You are on page 1of 22

LAPORAN KASUS

General Anestesi pada Cholelithiasis

Retno Suci Fadhillah


M. Fathony Hadikusma
Riesti Roito
Yuli Triretno

Pembimbing : dr. Nazarudin, Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK STASE ANESTESI


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA SUKAPURA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2015

BAB I
Laporan Kaus
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn.C

Umur

: 51 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


Alamat

: Jakarta Utara

Tanggal MRS : 12 september 2015

ANAMNESIS
Keluhan Utama

: Nyeri perut kanan atas hilang timbul 2 hari SMRS

Riw.Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas. Nyeri perut disertai mual (=)
muntah (-). Demam disangkal, bab dempul disangkal, kuning disangkal. Pasien mengaku
memiliki riwayat batu empedu.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Alergi

: DM (-), HT (+), asma (-)


: Riwayat alergi panadol

KEADAAN FISIK PRABEDAH

K.U

: Sakit Sedang

Kesadaran

: Composmentis

TTV
o TD

: 151/92 mmHg

o Nadi

: 90 x/mnt

o Suhu

: 36, oC

o Pernapasan

: 20 x/mnt

BB

: 78 Kg

STATUS GENERALIS

Kepala :

Rambut: ( N)

Mata: conjunctiva tak anemis, sklera tak ikterik

Hidung: sekret (-/- )

Mulut: mukosa buccal basah,

Gigi: gigi palsu (-)

THT: tonsil T1/T1

Leher

KGB: tidak teraba membesar, massa (-)

Thoraks

Bentuk dan gerak simetris

VBS ka=ki, sonor, wheezing (-/- ), rhonchi (-/- )

BJ murni reguler, murmur ( -)


3

Abdomen

Datar, lembut, BU (+) , NT regio kanan atas (+)

Ekstremitas:

Atas

: Akral hangat (+/+), udem (-/-), RCT < 2 dtk

Bawah : Akral hangat (+/+), udem (-/-), RCT < 2 dtk

Laboratorium
Hemoglobin

: 14,4 g/lt

Hematokrit

: 42,5%

Leukosit

:8.800

Trombosit

:316.000

GDS

:91 mg/dl

Ureum

:14

Creatinin

:1,2

SGOT/SGPT :18/20 U/L


Asam Urat

:8,1 mg/dl

Bilirubin total :0,3 mg/dl


Bilirubin direct: 0,2 mg/dl
Bilirubin indirect: 0,1 mg/dl
Alkali fosfatase :119
Gamma GT

: 100
4

BT/CT

:2 30 / 4 30

Pemeriksaan Radiologi :
USG Abdomen :
-

Hepar tidak membesar, echo meningkat, lesi fokal (-)

KE tampak batu diameter 1,66 cm

Pankreas normal. Udara berlebih di lambung

Aorta normal, KGB tak tampak membesar

Ginjal kanan dan kiri ukuran normal, kalises normal, kortises normal, batu
(-).

Kesan : Cholelitiasis
Fatty Liver
Dyspepsia

STATUS FISIK
American Society of Anesthesiologists (ASA) :
1. Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik dan biokimia.
2. Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.
3. Pasien dengan penyakit sistemik berat, aktivitas rutin terbatas.
4. Pasien dengan penyakit sistemik berat, tidak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakitnya merupakan ancaman kehidupan sehari-harinya.
5. Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak
akan lebih dari 24 jam.
DIAGNOSIS DAN RENCANA TINDAKAN
5

Diagnosis pra-bedah : Cholelithiasis

Jenis pembedahan

: Cholecystectomi

Jenis anestesia

: General Anestesi

Teknik anestesi

: ETT No. 8 + cuff , inhala Sevofluran

Maintenance

: Sevofluran 2%

Persiapan Operasi

: Puasa 8 jam sebelum operasi

Medikasi prabedah

: Pemasangan intravenous infus line (Asering)

Premedikasi

1. Premedikasi

Fentanyl 150ug + 100ug drip


Anesfar 25ml
Propofol 140ml
Farelax 30ug + 10ug +10 ug+10ug +10 ug
2. Mediaksi

Anastetik
o Sevofluran
Induksi:

