You are on page 1of 5

PROSIDING SEMINAR

PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR


Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011

ANALISA REKAMAN DATA DETEKTOR GEMPA TERHADAP


INTEGRITAS GEDUNG REAKTOR KARTINI
Tri Nugroho Hadi Susanto, Umar Sahiful Hidayat
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan-BATAN, Babarsari Yogyakarta 55281
Email: nug_hs@batan.go.id
ABSTRAK
ANALISA REKAMAN DATA DETEKTOR GEMPA TERHADAP INTEGRITAS
GEDUNG REAKTOR KARTINI. Letak geografis Yogyakarta yang berada pada
daerah rawan gempa menjadikan gedung Reaktor Kartini memerlukan pemantauan
khusus. Gempa berkekuatan 5,9 Skala Richter yang terjadi di Yogyakarta pada 27
Mei 2006 telah menimbulkan efek seismik pada gedung reaktor sebesar 0,15 gravity
(kajian LAPI ITB). Pemasangan detektor Geosig pasca gempa 6,3 SR telah berhasil
merekam 7 kali gempa dengan kekuatan lebih dari 5 SR pada episentrumnya.
Berdasarkan deteksi detektor gempa Geosig, efek seismik pada gedung reaktor tidak
melebihi ambang batas Peak Ground Acceleration (PGA) yaitu sebesar 0,225 gravity.
Data gempa yang terekam oleh detektor akan berguna untuk kajian kelayakan gedung
reaktor pada masa-masa mendatang.
Kata kunci : Peak ground acceleration
ABSTRACT
EARTHQUAKE DETECTOR ANALYSIS DATA RECORD OF THE KARTINI
REACTOR BUILDING INTEGRITY. Geographic location of Yogyakarta which is in
earthquake prone area makes Kartini Reactor required special monitoring. An
earthquake of 5.9 on the Richter scale occurred in Yogyakarta on May 27, 2006 had
led to seismic effect on reactor building at 0.15 gravity (based on review LAPI ITB).
The instalation of Geosig detector after earthquake 6.3 SR have succeeded for
recording 7 times of earthquake with the strenght of more than 5 on the Richter Scale
at its epicentrum. Based on detection of Geosig earthquake detector, the seismic
effect on reactor building did not exceed treshold Peak Ground Accleration (PGA) that
is equal to 0.225 gravity. Earthquake data recorded by detector will be useful to study
the feasibility of reactor building in the future.
Keywords: Peak ground acceleration

PENDAHULUAN

egara Indonesia merupakan negara yang


secara geografis berada pada jalur gempa
bumi. Hal ini sebagai akibat dari letak Indonesia
yang berada di atas pertemuan 3 lempeng dunia
(Eurasia, Indoaustralia, Pasifik). Pergeseran
lempeng di atas kerak bumi menimbulkan gempa
bumi tektonik. Menurut catatan dari Direktorat
Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi
(DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya
Mineral menunjukan bahwa ada 28 wilayah di
Indonesia yang dinyatakan rawan gempa.[1] Di
antaranya adalah Nanggroe Aceh Darussalam,
Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu,
Tri Nugroho H. S, dkk.

Lampung, Banten, Jawa Tengah dan Daerah


Istimewa Yogyakarta bagian Selatan, Jawa Timur
bagian Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan
Nusa Tenggara Timur, kemudian Sulawesi Utara,
Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara,
Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di
Papua serta Balikpapan Kalimantan Timur. Peta
pada Gambar 1 menunjukkan jalur wilayah yang
rawan terhadap gempa.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa
Daerah Istimewa Yogyakarta dimana Reaktor
Kartini berdiri (110 24 50 BT dan 7 46 41 LS)
termasuk dalam bagian daerah rawan gempa,
tercatat lebih dari 7 kali gempa pasca 27 Mei 2006
yang dirasakan di Yogyakarta dan sekitarnya yang

ISSN 1410 8178

Buku I hal 347

PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011

berkekuatan di atas 5 Skala Richter pada


episentrumnya.[3] Namun demikian peristiwa
gempa 27 Mei 2006 yang berpusat di Imogiri, 7
Km di sebelah selatan letak Reaktor Kartini adalah
yang paling parah tingkat kerusakannya. Pada
Gambar 2 dapat dilihat beberapa letak titik
episentrum gempa yang terjadi di Yogyakarta dan
sekitarnya.

