Professional Documents
Culture Documents
: An.
: 11 Tahun
: Laki-laki
: 479924
: Dahlia / III5
: 2/09/15
: 5/09/15
: Turunrejo 01/02 Brangsong Kendal
Nama Ayah
Umur
Pekerjaan
Agama
Alamat
Nama Ibu
Umur
Pekerjaan
Agama
Alamat
: Tn. M
: 39 tahun
: Tani
: Islam
: Turunrejo 01/02 Brangsong Kendal
: Ny. S
: 35 tahun
: Ibu rumah tangga
: Islam
: Turunrejo 01/02 Brangsong Kendal
2. DATA DASAR
2. 1.
Anamnesis ( Alloanamnesis )
Autoanamnesis dan aloanamnesis dengan pasien dan ibu pasien dilakukan
pada tanggal 3 September 2015 pukul 13.15 WIB di ruang Dahlia dan didukung
dengan catatan medis.
Keluhan utama : Nafas sesak.
2.2.
Satu hari SMRS Pasien juga mengeluhkan tidak enak badan sejak semalam.
Pasien juga mengalami batuk berdahak. Ketika dahak dikeluarkan berwarna
kuning.
Hari ketika pasien masuk rumah sakit, pasien mengalami sesak secara tiba
tiba setelah pasien berlatih taekwondo. Sesak bertambah ketika pasien kelelahan
dan pada malam hari. Pasien juga mengalami muntah demam, dengan muntahan
berupa lendir. Ibu pasien telah memberikan minyak angin pada badan pasien, serta
kaki dan tangan tetapi tidak ada perubahan.
Sehari setelah masuk rumah sakit pasien masih merasa agak sesak. Pasien
sudah merasa tidak demam lagi, akan tetapi pasien masih mengeluhkan batukbatuknya.
Saat ini pasien tidak ada riwayat berak encer. Riwayat nyeri kencing tidak ada
dan riwayat kencing darah tidak ada. Pasien belum BAB sejak 1 hari lalu, tetapi
tidak ada keluhan diare encer. Riwayat kejang tidak ada, riwayat batuk lama dan
dahak dengan darah disangkal.
2.3.
2.4.
2.5.
2.6.
ditolong oleh bidan, anak lahir langsung menangis, berat badan lahir 2970 gram,
panjang badan 50 cm.
2.7.
2.8.
2.9.
Riwayat Imunisasi :
BCG
: 1x umur 1 bulan
DPT
: 3 x ( 2,4,6) bulan
Polio
: 5 x (0,2,4,6,18) bulan
Hepatitis B
Campak
DT
: 1x umur 6 tahun
TT
BMI
Usia
: 12 tahun
Berat badan
: 36,5 kg
: BB/TB2
BMI
: 36.5/(1,45x1,45)
: 17,36
Kesan : normoweight
WAZ
=0,31(normal)
( BBU )=36,5 39,6
10,0
HAZ
=0,61( normal)
( TBU )=145 149,7
7,60
WHZ
36,9
=36,5
=0,5(normal)
( BB
)
TB
0,8
Kesan: gizi baik, perawakan normal
2.11. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak
Pertumbuhan :
Berat badan lahir 2700 gram , panjang badan lahir 50 cm, berat badan
sekarang 36,5 kg, panjang badan sekarang 145 cm.
Perkembangan :
o 3 bulan
: tertawa
o 4 bulan
o 7 bulan
o 9 bulan
: merangkak
o 1 tahun
o 18-24 bulan
minum sendiri
o 2-3 tahun
o 4 tahun
: masuk tk.
o 6 tahun
: masuk SD.
o 12 tahun
: masuk SMP.
Pasien tidak pernah tinggal kelas dan dapat menerima pelajaran dengan
baik.
Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan umurnya.
3. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal 3 September 2015 jam 13.150 WIB di bangsal Dahlia / Kelas III RSUD Dr.
H. Soewondo Kendal.
Status Present
Jenis Kelamin
Usia
Berat Badan
Tinggi Badan
: Laki-laki
: 12 tahun
: 36,5 kg
: 145 cm
Tanda Vital
Nadi
Tekanan Darah
Suhu
Frekuensi Nafas
keempat ekstremitas.
