You are on page 1of 4

Darah Nifas yang Berubah Warna

Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang seorang wanita yang mendapati darah nifasnya
keluar selama dua pekan, setelah itu darahnya berubah secara bertahap hingga
berbentuk lendir cenderung berwarna kuning dan terus berlanjut hingga genap 40
hari. Apakah berlaku padanya hukum nifas selama masa perubahan warna
tersebut?

Beliau menjawab:

Cairan kuning atau cairan yang seperti lendir selama belum tampak padanya
kesucian yang jelas, maka hukumnya mengikuti hukum darah (hifas), tidak
dihukumi suci kecuali sudah benar-benar bersih dari cairan tersebut. Jika dia telah
suci dan benar-benar bersih dari cairan tersebut maka wajib baginya untuk mandi
dan melaksanakan shalat walaupun belum genap 40 hari. Adapun yang disangka
oleh sebagian wanita bahwa seorang wanita harus menunggu sampai genap 40 hari
walaupun sudah bersih sebelum hitungan tersebut, maka ini adalah prasangka yang
keliru dan tidak benar. Bahkan kapan saja seorang yang nifas mengalami suci
walaupun baru 10 hari wajib baginya untuk shalat dan boleh baginya untuk
melakukan apa saja yang dibolehkan bagi wanita yang dalam masa suci termasuk
jima.

Hukum Shalat Wanita yang Keguguran pada Usia 3 Bulan Kandungannya

Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang seorang wanita yang mengalami keguguran


pada usia 3 bulan kandungannya. Apakah dia tetap shalat atau harus
meninggalkannya?

Beliau menjawab:

Yang dikenal di sisi para ulama, jika wanita mengalami keguguran pada usia 3 bulan
maka dia tidak melaksanakan shalat, karena yang gugur dari kandungannya sudah
berupa janin yang telah jelas padanya bentuk manusia, sehingga darah myang

keluar darinya merupakan darah nifas yang menghalanginya dari pelaksanaan


shalat.

Para ulama menyatakan: Dan sangat mungkin bentuk manusia itu begitu jelas jika
sudah genap 81 hari usia kehamilan, dan hitungan ini kurang dari 3 bulan. Jika dia
yakin bahwa janinnya gugur pada usia 3 bulan, maka darah yang keluar darinya
darah nifas. Adapun jika usia kehamilannya sebelum 80 hari, maka darah yang
keluar darinya dihukumi darah fasad (isthihadah), sehingga dia tidak boleh
meninggalkan shalat hanya karena keluarnya darah tersebut.

Maka wajib baginya untuk mengingat-ingat, jika kegugurannya sebelum 80 hari usia
kehamilannya dia mengqadha shalat (yang dia tinggalkan), jika dia tidak ingat
berapa kali shalat yang dia tinggalkan maka dia perkirakan kemungkinan yang
paling besar jumlah shalat yang dia tinggalkan kemudian dia mengqadhanya.

Hukum Darah Setelah Keguguran

Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang hukum darah yang keluar setelah keguguran?

Beliau menjawab:

Jika janin keluar, maka darah keluar mengikuti keluarnya janin tersebut. Jika telah
nampak bentuk manusia pada janin tersebut, tampak tangan, kaki dan anggota
badan lainnya, maka darah yang keluar adalah darah nifas sehingga dia tidak boleh
shalat dan puasa sampai suci dari darah tersebut. Jika belum nampak bentuk
manusia maka darahnya bukan darah nifas, sehingga dia tetap shalat dan puasa
kecuali pada hari-hari yang biasanya dia mengalami haid. Sehingga pada hari-hari
tersebut dia tidak melaksanakan shalat dan puasa sampai berakhir masa kebiasaan
haidnya.

Hukum Darah yang Keluar Setelah Keguguran

Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang hukum darah yang keluar dari seorang wanita
setelah keguguran?

Beliau menjawab:

Para ulama berkata: Jika janin yang keluar telah jelas berbentuk manusia, maka
darahnya darah nifas, dia harus meninggalkan shalat dan puasa serta tidak boleh
digauli sampai suci dari darah tersebut.

Jika janin yang keluar belum berbentuk manusia, maka tidak dianggap sebagai
darah nifas tetapi dihukumi darah fasaq yang tidak menghalanginya dari shalat,
puasa dan perbuatan lainnya.

Mereka menyatakan: Usia minimal kehamilan yang dengannya janin sudah


berbentuk adalah 81 hari, karena janin dalam kandungan, sebagaimana yang
dikatakan oleh Abdullah bin Masud:

Rasulullah telah bercerita kepadaku dan beliau adalah orang yang jujur dan
beritanya dibenarkan: Sesungguhnya salah seorang di antara kalian penciptaannya
dikumpulkan dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa mani, kemudian selama 40
hari berupa darah, kemudian selama 40 hari berupa daging. Kemudian seorang
malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh dan memberitakan tentang 4
perkara: ketentuan rizkinya, ajalnya, amalannya, dan nasibnya apakah menjadi
orang yang sengsara atau bahagia. (Muttafaq alaih)

Oleh karena itu jika janin gugur sebelum usia 80 hari kehamilan, darah yang keluar
bukan darah nifas karena usia tersebut belum berbentuk janin. Maka dia tetap
berpuasa dan shalat dan melakukan amalan yang dilakukan oleh wanita-wanita
yang dalam masa sucinya.

Cara Shalat jika Darahnya Keluar Deras

Fadhilatusy Syaikh ditanya tentang seseorang yang darahnya mengucur deras,


bagaimana dia melakukan shalatnya dan kapan dia berpuasa?

Beliau menjawab:

Semisal wanita yang darahnya mengucur deras ini, maka dia harus meninggalkan
shalat dan puasanya selama kebiasaan dia mengalami haid pada masa sebelum
kejadian tersebut. Misalnya jika haidnya biasa datang awal bulan selama enam hari,
maka dia meninggalkan shalat dan puasa sejak awal bulan selama enam hari. Jika
telah berlalu masa enam hari maka dia mandi kemudian melaksanakan shalat dan
puasa.

Adapun tatacara shalatnya, dan juga yang mengalami semisalnya, maka dia
mencuci kemaluannya dengan sempurna kemudian dia sumbat (atau dengan
pembalut) lalu berwudhu dan melakukan hal yang demikian tadi setelah masuk
waktu shalat fardhu. Dia tidak boleh melakukannya sebelum masuk waktu, tetapi
harus sesudah masuk waktu. Kemudian dia shalat, juga tidak boleh melakukan
shalat sunnah di sepanjang waktu shalat fardhu tersebut.

Pada kondisi seperti ini, karena adanya masyaqqoh (kesulitan) yang dihadapi,
dibolehkan baginya untuk menjama shalat Dzuhur dengan Ashar atau sebaliknya,
dan shalat Maghrib dengan Isya atau sebaliknya. Sehingga jadilah amalan yang
dilakukan dalam sehari-harinya shalat Dzuhur dan Ashar untuk satu waktu, shalat
Maghrib dan Isya untuk satu waktu dan shalatt Shubuh satu waktu, sehingga
menjadi tiiga waktu shalat sebagai pengganti lima waktu shalat yang semestinya.

( diambil dari buku Problema Darah Wanita, Ash Shaf Media)syeikh Muhammad
Salih Al-Uthaimin

You might also like