: 8 vol%

Maintanance: 2 vol%
o N2O : O2
: 2,0 : 1,0
Analgetik :
Farpain 30 mg

Lain lain
o Dexamethason 5 mg
o Vit K 1 ampul
o Kalnex
: 200 mg
o Sulfas atrofin 0,5mg
o Prostigmin 1 mg
Cairan yang digunakan: RL500 ml No. III
Jumlah perdarahan : 100cc
Lama pembedahan : 3 Jam
Lama anestesia
: 3jam 20 menit

KEADAAN POST OPERASI


o Tekanan Darah: 110/70 mmHg
o Nadi

: 70 x/menit

o Pernafasan

: 17 x/menit

o Suhu

: 36,2 C

o Saturasi O2

: 100%

o Komplikasi selama pembedahan : o Komplikasi setelah pembedahan : ALDRATE SCORE


o
o
o
o
o

Aktivitas
Respirasi
Sirkulasi
Kesadaran
Warna kulit

=
=
=
=
=

total skor =

2
2
2
2
2
10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ANESTESI UMUM
Anestesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai
dengan hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Anestesi memungkinkan
pasien untuk mentoleransi prosedur bedah yang akan menimbulkan sakit yang tak tertahankan,
mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim dan menghasilkan kenangan yang tidak
menyenangkan.
Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka
Pilhan cara anestesi

Umur
o Bayi dan anak paling baik dengan anestesi umum
Status fisik
o Riwayat penyakit dan anestesia terdahulu. Untuk mengetahui apakah pernah
dioperasi dan anestesi. Dengan itu dapat mengetahui apakah ada komplikasi
anestesia dan pasca bedah.
o Gangguan fungsi kardiorespirasi berat sedapat mungkin dihindari penggunaan
anestesia umum.
o Pasien gelisah, tidak kooperatif, disorientasi dengan gangguan jiwa sebaikmya
dilakukan dengan anestesia umum.
o Pasien obesitas, bila disertai leher pendek dan besar, sering timbul gangguan
sumbatan jalan napas atas sesudah dilakukan induksi anestesia. Pilihan anestesia

adalah regional, spinal, atau anestesi umum endotrakeal.


Posisi pembedahan
o Posisi seperti miring, tungkurap, duduk, atau litotomi memerlukan anestesis
umum endotrakea untuk menjamin ventilasi selama pembedahan demikian juga

pembedahan yang berlangsung lama.


Keterampilan dan kebutuhan dokter pembedah

o Memilih obat dan teknik anestesi juga disesuaikan dengan keterampilan dan
kebutuhan dokter bedah antara lain teknik hipotensif untuk mengurangi
perdarahan, relaksasi otot pada laparotomi, pemakaian adrenalin pada bedah

plastik dan lain-lain.


Keterampilan dan pengalaman dokter anestesiologi
Keinginan pasien
Bahaya kebakaran dan ledakan
o Pemakaian obat anestesia yang tidak terbakar dan tidak eksplosif adalah pilah
utama pada pembedahan dengan alat elektrokauter.

A. TAHAPAN TINDAKAN ANESTESI UMUM


I.