: 110/80 mmHg
: 36,1 C (aksila)
: 24 x / menit
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
Kepala
Rambut
Mata
palpebra (+).
Telinga
: Serumen (-/-), tidak nyeri, tidak bengkak.
Hidung
: Simetris, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
Mulut
: Lidah kotor (-), tonsil bengkak (-), bibir kering
(-), sianosis (-), caries (-), gusi tidak mengalami perdarahan
Leher
: Simetris, pembesaran kelenjar (-/-)
Tenggorokan
: Tonsil hiperemis (-), faring hiperemis (-)
Thorax
Paru-paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: Datar
: Nyeri tekan (-) , turgor normal, massa (-), hepar dan lien tidak
Perkusi
Auskultasi
teraba.
: Pekak, pekak sisi (-), pekak alih (-)
: Peristaltic (+) normal
Genitalia
Ekstremitas
: laki-laki, normal
Pemeriksaan
Akral dingin
Reflek fisiologis
Reflek patologis
Sianosis
Oedem
Capillary refill
Superior
-/+/+ N
-/-/-/<2
Inferior
-/+/+ N
-/-/-/<2
Kalium
Calcium
: 4,48 mmol/dl
: 1,12 mg/dl
Cor
o
o
Pulmo
o
o
Kesan
o
5. DIAGNOSIS BANDING
o Asma bronchiale
o TB paru
o Bronkitis
o Bronkopneumoni
o GER
6. DIAGNOSIS SEMENTARA
Asma bronchiale
7. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
o Menghindari faktor pencetus
o Fisioterapi dada
Medikamentosa
o O2 2L/m,
o Inf. 2A 15tpm,
o Inj.Cefotaxim 3x1 g IV,
o dexamethason 3 x 5 mg
o p.o pct 250 (k/p)
o nebulizer ventolin 2x1 amp,
8. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium darah
Pemeriksaan spirometri
X-foto thorak PA
Px sputum
9. PROGNOSIS
Qua ad vitam
Qua ad sanam
Qua ad fungsional
= ad bonam
= ad bonam
= ad bonam
Keluhan
Hari ke 1
Hari ke 2
Hari ke 3
Hari ke 4
(26/05/12)
(27/05/12)
(28/05/12)
(29/05/12)
Panas (+), sesak (+), Panas (-), sesak (+), Panas (-), sesak (-), Panas (-), sesak (-)
batuk (+), dahak (+), batuk (+), dahak (+), batuk (+), dahak (+), batuk (+), dahak (+),
pilek (+), ma/mi (+/ pilek(+), ma/mi (+/ pilek (+), ma/mi (+/ pilek (+), ma/mi (+/
+),
KU
Vital
sign
Px.Fisik
(-)
Sadar,lemah,
(-)
(-)
status Sadar, lemah, status Sadar, aktif, status Sadar, aktif, status
gizi baik
HR = 100 x/mnt
RR = 28 x/mnt
T = 37,3 C
gizi baik
HR = 108 x/mnt
RR = 23 x/mnt
t = 36,1 C
Kepala : Mesocephal
Mata : CA (-/-), SI
Kepala mesocephal
Mata : CA (-/-), SI
(-/-)
Hidung : sekret (+/
(-/-)
Hidung : sekret (+/
gizi baik
HR = 92 x/mnt
RR = 24 x/mnt
t = 36,3 C
gizi baik
HR = 110 x/mnt
RR = 25 x/mnt
Kepala : mesocephal
t = 36,5 C
Kepala : mesocephal
Mata
Mata : CA (-/-), SI
: CA (-/-), SI
(-/-)
(-/-)
nyeri (-/-)
Mulut : sianosis (-),
nyeri (-/-)
Mulut : sianosis (-),
Leher
Leher
: simetris,
: simetris,
pembesaran kel.
pembesaran
limfe (-)
Thorax
Pulmo :
kel.limfe (-)
Thorax
Pulmo :
vesiculer, R
vesiculer, R
(+/+), W (+/
(+/+), W (+/
+)
Cor
+)
Cor
reguler,
bising (-)
Abd :
bising (-)
Abd :
datar, supel,
datar, supel,
peristaltik (+)
peristaltik (+)
normal, nyeri
normal, nyeri
tekan (-)
Ekst :
tekan (-)
Ekst
:
akral dingin
akral dingin
(-), nadi
kaki (+)
kuat.
