You are on page 1of 30

][

) 450 - 364 /
1058 - 974(

.



.
364
"" .
.
. . 429
.
:

.

. .
:

. :

" "

]
.
[ .
450
86 .
][
:

..
][

..

Mawardi [edit]
From Wikipedia, the free encyclopedia
Is Abu Hassan Ali bin Mohammed bin Habib visual Mawardi (364-450 AH / 974-1058
AD) is the largest last Abbasid state judges, the owner of the many useful
classifications, the jurist-Hafez, one of the largest jurists Shaafa'is and who wrote in
the jurisprudence of Shaafa'is his encyclopedia huge in more than twenty part.
Learn at the hands of scholars, including al-Hassan bin Ali bin Mohammed mountain
updated, and Mohammed bin Adi bin Zhr Almqre, and Mohammed bin Alli Azdi, and
Jaafar bin Mohammed bin Fadl al-Baghdadi and Abu al-Qasim Abdul Wahid bin
Mohammed Chimra judge in Basra Abu Hamed Ahmed ibn Abi Tahir al-Isfaraayini
Baghdad.
Mawardi was born in Basra in 364 AH, the father works sold rose water ratios to him
and was told "Mawardi." His father traveled to Baghdad, and the conversation was
heard, then a necessary and listened to Abu Hamid Alasphraina. The work of
teaching in Basra and Baghdad, then returned to Baghdad again. He knew the
modern interpretation of the Koran. In 429 AH title dubbed Boqdy judges, and was
the lowest rank of the Chief Justice, then he took over as the Chief Justice.
He grew up Mawardi, a contemporary caliphs successors of the longest stay in
power: Abbasid Caliph al-Qadir, and later his son-based order of God, which doubled
the amount it arrived until he had in his speeches to the pulpits of the Fatimid caliph
of Baghdad.
Mawardi had a relationship with men of the Abbasid state also was ambassador
Osathm Abbasids and the Seljuks and built tin. Because of these ties is likely some
of the large number of his writing. It is written in this area:
World literature and religion
Provisions Bowl
Law Ministry. The other was written by the mismatch:
Flags prophecy policy
Interpretation of the Koran "jokes and eyes."
The latter won the attention of the commentators latecomers and taken with him,
as the son Jawzi increased in the march, and the verse in his interpretation of the
provisions of the Holy Mosque. Mawardi accused retire [citation needed] but won his
disciple al-Khatib al-Baghdadi defended him and pay him the prosecution. He died
on Tuesday in splitting the first month of spring of the year 450 AH, and was buried

the next day in a cemetery in the door of war, and he had reached 86 years, and
peace be upon the Imam al-Khatib al-Baghdadi.
His [edit]
The most important of his works is tower will include:
Big Book containing, in Shafi'i jurisprudence in more than twenty part.
Book of Kings advice.
Book the ministry's policy and the laws of the king.
Book interpretation.
Book persuasion, a book containing brief.
Book judge literature.
Flags book of prophecy.
Book facilitate consideration.
As in the book.
Book of Proverbs and governance ..
Sources [edit]
Mawardi political theorist ..
Imam al-Mawardi, Ahli Fiqh & Politik
Imam Al-Mawardi adalah seorang ilmuwan Islam yang mempunyai nama lengkap
Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib Al-Basri asy-Syafi'ie. Beliau dilahirkan di
kota Basrah Irak pada tahun 386 H/975 M, ketika kebudayaan Islam mencapai
masa-masa keemasannya ditangan para Khalifah Daulah Abbasiyah.

Beliau lahir dalam salah satu keluarga arab yang membuat dan
mendagangkan air mawar, karena itu beliau mendapat julukan Al-Mawardi yang
berasal dari kata Al-Wardu (mawar)

Imam al-Mawardi ikut terlibat secara langsung dalam politik yang ril yang tentu
mempengaruhi proses pemikiran beliau dalam menentukan suatu sikap dan
kebijaksanaan dalam memahami dan mengambil sikap terhadap pemerintah.

Kota kedua tempat Al-Mawardi belajar, setelah Basrah adalah Bagdad. Disinilah
Seorang anak penyuling dan penjual air mawar ini belajar hadits dan fiqh pada AlHasan bin Ali Bin Muhammad Al-Jabali seorang pakar hadits di zamannya dan Abi
Al-Gasim, seonmg hakim di Basrah saat itu, kemudian beliau melanjutkan studinya
ke kota Bagdad di kampus "Al-Zafami". Di kota peradaban ini, Al-Mawardi
menajamkan disiplin ilmunya di bidang hadits dan fiqih pada seorang guru yang
bernama Abu Hamid Ahmad bin Tahir bin Al-Isfirayini (wafat pada 406 H).

Abu Ali Hasan Ibn Daud menceriterakan bahwa penduduk Basrah selalu
membanggakan tiga orang ilmuan negeri mereka dan karya-karyanya yaitu Syaikh
Khalid Ibn Ahmad (wafat 174 H) dengan karyanya kitab Al-Amin, Syaikh Sibawaih
(wafat 180 H) dengan karyanya kitab Al-Nahw, dan Al-Jahiz (wafat 225 H) dengan
karyanya Al- Bayan, dari tiga orang ini masih bisa ditambah nama keempat yaitu
Imam Al-Mawardi, seorang penasehat hukum yang terpelajar dan ahli politik
ekonomi dari basrah