Penilaian dan persiapan pra anestesia


Persiapan prabedah yang kurang memadai merupakan faktor terjadinya
kecelakaan dalam anestesia. Sebelum pasien dibedah sebaiknya dilakukan kunjungan
pasien terlebih dahulu sehingga pada waktu pasien dibedah pasien dalam keadaan
bugar. Tujuan dari kunjungan tersebut adalah untuk mengurangi angka kesakitan
operasi, mengurangi biaya operasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
I.1 Penilaian pra bedah
Anamnesis
Riwayat tentang apakah pasien pernah mendapat anestesia sebelumnya sangatlah
penting untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,
misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca bedah,
sehingga dapat dirancang anestesia berikutnya dengan lebih baik. Beberapa peneliti
menganjurkan obat yang menimbulkan masalah dimasa lampau sebaiknya jangan
digunakan ulang, misalnya halotan jangan digunakan ulang dalam waktu tiga bulan,
suksinilkolin yang menimbulkan apnoe berkepanjangan juga jangan diulang.
Kebiasaan merokok sebaiknya dihentikan 1-2 hari sebelumnya.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan gigi-geligi, tindakan buka mulut, lidah relatif besar sangat penting
untuk diketahui apakah akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher
pendek dan kaku juga akan menyulitkan laringoskopi intubasi.
Pemeriksaan rutin secara sistemik tentang keadaan umum tidak boleh dilewatkan
seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem organ tubuh pasien.
Pemeriksaan laboratorium
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan penyakit yang
sedang dicurigai. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah kecil (Hb,
lekosit, masa perdarahan dan masa pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien diatas
50 tahun ada anjuran pemeriksaan EKG dan foto thoraks.
Kebugaran untuk anestesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar
pasien dalam keadaan bugar, sebaliknya pada operasi sito penundaan yang tidak perlu
harus dihindari.
Klasifikasi status fisik
Klasifikasi yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang adalah
yang berasal dari The American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi fisik
ini bukan alat prakiraan resiko anestesia, karena dampaksamping anestesia tidak
dapat dipisahkan dari dampak samping pembedahan.
Kelas I

: Pasien sehat organik, fisiologik, psikiatrik, biokimia.

Kelas II

: Pasien dengan penyakit sistemik ringan atau sedang.

Kelas III : Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas.
Kelas IV : Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan aktivitas
rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat.
Kelas V

: Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan


hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.

Masukan oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anestesia. Regurgitasi isi lambung
dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama pada pasienpasien yang menjalani anestesia. Untuk meminimalkan risiko tersebut, semua pasien

10

yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anestesia harus dipantangkan dari
masukan oral (puasa) selamaperiode tertentu sebelum induksi anestesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada bayi 34 jam. Makanan tak berlemak diperbolehkan 5 jam sebeluminduksi anestesia.
Minuman bening, air putih teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minumobat
air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anestesia.
I.2 Premedikasi
Sebelum pasien diberi obat anestesia, langkah selanjutnya adalah dilakukan
premedikasi yaitu pemberian obat sebelum induksi anestesia diberi dengan tujuan
untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya:
-

Meredakan kecemasan dan ketakutan


Memperlancar induksi anestesia
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus
Meminimalkan jumlah obat anestetik
Mengurangi mual muntah pasca bedah
Menciptakan amnesia
Mengurangi isi cairan lambung
Mengurangi refleks yang membahayakan
Waktu dan cara pemberian premedikasi:
Pemberian obat secara subkutan tidak akan efektif dalam 1 jam, secara
intramuscular minimum harus ditunggu 40 menit. Pada kasus yang sangat darurat
dengan waktu tindakan pembedahan yang tidak pasti obat-obat dapat diberikan secara
intravena. Obat akan sangat efektif sebelum induksi. Bila pembedahan belum dimulai
dalam waktu 1 jam dianjurkan pemberian premedikasi intramuscular, subkutan tidak
dianjurkan. Semua obat premedikasi bila diberikan secara intravena dapat
menyebabkan sedikit hipotensi kecuali atropine dan hiosin. Hal ini dapat dikurangi
dengan pemberian secara perlahan-lahan dan diencerkan.
Obat-obat yang sering digunakan:
1. Analgesik narkotik
a. Petidin (amp 2cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Morfin (amp 2cc = 10 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
c. Fentanyl (fl 10cc = 500 g), dosis 1-3gr/kgBB
2. Analgesik non narkotik
a. Ponstan
11

b. Tramol
c. Toradon
3. Hipnotik
a. Ketamin (fl 10cc = 100 mg), dosis 1-2 mg/kgBB
b. Pentotal (amp 1cc = 1000 mg), dosis 4-6 mg/kgBB
4. Sedatif
a. Diazepam/valium/stesolid (amp 2cc = 10mg), dosis 0,1 mg/kgBB
b. Midazolam/dormicum (amp 5cc/3cc = 15 mg),dosis 0,1mg/kgBB
c. Propofol/recofol/diprivan (amp 20cc = 200 mg), dosis 2,5 mg/kgBB
d. Dehydrobenzperidon/DBP (amp 2cc = 5 mg), dosis 0,1 mg/kgBB
II.