Assesem Asma Bronchiale
ent
Telinga : serumen
Telinga : serumen
nyeri (-/-)
nyeri (-/-)
Leher
Leher
Asma Bronchiale
: simetris,
: simetris,
pembesaran kel.
pembesaran kel.
limfe (-)
limfe (-)
Thorax
Thorax
reguler,
Pulmo :
vesiculer, R
vesiculer, R
(+/+), W (+/
(-/-), W (-/-)
Cor
:
+)
Cor
reguler,
reguler,
bising (-)
Abd :
bising (-)
Abd : datar,
supel,
datar, supel,
peristaltik (+)
peristaltik (+)
normal, nyeri
normal, nyeri
Pulmo :
tekan (-)
Ekst
:
akral dingin
(-), nadi
kaki kuat (+).
Asma Bronchiale
tekan (-)
Ekst :
akral dingin
(-), nadi kaki
kuat. (+)
Asma Bronchiale
Terapi
O2 2L/m,
Inf.RL 16 tpm,
Inj.
Cefotaxim
O2 2L/m,
Inf. 2A 15tpm,
Inj.Cefotaxim
3x750 mg IV,
dexa 3 x 1 mg
p.o pct 250 (k/p)
3x1 g IV,
dexa 3 x 5 mg
ranitidin 3 x
3x500 mg IV,
dexa 3 x 5 mg
ranitidin 3 x
3x500 mg IV,
dexa 3 x 5 mg
ranitidin 3 x
amp
p.o pct 250 (k/p)
nebulizer
ventolin
amp
p.o pamol 250
amp
p.o pamol 250
2x1 amp,
flexolide 2 x 1
amp,
O2 2L/m,
Inf. 2A 15tpm,
Inj.Cefotaxim
(k/p)
nebulizer
O2 2L/m,
Inf. 2A 15tpm,
Inj.Cefotaxim
(k/p)
ventolin nebulizer
ventolin
2x1 amp,
2x1 amp,
flexolide 2 x 1 amp flexolide 2 x 1
+ NACL 0,9 cc
Quo ad vitam : ad
Quo ad vitam : ad
Quo ad vitam : ad
bonam
Quo ad sanam: ad
bonam
Quo ad sanam: ad
bonam
Quo ad sanam: ad
bonam
bonam
Quo ad fungsional :
bonam
Quo ad fungsional :
bonam
Quo ad fungsional :
ad bonam
ad bonam
ad bonam
Quo ad sanam: ad
bonam
Quo ad fungsional :
ad bonam
BAB II
PEMBAHASAN
ASMA BRONCHIALE
Definisi
Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) menggunakan batasan operasional asma yaitu
mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut: timbul secara
episodik, cenderung pada malam hari/dini hari (nokturnal), musiman, adanya faktor pencetus
diantaranya aktivitas fisik, dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan
pengobatan, serta adanya riwayat asma atau atopi lain pada pasien/keluarganya.
Epidemiologi
Prevalensi total asma di dunia diperkirakan 7,2% (6% pada dewasa dan 10% pada
anak). Prevalensi pada anak menderita asma meningkat 8-10 kali di negara berkembang
dibanding negara maju. Prevalensi tersebut sangat bervariasi. Di Indonesia, prevalensi asma
pada anak berusia 6-7 tahun sebesar 3% dan untuk usia 13-14 tahun sebesar 5,2%.
Patofisiologi
Inflamasi saluran napas yang ditemukan pada pasien asma diyakini merupakan hal
yang mendasari gangguan fungsi. Respon terhadap inflamasi pada mukosa saluran napas
pasien asma ini menyebabkan hiperreaktifitas bronkus yang merupakan tanda utama asma.
Pada saat terjadi hiperreaktivitas saluran napas sejumlah pemicu dapat memulai gejala asma.
