You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Amputasi adalah hilangnya

sebagian

alat gerak yang menyebabkan

ketidakmampuan seseorang untuk melakukan aktivitas dalam derajat yang


bervariasi, tergantung dari bagian mana alat gerak yang hilang, usia, dan
penanganan operasi (untuk kasus kehilangan alat gerak yang disebabkan
amputasi). Kehilangan alat gerak tersebut dapat disebabkan berbagai hal, seperti
penyakit, faktor cacat bawaan lahir, ataupun kecelakaan. Operasi pengangkatan
alat gerak pada tubuh manusia ini diebut dengan amputasi. Menurut Crenshaw,
dalam Vitriana (2002), amputasi pada alat gerak bawah mencapai 85%-90% dari
seluruh amputasi, dimana amputasi bawah lutut (transtibial amputation)
merupakan jenis operasi amputasi yang paling sering dilakukan. Angka kejadian
amputasi yang pasti di indonesia saat ini tidak diketahui, tapi menurut Vitriana
(2002) di Amerika Serikat terjadi 43.000kasus per tahun dari jumlah penduduk
280.562.489 jiwa atau sekitar 0,02%, sedangkan dalam Raichle et al. (2009)
disebutkan bahwa terjadi kasus amputasi sekitar 158.000per tahun dari jumlah
penduduk 307.212.123 atau sekitar 0,05%. Dengan demikian dapat diketahui
bahwa terjadi peningkatan kasus amputasi di Amerika Serikat, baik secara jumlah,
maupun secara persentase dari jumlah penduduk.

1.2.Tujuan

Menjelaskan tentang pengertian, etiologi, patofisiologi, jenis-jenis


amputasi, tingkatan amputasi, penatalaksanaan amputasi, managemen
amputasi.

1.3.Manfaat

Mahasiswa mampu menjelaskan kembali tentang pengertian, etiologi,


patofisiologi, jenis-jenis amputasi, tingkatan amputasi, penatalaksanaan
amputasi, managemen amputasi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian
Amputasi berasal dari kata amputare yang kurang lebih diartikan pancung.
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian
atau seluruh bagian ekstremitas. Tindakan ini merupakan tindakan yang dilakukan
dalam kondisi pilihan terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada
ekstremitas sudah tidak mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik
lain, atau manakala kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien
secara utuh atau merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan
komplikasi infeksi.
Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem tubuh
seperti sistem integumen, sistem persyarafan, sistem muskuloskeletal dan sisten
cardiovaskuler. Labih lanjut ia dapat menimbulkan madsalah psikologis bagi klien
atau keluarga berupa penurunan citra diri dan penurunan produktifitas.

2.2.Etiologi
Tindakan amputasi dapat dilakukan pada kondisi:
1. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
2. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
3. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
4. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.

5. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
6. Deformitas organ.

2.3.Metode Amputasi
Dilakukan sebagian kecil sampai dengan sebagian besar dari tubuh, dengan dua
metode :
1. Metode terbuka (guillotine amputasi).
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang.
Bentuknya benar-benar terbuka dan dipasang drainage agar luka bersih,
dan luka dapat ditutup setelah tidak terinfeksi.
2. Metode tertutup (flap amputasi)
Pada metode ini, kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada
daerah yang diamputasi.
Tidak semua amputasi dioperasi dengan terencana, klasifikasi yang lain
adalah karena trauma amputasi.

2.4.Jenis Amputasi
Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :
1. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.

2. Amputasi akibat trauma


Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
3. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada
trauma dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang
luas.
Jenis amputasi yang dikenal adalah :
1) Amputasi terbuka
2) Amputasi tertutup.
Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana
pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi
tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana dibuat
skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang
lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang.

Setelah dilakukan tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya


meliputi perawatan luka operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga
kekuatan otot/mencegah kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan
persiapan untuk penggunaan protese ( mungkin ).
Berdasarkan pada gambaran prosedur tindakan pada klien yang mengalami
amputasi maka perawat memberikan asuhan keperawatan pada klien sesuai
dengan kompetensinya.

2.5.Tingkatan Amputasi
1. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri.
Hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum,
mandi, berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.
2. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari
jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.
Adapun amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi
dua letak amputasi yaitu :
a) Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).
Ada 2 metode pada amputasi jenis ini yaitu amputasi pada
nonischemic limb dan inschemic limb.
b) Amputasi diatas lutut

Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien


dengan penyakit vaskuler perifer.
3. Nekrosis
Pada keadaan nekrosis biasanya dilakukan dulu terapi konservatif, bila
tidak berhasil dilakukan reamputasi dengan level yang lebih tinggi.
4. Kontraktur
Kontraktur sendi dapat dicegah dengan mengatur letak stump amputasi
serta melakukan latihan sedini mungkin. Terjadinya kontraktur sendi
karena sendi terlalu lama diistirahatkan atau tidak di gerakkan.
5. Neuroma
Terjadi pada ujung-ujung saraf yang dipotong terlalu rendah sehingga
melengket dengan kulit ujung stump. Hal ini dapat dicegah dengan
memotong saraf lebih proximal dari stump sehingga tertanam di dalam
otot.
6. Phantom sensation
Hampir selalu terjadi dimana penderita merasakan masih utuhnya
ekstremitas tersebut disertai rasa nyeri. Hal ini dapat diatasi dengan obatobatan, stimulasi terhadap saraf dan juga dengan cara kombinasi.

