Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Perkembangan
ilmu
pengetahuan
saat
ini
menuntut
adanya
penyempurnaan
pendekatan
dalam
memahami
permasalahan
pengembangan wilayah. Pandangan sektoral untuk mengatasi suatu
permalasahan dirasakan belum dapat memberikan hasil akurat dalam
analisis dan pengambilan keputusan. Permasalahan pengembangan
1 Lulusan Magister Sains Geografi Universitas Indonesia, e mail:
tendi_thole03@yahoo.com
2 Peneliti dan Dosen Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia, e mail:
ralkoest@yahoo.co.uk
wilayah saat ini cukup kompleks dan untuk itu pandangan terhadap
perspektif sektor semata, perlu ditinjau ulang. Alternatifnya adalah
diusulkan pendekatan terpadu. Ciri pendekatan integratif antara lain
meninjau dari berbagai sisi sudut pandang.
Si/
S/N
Dimana:
Si = Nilai Sektor A di suatu wilayah
Ni = Total Sektor di suatu wilayah
S = Nilai Sektor A di wilayah referensi
N = Total sektor di wilayah referensi.
Nilai LQ yang diperoleh akan berada dalam kisaran lebih kecil atau sama
dengan satu sampai lebih besar dari angka 1 (1 > LQ > 1). Bila nilai LQ <
1 dapat dikatakan komoditas pada daerah tersebut tidak terspesialisasi
(non basis), sebaliknya bila nilai LQ > 1 maka dapat dikatakan komoditas
pada daerah tersebut terspesialisasi (basis). Besaran nilai LQ
menunjukkan besaran derajat spesialisasi atau konsentrasi dari suatu
komoditas di wilayah yang bersangkutan relatif terhadap wilayah
Tabel I-O Indonesia dikenalkan dan disusun oleh suatu tim yang terdiri dari
LIPI dan Kyoto University Japan pada tahun 1996, tetapi lebih banyak
bersifat studi daripada penyusunan sungguhan. Kemudian dibentuk tim
yang terdiri dari BPS, BI, Institute of Developing Economics Japan dan
Kyoto University Japan yang menghasilkan tabel I-O Indonesia 1971
sungguhan. Penyusunan tabel I-O selanjutnya dilakukan secara berkala
lima tahun sekali yaitu dimulai dari tabel I-O Indonesia 1975, 1980, 1985,
1990, 1995, 2000, dan yang terakhir tabel I-O Indonesia 2005 (BPS,
2009).
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa maksud Leontief menyusun
Tabel I-O adalah untuk menyajikan matriks kebalikan. Namun tabel itu
sendiri secara otomatis menghasilkan nilai tambah bruto sektoral. Nilai
tambah bruto itu sudah seharusnya diterima oleh para produsen domestik
sebagai balas jasa dari faktor produksi yang mereka pergunakan dalam
proses produksi. Jika nilai tambah semua sektor dijumlahkan dan
ditambahkan lagi PPN impor dan bea masuk, maka akan diperoleh Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB). Secara teoritis angka-angka nilai tambah
bruto yang diperoleh dari tabel I-O seharusnya sama dengan PDB/PDRB,
akan tetapi kenyataanya berbeda satu sama lain.
Konsep dan definisi yang digunakan dalam perhitungan PDB/PDRB tidak
berbeda dengan yang digunakan pada tabel I-O. Perbedaan antara
keduanya ditimbulkan akibat dari ruang lingkup, metode estimasi, metode
pendekatan dan data yang digunakan. Pembagian sektor (lapangan
usaha) pada perhitungan PDB/PDRB masih tergolong global, sedangkan
pada tabel I-O sudah terperinci, sehingga perhitungan pada Tabel I-O akan
lebih teliti dibanding PDB/PDRB.
2.2 Ulasan Location Quotient (LQ)
Location Quotient (LQ) adalah salah satu teknik untuk menghitung
kapasitas ekspor suatu perekonomian (wilayah) dan juga untuk
mengetahui derajat kemandirian suatu sektor di perekonomian wilayah
tersebut (Setiono, 2011). Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan
yang umum digunakan dalam model basis ekonomi untuk memahami
sektor
kegiatan
yang
menjadi
pemacu
pertumbuhan
suatu
daerah/wilayah. LQ mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi
kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan.
Teori basis ekonomi mendasarkan pandangannya bahwa laju
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya
peningkatan ekspor dari wilayah tersebut (Tarigan, 2005). Ekspor itu
sendiri tidak terbatas pada bentuk barang-barang jasa, akan tetapi dapat
juga berupa pengeluaran orang asing yang berada di daerah/wilayah
tersebut terhadap barang-barang tidak bergerak.