Pandangan Politik

Sebagai seorang penasihat politik, syaikh Al Mawardi menempati kedudukan yang


penting di antara sarjana-sarjana Muslim. Beliau diakui secara universal sebagai
salah seorang ahli hukum terbesar pada zamannya. Al Mawardi mengemukakan fiqh
madzhab Syafii dalam karya besarnya Al Hawi al-Kabir, yang dipakai sebagai kitab
rujukan tentang hukum mazhab Syafii oleh ahli-ahli hukum di kemudian hari. Kitab
ini terdiri 8.000 halaman, diringkas oleh Al Mawardi dalam 40 halaman berjudul Al
Iqra.
Kalau anda ingin Menelaah pemikiran Al Mawardi di bidang politik, cukup dengan
membaca karyanya,Al Ahkaam Al Shulthaniyah (Hukum-hukum Kekuasaan),
yang menjadi master piece-nya beliau. Meskipun beliau juga menulis kitab - kitab
lainnya, namun dalam kitab Al Ahkaam Al Shultoniyah inilah pokok pemikiran dan
gagasannya menyatu.
Dalam magnum opusnya ini, termuat prinsip-prinsip politik kontemporer dan
kekuasaan, yang pada masanya dapat dikatakan sebagai pemikiran maju, bahkan
sampai kini sekalipun. Misalnya, dalam buku itu dibahas masalah pengangkatan
imamah (kepala negara/pemimpin), pengangkatan menteri, gubernur, panglima
perang, jihad bagi kemaslahatan umum, jabatan hakim, jabatan wali pidana. Selain
itu, juga dibahas masalah imam shalat, zakat, fai dan ghanimah (harta peninggalan
dan pampasan perang), ketentuan pemberian tanah, ketentuan daerah-daerah
yang berbeda status, hukum seputar tindak kriminal, fasilitas umum, penentuan
pajak dan jizyah, masalah protektorat, masalah dokumen negara dan lain
sebagainya.
Baginya, imam (yang dalam pemikirannya adalah seorang raja, presiden, sultan)
merupakan sesuatu yang niscaya. Artinya, keberadaannya sangat penting dalam
suatu masyarakat atau negara. Karena itu, jelasnya, tanpa imam akan timbul
suasana chaos. Manusia menjadi tidak bermartabat, begitu juga suatu bangsa
menjadi tidak berharga.
Lantas bagaimana ketentuan seorang imamah yang dianggap legal? Dalam hal ini,
Al Mawardi menjelaskan, jabatan imamah (kepemimpinan) dinilai sah apabila
memenuhi dua metodologi.
Pertama, dia dipilih oleh parlemen (ahlul halli wal aqdi). Mereka inilah yang
memiliki wewenang untuk mengikat dan mengurai, atau juga disebut model Al
Ikhtiar.
Kedua, ditunjuk oleh imam sebelumnya. Model pertama selaras dengan demokrasi
dalam konteks modern. Sementara, tipe kedua, Al Mawardi merujuk pada

eksperimen sejarah, yakni pengangkatan khalifah Umar bin Khattab oleh khalifah
sebelumnya, Abu Bakar Ash Shiddiq.

Guru-guru Imam Al-Mawardi

Beliau belajar hadis di Baghdad pada:


1. Al-hasan bin Ali bin Muhammad Al-Jabali (sahabat Abu Hanifah Al-Jumahi)
2. Muhammad bin Adi bin Zuhar Al-Manqiri.
3. Muhammad bin Al-Maalli Al-Azdi
4. Jafar bin Muhammad bin Al-fadhl Al-Baghdadi.
5. Abu Al-Qasim Al-Qushairi.
Beliau belajar fiqh pada:
1. Abu Al-Qasim Ash-Shumairi diBasrah.
2. Ali Abu Al-Asfarayni (Imam madzhab SyafiI di Baghdad, dan lain - lain.
Murid-murid al-Mawardi
Diantaranya adalah:
1. Imam besar, Al-Hafidz Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib Al-Baghdadi.
2. Abu Al-Izzi Ahmad bin kadasy.
Karya - Karya al-Mawardi

Al-Mawardi termasuk penulis yang produktif. Cukup banyak karya tulisnya dalam
berbagai cabang ilmu, mulai dari ilmu bahasa sampai tafsir, fiqh dan
ketatanegaraan.

A. Bidang Fiqh

1. Al-Hawi Al-Kabir
2. Al-Iqna
B. Bidang politik
1. Al-Ahkamu As-Sulthaniyyah
2. Siyasatu Al-Wizarati wa Siyasatu Al-Malik
3. Tashilu An-Nadzari wa Tajilu Adz-Dzafari fi Akhlaqi Al-Malik wa Siyasatu AlMalik
4. Siyasatu Al-Maliki
5. Nashihatu Al-Muluk
C. Dalam Tafsir
1. Tafsir Al-Quranul Karim
2. An-Nukatu wa Al-Uyunu
3. Al-Amtsal wa Al-Hikam
D. Bidang Sastra
Adabu Ad-Dunya wa Ad-Din
E. Bidang Aqidah
Alamu An-Nubuwah

Wafat

Setelah seluruh hayatnya diabdikan untuk dunia ilmu dan kemaslahatan umat, Sang
Khaliq akhirnya memanggil Al Mawardi pada 1058 M, dalam usia 83 tahun.
Pada tahun 1037 M, khalifah Al Qadir, mengundang empat orang ahli hukum
mewakili keempat mazhab fikih (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali). Mereka diminta
menulis sebuah buku fikih. Al Mawardi terpilih untuk menulis buku fikih mazhab
Syafii.
Setelah selesai, hanya dua orang yang memenuhi permintaan khalifah sesuai yang
diharapkan, yakni Al Quduri dengan bukunya Al Mukhtashor (Ringkasan), dan Al-

Mawardi dengan kitabnya Kitab Al Iqna.


Khalifah memuji karya Al-Mawardi sebagai yang terbaik, dan menyuruh para penulis
kerajaan untuk menyalinnya, lalu menyebarluaskannya ke seluruh perpustakaan
Islam di wilayah kekuasaannya.

Allahummaj'al Jannata Matswahu.....

Al-Jazari
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ab al-'Iz Ibn Ism'l ibn al-Razz al-Jazar (1136-1206) (bahasa Arab:


)adalah seorang Ilmuwan dari Al-Jazira, Mesopotamia, yang hidup padaabad pertengahan.
Dia adalah penulis Kitb f ma'rifat al-hiyal al-handasiyya (Buku Pengetahuan Ilmu Mekanik) tahun
1206, dimana dia menjelaskan lima puluh peralatan mekanik berikut instruksi tentang bagaimana
cara merakitnya.
Daftar isi
[sembunyikan]

1 Biografi

2 Mekanisme dan Metode


o

2.1 Poros bubungan

3 Lukisan miniatur

4 Lihat pula

5 Referensi

6 Pranala luar

Biografi[sunting | sunting sumber]

Diagram a hydropowered water-raising machine dari buku "Pengetahuan Ilmu Mekanik" Al-Jazari tahun 1206.