2.6.Penatalaksanaan Amputasi
Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.
Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :
1. Rigid dressing

Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar


operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus
immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan
memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang
balutan

pada

ujung

stump

serta

tempat-tempat

tulang

yang

menonjol. Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan
mempercepat posisi berdiri.
Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan dengan mobilisasi segera,
mobilisasi setelah 7 10 hari post operasi setelah luka sembuh, setelah 2 3
minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun untuk mobilisasi dengan
rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia, kekuatan, kecerdasan
penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist dan prosthetist serta
kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan supervisi program
perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 10 post operasi untuk
melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau tanda-tanda
infeksi lokal atau sistemik.
2. Soft dressing
Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan
pembalut steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan
yang cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai
menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan
meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal
pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya

luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan
sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk
berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke
10 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk
tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinya kontraktur.

2.7.Dampak Masalah Terhadap Sistem Tubuh


Adapun pengaruhnya meliputi :
1. Kecepatan metabolisme
Jika seseorang dalam keadaan immobilisasi maka akan menyebabkan
penekanan pada fungsi simpatik serta penurunan katekolamin dalam darah
sehingga menurunkan kecepatan metabolisme basal.
2. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Adanya penurunan serum protein tubuh akibat proses katabolisme lebih
besar dari anabolisme, maka akan mengubah tekanan osmotik koloid
plasma, hal ini menyebabkan pergeseran cairan intravaskuler ke luar
keruang interstitial pada bagian tubuh yang rendah sehingga menyebabkan
oedema. Immobilitas menyebabkan sumber stressor bagi klien sehingga
menyebabkan kecemasan yang akan memberikan rangsangan ke
hypotalamus posterior untuk menghambat pengeluaran ADH, sehingga
terjadi peningkatan diuresis.
3. Sistem respirasi

a. Penurunan kapasitas paru


Pada klien immobilisasi dalam posisi baring terlentang, maka
kontraksi otot intercosta relatif kecil, diafragma otot perut dalam
rangka mencapai inspirasi maksimal dan ekspirasi paksa.
b. Perubahan perfusi setempat
Dalam posisi tidur terlentang, pada sirkulasi pulmonal terjadi
perbedaan rasio ventilasi dengan perfusi setempat, jika secara
mendadak maka akan terjadi peningkatan metabolisme (karena
latihan atau infeksi) terjadi hipoksia.

c. Mekanisme batuk tidak efektif


Akibat immobilisasi terjadi penurunan kerja siliaris saluran
pernafasan sehingga sekresi mukus cenderung menumpuk dan
menjadi lebih kental dan mengganggu gerakan siliaris normal.
4. Sistem Kardiovaskuler
a. Peningkatan denyut nadi
Terjadi sebagai manifestasi klinik pengaruh faktor metabolik, endokrin
dan mekanisme pada keadaan yang menghasilkan adrenergik sering
dijumpai pada pasien dengan immobilisasi.
b. Penurunan cardiac reserve

10

Dibawah pengaruh adrenergik denyut jantung meningkat, hal ini


mengakibatkan waktu pengisian diastolik memendek dan penurunan
isi sekuncup.
c. Orthostatik Hipotensi
Pada keadaan immobilisasi terjadi perubahan sirkulasi perifer, dimana
anterior dan venula tungkai berkontraksi tidak adekuat, vasodilatasi
lebih panjang dari pada vasokontriksi sehingga darah banyak
berkumpul di ekstremitas bawah, volume darah yang bersirkulasi
menurun, jumlah darah ke ventrikel saat diastolik tidak cukup untuk
memenuhi perfusi ke otak dan tekanan darah menurun, akibatnya klien
merasakan pusing pada saat bangun tidur serta dapat juga merasakan
pingsan.
5. Sistem Muskuloskeletal
a. Penurunan kekuatan otot
Dengan

adanya

immobilisasi

dan

gangguan

sistem

vaskuler

memungkinkan suplai O2 dan nutrisi sangat berkurang pada jaringan,


demikian pula dengan pembuangan sisa metabolisme akan terganggu
sehingga menjadikan kelelahan otot.
b. Atropi otot
Karena adanya penurunan stabilitas dari anggota gerak dan adanya
penurunan fungsi persarafan. Hal ini menyebabkan terjadinya atropi dan
paralisis otot.
c. Kontraktur sendi

11

Kombinasi dari adanya atropi dan penurunan kekuatan otot serta adanya
keterbatasan gerak.
d. Osteoporosis
Terjadi

penurunan

metabolisme

kalsium.