Teori basis ekonomi mengklarifikasikan seluruh kegiatan ekonomi ke
dalam dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Deliniasi
wilayah dilakukan berdasarkan konsep-konsep pengwilayahan yaitu
konsep homogenitas, nodalitas, dan administrasi.
Dalam proses perhitungan, analisis LQ menggunakan perbandingan
antara kondisi perekonomian suatu wilayah dengan perekonomian acuan
yang melingkupi wilayah yang lebih besar. Metode ini relatif tidak terlalu
sulit, karena prosesnya sederhana dan tidak membutuhkan banyak data,
sehingga mudah dilakukan dan cepat memberikan hasil perhitungan
(Setiono, 2011)
Provinsi yang terletak antara 0,45o LU dan 3,30o LS serta antara 98,36o
dan 101,53o BT. Sumatera Barat memiliki luas 42.297,30 km 2, terdiri dari
12 kabupaten dan 7 kota, Lihat Gambar 1; serta memiliki 391 pulau yang
191 diantaranya belum bernama.
Gambar 1. Administrasi
Penduduk Sumatera Barat terus bertambah dari waktu ke waktu.
Tahun 1971 jumlah penduduk Sumatera Barat 2,8 juta jiwa. Tahun
1980 sebnyak 3,0 juta jiwa. Tahun 1990 sebanyak 3,5 juta jiwa.
Tahun 2000 sebanyak 4,2 juta jiwa, dan pada tahun 2010 sudah
mencapai 4,8 juta jiwa. Jumlah penduduk Sumatera Barat menurut sensus
tahun 2010 adalah 4.827.973 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 2.367.599 jiwa dan jumlah penduduk wanita sebanyak
2.460.374 jiwa. Daerah dengan jumlah penduduk terbesar adalah Kota
Padang, yaitu sebesar 875.548 jiwa, dan daerah dengan jumlah penduduk
terkecil adalah Kota Sawahlunto yaitu sebesar 54.685 jiwa.
Kepadatan penduduk menurut kabupaten menunjukkan pada gambaran
yang tidak merata. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat di Kota Bukit
Tinggi yaitu 4656 jiwa/km2 dan kepadatan penduduk terendah berada di
Kabupaten Kepulauan Mentawai yaitu 13 jiwa/km2. Laju Pertumbuhan
Penduduk Sumatera Barat per tahun selama sepuluh tahun terakhir,
tahun 20002010, sebesar 1,34 persen. Laju pertumbuhan penduduk
Kabupaten Dharmasraya adalah yang tertinggi dibandingkan dengan
Kabupaten/Kota sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Tanah Datar
yakni 0,33 persen.
Struktur perekonomian Sumatera Barat sampai dengan tahun 2011 masih
di dominasi oleh sektor pertanian yaitu sebesar 23,5 persen dari distribusi
PDRB Sumatera Barat. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi
Sumatera Barat tahun 2007 2011 memperlihatkan bahwa sektor
pertanian masih menjadi sektor andalan. Padi, kelapa sawit, karet,
cengkeh, dan lada merupakan komoditas unggulan dari Sumatera Barat.
Sumber:
IV. PEMBAHASAN
4.1 Strategi Pembangunan Sumatera Barat
Strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi Povinsi Sumatera Barat
periode 2005 2020 dirumuskan dengan memperhatikan analisa struktur
ekonomi daerah. Selain perubahan lingkungan strategis daerah seperti
semakin mantapnya pelaksanaan otonomi daerah dan
terjadinya
globalisasi dalam kegiatan ekonomi internasional, distribusi kewenangan
dalam pengelolaan pembangunan ekonomi antara pemerintah pusat dan
daerah juga turut diperhatikan dalam perumusan strategi dan kebijakan
pembangunan ekonomi daerah Sumatera Barat untuk periode 2005
2020.
Arah pembangunan jangka panjang daerah Sumatera Barat disusun
berdasarkan analisis potensi atau keunggulan daerah. Hasil kajian dengan
metode pengukuran basis ekonomi memberikan gambaran tentang
keunggulan daerah dan daya saing daerah berkaitan erat dengan potensi
atau sumberdaya daerah. Dalam penulisan ini metode pengukuran basis
ekonomi Provinsi Sumatera Barat dilakukan melalui metode Input-Output.
Analisis dilakukan berdasarkan tabel Input Output Provinsi Sumatera
Barat tahun 2007 yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi
Sumatera Barat. Dari analisis input-output Sumatera Barat tersebut
selanjutnya dilakukan analisis keruangan dengan menggunakan metode
Location Quotient (LQ) dan superimposed peta. Analisis keruangan
dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih pasti tentang
distribusi spasial potensi-potensi sumberdaya yang dimiliki oleh Provinsi
Sumatera Barat.