Selain dapat mengetahui nilai PGA pada


suatu gempa, adanya perangkat detektor gempa
Geosig juga dapat menggambarkan pola
pergerakan tanah akibat gempa. Dalam analisa
struktur gedung Reaktor Kartini oleh LAPI ITB
digunakan rekaman gempa untuk mengembangkan
Artificial Ground Motion (AGM) sebagai dasar
untuk mengetahui respon struktur bangunan. AGM
adalah pengembangan rekaman-rekaman gempa di
dunia yang dijadikan model untuk mensimulasikan
perilaku struktur pada saat dikenai gempa.
Rekaman gempa tersebut yaitu gempa El Centro
(1940), gempa San Fernando (1971), gempa
Padang (1981), dan gempa 171287 (1987).[4]

Gambar 1. Peta jalur gempa di Indonesia.[2]


Pasca gempa 27 Mei 2006 gedung Reaktor
Kartini telah dilengkapi dengan alat detektor
gempa (Geosig), dengan demikian apabila terjadi
gempa
dimungkinkan
untuk
mengetahui
percepatan tanah puncak atau Peak Ground
Acceleration (PGA) dan pola pergerakan tanah.
PGA merupakan ukuran percepatan gempa di
tanah dan parameter yang penting dalam
pemodelan dan analisis seismik pada suatu lokasi
tertentu. Dalam laporan kajian akhir LAPI ITB
berjudul Analisis Struktur Gedung Reaktor Nuklir
Kartini BATAN Yogyakarta Akibat Seismik tahun
2005 menyebutkan bahwa batas PGA yang
ditetapkan untuk lokasi Reaktor Kartini adalah
sebesar 0,225 g atau 2,2065 m/s dimana pada
percepatan tersebut struktur bangunan dapat
mengalami kerusakan yang parah secara
struktural.[4]
Keruntuhan
struktur
harus
dihindarkan untuk mencegah korban jiwa serta
untuk memastikan bahwa operasi reaktor dapat
dihentikan sesuai dengan prosedur keselamatan.
Sedangkan dalam evaluasi LAPI ITB nilai PGA
pada saat gempa 27 Mei 2006 terjadi adalah 0,15g.

Gambar 3. Artificial Ground Motion. [4]


TATA KERJA
Pengumpulan data reakaman gempa
menggunakan perangkat detektor gempa Geosig
dan alat bantu tambahan dengan rincian sebagai
berikut:
1. Perangkat keras Utama Geosig
a) Sensor
Sensor berupa detektor, yang mengubah
data getaran menjadi arus tegangan (0,5 4,5 Volt) sehingga dapat dikirim ke pusat
rekaman data.[5] Sensor yang terpasang
yaitu di hall reaktor (S-1) dan di atas dek
reaktor (S-2).
b) GNC-CR
Berfungsi sebagai penerima data dari
sensor, menyimpan data, serta memberikan
output data.
2. Perangkat keras bantu tambahan
Personal computer (PC) atau laptop untuk
setting dan downloading data.

Gambar 2. Peta episentrum gempa di Yogyakarta


dan sekitarnya
Buku I hal 348

3. Perangkat Lunak GeoDAS


Perangkat lunak (software) yang menyertai
Geosig adalah GeoDAS (Data Acquisition
System), yang berisi menu-menu untuk
analisis data dan setting Geosig. Gambar 4

ISSN 1410 8178

Tri Nugroho H. S, dkk

PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011

menunjukkan
Geosig.

perangkat

detektor

gempa

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil rekapitulasi beberapa gempa di
Yogyakarta dan sekitarnya dengan kekuatan
episentrum lebih dari 5 SR dinyatakan dengan
Tabel 1. Pada gempa 27 Mei 2006 LAPI ITB telah
melakukan analisa bahwa PGA yang ditimbulkan
adalah sebesar 0,15 gravity. Dengan demikian
dapat dipahami bahwa PGA pada gempa 27 Mei
2006 masih di bawah ambang batas PGA
maksimum gedung reaktor Kartini yaitu 0,225
gravity sehingga gedung tersebut dalam keadaan
aman, begitu pula dengan gempa-gempa
berikutnya yang bahkan lebih jauh lagi di
bawahnya. Grafik percepatan gempa bumi di
Yogyakarta dan sekitarnya dapat dilihat pada
Gambar 5.

Gambar 4 a. Sensor Geosig

Gambar 4b. GNC-CR


Gambar 4. Perangkat keras Geosig.[5]
METODOLOGI
Sistem kerja perangkat detektor gempa
Geosig berlangsung secara kontinyu, sehingga
setiap saat dapat mendeteksi dan merekam gempa
yang terjadi. Gempa yang terdeteksi oleh
perangkat ini minimal 0,006934 gravity.
Setiap kejadian gempa yang terdeteksi
oleh sensor dan melewati ambang batas minimal
secara otomatis GNC-CR. Data gempa yang
terekam oleh GNC-CR adalah beberapa detik
sebelum gempa (pre-event) dan sesudah gempa
(post-event) tergantung dari setting alat. Hasil
rekaman yang telah tersimpan di dalam GNC-CR
dapat
didownload
menggunakan
personal
computer (PC) atau laptop dan perangkat lunak
GeoDAS.

Gambar 5. Grafik percepatan gempa Yogyakarta


dan Sekitarnya
Perangkat detektor gempa Geosig juga
memberikan tampilan pola pergerakan tanah dalam
3 arah (X, Y, Z) sekaligus. Contoh hasil rekaman
Geosig yang didapatkan pada gempa yang terjadi
pada tanggal 21 Agustus 2010 dapat dilihat pada
Gambar6.

Tabel 1. Rekapitulasi gempa Yogyakarta dan sekitarnya.