Hal

ini

menurunkan

persenyawaan organik dan anorganik sehingga massa tulang menipis dan


tulang menjadi keropos.

6. Sistem Pencernaan
a. Anoreksia
Akibat penurunan dari sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi
sekresi kelenjar pencernaan dan mempengaruhi perubahan sekresi serta
penurunan kebutuhan kalori yang menyebabkan menurunnya nafsu
makan.
b. Konstipasi
Meningkatnya jumlah adrenergik akan menghambat pristaltik usus dan
spincter anus menjadi kontriksi sehingga reabsorbsi cairan meningkat
dalam colon, menjadikan faeces lebih keras dan orang sulit buang air
besar.
7. Sistem perkemihan
Dalam kondisi tidur terlentang, renal pelvis ureter dan kandung kencing
berada dalam keadaan sejajar, sehingga aliran urine harus melawan gaya
gravitasi,

pelvis

renal

banyak

menahan

urine

sehingga

dapat

menyebabkan:

12

Akumulasi endapan urine di renal pelvis akan mudah


membentuk batu ginjal.
Tertahannya urine pada ginjal akan menyebabkan berkembang
biaknya kuman dan dapat menyebabkan ISK.
8. Sistem integumen
Tirah baring yang lama, maka tubuh bagian bawah seperti punggung dan
bokong akan tertekan sehingga akan menyebabkan penurunan suplai darah
dan nutrisi ke jaringan. Jika hal ini dibiarkan akan terjadi ischemia,
hyperemis dan akan normal kembali jika tekanan dihilangkan dan kulit
dimasase untuk meningkatkan suplai darah.

2.8.Managemen Keperawatan
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga tahap
yaitu pada tahap preoperatif, tahap intraoperatif, dan pada tahap postoperatif.
a. Pre Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya
untuk mempersiapkan kondisi fisik dan psikolgis klien dalam menghadapi
kegiatan operasi.
Pada tahap ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan dengan kondisi
fisik, khususnya yang berkaitan erat dengan kesiapan tubuh untuk menjalani
operasi.
Pengkajian Riwayat Kesehatan
Perawat memfokuskan pada riwayat penyakit terdahulu yang mungkin dapat

13

mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit diabetes mellitus,


penyakit jantung, penyakit ginjal dan penyakit paru. Perawat juga mengkaji
riwayat penggunaan rokok dan obat-obatan.

Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik dilaksanakan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh
klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala
tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk
mempersiapkan kondisi tubuh sebaik mungkin manakala merupakan trauma/
tindakan darurat.
Kondisi fisik yang harus dikaji meliputi :
SISTEM TUBUH
Integumen :

KEGIATAN
Mengkaji kondisi umum kulit untuk meninjau tingkat

Kulit secara umum.

hidrasi.

Lokasi amputasi

Lokasi amputasi mungkin mengalami keradangan akut


atau kondisi semakin buruk, perdarahan atau kerusakan
progesif. Kaji kondisi jaringan diatas lokasi amputasi
terhadap terjadinya stasis vena atau gangguan venus

Sistem Cardiovaskuler :

return.
Mengkaji tingkat aktivitas harian yang dapat dilakukan

Cardiac reserve

pada klien sebelum operasi sebagai salah satu indikator

Pembuluh darah

fungsi jantung.
Mengkaji kemungkinan atherosklerosis melalui penilaian

Sistem Respirasi

terhadap elastisitas pembuluh darah.


Mengkaji kemampuan suplai oksigen dengan menilai

14

Sistem Urinari

adanya sianosis, riwayat gangguan nafas.


Mengkaji jumlah urine 24 jam.

Cairan dan elektrolit

Menkaji adanya perubahan warna, BJ urine.


Mengkaji tingkat hidrasi.

Sistem Neurologis

Memonitor intake dan output cairan.


Mengkaji tingkat kesadaran klien.
Mengkaji sistem persyarafan, khususnya sistem motorik

dan sensorik daerah yang akan diamputasi.