Hanya sedikit yang diketahui tentang Al-Jazari, dan kebanyakan berasal dari perkenalannya dari
buku "Pengetahuan Ilmu Mekanik". Nama Al-Jazari berasal dari tempat kelahirannya, Al-Jazira,
Mesopotamia nama tradisional Arab untuk wilayah di batian utara Mesopotamia dan sekarang
dikenal sebagai wilayah tenggara Turki, di antara Sungai Tigris dan Sungai Efrat. Seperti ayahnya,
dia mengabdi sebagai kepala insinyur di Istana Artuklu, kediaman dari Dinasti
Artuqid cabang Mardin yang memerintah wilayah timur Anatolia sebagai wilayah pengikut
dari Dinasti Zangid dan selanjutnya Dinasti Ayyubiyyah.[1]
Al-Jazari adalah bagian dari tradisi pengrajin sehingga lebih cenderung sebagai
praktisi insinyur daripada penemu[2] yang tampaknya "lebih tertarik kepada proses pengerjaan yang
diperlukan untuk membangun suatu alat daripada teknologi yang berada dibelakangnya" dan mesinmesin ciptaannya biasanya "dirakit berdasarkan trial and error daripada perhitungan
teoritis."[3] Bukunya "Pengetahuan Ilmu Mekanik" tampaknya menjadi sangat populer sebagaimana
telah banyak terlihat dalam sejumlah besar salinan manuskrip, dan seperti yang berulang kali
dijelaskan olehnya, dia hanya menjelaskan peralatan-peralatan yang dibangunnya sendiri. Menurut
Mayr, gaya bahasa dalam buku tersebut seperti buku modern do-it-yourself.[4]
Beberapa peralatannya terinspirasi oleh peralatan-peralatan sebelumnya, seperti salah satu jam
airnya yang monumental, yang berdasarkanPseudo-Archimedes.[5] Dia juga mengutip
pengaruh Banu Musa bersaudara untuk air mancurnya, al-Asturlabi untuk desain jam lilin, dan Hibat
Allah ibn al-Husayn (d. 1139) untuk musical automata. Al-Jazari melanjutkan dengan
menggambarkan perbaikan yang dibuatnya terhadap hasil karya pendahulunya, dan menjelaskan
peralatan-peralatan, tehnik-tehnik, dan komponen-komponen yang merupakan penemuan orisinilnya
yang tidak tampak dalam hasil karya pendahulunya. [6]

Mekanisme dan Metode[sunting | sunting sumber]


Sementara banyak dari penemuan Al-Jazari sekarang mungkin tampak sepele, aspek paling penting
dari mesin-mesin Al-Jazari adalah mekanisme, komponen, ide, metode, dan desain fitur yang
dikerjakannya.[1]

Poros bubungan[sunting | sunting sumber]


Poros bubungan, pertama kali diperkenalkan tahun 1206 oleh al-Jazari, yang menerapkannya
dalam Automaton ciptaannya,[7] water clocks (such as the candle clock)[8] and water-raising
machines.[7] Bubungan (cam) dan poros bubungan selanjutnya muncul dalam mekanik Eropa mulai
abad ke-14.[9]

Lukisan miniatur[sunting | sunting sumber]


Disamping prestasinya sebagai penemu dan insinyur, al-Jazari juga seorang seniman. Dalam "Buku
Pengetahuan Ilmu Mekanik", dia memberikan instruksi tentang penemuan-penemuannya dan
menggambarkannya menggunakan lukisan miniatur, gaya seni Islam abad pertengahan.

Diagram hydropoweredwater-raising machinedari "Buku Pengetahuan Ilmu Mekanik" karya Al-Jazari.

Jam gajah dari manuskrip Al-Jazari.

Salah satu jam lilin Al-Jazari.

Band musik robot hasil desain al-Jazari.

A table deviceautomaton hasil desain Al-Jazari.

The hand-washing automaton with a flush mechanism designed by al-Jazari.

al-Jazari's hydropoweredsaqiya chain pumpdevice.

Ilustrasi peralatan hasil temuan Al-Jazari.

1136

1206

)(1206-1136
] [9][8][7][6][5][4][3][2][1
.

)( .

5701174/ . .

. :

" ".

][

: . .
.

.
:
. .

. .
.

" ".

.


. .
.

.

.
1181 .
) 1206 ( .

.
. " " .
.

.
) (Wiedmann : ) (Hawser : .
) (Hill : .
1979 .

Al-Jazari, Ilmuwan Muslim Penemu Konsep Robot Modern


Negara mana yang terkenal dengan robot? Tidak pelak lagi, Jepang menjadi acuan bagi perkembangan
teknologi robot saat ini, bahkan meninggalkan dunia barat yang terkenal dengan revolusi industrinya.
Namun, siapakah sebenarnya yang pertama kali menciptakan robot? Ternyata, bukan orang
Jepang atau orang Barat. Perintis dan penemu robot adalah seorang Ilmuwan Muslim jenius dari
Arab pada abad ke-13 bernama Ibnu Ismail Al-Jazari, insinyur mekanik Kesultanan Turki dari Dinasti
Artuqid.
Pada tahun 1206, Al-Jazari telah mampu menciptakan robot manusia (humanoid) yang bisa diprogram,
jauh sebelum Leonardo da Vinci dari Italia sanggup merancang robotnya pada tahun 1478, yang selama
ini diklaim sebagai perintis robot pertama. Prinsip automasi humanoid inilah yang telah mengilhami
pengembangan robot saat ini. Mesin robot yang diciptakan oleh Al-Jazari kala itu berbentuk perahu
terapung di sebuah danau yang ditumpangi oleh empat robot pemain musik, dua penabuh drum, seorang
pemetik harpa, dan peniup seruling.Robot ini diciptakan untuk menghibur para tamu kerajaan dalam
suatu acara jamuan minum.

Untuk menggerakkan robot manusia tersebut, Al-Jazari menggunakan tenaga air (hidrolik) dengan
cerdik. Lantaran kecerdikannya itulah, dunia mengakui penemuannya, hingga ia dikenal sebagai Bapak
Robot.
Sayangnya, tidak banyak informasi mengenai kehidupan pribadi Al-Jazari. Satu-satunya sumber yang
mengupas autobiografinya ada dalam pengantar buku yang ditulisnya. Pemilik nama lengkap Al-Shaykh
Rais al-Amal Budi al-Zaman Abu al-Izz bin Ismail bin ar-Razzaz al-Jazari ini diperkirakan lahir pada tahun
1136. Sebutan Al-Jazari merujuk pada tempat kelahirannya di Jazirah Ibnu Umar, Diyar Bakir, Turki.
Ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa Al-Jazari lahir di Al-Jazira, sebuah kawasan di sebelah
utra Mesopotamia (sebelah utara Irak dan timur Laut Syiria).
Al-Jazari mengabdikan diri sepenuhnya kepada raja-raja Dinasti Artuqid di Turki sejak tahun 1174-1200.
Ia melanjutkan pengabdian ayahnya sebagai seorang insinyur dengan menciptakan berbagai mesin. Atas
permintaan Sultan Nashrudin Mahmud, Al-Jazari menuliskan seluruh penemuannya dalam suatu
risalah yang fenomenal , Kitab Fi Ma'rifatil Hiyal al-Handasiyyah (Book of Knowledge of
Ingenious Mecahnical Devices). Setelah 25 tahun menjadi ahli teknik di bawah kepemimpinan tiga
raja Dinasti Artuqid, ia wafat beberapa bulan setelah menyelesaikan karyanya.
Risalah yang berisi 50 penemuan yang diciptakan oleh Al-Jazari mengundang kekaguman dari pada
sejarawan teknologi dunia. Di dalam risalah tersebut, ia memaparkan berbagai petunjuk dan tata cara
untuk membuat peralatan atau teknologi yang diciptakannya, sehingga memungkinkan setiap pembaca
bisa merangkai dan mempraktikan beragam penemuannya tersebut.
Sebagai seorang kepala insinyur kerajaan, Al-Jazari tidak hanya mampu menciptakan robot pemain
musik, tetapi juga telah memelopori lahirnya sederet adikarya dalam bidang teknik dan teknologi. Berikut
adalah sumbangsing Al-Jazari bagi dunia teknologi modern yang bisa dipelajari dan dikembangkan
untuk pembelajaran ilmu pengetahuan.
1. Penemu Robot
Selain robot band, Al-Jazari juga berhasil menciptakan sebuah robot pramusaji berbentuk manusia
yang bertugas menghidangkan air, teh, atau menuman lainnya. Minuman disimpan dalam sebuah tank
dengan reservoir (penampung air). Dari penampung tersebut, air dialirkan ke dalam sebuah ember.
Seelah tujuh menit, air mengalir ke sebuah cangkir, dan robot itu mengeluarkan minumannya.
Penemuan penting lainnya di era kejayaan Islam yang tidak kalah menarik adalah pencuci tangan
otomatis