INDUKSI ANASTESI
Merupakan tindakan untuk membuat pasien dari sadar menjadi tidak sadar,
sehingga memungkinkan dimulainya anestesi dan pembedahan. Induksi dapat
dikerjakan secara intravena, inhalasi, intramuscular atau rectal. Setelah pasien tidur
akibat induksi anestesia langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesia sampai
tindakan pembedahan selesai.
Untuk persiapan induksi anestesi diperlukan STATICS:
S : Scope Stetoskop untuk mendengarkan suara paru dan jantung.

Laringo-

Scope, pilih bilah atau daun (blade) yang sesuai dengan usia pasien.
Lampu harus cukup terang.
T : Tube

Pipa trakea.pilih sesuai usia. Usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed) dan >
5 tahun dengan balon (cuffed).

A : Airway Pipa mulut faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring
(naso-tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak
sadar untuk menjaga supaya lidah tidak menyumbat jalan napas.
T : Tape

Plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.

I : Introducer Mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastic (kabel) yang mudah
dibengkokan

untuk

pemandu

supaya

pipa

trakea

mudah

dimasukkan.
C : Connector Penyambung antara pipa dan peralatan anestesia
S : Suction

penyedot lender, ludah danlain-lainnya.

Induksi intravena

12

o Paling banyak dikerjakan dan digemari. Induksi intravena dikerjakan dengan


hati-hati, perlahan-lahan, lembut dan terkendali. Selama induksi anestesi,
pernapasan pasien, nadi dan tekanan darah harus diawasi dan selalu diberikan
oksigen. Dikerjakan pada pasien yang kooperatif.
o Obat-obat induksi intravena:
Tiopental (pentotal, tiopenton) amp 500 mg atau 1000 mg
- Dosis: 3-7 mg/kgBB (IV); pada anak dan manula digunakan dosis
rendah dan dewasa muda sehat dosis tinggi. Disuntikkan perlahan
(dihabiskan dalam 30-60 detik), karena larutan ini sangat alkalis (pH
10-11) sehingga suntikan keluar vena menyebabkan nyeri hebat.6
- Sediaan: ampul 500 mg atau 1000 mg. Dikemas dalam bentuk bubuk
berwarna kuning, berbau belerang. Sebelum digunakan dilarutkan
dalam akuades sampai kepekatan 2,5% (1 ml = 25 mg).6
- Farmakokinetik
Tiopental dalam darah 70% diikat albumin, sisanya 30% dalam bentuk
bebas, sehingga pada pasien dengan albumin rendah dosis harus
dikurangi.
- Efek
bergantung dosis dan kecepatan suntikan, pasien akan berada dalam
keadaan sedasi, hipnosis, anestesia atau depresi napas.
Menurunkan aliran darah otak, tekanan likuor, tekanan intrakranial
dan diduga dapat melindungi otak akibat kekurangan O2.
Dosis rendah bersifat anti-analgesia
Propofol (diprivan, recofol)
- Dosis
Induksi: 2-3 mg/kgBB (IV dengan kepekatan 1%). Suntikan IV sering
menyebabkan nyeri sehingga 1 menit sebelumnya sering diberikan

lidocaine 1-2 mg/kgBB IV.6


Maintenance anestesia intravena total: 4-12 mg/kgBB/ jam.6
Sedasi pada perawatan intensif: 0,2 mg/kgBB
Pada manula dosis harus dikurangi
Sediaan: dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml = 10 mg). Pengenceran

propofol hanya boleh dengan dekstrosa 5%.