Pemicu ini meliputi respon hipersensitivitas tipe 1 (dimediasi IgE) terhadap alergen debu
rumah dan serbuk sari yang tersensitisasi, iritan seperti udara dingin, polutan atau asap rokok,
infeksi virus, dan aktivitas fisik/olahraga. Hiperreaktivitas saluran napas akan menyebabkan
obstruksi saluran napas menyebabkan hambatan aliran udara yang dapat kembali secara
spontan atau setelah pengobatan. Proses patologis utama yang mendukung obstruksi saluran
napas adalah edema mukosa, kontraksi otot polos dan produksi mukus. Obstruksi terjadi
selama ekspirasi ketika saluran napas mengalami volume penutupan dan menyebabkan gas di
saluran napas terperangkap. Bahkan, pada asma yang berat dapat mengurangi aliran udara
selama inspirasi. Sejumlah karakteristik anatomi dan fisiologi memberi kecenderungan bayi
dan anak kecil terhadap peningkatan risiko obstruksi saluran napas antara lain ukuran saluran
napas yang lebih kecil, recoil elastic paru yang lebih lemah, kurangnya bantuan otot polos
saluran napas kecil, hiperplasia kelenjar mukosa relatif.
Sehubungan dengan kesulitan mendiagnosis asma pada anak kecil, khususnya anak di
bawah 3 tahun, respons yang baik terhadap obat bronkodilator dan steroid sistemik (5 hari)
dan dengan penyingkiran penyakit lain diagnosis asma menjadi lebih definitif. Untuk anak
yang sudah besar (>6 tahun) pemeriksaan faal paru sebaiknya dilakukan. Uji fungsi paru yang
sederhana dengan peak flow meter, atau yang lebih lengkap dengan spirometer. Uji provokasi
bronkus dengan histamin, metakolin, latihan (exercise), udara kering dan dingin atau dengan
NaCl hipertonis, sangat menunjang diagnosis.
Klasifikasi
Klasifkasi asma sangat diperlukan karena berhubungan dengan tatalaksana lanjutan
(jangka panjang). GINA membagi asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru,
dan pemeriksaan laboratorium.menjadi 4 klasifikasi yaitu asma intermiten, asma persisten,
ringan, asma persisten sedang, dan asma persisten berat.
Selain pembagian berdasarkan GINA, PNAA membagi asma menjadi 3 yaitu asma
episodik jarang, asma episodik sering dan asma persisten. Berikut ini tabel klasifikasi asma
berdasarkan PNAA:
Penatalaksanaan
Tatalaksana serangan asma dilakukan dengan tujuan untuk meredakan penyempitan
jalan nafas secepat mungkin, mengurangi hipoksemia, mengembalikan fungsi paru ke
keadaan normal secepatnya, dan merenacanakan tatalaksana mencegah kekambuhan.
Tatalaksana Serangan
1. Tatalaksana di rumah
Untuk serangan ringan dapat digunakan obat oral golongan beta 2 agonis atau teofilin.
Bila tersedia, lebih baik digunakan obat inhalasi karena onsetnya lebih cepat dan efek
samping sistemiknya minimal. Obat golongan beta 2 agonis inhalasi yang dapat
digunakan yaitu MDI dengan atau tanpa spacer atau nebulizer.
Bila dalam waktu 30 menit setelah inhalasi tidak ada perbaikan atau bahkan terjadi
perburukan harus segera dibawa ke rumah sakit.
2. Tatalaksana di ruang emergency
Penderita yang datang dalam keadaan serangan langsung dinilai derajat serangannya.
Tatalaksana awal adalah pemberian beta agonis secara nebulisasi. Garam fisiologis dapat
ditambahkan dalam cairan nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulang dengan selang 20
menit. Pada pemberian ketiga dapat ditambahkan obat antikolinergik. Tatalaksana awal
ini sekaligus berfungsi sebagai penapis yaitu untuk penentuan derajat serangan, karena
penilaian derajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat dan jelas.