dengan

mekanisme

pengurasan.

Kini,

mekanisme

yang

dikembangkan

oleh Al-

Jazari digunakan dalam sistem kerja toilet modern. Robot pencuci tangan otomatis berbentuk seorang
wanita yang berdiri dengan sebuah baskom berisi air. Ketika seorang pengguna menahan tuas, air akan
mengering dan robot wanita itu akan kembali mengisi baskom dengan air.
Robot lainnya yang dikembangkan oleh Al-Jazari adalah air mancur burung merak. Robot ini berfungsi
sebagai pengganti pembantu atau pelayan. Robot tersebut bisa memudahkan seseorang saat

membersihkan tangan, karena robot burung merak itu akan menawarkan sabut dan handuk secara
otomatis.
Al-Jazari juga menciptakan robot burung merak otomatis yang bisa bergerak. Ia menggerakkan robot
burung merak tersebut menggunakan tenaga air. Teknologi robot lainnya yang ditemukan oleh AlJazari adalah pintu otomatis sebagai bagian dari salah satu jam air yang diciptakannya. Selain itu, ia
juga menciptakan teknologi otomatis lainnya yang berfungsi membantu dan memedahkan tugas manusia,
misalnya peralatan rumah tangga dan musik otomatis yang digerakkan oleh tenaga air.
2. Penemuan Lain di Bidang Mekanik
Berikut beberapa penemuan Al-Jazari di bidang mekanik :
a. Mesin Engkol
Al-Jazari berhasil menciptakan mesin engkol yang terhubung dengan sistem rod (batang) pada tahun
1206.
b. Roda Gigi
Roda gigi merupakan penemuan penting milik Al-Jazari. Dialah insinyur perintis yang menemukan roda
gigi. Penemuan tersebut jauh mendahului jam astronomi Giovanni de Dondi pada tahun 1364 dan karya
Francesco di Giorgio (1501) dalam desain permesinan Eropa.
c. Mesin Pompa Air
Al-Jazari ilmuwan

muslim menemukan

lima

jenis

mesin

untuk

menaikkan

air,

diantaranya watermill danwaterwheel


d. Jam
Al-Jazari juga merancang dan membuat beragam jam. Ada jam air, jam lilin, termasuk jam portabel
bertenaga air yang mirip jam tangan modern. Ia juga menemukan jam astronomis bertenaga air untuk
menampilkan model matahari, bulan, dan bintang-bintang yang bergerak. Jam gajah adalah inovasi lain
yang memadukan jam air dan automasi dengan penunjukkan waktu yang akurat. Jam ini sempat sukses
direkontruksi di Science Museum, London, pada tahun 1976.
e. Piston
Salah satu ciptaan yang luar biasa dari Al-Jazari adalah mesin pompa yang digerakkan oleh air dengan
bantuan piston.

Abu Al-Hasan Al-Mawardi


Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Abu al-Hasan Ali Ibn Muhammad Ibn Habib al-Mawardi (972 - 448H/1058) adalah seorang
ahli fiqh dari Irak.

Biografi[sunting | sunting sumber]


Al-Mawardi lahir di kota Basra Irak Di sinilah dia belajar fiqh dari Abu al-Wahid al-Simari, dan
kemudian pindah ke Baghdad untuk berguru pada Sheikh Abd al-Hamid dan Sheikh Abdallah al-

Baqi. Bukunya yang terkenal adalah Kitab al-Ahkam al-Sultania (buku tentang tata
pemerintahan), Qanun al-Wazarah (Undang-undang tentang Kementrian), danKitab Nasihat alMulk (berisi nasihat kepada penguasa).
Zaman Al-Mawardi
Kekhalifahan Abbasiyah yang gemilang telah memberikan suasana paling cocok bagi kemajuan ilmu
pengetahuan, dan secara tepat dikenal sebagai zaman keemasan peradaban Islam. Pada masa
pemerintahan inilah Khalifah Mamun ar-Razid yang termasyur itu mendirikan Darul hukama (Rumah
Kebijaksanaan), yang manfaatnya sebagai laboratorium penerjemahan dan kerja penelitian membuka
jalan bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Perkembangan intelektual selama era ini telah mencapai tingkatan yang tidak ada tolok bandingannya
dalam sejarah Islam. Khalifah-Khalifah dan Amir-amir saling menyaingi dalam melacak karya-karya
tulis dan melindungi ilmu pengetahuan. Salah seorang bintang intelektual yang besar pada zaman ini
adalah Al-Mawardi, yang menjadi terkenal sebagai pemikir politik Islam yang pertama, dan termasuk
pada barisan pemikir-pemikir politik yang terbesar dari abad pertengahan. Dari kedudukan sebagai
Qadhi, meningkat menjadi Duta Keliling Khalifah, dan telah membereskan banyak kekacauan politik
yang rumit bagi negaranya. Al-Khatib of Baghdad, demikian tulis seorang orientalis, Mengenai
otoritas Abu Ali Hasan Ibn Daud, menceritakan bahwa penduduk Basrah selalu membanggakan tiga
orang ilmuwan negara mereka dan karya-karyanya, yaitu:
1.

Khalid ibn Ahmad (wafat 175 H) dengan karyanya Kitab Al-Amin,

2.

Sibawaih (wafat 180 H) dengan karyanya Kitab An-Nahw, dan

3.

Al-Jahiz (wafat 225 H) dengan karyanya Al-Bayan wat-Tabiyan.