- Kontraindikasi: tidak dianjurkan pada wanita hamil dan anak <3

tahun.
Ketamin (ketalar)
13

- Dosis: 1-2 mg/kgBB (IV)


- Sediaan: dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1 ml=10 mg),
5% (1 ml=50 mg) dan 10% (1 ml=100 mg)
- Efek
Sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri kepala,
pasca anestesia sering menimbulkan mual muntah, pandangan kabur,
mimpi buruk, atau halusinasi (oleh karena itu dianjurkan memakai
sedativa, contohnya Midazolam/dormikum atau diazepam/valium
dengan dosis 0,1 mg/kg IV dan untuk mengurangi hipersalivasi
diberikan sulfas atropin 0,01 mg/kg)
pasien tidak sadar, tetapi dengan mata terbuka
- Kontraindikasi
Tidak dianjurkan pada pasien TD tinggi (>160 mmHg)
Opioid (morfin, petidin, fentanil, sufentanil)
- Dosis
dosis induksi: 20-50 mg/kg
dosis rumatan: 0,3-1 mg/kg/menit
- Efek
Tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk
induksi pasien dengan kelainan jantung

Induksi intramuscular
Sampai

sekarang

hanya

ketamin

(ketalar)

yang

dapat

diberikan

secara

intramuskulardengan dosis 5-7 mg/kgBB dan setelah 3-5 menit pasien tidur.
Induksi inhalasi
o N2O (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida)
berbentuk gas, tak berwarna, bau manis, tak iritasi, tak terbakar dan beratnya
1,5 kali berat udara. Pemberian harus disertai O2 minimal 25%. Bersifat
anastetik lemah, analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk
mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang
digunakan sendirian, tapi dikombinasi dengan salah satu cairan anastetik lain
seperti halotan.
o Halotan (fluotan)
14

Sebagai induksi juga untuk laringoskop intubasi, asalkan anestesinya


cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4%
atau 10% sekitar faring laring.
Kelebihan dosis menyebabkan depresi napas, menurunnya tonus simpatis, terjadi
hipotensi, bradikardi, vasodilatasi perifer, depresi vasomotor, depresi miokard,
dan inhibisi refleks baroreseptor. Merupakan analgesi lemah, anestesi kuat.
Halotan menghambat pelepasan insulin sehingga mininggikan kadar gula darah.
o Enfluran (etran, aliran)
Efek depresi napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif
disbanding halotan. Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, tetapi
lebih jarang menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik
disbanding halotan.

o Isofluran (foran, aeran)


Meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran
darah otak dan tekanan intracranial dapat dikurangi dengan teknik anestesi
hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.
Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari
untuk anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan
gangguan koroner.
o Desfluran (suprane)
Sangat mudah menguap. Potensinya rendah (MAC 6.0%), bersifat
simpatomimetik menyebabkan takikardi dan hipertensi. Efek depresi napasnya
seperti isofluran dan etran. Merangsang jalan napas atas sehingga tidak digunakan
untuk induksi anestesi.
o Sevofluran (ultane)
Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan isofluran. Baunya
tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas, sehingga digemari untuk
induksi anestesi inhalasi disamping halotan.
15

Induksi per rectal


Cara ini hanya untuk anak atau bayi menggunakan thiopental atau midazolam.
Pelumpuh otot nondepolarisasi Tracurium 20 mg (Antracurium)

o Berikatan dengan reseptor nikotinik-kolinergik, tetapi tidak menyebabkan


depolarisasi,

hanya

menghalangi

asetilkolin

menempatinya,

sehingga

asetilkolin tidak dapat bekerja.


o Dosis awal 0,5-0,6 mg/kgBB, dosis rumatan 0,1 mg/kgBB, durasi selama 2045 menit, kecepatan efek kerjanya -2 menit.
o Tanda-tanda kekurangan pelumpuh otot:
Cegukan (hiccup)
Dinding perut kaku
Ada tahanan pada inflasi paru

III.