Tanggal
o
27 Mei 2006
02 Sept 2009
07 Sept 2009
28 Jan 2010
21 Agust 2010
12 Sept 2010
09 Nop 2010
21 Des 2010

110
107
110
110
110
110
110
110

Tri Nugroho H. S, dkk.

Koordinat Episentrum Gempa


Bujur
Lintang
"
o
16
19
37
53
23
22
0
11

48
12
12
24
24
12
28
24

8
8
8
8
8
8
8
8

0
14
19
41
1
6
54
4

Lokasi
"
25
24
48
24
48
0
28
48

Yogyakarta
Tasikmalaya
Yogyakarta
Yogyakarta
Yogyakarta
Yogyakarta
Yogyakarta
Yogyakarta

ISSN 1410 8178

Magnitude

Acceleration

(SR)

(g)

5.9
7.3
6.8
5.2
5
5
5.6
5.8

0.15
0.0131
0.0106
0.0077
0.0577
0.0288
0.0073
0.011

Buku I hal 349

PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011

Pola pergerakan tanah yang terekam


dalam
Geosig
dapat
digunakan
untuk
mengembangkan Artificial Ground Motion (AGM)
yang menjadi model dalam simulasi perilaku
struktur pada saat dikenai gempa, seperti pada
rekaman gempa El Centro (1940), gempa San
Fernando (1971), gempa Padang (1981), dan
gempa 171287 (1987).

2. No Name (2011).Alam atau masyarakat. From


http://semanticisland.blogspot.com/2010/10/ala
m-atau-masyarakat.html, 26 Mei 2011
3. Laporan Analisis Keselamatan Rev.7.
4. LAPI ITB. 2005. Analisis Struktur Gedung
Reaktor Nuklir Kartini (P3TM) BATAN
Yogyakarta Akibat Seismik, Bandung.
5. RAZINKOV, OLEG. 2006. GeoDAS Software
Manual, Switzerland.

TANYA JAWAB

Gambar 6. Pola pergerakan tanah pada gempa 21


Agustus 2010
Data percepatan tanah puncak (PGA) dan
pola pergerakan tanah yang didapatkan dari
perangkat detektor gempa Geosig menjadi
masukan yang penting bagi engineer bidang
konstruksi dalam menganalisa kelayakan suatu
tempat dan bangunan. Bahkan dengan mengetahui
pola pergerakan tanah suatu tempat terhadap
gempa akan bermanfaat untuk suatu perancangan
konstruksi bangunan.
KESIMPULAN
Dari data yang terekam pada Geosig, PGA
gempa yang terjadi pada Reaktor Kartini jauh di
bawah ambang batas yang ditentukan yaitu sebesar
0.225 gravity. Gempa yang mengakibatkan PGA
paling besar pasca gempa 27 Mei 2006 adalah
gempa pada tanggal 21 Agustus 2010 dengan PGA
sebesar 0,0577 gravity.
SARAN
Gedung dengan tingkat resiko yang
berdampak luas seperti Reaktor Kartini
memerlukan pemantuan yang serius, untuk itu
kelangsungan alat detektor gempa Geosig perlu
dipertahankan baik dalam perawatan maupun
pemanfaatannya.

Jumari
Dari hasil analisa yang telah dilakukan apakah
struktur gedung reaktor sekarang ini masih
memenuhi syarat untuk operasi?
Tri Nugroho Hadi Susanto
Berdasarkan rekaman data gempa yang
diperoleh pasca pemasangan detektor,
ambang batas gedung reaktor sebesar 0,225
G (Berdasarkan analisa LAPI ITB) tidak
terlampaui, sehingga struktur gedung masih
dalam kondisi aman.
Eko Edy Karmanto
Mohon dijelaskan hubungan antara magnitude
acceleration dengan efek yang dirasa pada stu
tempat akibat gempa!
Tri Nugroho Hadi Susanto
Magnitude gempa merupakan penilaian
kekuatan gempa yang tidak tergantung dari
lokasi observasi .
Besarnya gempa ini dihitung dari data
gempa
atau
seismogram,
sedangkan
acceleration merupakan efek guncangan yang
terjadi pada struktur gedung atau tanah yang
diketahui dari accelerogram sedangkan untuk
efek kerusakan akibat gempa dinyatakan
dalam MMI ( Modified Mercalli Intensity),
ketiga parameter ini tidak dapat dikonversi
secara langsung antara satu dengan yang
lain
namun
dapat
dihubungkan
kesetaraannya.

DAFTAR PUSTAKA
1. No
Name
(2011).Indonesia
Hidup
Berdampingan Dengan Gempa dan Gunung
Berapi.
From
http://dreamindonesia.wordpress.com/2009/09/
09/indonesiahidup-berdampingan-dengangempa-dan-gunung-berapi/, 26 Mei 2011
Buku I hal 350

ISSN 1410 8178

Tri Nugroho H. S, dkk

PROSIDING SEMINAR
PENELITIAN DAN PENGELOLAAN PERANGKAT NUKLIR
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses Bahan
Yogyakarta, 27 Juli 2011

LAMPIRAN

Tri Nugroho H. S, dkk.

ISSN 1410 8178

Buku I hal 351

You might also like