Kepada tiga nama ini masih bisa ditambahkan nama keempat, Al-Mawardi, seorang penasehat hukum
yang terpelajar, dan ahli ekonomi politik dari Basrah, dengan bukunya Al-Ahkam us-Sultaniyah. Karya
ini merupakan master-piece dalam literature politik keagamaan Islam.
Imam Abu Hasan Ali bin Muhammad Al-Mawardi hidup pada seperempat terakhir abad keempat
hijriah dan paroh pertama abad kelima hijriah, yaitu pada era Bani Abbasiyah kedua.
Kondisi Politik
Jika kita mengamati kondisi dunia islam pada zamannya, dunia islam telah terbagi kedalam tiga
Negara yang tidak akur dan saling mendendam terhadap yang lain. Di Mesir terdapat Negara
fathimiyyah. Di Andalusia terhadap Negara Bani Umayyah. Di Irak, Khurasan, dan daerah-daerah
timur secara umum terdapat Negara Bani Abbasiyah.
Hubungan antara khalifah-khalifah Bani Abbasiyah dengan Negara Fathimiah di Mesir didasari
permusuhan sengit, sebab masing-masing dari keduanya berambisi untuk menghancurkan yang lain.
Hubungan Bani Abbasiyah dengan khalifah-khalifah Bani Ummayyah di Andalusia juga dilandasi
permusuhan sejak Bani Abbasiyyah meruntuhkan sendi-sendi Negara Bani Ummayyah, dan untuk itu
darah tercecer disana-sini.
Itulah kondisi eksternal Negara Bani Abbasiyyah. Adapun kondisi internal khalifah di Baghdad dan
sekitarnya, sesungguhnya pemegang kekuasaan yang sebenarnya di Baghdad adalah Bani Buwaih.
Mereka adalah orang-orang Syiah fanatik dan radikal. Mereka berusaha dengan menekan ummat dan
khalifah sendiri tidak mempunyai peran penting ibarat sebagai symbol belaka, bahkan ia adalah
barang mainan ditangan mereka.

Kondisi Sosial
Pada zamannya, kehidupan mewah dan hedonisme berkembang luas dikalangan khalifah-khalifah ,
gubernur-gubernur dan para pejabat kenegaraan. Pada saat para khalifah dan para gubernurgubernur sedang menikmati hidup dengan serba mewah, kita lihat kemiskinan yang parah, dan
kelaparan menggrogoti daging kebayakan manusia hingga mereka menjadi seperti mayat-mayat diam
yang tidak bergerak, sebab paceklik terjadi di Baghdad, dan kota-kota lainnya, hinga manusia
terpaksa memakan bangkai pada tahun 423 H, 449 H, dan 456 H.
Kondisi Ilmiah
Kondisi keilmiyahan pada zamannya adalah munculnya fenomena taklid (fanatik buta) terhadap para
Imam-imam Madzhab. Sebab langka sekali ada diantara pengikut madzhab-madzhab yang keluar dari
madzhab Imamnya dan metodologi ijtihadnya.
Biografi Al-Mawardi
Kelahiran dan nasabnya
Dialah imam besar, ahli fiqh, ahli ushul fiqh, dan pakar tafsir Abu Hasan Ali bin Muhammad bin Habib
Al-Mawardi. Ia dilahirkan di Basrah pada 364 H/974 M, dalam satu keluarga Arab yang membuat dan
memeperdagangkan air mawar, dan karena itu mendapat nama julukan Al Mawardi.

Kehidupannya
Dia menerima pendidikannya yang pertama di Basrah, dan Baghdad selama dua tahun. belajar ilmu
hukum dari Abul Qasim Abdul Wahid as-Saimari, seorang ahli hukum madzhab Syafii yang terkenal.
Kemudian, pindah ke Baghdad untuk melanjutkan pelajaran hukum, tata bahasa, dan kesusastraan,
dari Abdullah al-Bafi dan Syaikh Abdul Hamid al-Isfraini. Dalam waktu singkat ia telah menguasai
dengan baik pelajaran-pelajaran Islam, termasuk hadits dan fiqh seperti juga politik, etika dan sastra.
Ia menjabat hakim dibanyak kota secara bergantian. kemudian diangkat sebagai qadhi al-Qudzat
(Hakim Tertinggi) di Ustuwa, sebuah distrik di Nishabur. Pada 429 H, ia dinaikkan kejabatan
kehakiman yang paling tinggi, Aqda al-Qudhat (Qadhi Agung) di Baghdad, jabatan yang dipegangnya
dengan hormat sampai pada saat wafatnya. Dia ahli politik praktis yang ulung, dan penulis kreatif
mengenai berbagai persoalan sepeti agama, etika, sastra dan politik. Ia termasuk pakar fiqh pengikutpengikut madzhab imam Syafii.
Ia hidup pada masa pemerintahan dua khalifah : Al-Qadir billah (381-422H) dan Al-Qaimu BIllah
(422-467H).
Khalifah Abbasiyah al-Qadir Billah (381 422 H) memberinya kehormatan yang tinggi, dan Qaimam
bin Amrillah 391 460 H Khalifah Abbasiyah ke-26 di Baghdad mengangkatnya menjadi duta keliling
dan mengutusnya dalam berbagai misi diplomatic ke negara-negara tetangga maupun ke negara
satelit. Kenegarawannya yang arif bijaksana, untuk sebagian besar bertanggung jawab dalam
memelihara wibawa kekhalifahan di Baghdad, yang merosot di tengah-tengah para raja dari warga
Saljuk dan Buwaihid, yang hampir sepenuhnya berdiri sendiri dan terlalu berkuasa. Al Mawardi
dilimpahi berbagai hadiah berharga oleh Saljuk, Buwaihid dan amir-amir yang lainnya yang diberinya
nasehat-nasehat bijaksana yang sesuai dengan martabat kekhalifahan Baghdad.

