yang dimiliki.

Rencana K3 paling sedikit memuat:


1. Tujuan dan sasaran;
2. Skala prioritas;
3. Upaya pengendalian bahaya;
4. Penetapan sumber daya;
5. Jangka waktu pelaksanaan;
6. Indikator pencapaian;
7. Sistem pertanggungjawaban.
2.4.7.3. Pelaksanaan Rencana K3
Berdasarkan rencana K3 yang telah ditetapkan, dalam pelaksanaannya pengusaha
didukung oleh SDM di bidang K3, sarana dan prasarana. SDM yang dimaksud
harus memiliki:
1. Kompetensi kerja yang dibuktikan dengan sertifikat;
2. Kewenangan di bidang K3 yang dibuktikan dengan ijin kerja dan/atau surat
penunjukan dari instansi yang berwenang.
Sarana dan prasana yang dimaksud minimal harus terdiri :
1. Organisasi atau unit yang bertanggungjawab di bidang K3;
2. Anggaran yang memadai;
3. Prosedur operasi/kerja, informasi, dan pelaporan serta pendokumentasian;

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-26

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
4. Instruksi kerja.
Syarat minimal kegiatan pelaksanaan rencana K3 harus meliputi:
1. Tindakan pengendalian;
2. Perancangan dan rekayasa;
3. Prosedur dan instruksi kerja;
4. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan;
5. Pembelian/pengadaan barang dan jasa;
6. Produk akhir;
7. Upaya menghadapi keadaan darurat kecelakaan dan bencana industri serta
rencana pemulihan keadaan darurat (dilaksanakan berdasarkan potensi bahaya,
investigasi, dan analisa kegiatan).
Pelaksanaan rencana K3 berdasarkan identifikasi bahaya, penilaian, dan
pengendalian risiko (untuk poin 1-6).
Pelaksaanaan kegiatan oleh pengusaha harus:
1. Menunjuk SDM yang berkompeten dan berwenang di bidang K3;
2. Melibatkan seluruh pekerja;
3. Membuat petunjuk K3 yang harus dipatuhi oleh semua penghuni perusahaan;
4. Membuat prosedur informasi yang harus dikomunikasikan ke semua pihak
dalam perusahaan dan pihak luar yang terkait;
5. Membuat prosedur pelaporan yang terdiri:
a. Terjadinya kecelakaan di tempat kerja;
b. Ketidaksesuaian dengan peraturan perundang-undangan dan/atau standar;
c. Kinerja K3;
d. Identifikasi sumber bahaya;
e. Dokumen lain yang diwajibkan berdasarkan peraturan perundangundangan;
f. Mendokumentasikan seluruh kegiatan yang dilakukan terhadap:
1)
2)
3)
4)
5)

Peraturan perundang-undangan dan standar di bidang K3;


Indikator kinerja K3;
Izin kerja;
Hasil identifikasi, penilaian, dan pengendalian risiko;
Kegiatan pelatihan K3;

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-27

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
6) Kegiatan inspeksi, kalibrasi, dan pemeliharaan;
7) Catatan pemantauan data;
8) Hasil pengkajian kecelakaan di tempat kerja dan tindak lanjut;
9) Identifikasi produk terhadap komposisinya;
10) Informasi pemasok dan kontraktor;
11) Audit dan peninjauan ulang SMK3.
Audit SMK3 adalah pemeriksaan secara sistematis dan independen terhadap
pemenuhan kriteria yang telah ditetapkan untuk mengukur suatu hasil kegiatan
yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam penerapan SMK3 di perusahaan.

2.4.7.4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3


Kegiatannya melalui pemeriksaan, pengujian, pengukuran, dan audit internal
SMK3 dilakukan oleh SDM yang kompeten, jika tidak memiliki SDM yang
kompeten dapat menggunakan jasa pihak lain. Hasil pemantauan dan evaluasi
kinerja K3 dilaporkan kepada pengusaha dan digunakan untuk melakukan
tindakan perbaikan yang dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
2.4.7.5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja SMK3
Fungsinya untuk menjamin kesesuaian dan efektivitas penerapan SMK3 yang
dilakukan terhadap kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan
evaluasi untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja dalam hal:
1. Terjadi perubahan peraturan perundang-undangan;
2. Adanya tuntutan dari pihak yang terkait dan pasar;
3. Adanya perubahan produk dan kegiatan perusahaan;
4. Terjadi perubahan struktur organisasi;
5. Adanya perkembangan IPTEK, termasuk epidemiologi;
6. Adanya hasil kajian kecelakaan di tempat kerja;
7. Adanya pelaporan;
8. Adanya masukan dari pekerja.

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-28

Laporan Kerja Praktek


Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Amelisa Binuwara (1110942002)


Nanda Elin Junaidi (1110942005)

II-29

You might also like