6. Sektor Angkutan
Berdasarkan hasil analisis LQ, diketahui bahwa terdapat 7 kabupaten/kota
di Sumatera Barat dengan nilai LQ lebih dari 1, atau dapat dikatakan
terdapat 7 kabupaten/kota yang menjadi basis sektor industri di Sumatera
Barat. Adapun kabupaten/kota tersebut adalah, Bukit Tinggi, Kota Solok,
Padang, Padang Panjang, Padang Pariaman, Pariaman, dan Payakumbuh,
dengan tingkat spesialisasi tertinggi adalah Padang Pariaman (LQ = 1,70).
Untuk lebih jelasnya mengenai hasil perhitungan LQ untuk tiap sektor di
Sumatera Barat dapat dilihat pada tabel 2 dan peta 1 sampai peta 6.
angkutan jalan raya. Kelapa sawit (sektor pertanian), dan sektor industri
berdasarkan struktur PDRB diketahui merupakan penyumbang terbesar di
Sumatera Barat, hal ini menyebabkan kedua sektor tersebut menjadi
sektor andalan dalam rangka pengembangan wilayah.
Jika dari model input-output kita hanya dapat mengetahui sektor-sektor
mana saja yang memiliki peran strategis untuk dikembangkan dalam
pembangunan Sumatera Barat, maka analisis location quotient (LQ) dapat
dilakukan untuk mengetahui distribusi spasial daerah-daerah di Sumatera
Barat yang potensial untuk mengembangkan sektor-sektor strategis tadi.
Gambar 2 sampai 6 menunjukkan daerah-daerah di Sumatera Barat yang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai basis sektor-sektor unggulan.
Kecuali untuk komoditas kelapa sawit, penjelasan lebih lanjut mengenai
potensi pengembangan komoditas kelapa sawit dapat kita lihat pada
Gambar 7 tentang distribusi produksi kelapa sawit di Sumatera Barat. Dari
Gambar 7, dapat terlihat bahwa Pasaman Barat merupakan daerah yang
berpotensi untuk dikembangkan sebagai basis komoditas kelapa sawit
karena memiliki tingkat produksi kelapa sawit yang tinggi dan nilai LQ
untuk sektor pertanian lebih dari 1 (basis).
V. KESIMPULAN
Berdasarkan analisis model input-output dapat diketahui sektor-sektor
strategis yang dapat dikembangkan dalam rangka pengembangan wilayah
Sumatera Barat adalah (i) kelapa sawit, (ii) industri makanan lainnya, (iii)
industri tekstil pakaian-kulit, (iv) industri barang karet & plastik, (v) listrik,
(vi) konstruksi, (vii) perdagangan besar dan eceran, dan (viii) angkutan
jalan raya. Hasil analisis I-O masih pada tataran sektor-wise, dan belum
dapat menunjukkan dimana kapasitas sektor unggulan tersebut berada.
Untuk itu, analisis LQ melengkapi temuan tentang persebaran daerahdaerah yang potensial secara agregatif untuk mengembangkan sektorsektor unggulan tersebut adalah:
1. Sektor pertanian (kelapa sawit) dapat dikembangakan di Pasaman
Barat.
2. Sektor industri dapat dikembangkan di Kota Pariaman.
3. Sektor konstruksi dapat dikembangkan di Kota Solok
4. Sektor listrik dapat dikembangkan di Sijunjung
5. Sektor perdagangan dapat dikembangkan di Pasaman Barat, dan
6. Sektor angkutan dapat dikembangkan di Padang Pariaman
Penilaian ulang dengan menggunakan sekuensial analisis Input-Output
dan analisis Location Quotient dalam menentukan potensi pengembangan
wilayah Provinsi Sumatera Barat dapat memberikan gambaran yang lebih
nyata mengenai sebaran potensi yang dimiliki oleh tiap-tiap wilayah. Jika
metode analisis Input-Output hanya dapat memberikan gambaran sektorsektor unggulan semata; keterbatasan ini, disolusikan melalui metode
analisis LQ, dimana hasil penilaian versi LQ dapat memberikan gambaran
lebih detil tentang sebaran wilayah dimana potensi sektor-sektor
unggulan ala I-O dapat dikembangkan lebih lanjut dalam rangka
pengembangan wilayah Sumatera Barat. Lihat Gambar Potensi dalam
Sebaran Ruang, Gambar 2-7.