Berikut ini pentalaksanaan serangan asma sesuai derajat serangan:
1. Serangan Asma ringan
Pada serangan asma ringan dengan sekali nebulisasi pasien dapat menunjukkan respon
yang baik. Pasien dengan derajat serangan asma ringan diobservasi 1-2 jam, jika
respon tersebut bertahan pasien dapat dipulangkan dan jika setelah observasi selama 2
jam gejala timbul kembali, pasien diperlakukan sebagai serangan asma derajat sedang.
Sebelum pulang pasien dibekali obat 2-agonis (hirupan atau oral) yang harus
diberikan tiap 4-6 jam dan jika pencetus serangannya adalah infeksi virus, dapat
ditambahkan steroid oral jangka pendek selama 3-5 hari. Pasien juga dianjurkan
kontrol ulang ke klinik rawat jalan dalam waktu 24-48 jam untuk evaluasi ulang
tatalaksana dan jika sebelum serangan pasien sudah mendapat obat pengendali, obat
tersebut diteruskan hingga evaluasi ulang yang dilakukan di klinik rawat jalan.
2. Serangan Asma sedang
Pada serangan asma sedang dengan pemberian nebulisasi dua atau tiga kali pasien
hanya menunjukkan respon parsial (incomplete response) dan pasien perlu diobservasi
di ruang rawat sehari (One day care) dan walaupun belum tentu diperlukan, untuk
persiapan keadaan darurat, pasien yanga akan diobservasi di ruang rawat sehari
langsung dipasang jalur parenteral sejak di unit gawat darurat (UGD).
Pada serangan asma sedang diberikan kortikosteroid sistemik oral metilprednisolon
dengan dosis 0,5-1 mg/kgbb/hari selama 3-5 hari.
3. Serangan Asma berat
Pada serangan asma berat dengan 3 kali nebulisasi berturut-turut pasien tidak
menunjukkan respon yait gejala dan tanda serangan masih ada. Pada keadaan ini
pasien harus dirawat inap dan jika pasien menunjukkan gejala dan ancaman henti
napas pasien harus langsung dirawat diruang intensif. Pasien diberikan oksigen 2-4
L/menit sejak awal termasuk saat dilakukan nebulisasi, dipasang jalur parenteral dan
dilakukan foto toraks. Jika ada dehidrasi dan asidosis, diatasi dengan pemberian
cairan intravena dan koreksi terhadap asidosis dan pada pasien dengan serangan berat
dan ancaman henti napas, foto toraks harus langsung dibuat untuk mendeteksi
kemungkinan pneumotoraks dan pneumomediastinum. Pada ancaman henti napas
hipoksemia tetap terjadi walaupun sudah diberi oksigen (kadar PaO2<60 mmHg dan
atau PaCO2>45 mmHg). Pada ancaman henti napas diperlukan ventilsi mekanik.
Nebulisasi dengan - agonis+antikolinergik dengan oksigen dilanjutkan tiap 1-2 jam,
jika dengan 4-6 kali pemberian mulai terjadi perbaikan klinis jarak pemberian dapat
diperlebar menjadi 4-6 jam.
Pasien juga diberikan kortikosteroid intravena 0,5-1 mg/kg/BB/hari per bolus setiap 68 jam dan aminofilin intravena dengan beberapa ketentuan sebagai berikut:
Jika pasien belum mendapat minofilin sebelumnya, diberikan aminofilin dosis awal
sebesr 6-8 mg/kgBB dilarutkan dlam dekstros 5% atau gram fisiologis sebanyak 20
ml diberikan dalm 20-30 menit.
Jika pasien telah mendapat aminofilin sebelumnya (kurang dari 4 jam), dosis yng
diberikan adalah setengah dari dosis inisial.
Sebaiknya kadar aminofilin dalam darah diukur dan dipertahankan sebesar 10-20/ml.
Selanjutnya, aminofilin dosis rumatan diberikan sebesar 0,5-1 mg/kgBB/jam.
Jika terjadi perbaikan klinis nebulisasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam dan
pemberian aminofilin dan kortikosteroid diganti oral, jika dalam 24 jam stabil pasien
dapat dipulangkan dengan dibekali 2-agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap
4-6 jam selama 1-2 hari. Selain itu, steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke
klinik rawat jalan dalam 1-2 hari untuk evalasi ulang tatalaksana.