Sebagai eksponen Madzhab SyafiI, Al-Mawardi adalah seorang ahli hadits terkemuka. Sayang sekali
tak ada karyanya mengenai persoalan ini yang masih tersimpan. Tak diragukan bahwa sejumlah hadits
dari dia telah dikutip dalam Ahkam As-Sulthaniya, Alam Nubuwat, dan Adab ud Dunya wad-Din.
Pegangannya pada hadits bisa laku ternyata dari karyanya Alam un- Nubuwat. Keterangannya tentang
perbedaan antara mukjizat dan sihir dalam pengertian ucapan-ucapan nabi, menurut Tsah
Kopruizadah adalah yang terbaik diriwayatkan sampai masa itu.
Sebagai seorang penasehat politik, Al-Mawardi menempati kedudukan yang penting diantara sarjanasarjana Muslim. Dia telah mengkhususkan diri dalam soal ini, dan diakui secara universal sebagai
salah seorang ahli hukum terbesar pada zamannya. Dia mengemukakan fiqh madzhab Syafii dalam
karya besar yang unggul Al-Hawi, yang dipakai sebagai buku rujukan tentang hukum madzhab Syafii
oleh ahli-ahli hukum kemudian hari, termasuk al-Isnavi yang sangat memuji buku ini. buku ini terdiri
dari 8.000 halaman, dipadatkan oleh al-Mawardi dalam satu ringkasan 40 halaman berjudul Al-Iqra.
Al-Mawardi mempunyai reputasi tinggi di kalangan orang-orang lama dalam barisan juru ulas Al-Quran
. Ulasannya yang berjudul Nukat-waluyun mendapat tempat tersendiri diantara ulasan-ulasan klasik
dari Al Qusyairi, Al-Razi, Al-Isfahani, dan Al-Kirmani. Tuduhan bahwa ulasan-ulasannya yang tertentu
mengandung kuman-kuman pandangan Mutazilah tidaklah wajar, dan orang-orang terkemuka seperti
Ibn Taimiyah telah memasukkan karya Al-Mawardi ke dalam buku-buku yang bagus mengenai
persoalannya. Ulasannya atas Al-Quran popular sekali, dan buku ini telah dipersingkat oleh seorang
penulis. Seorang sarjana Muslim Spanyol bernama Abul Hasan Ali telah datang jauh dari Saragosa di
Spanyol, untuk membaca buku tersebut dari pengarangnya sendiri.
Al-Mawardi juga menulis sebuah buku tentang perumpamaan dalam Al-Quran, yang menurut
pendapat As-Suyuti merupakan buku pertama dalam soal ini. Menekankan pentingnya buku ini, AlMawardi menulis, salah satu dari ilmu Quran yang pokok adalah ilmu ibarat, atau umpama. Orang
telah mengabaikan hal ini, karena mereka membatasi perhatiannya hanya kepada perumpamaan, dan
hilang pandangannya kepada umpama-umpamanya yang disebutkan dalam kiasan itu. Suatu
perumpamaan tanpa suatu persamaan (misal), ibarat kuda tanpa kekang, atau unta tanpa penuntun.
Al-Mawardi, sekalipun bukan mahasiswa biasa dalam ilmu politik, adalah ahli ekonomi politik kelas
tinggi dan tulisan-tulisannya yang spekulatif politis dianggap sangat bernilai. Karyanya yang
monumental, Al-Ahkam As-Sultaniyah, mengambil tempat yang penting diantara risalah-risalah politik
yang ditulis selama abad pertengahan. Dia telah menulis empat buku tentang ilmu politik yaitu :
1.Al-Ahkam Ash-Sultaniyah (hukum mengenai kenegarawan).
2.Adab al-Wazir (etika menteri).
3.Siyasat ul-Malik (politik raja).
4.Tahsil An-Nasr wat-Tajit uz-Zafar (memudahkan penaklukan dan mempercepat kemenangan).
Dari empat buku ini, dua yang pertama telah diterbitkan. Al-Ahkam us-Sultaniyah, yang telah
diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa, termasuk Perancis, dan Urdu, merupakan karya-karya
tiada ternilai mengenai hukum masyarakat Islam. Dalam isi buku ini, dia telah mengikuti karya AsySyafii, kitab Al-Umm, Adab al-Wazir yang menguraikan fungsi perdana menteri, dan memberikan
pandangan-pandangan yang sehat mengenai administrasi umum. Suatu bacaan yang luas
menguraikan kewajiban-kewajiban dan hak-hak istimewa perdana menteri banyak dihasilkan di

negeri-negeri Islam, tetapi karya Al-Mawardi, Adab al-Wazir, adalah yang paling luas dan penting
mengenai persoalannya, yang meliputi hampir semua tahap tentang hal yang berseluk-beluk ini.
Tulisan-tulisan Al-Mawardi yang bersifat politik, maupun yang religius, mempunyai pengaruh besar
atas penulis-penulis yang kemudian tentang persoalan ini, terutama di negeri-negeri Islam.
Pengaruhnya bisa terlihat pada karya Nizamul Mulk Tusi, Siyasat Nama, dan Prolegomena karya Ibn
Khaldun. Ibn Khaldun, yang diakui peletak dasar sosiologi, dan pengarang terkemuka mengenai
ekonomi politik tak ragu lagi telah melebihi Al-Mawardi dalam banyak hal. Menyebutkan satu-persatu
kemestian seorang penguasa, Ibn Khaldun berkata, Penguasa itu ada untuk kebaikan rakyat.
Kemestian adanya seorang penguasa timbul dari fakta bahwa manusia harus hidup bersama-sama;
dan kecuali ada orang yang memelihara ketertiban, maka masyarakat akan hancur berantakan. Dia
mengamati: Selamanya ada kecenderungan tetap dalam suatu monarki Timur kepada absolutisme,
kepada kekuasaan tiada terbatas, tiada dihiraukan, begitu pulalah kecenderungan gubernur-gubernur
orang Timur kepada kebebasan bertambah-tambah besar kepada kekuasaan pusat. Sebelumnya, AlMawardi telah menunjukkan kekuasaan tak terbatas dari gubernur-gubernur selama kemerosotan
kekhalifahan Abbasiyah, ketika kedudukan gubernuran itu telah diperoleh melalui perebutan kuasa,
dan penguasa pusat hanya memiliki kontrol yang lemah terhadap mereka.
Demikianlah Al-Mawardi menonjol sebagai pemikir besar politik yang pertama dalam Islam, tulisantulisan maupun pengalaman-pengalaman praktisnya dibidang politik telah berumur panjang dalam
membentuk pandangan politik penulis-penulis yang lahir kemudian.
Guru-gurunya
Ia belajar hadis di Baghdad pada:
1.

Al-hasan bin Ali bin Muhammad Al-Jabali (sahabat Abu Hanifah Al-Jumahi)

2.

Muhammad bin Adi bin Zuhar Al-Manqiri.

3.

Muhammad bin Al-Maalli Al-Azdi

4.

Jafar bin Muhammad bin Al-fadhl Al-Baghdadi.

5.

Abu Al-Qasim Al-Qushairi.


Ia belajar fiqh pada:

1.
2.

Abu Al-Qasim Ash-Shumairi diBasrah.


Ali Abu Al-Asfarayni (Imam madzhab SyafiI di Baghdad)., dll.
Murid-muridnya
Diantaranya adalah:

1.
2.

Imam besar, Al-Hafidz Abu Bakar Ahmad bin Ali Al-Khatib Al-Baghdadi.
Abu Al-Izzi Ahmad bin kadasy.
Buku-Buku Peninggalannya
Diantara buku-buku karangannya adalah sebagai berikut:
Pertama; Dalam fiqh,Yaitu:

1.
2.