Sistem Mukuloskeletal Mengkaji kemampuan otot kontralateral.
Pengkajian Psikologis, Sosial, Spiritual
Disamping pengkajian secara fisik perawat melakukan pengkajian pada
kondisi psikologis ( respon emosi ) klien yaitu adanya kemungkinan terjadi
kecemasan pada klien melalui penilaian klien terhadap amputasi yang akan
dilakukan, penerimaan klien pada amputasi dan dampak amputasi terhadap
gaya hidup. Kaji juga tingkat kecemasan akibat operasi itu sendiri. Disamping
itu juga dilakukan pengkajian yang mengarah pada antisipasi terhadap nyeri
yang mungkin timbul.
Perawat

melakukan

pengkajian

pada

gambaran

diri

klien

dengan

memperhatikan tingkatr persepsi klien terhadap dirinya, menilai gambaran


ideal diri klien dengan meninjau persepsi klien terhadap perilaku yang telah
dilaksanakan dan dibandingkan dengan standar yang dibuat oleh klien sendiri,
pandangan klien terhadap rendah diri antisipasif, gangguan penampilan peran
dan gangguan identitas.
Adanya gangguan konsep diri antisipasif harus diperhatikan secara seksama
dan bersama-sama dengan klien melakukan pemilihan tujuan tindakan dan
pemilihan koping konstruktif.
15

Adanya masalah kesehatan yang timbul secara umum seperti terjadinya


gangguan fungsi jantung dan sebagainya perlu didiskusikan dengan klien
setelah klien benar-benar siap untuk menjalani operasi amputasi itu sendiri.
Kesadaran yang penuh pada diri klien untuk berusaha berbuat yang terbaik
bagi kesehatan dirinya, sehingga memungkinkan bagi perawat untuk
melakukan tindakan intervensi dalam mengatasi masalah umum pada saat pre
operatif. Asuhan keperawatan pada klien preoperatif secara umum tidak
dibahas pada makalah ini.
Laboratorik
Tindakan pengkajian dilakukan juga dengan penilaian secara laboratorik atau
melalui pemeriksaan penunjang lain secara rutin dilakukan pada klien yang
akan dioperasi yang meliputi penilaian terhadap fungsi paru, fungsi ginjal,
fungsi hepar dan fungsi jantung.

b. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi terbaik
klie. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah untuk
menciptakan kondisi opyimal klien dan menghindari komplikasi pembedahan.
Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kondisi hidrasi cairan,
pemasukan oksigen yang adekuat dan mempertahankan kepatenan jalan nafas,
pencegahan injuri selama operasi dan dimasa pemulihan kesadaran. Khusus
untuktindakan perawatan luka, perawat membuat catatan tentang prosedur
operasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan pemasangan

16

drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa


postoperatif.
Makalah ini tidak membahas secara detail kegiatan intraoperasi.

c. Post Operatif
Pada masa post operatif, perawat harus berusaha untuk mempertahankan
tanda-tanda vital, karena pada amputasi, khususnya amputasi ekstremitas
bawah diatas lutut merupakan tindakan yang mengancam jiwa.
Perawat melakukan pengkajian tanda-tanda vital selama klien belum sadar
secara

rutin

dan

tetap

mempertahankan

kepatenan

jalas

nafas,

mempertahankan oksigenisasi jaringan, memenuhi kebutuhan cairan darah


yang hilang selama operasi dan mencegah injuri.
Daerah luka diperhatikan secara khusus untuk mengidentifikasi adanya
perdarahan masif atau kemungkinan balutan yang basah, terlepas atau terlalu
ketat. Selang drainase benar-benar tertutup. Kaji kemungkinan saluran drain
tersumbat oleh clot darah.
Awal masa postoperatif, perawat lebih memfokuskan tindakan perawatan
secara umum yaitu menstabilkan kondisi klien dan mempertahankan kondisi
optimum klien.
Perawat bertanggungjawab dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien,
khususnya yang dapat menyebabkan gangguan atau mengancam kehidupan
klien.

17

Berikutnya fokus perawatan lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan


klien untuk membentuk pola hidup yang baru serta mempercepat
penyembuhan luka. Tindakan keperawatan yang lain adalah mengatasi adanya
nyeri yang dapat timbul pada klien seperti nyeri Panthom Limb dimana klien
merasakan seolah-olah nyeri terjadi pada daerah yang sudah hilang akibat
amputasi. Kondisi ini dapat menimbulkan adanya depresi pada klien karena
membuat klien seolah-olah merasa tidak sehat akal karena merasakan nyeri
pada daerah yang sudah hilang. Dalam masalah ini perawat harus membantu
klien mengidentifikasi nyeri dan menyatakan bahwa apa yang dirasakan oleh
klien benar adanya.

18

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tindakan Amputasi ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan
terakhir manakala masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak
mungkin dapat diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau manakala
kondisi organ dapat membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau
merusak organ tubuh yang lain seperti dapat menimbulkan komplikasi infeksi.
Tindakan Amputasi ini juga dapat berpengaruh pada beberapa sistem dalam tubuh.

19

You might also like