Tidak ada suatu pendekatan yang robust untuk semua hal. Oleh karena
itu kombinasi antara kedua pendekatan akan melengkapi temuan yang
diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
BPS. 2009. Sumatera Barat Dalam Angka 2008. Sumatera Barat: BPS.
BPS. 2009. Penghitungan dan Analisis Tabel Input-Output Sumatera Barat
2007. Sumatera Barat: BPS dan Bappeda Sumatera Barat
BPS. 2010. Sumatera Barat Dalam Angka 2009. Sumatera Barat: BPS
Rustiadi, Ernan, Sunsun Saefulhakim, Dyah R. Panju.2009. Perencanaan
dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Setiono, Dedi NS. 2011. Ekonomi Pengembangan Wilayah: Teori dan
Analisis. Jakarta:
Lembaga Penerbit FEUI
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Sumatera Barat:
Baduose Media
Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Bumi Aksara
Sumber Internet:
Sumber: http://sumbar.bps.go.id/web/arc/pdrblapanganusaha20072011/index.html
Krugman, P. 2008, The Increasing Returns Revolution in Trade and Geography.
Paul Krugman delivered his Prize Lecture on 8 December 2008 at Aula Magna,
Stockhaol
University.,
http://www.nobelprize.org/nobel_prizes/economicsciences/laureates/2008/krugman-lecture.html
No
1
Lapangan Usaha
Pertanian
a. Tanaman pangan & hortikultura
b. Perkebunan
c. Peternakan
d. Kehutanan
e. Perikanan
Pertambangan/Penggalian
a. Minyak dan gas bumi
b. Petambangan tanpa migas
c. Penggalian
Industri Pengolahan
a. Industri migas
b. Industri tanpa migas
Bangunan/Konstruksi
2.059.937,
26
285.849,95
1.774.087,
31
7.179.242,
77
7.179.242,
77
822.189,05
756.759,22
65.429,83
3.290.146,
38
10.367.999
,17
10.015.331
,06
93.062,13
259.605,98
b. Komunikasi
9.009.321,
18
7.372.707,
80
1.636.613,
38
2.963.365,
Jumlah
14.754.867
,49
7.489.661,
97
3.353.780,
05
1.206.850,
05
934.184,67
1.770.390,
95
Distribusi Persentase
24,67
12,52
5,61
2,02
1,56
2,96
3,44
0,48
2,97
12,01
12,01
1,37
1,27
0,11
5,5
17,34
16,75
0,16
0,43
15,07
12,33
2,74
4,96
Perusahaan
a. Bank
b. Lembaga keuangan tanpa bank &
Jasa
c. Sewa bangunan
d. Jasa perusahaan
Jasa-Jasa
a. Pemerintah umum dan pertahanan
b. Swasta
97
925.267,34
1,55
744.010,38
1.211.606,
90
82.481,36
1,24
2,03
0,14
9.351.975,
83
6.416.216,
34
2.935.759,
49
15,64
10,73
4,91
PERTANIA
N
INDUSTR
I
KONSTRUKSI
LISTRIK
PERDAGANGA
N
ANGKUTAN
Agam
1,71
0,91
0,94
0,70
0,87
0,36
Bukittinggi
0,10
0,80
0,80
1,93
1,21
1,57
Dharmasraya
Kepulauan
Mentawai
Kota Sawah
Lunto
1,51
0,47
2,39
0,91
0,69
0,50
2,39
0,56
0,66
0,11
1,09
0,44
0,37
0,80
1,36
0,82
0,62
0,74
Kota Solok
0,38
0,73
2,53
0,42
0,59
1,51
1,45
0,79
0,53
0,31
1,20
0,40
Padang
0,25
1,19
0,82
1,63
1,19
1,67
Padang Panjang
0,43
0,68
1,51
2,10
0,59
1,62
Padang Pariaman
1,05
0,89
0,84
1,10
0,62
1,70
Pariaman
1,23
2,24
1,52
1,02
0,61
1,07
Pasaman
2,26
0,35
0,58
0,02
0,69
0,28
Pasaman Barat
1,36
1,85
0,54
0,11
1,43
0,25
Payakumbuh
0,44
0,54
1,52
1,19
1,04
1,60
Pesisir Selatan
Sawahlunto/Sijun
jung
1,49
1,01
0,87
0,54
1,19
0,23
1,14
0,34
2,16
1,07
0,64
0,58
Solok
1,92
0,29
0,51
0,09
0,73
0,78
Solok Selatan
1,68
0,72
1,34
0,79
0,99
0,48
Tanah Datar
1,63
0,91
1,39
0,78
0,70
0,44
Gambar 2,
Gambar 3,
Gambar 4,
Gambar 5,
Gambar 6,
Gambar 7,