Al-Hawi Al-Kabiru
Al-Iqnau
Kedua; Dalam fiqh politik, Yaitu:

1.

Al-Ahkamu As-Sulthaniyyah

2.

Siyasatu Al-Wizarati wa Siyasatu Al-Maliki

3.

Tashilu An-Nadzari wa Tajilu Adz-Dzafari fie Akhlaqi Al-Maliki wa Siyasatu Al-Maliki

4.

Siyasatu Al-Maliki

5.

Nashihatu Al-Muluk
Ketigal; Dalam Tafsir, Yaitu:

1.

Tafsiru Al-Quranul Karim

2.

An-Nukatu wa Al-Uyunu

3.

Al-Amtsalu wa Al-Hikamu
Keempat: Dalam sastra, Yaitu:
Adabu Ad-Dunya wa Ad-Dini
Kelima; Dalam Aqidah, Yaitu:
Alamu An-Nubuwah
Pujian Para Ulama Terhadapnya
Sejarawan Ibnu Al-Atsir berkata: Imam Al-Mawardi adalah seorang Imam.
Abu Fadhl ibnu Khairun Al-Hafidz berkata: Al-Mawardi adalah orang hebat. Ia mendapatkan
kedudukan tinggi dimata sulthan. Ia adalah salah seorang imam, dan mempunyai karya tulis bermutu
dalam berbagai disiplin Ilmu.
Al-Khatib Al-Baghdadi berkata: Al-Mawardi termasuk tokoh ahli fiqh madzhab Imam Syafii. Aku
menulis darinya dan ia adalah orang yang berintegritas tinggi.
Ada diantara para Ulama diantaranya adalah Imam Ad-Dzahabi yang menuduhnya sebagai Mutazili,
tetapi oleh para ulama yang lain diantaranya Ibnu Subki, dan Ibnu Hajr menyangkal hal itu. Walaupun
memang benar bahwa ada sebagian pendapat-pendapatnya yang sejalan dengan pendapat sekte
Mutazilah, diantaranya adalah pertama, pendapatnya berkaitan tentang kewajiban hukum dan
pengamalannya apakah hal tersebut berdasarkan syariat atau akal? Al-Mawardi berpendapat bahwa
hal tersebut berdasarkan akal. Kedua, pendapatnya tentang penafsiran satu ayat Al Araaf, ia
berkata : Allah tidak menghendaki penyembahan berhala-berhala.
Wafatnya
Al-Mawardi wafat pada bulan Rabiul Awwal tahun 450 H/1058 M dalam usia 86 tahun. sesudah
menjalani karier yang cemerlang.

Home Biografi Ulama Biografi Al-Mawardi | Ulama Besar Mazhab Syafi'e


Biografi Al-Mawardi | Ulama Besar Mazhab Syafi'e
Dek Pon
Biografi, Ulama
Jumat, 15 Februari 2013
Biografi Al-Mawardi | Ulama Besar Mazhab Syafi'e - Anda mungkin sudah
sering mendengar namanya yang begitu masyhur dikalangan santri dan penimba

ilmu agama. Beliau adalah al-Mawardi pengarang kitab Al Ahkaam Al Shultoniyah,


seorang besar dalam mazhab syafi'e. Dalam artikel singkat ini "my diary" akan
memberikan sorotan dan sedikit pandangan tentang biografi al-mawardi atau
sejarah perjalanan hidup syaikh Al-Mawardi.

ilustrasi
Al-kisah, Khazanah intelektual Islam era kekhalifahan Abbasiyah pernah mengukir
sejarah emas dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan pemikiran keagamaan.
Salah satu tokoh terkemuka sekaligus pemikir dan peletak dasar keilmuan politik
Islam penyangga kemajuan Abbasiyah itu adalah Al Mawardi. Tokoh yang pernah
menjadi qadhi (hakim) dan duta keliling khalifah ini, menjadi penyelamat berbagai
kekacauan politik di negaranya, Basrah (kini Irak). Al Khatib of Baghdad, tulis
seorang orientalis.
Ulama penganut mazhab Syafii ini bernama lengkap Abu al Hasan Ali bin Habib
al Mawardi. Lahir di kota pusat peradaban Islam klasik, Basrah (Baghdad) pada
386 H/975 M, Al Mawardi menerima pendidikan pertamanya di kota kelahirannya. Ia
belajar ilmu hukum dari Abul Qasim Abdul Wahid as Saimari, seorang ahli hukum
mazhab Syafii yang terkenal.
Kemudian, pindah ke Baghdad melanjutkan pelajaran hukum, tata bahasa, dan
kesusastraan dari Abdullah al Bafi dan Syaikh Abdul Hamid al Isfraini. Dalam waktu
singkat ia telah menguasai dengan baik ilmu-ilmu agama, seperti hadis dan fiqh,
juga politik, filsafat, etika dan sastra.

Sebagai seorang penasihat politik, syaikh Al Mawardi menempati kedudukan yang


penting di antara sarjana-sarjana Muslim. Dia diakui secara universal sebagai salah
seorang ahli hukum terbesar pada zamannya. Al Mawardi mengemukakan fiqh
madzhab Syafii dalam karya besarnya Al Hawi, yang dipakai sebagai buku rujukan
tentang hukum mazhab Syafii oleh ahli-ahli hukum di kemudian hari, termasuk Al
Isnavi yang sangat memuji buku ini. Buku ini terdiri 8.000 halaman, diringkas oleh
Al Mawardi dalam 40 halaman berjudul Al Iqra.
Kalau anda ingin Menelaah pemikiran Al Mawardi, cukup dengan membaca
karyanya, Al Ahkaam Al Shultoniyah (Hukum-hukum Kekuasaan), yang menjadi
master piece-nya. Meskipun ia juga menulis beberapa buku lainnya, namun dalam
buku //Al Ahkaam Al Shultoniyah// inilah pokok pemikiran dan gagasannya menyatu.
Dalam magnum opusnya ini, termuat prinsip-prinsip politik kontemporer dan
kekuasaan, yang pada masanya dapat dikatakan sebagai pemikiran maju, bahkan
sampai kini sekalipun. Misalnya, dalam buku itu dibahas masalah pengangkatan
imamah (kepala negara/pemimpin), pengangkatan menteri, gubernur, panglima
perang, jihad bagi kemaslahatan umum, jabatan hakim, jabatan wali pidana. Selain
itu, juga dibahas masalah imam shalat, zakat, fai dan ghanimah (harta peninggalan
dan pampasan perang), ketentuan pemberian tanah, ketentuan daerah-daerah
yang berbeda status, hukum seputar tindak kriminal, fasilitas umum, penentuan
pajak dan jizyah, masalah protektorat, masalah dokumen negara dan lain
sebagainya.
Baginya, imam (yang dalam pemikirannya adalah seorang raja, presiden, sultan)
merupakan sesuatu yang niscaya. Artinya, keberadaannya sangat penting dalam
suatu masyarakat atau negara. Karena itu, jelasnya, tanpa imam akan timbul
suasana chaos. Manusia menjadi tidak bermartabat, begitu juga suatu bangsa
menjadi tidak berharga.
Lantas bagaimana ketentuan seorang imamah yang dianggap legal? Dalam hal ini,
Al Mawardi menjelaskan, jabatan imamah (kepemimpinan) dinilai sah apabila
memenuhi dua metodologi.
Pertama, dia dipilih oleh parlemen (ahlul halli wal aqdi). Mereka inilah yang
memiliki wewenang untuk mengikat dan mengurai, atau juga disebut model Al
Ikhtiar.
Kedua, ditunjuk oleh imam sebelumnya. Model pertama selaras dengan demokrasi
dalam konteks modern. Sementara, tipe kedua, Al Mawardi merujuk pada
eksperimen sejarah, yakni pengangkatan khalifah Umar bin Khattab oleh khalifah
sebelumnya, Abu Bakar Ash Shiddiq.
Dalam masalah pemecatan seorang khalifah, Al Mawardi menyebutkan dua hal