RUMATAN ANESTESI (MAINTAINANCE)


Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan
inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi.
Rumatan anestesi mengacu pada trias anestesi yaitu tidur rinan (hypnosis)
sekedar tidak sadar, analgesia cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak
menimbulkan nyeri dan relaksasi otot lurik yang cukup.
Rumatan intravena biasanya menggunakan opioid dosis tinggi, fentanil 10-50
g/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan pasien tidur dengan analgesia cukup,
sehingga tinggal memberikan relaksasi pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga
menggunakan opioid dosis biasa, tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 412 mg/kgBB/jam. Bedah lama dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot dan
ventilator. Untuk mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O 2 atau
N2O + O2.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan
perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau isofluran 2-4
vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas spontan, dibantu atau
dikendalikan.

16

IV.

TATALAKSANA JALAN NAPAS


Hubungan jalan napas dan dunia luar melalui 2 jalan:
1. Hidung
Menuju nasofaring
2. Mulut
Menuju orofaring
Hidung dan mulut dibagian depan dipisahkan oleh palatum durum dan
palatum molle dan dibagian belakang bersatu di hipofaring. Hipofaring menuju
esophagus dan laring dipisahkan oleh epiglotis menuju ke trakea. Laring terdiri
dari tulang rawan tiroid, krikoid, epiglotis dan sepasang aritenoid, kornikulata dan
kuneiform.
A. Manuver tripel jalan napas
Terdiri dari:
1. Kepala ekstensi pada sendi atlanto-oksipital.
2. Mandibula didorong ke depan pada kedua angulus mandibula
3. Mulut dibuka
Dengan maneuver ini diharapkan lidah terangkat dan jalan napas bebas, sehingga gas
atau udara lancer masuk ke trakea lewat hidung atau mulut.
B. Jalan napas faring
Jika maneuver tripel kurang berhasil, maka dapat dipasang jalan napas mulutfaring lewat mulut (oro-pharyngeal airway) atau jalan napas lewat hidung (nasopharyngeal airway).
C. Sungkup muka
Mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi atau sistem anestesi ke jalan
napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa sehingga ketika digunakan untuk
bernapas spontan atau dengan tekanan positif tidak bocor dan gas masuk semua ke
trakea lewat mulut atau hidung.
D. Sungkup laring (Laryngeal mask)
Merupakan alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang
dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan

17

seperti balon pada pipa trakea. Tangkai LMA dapat berupa pipa kerasdari polivinil
atau lembek dengan spiral untuk menjaga supaya tetap paten.
Dikenal 2 macam sungkup laring:
1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa
tambahan yang ujung distalnya berhubungan dengan esophagus.
E. Pipa trakea (endotracheal tube)
Mengantar gas anestesi langsung ke dalam trakea dan biasanya dibuat dari bahan
standar polivinil-klorida. Pipa trakea dapat dimasukan melalui mulut (orotracheal
tube) atau melalui hidung (nasotracheal tube).
F. Laringoskopi dan intubasi
Fungsi laring ialah mencegah bedan asing masuk paru. Laringoskop merupakan
alat yang digunakan untuk melihat laring secara langsung supaya kita dapat
memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Secara garis besar dikenal dua
macam laringoskop:
1. Bilah, daun (blade) lurus (Macintosh) untuk bayi-anak-dewasa
2. Bilah lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar-dewasa.
Klasifikasi tampakan faring pada saat membuka mulut terbuka maksimal dan
lidah dijulurkan maksimal menurut Mallapati dibagi menjadi 4 gradasi.
Gradasi
1
2
3
4

Pilar faring
+
-

Uvula
+
+
-

Palatum Molle
+
+
+
-

Indikasi intubasi trakea


Intubasi trakea ialah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui
rima glottis, sehingga ujung distalnya berada kira-kira dipertengahan trakea antara pita
suara dan bifurkasio trakea. Indikasi sangat bervariasi dan umumnya digolongkan sebagai
berikut:
1. Menjaga patensi jalan napas oleh sebab apapun.
Kelainan anatomi, bedah kasus, bedah posisi khusus, pembersihan sekret jalan napas,
dan lain-lainnya.
18

