Professional Documents
Culture Documents
BAB I
Laporan Kaus
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn.C
Umur
: 51 tahun
: Jakarta Utara
ANAMNESIS
Keluhan Utama
Riw.Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas. Nyeri perut disertai mual (=)
muntah (-). Demam disangkal, bab dempul disangkal, kuning disangkal. Pasien mengaku
memiliki riwayat batu empedu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Alergi
K.U
: Sakit Sedang
Kesadaran
: Composmentis
TTV
o TD
: 151/92 mmHg
o Nadi
: 90 x/mnt
o Suhu
: 36, oC
o Pernapasan
: 20 x/mnt
BB
: 78 Kg
STATUS GENERALIS
Kepala :
Rambut: ( N)
Leher
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas:
Atas
Laboratorium
Hemoglobin
: 14,4 g/lt
Hematokrit
: 42,5%
Leukosit
:8.800
Trombosit
:316.000
GDS
:91 mg/dl
Ureum
:14
Creatinin
:1,2
:8,1 mg/dl
: 100
4
BT/CT
:2 30 / 4 30
Pemeriksaan Radiologi :
USG Abdomen :
-
Ginjal kanan dan kiri ukuran normal, kalises normal, kortises normal, batu
(-).
Kesan : Cholelitiasis
Fatty Liver
Dyspepsia
STATUS FISIK
American Society of Anesthesiologists (ASA) :
1. Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia.
2. Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
3. Pasien dengan penyakit sistemik berat, aktivitas rutin terbatas.
4. Pasien dengan penyakit sistemik berat, tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupan sehari-harinya.
5. Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak
akan lebih dari 24 jam.
DIAGNOSIS DAN RENCANA TINDAKAN
5
Jenis pembedahan
: Cholecystectomi
Jenis anestesia
: General Anestesi
Teknik anestesi
Maintenance
: Sevofluran 2%
Persiapan Operasi
Medikasi prabedah
Premedikasi
1. Premedikasi
Anastetik
o Sevofluran
Induksi:
: 8 vol%
Maintanance: 2 vol%
o N2O : O2
: 2,0 : 1,0
Analgetik :
Farpain 30 mg
Lain lain
o Dexamethason 5 mg
o Vit K 1 ampul
o Kalnex
: 200 mg
o Sulfas atrofin 0,5mg
o Prostigmin 1 mg
Cairan yang digunakan: RL500 ml No. III
Jumlah perdarahan : 100cc
Lama pembedahan : 3 Jam
Lama anestesia
: 3jam 20 menit
: 70 x/menit
o Pernafasan
: 17 x/menit
o Suhu
: 36,2 C
o Saturasi O2
: 100%
Aktivitas
Respirasi
Sirkulasi
Kesadaran
Warna kulit
=
=
=
=
=
total skor =
2
2
2
2
2
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANESTESI UMUM
Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi memungkinkan
pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan,
mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim dan menghasilkan kenangan yang tidak
menyenangkan.
Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka
Pilhan cara anestesi
Umur
o Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum
Status fisik
o Riwayat penyakit dan anestesia terdahulu. Untuk mengetahui apakah pernah
dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah ada komplikasi
anestesia dan pasca bedah.
o Gangguan fungsi kardiorespirasi berat sedapat mungkin dihindari penggunaan
anestesia umum.
o Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa sebaikmya
dilakukan dengan anestesia umum.
o Pasien obesitas, bila disertai leher pendek dan besar, sering timbul gangguan
sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi anestesia. Pilihan anestesia
o Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan keterampilan dan
kebutuhan dokter bedah antara lain teknik hipotensif untuk mengurangi
perdarahan, relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian adrenalin pada bedah
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting
untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher
pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tidak boleh dilewatkan
seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan penyakit yang
sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah kecil (Hb,
lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas
50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
Kebugaran untuk anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu
harus dihindari.
Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah
yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik
ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampaksamping anestesia tidak
dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
Kelas I
Kelas II
Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
Kelas V
Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung
dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasienpasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien
10
yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari
masukan oral (puasa) selamaperiode tertentu sebelum induksi anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 34 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebeluminduksi anestesia.
Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minumobat
air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
I.2 Premedikasi
Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan
premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:
-
b. Tramol
c. Toradon
3. Hipnotik
a. Ketamin (fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
a. Diazepam/valium/stesolid (amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB
b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB
d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
II.
INDUKSI ANASTESI
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat
dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur
akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai
tindakan pembedahan selesai.
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan STATICS:
S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringo-
Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.
T : Tube
Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan >
5 tahun dengan balon (cuffed).
A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape
I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
dibengkokan
untuk
pemandu
supaya
pipa
trakea
mudah
dimasukkan.
C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S : Suction
Induksi intravena
12
tahun.
Ketamin (ketalar)
13
Induksi intramuscular
Sampai
sekarang
hanya
ketamin
(ketalar)
yang
dapat
diberikan
secara
intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi inhalasi
o N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya
1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat
anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk
mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang
digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain
seperti halotan.
o Halotan (fluotan)
14
hanya
menghalangi
asetilkolin
menempatinya,
sehingga
III.
16
IV.
17
seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa kerasdari polivinil
atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa
tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus.
E. Pipa trakea (endotracheal tube)
Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan
standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal
tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).
F. Laringoskopi dan intubasi
Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop merupakan
alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat
memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua
macam laringoskop:
1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa
2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.
Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan
lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4 gradasi.
Gradasi
1
2
3
4
Pilar faring
+
-
Uvula
+
+
-
Palatum Molle
+
+
+
-
Komplikasi intubasi
1. Selama intubasi
a. Trauma gigi geligi
b. Laserasi bibir, gusi, laring
c. Merangsang saraf simpatis
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esophagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
b. Aspirasi
c. Gangguan fonasi
d. Edema glottis-subglotis
e. Infeksi laring, faring, trakea
Ekstubasi
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:
a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan tak
akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan
lainnya.
BAB III
ANALISA KASUS
19
Pada pasien ini dilakukan general anestesi, dengan menggunakan obat-obatan anastesi inhalasi
berupa pemberian Sevofluran, dan obat analgetik non opioid untuk mencapai trias anestesi
( hipnotik, sedasi dan rileksasi ). Pada pasien ini diberikan obat obatan anastetik, analgetik
tanpa pemberian pelumpuh otot, karena pemberian sevofluran dapat merelaksasi otot. Obat
obat lain yang diberikan seperti kalnex untuk mencegah terjadinya perdarahan yang berlebih dan
tidak terkontrol.
Sevofluran
Pernapasan
Neuromuskuler
intubasi
ANALGETIK
Fentanyl
-Golongan Opiad (morfin, petidin, sufentanil ) 75-125 kali lebih poten dari
morpin
20
KEBUTUHAN CAIRAN
BB
: 78 kg
EBV
: 70 cc/kgBB x 78 kg = 5,460cc
Jumlah perdarahan
: 100 cc
% perdarahan : 100/5460 x 100% = 1,8% %
Kebutuhan cairan :
1.
Maintenance
: 2 cc x 78 kg = 156 cc/jam
Defisit puasa
: 8 x 78 kg = 624 cc/jam
Jenis anestesi
: Besar
Resiko anestesi
: Sedang
Perdarahan
: 100 cc (1,8 %)
22