yang mengubah kondite dirinya, dan karenanya ia harus mundur dari jabatannya
itu. Pertama, cacat dalam keadilannya (bisa disebabkan akibat syahwat, atau akibat
syubhat. Kedua, cacat tubuh.

Dalam kaitan ini adalah cacat pancaindera (termasuk cacat yang menghalangi
seseorang untuk diangkat sebagai seorang imam, seperti hilang ingatan secara
permanen, hilang penglihatan). Selain itu, juga cacat organ tubuh, dan cacat
tindakan. Sedangkan cacat yang tidak menghalangi untuk diangkat sebagai imam,
seperti cacat hidung yang menyebabkan tidak mampu mencium bau sesuatu, cacat
alat perasa, seperti membedakan rasa makanan.
Berkaitan dengan masalah jihad, Al Mawardi menegaskan, selain perintah jihad
kepada orang kafir, jihad dibagi menjadi tiga bagian : jihad untuk memerangi orang
murtad, jihad melawan para pemberontak (dikenal juga sebagai bughat), dan jihad
melawan para pengacau keamanan. Bila kita cermati, pembagian versi Al Mawardi
ini selalu tersangkut-paut dengan politik kekuasaan, alias mengalami reduksi dari
maknanya yang luas.
Dalam hubungannya jihad terhadap mereka yang murtad, Al Mawardi membagi dua
kondisi. Pertama, mereka berdomisili di negara Islam dan tidak memiliki wilayah
otonom. Dalam kondisi seperti ini, mereka tidak berhak diperangi, melainkan perlu
diteliti latar belakang keputusannya untuk kemudian diupayakan bertobat. Kedua,
mereka memiliki wilayah otonom di luar wilayah Islam. Mereka wajib diperangi.
Soal jihad melawan pemberontak, ia menulis, Jika salah satu kelompok dari kaum
Muslimin memberontak, menentang pendapat (kebijakan) jamaah kaum Muslimin

lainnya, dan menganut pendapat yang mereka ciptakan sendiri; jika dengan
pendapatnya itu mereka masih taat kepada sang imam, tidak memiliki daerah
otonom di mana mereka berdomisili di dalamnya, mereka terpencar yang
memungkinkan untuk ditangkap, berada dalam jangkauan negara Islam, maka
mereka dibiarkan, tidak diperangi, kewajiban dan hak mereka sama dengan kaum
Muslimin lainnya.
Dalam banyak hal, khususnya dalam konteks demokrasi dan politik modern, sulit
rasanya menerapkan konsep dan pemikiran Al Mawardi secara penuh. Barangkali,
hanya beberapa bagian, semisal dalam masalah kualifikasi dan pengangkatan
seorang imam, juga masalah pembagian kekuasaan di bawahnya. Namun demikian,
wacana Al Mawardi ini sangat berbobot ketika diletakkan sebagai antitesis dari
kegagalan teori demokrasi, dan sumbangan khazanah berharga bagi perkembangan
politik Islam modern.
Bahkan, harus diakui pula bahwa pemikiran dan gagasannya memiliki pengaruh
besar atas penulis-penulis generasi selanjutnya, terutama di negeri-negeri Islam.
Pengaruhnya ini misalnya, terlihat pada karya Nizamul Mulk Tusi, yakni Siyasat
Nama, dan Prolegomena karya Ibn Khaldun. Khaldun, yang diakui sebagai peletak
dasar sosiologi, dan pengarang terkemuka mengenai ekonomi politik tak ragu lagi
telah melebihi Al Mawardi dalam banyak hal.
Setelah seluruh hayatnya diabdikan untuk dunia ilmu dan kemaslahatan umat, Sang
Khaliq akhirnya memanggil Al Mawardi pada 1058 M, dalam usia 83 tahun.
Pada tahun 1037 M, khalifah Al Qadir, mengundang empat orang ahli hukum
mewakili keempat mazhab fikih (Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hanbali). Mereka diminta
menulis sebuah buku fikih. Al Mawardi terpilih untuk menulis buku fikih mazhab
Syafii.
Setelah selesai, hanya dua orang yang memenuhi permintaan khalifah sesuai yang
diharapkan, yakni Al Quduri dengan bukunya Al Mukhtashor (Ringkasan), dan Al
Mawardi dengan kitabnya Kitab Al Iqna.
Khalifah memuji karya Al Mawardi sebagai yang terbaik, dan menyuruh para penulis
kerajaan untuk menyalinnya, lalu menyebarluaskannya ke seluruh perpustakaan
Islam di wilayah kekuasaannya.
Selain kedua karyanya, yakni Kitab Al Iqna, dan Al Ahkaam al Shultoniyah, Mawardi
yang sejak kecil bercita-cita menjadi pegawai negeri ini juga menulis buku Adab al
Wazir (Etika Menteri), Siyasat al Malik (Politik Raja), Tahsil un Nasr wat Tajit uz Zafar
(Memudahkan Penaklukan dan Mempercepat Kemenangan). Al Ahkam al
Shultoniyah telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Italia, Indonesia,
dan Urdu.

Al Mawardi juga menulis buku tentang perumpamaan dalam Alquran, yang


menurut pendapat As Suyuthi, merupakan buku pertama dalam soal ini.
Menekankan pentingnya buku ini, Al Mawardi menulis, Salah satu dari ilmu Quran
yang pokok adalah ilmu ibarat atau umpama. (her)[republika.co.id]

You might also like