2. Mempermudah ventilasi positif dan oksigenasi


Misalnya saat resusitasi, memungkinkan penggunaan relaksan dengan efisien,
ventilasi jangka panjang.
3. Pencegahan terhadap aspirasi dan regurgitasi
Kesulitan intubasi
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Leher pendek berotot


Mandibula menonjol
Maksila/gigi depan menonjol
Uvula tak terlihat
Gerak sendi temporo-mandibular terbatas
Gerak vertebra servikal terbatas

Komplikasi intubasi
1. Selama intubasi
a. Trauma gigi geligi
b. Laserasi bibir, gusi, laring
c. Merangsang saraf simpatis
d. Intubasi bronkus
e. Intubasi esophagus
f. Aspirasi
g. Spasme bronkus
2. Setelah ekstubasi
a. Spasme laring
b. Aspirasi
c. Gangguan fonasi
d. Edema glottis-subglotis
e. Infeksi laring, faring, trakea
Ekstubasi
1. Ekstubasi ditunda sampai pasien benar-benar sadar, jika:
a. Intubasi kembali akan menimbulkan kesulitan
b. Pasca ekstubasi ada risiko aspirasi
2. Ekstubasi dikerjakan pada umumnya pada anestesi sudah ringan dengan catatan tak
akan terjadi spasme laring.
3. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan
lainnya.
BAB III
ANALISA KASUS

19

Pada pasien ini dilakukan general anestesi, dengan menggunakan obat-obatan anastesi inhalasi
berupa pemberian Sevofluran, dan obat analgetik non opioid untuk mencapai trias anestesi
( hipnotik, sedasi dan rileksasi ). Pada pasien ini diberikan obat obatan anastetik, analgetik
tanpa pemberian pelumpuh otot, karena pemberian sevofluran dapat merelaksasi otot. Obat
obat lain yang diberikan seperti kalnex untuk mencegah terjadinya perdarahan yang berlebih dan
tidak terkontrol.

OBAT OBATAN YANG DIBERIKAN


ANASTETIK
Inhalasi:
N20
Analgetik kuat, anestesinya lemah tidak memiliki sifat merelaksasi otot

Sevofluran
Pernapasan

: Tidak menyebabkan batuk; induksinya cepat

Neuromuskuler

: Pelumpuh otot yang baik dan memiliki derajat relaksasi


yang dihasilkan cukup untuk memudahkan

intubasi

trachea tanpa fasilitasi oleh pelumpuh otot.

ANALGETIK
Fentanyl
-Golongan Opiad (morfin, petidin, sufentanil ) 75-125 kali lebih poten dari
morpin
20

-Sebagai analgesia dan anestesia


-Meningkatkan kadar propofol di dalam plasma jika diberikan bersamaan.

Farpain (ketorolac Tromethamin)


Ketorolac tromethamine merupakan suatu analgesik non-narkotik. Obat ini
merupakan obat anti-inflamasi nonsteroid yang menunjukkan aktivitas antipiretik yang
lemah dan anti-inflamasi. Ketorolac tromethamine menghambat sintesis prostaglandin
dan dapat dianggap sebagai analgesik yang bekerja perifer karena tidak mempunyai efek
terhadap reseptor opiat.

KEBUTUHAN CAIRAN
BB

: 78 kg

EBV

: 70 cc/kgBB x 78 kg = 5,460cc

Jumlah perdarahan

: 100 cc
% perdarahan : 100/5460 x 100% = 1,8% %

Kebutuhan cairan :

1.

Maintenance

: 2 cc x 78 kg = 156 cc/jam

Defisit puasa

: 8 jam x 156 cc = 1.248cc

Stress operasi (besar)

: 8 x 78 kg = 624 cc/jam

Jenis anestesi

: Besar

Resiko anestesi

: Sedang

Perdarahan

: 100 cc (1,8 %)

Pemantauan di Recovery Room :


21

a. Tensi, nadi, pernapasan, aktivitas motorik.


b. Beri O2 3L/menit nasal canul atau 6L/menit sungkup.
c. Bila adrette skor > 8 boleh pindah ruangan.

22

You might also like