You are on page 1of 15

ILMU MUNASABAH

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Ulumul Quran
Dosen Pengampu: H. Nur Asiyah, M.S.I.

Disusun Oleh :
1. Jamalatun Savitri

( 133711008 )

2. Tazqiyatun Nikmah

( 133711008 )

3. Siti Nurjanah

( 133711010 )

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
2014
I.

LATAR BELAKANG
1

Perbedaan dalam menelaah Al-Quran oleh sarjana muslim dan bukan muslim
(orientalis) menghasilkan kesimpulan yang berbeda pula. Sarjana muslim dalam
melakukan usahanya didasari oleh titik tolak imani disertai dengan nuansa yang
tersendiri. Sedangkan para orientalis, tidak mempunyai ikatan batin sama sekali
dengan Al-Quran. Mereka menerapkan kebiasaan ilmiah yang bertolak belakang dari
keraguan untuk menemukan sebuah kebenaran ilmiah. Almarhum Abdul-Halim
Mahmud, mantan Syaikh Al-Azhar berkata : Para orientalis yang dari saat ke saat
berusaha menunjukkan kelemahan Al-Quran, tidak mendapatkan celah untuk
meragukan ke otentikannya.
Sebagai umat islam yang berpedoman pada Al-Quran, kita haruslah mengerti
tentang isi kandungan dalam Al-Quran. Karena dengan mempelajari isi
kandungannya kita akan memahami dan mengetahui hukum-hukum dan juga syariat
islam. Dalam mempelajari Al-Quran ada sebuah ilmu yang disebut Ilmu munasabah
yang merupakan bagian dari telaah Al-Quran. Karena itu Ilmu Munasabah sangatlah
penting untuk memperdalam pengetahuan kita tentang isi kandungan Al-Quran.
Dengan mempelajari Ilmu Munasabah kita dapat mengetahui keindahan sastra yang
ada di dalam Al-Quran. sehingga niscaya juga akan memperkuat iman kita terhadap
Allah SWT.

II.

RUMUSAN MASALAH
A.
Apa Pengertian Ilmu Munasabah ?
B.
Bagaiman Latar Belakang Munculnya Ilmu Munasabah ?
C.
Apa Saja Macam-macam Ilmu Munasabah ?
D.
Apa Manfaat Mempelajari Ilmu Munasabah ?
E.
Bagaimana Pendapat Ulama pada Ilmu Munasabah ?

III. PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Munasabah

Munasabah berasal dari kata yang berarti dekat,


serupa, mirip, dan rapat. sama artinya dengan yakni
mendekatkannya dan menyesuaikannya. artinya ( dekat dan
berkaitan). Misalnya, dua orang bersaudara dan anak paman. Ini terwujud
apabila kedua-duanya saling berdekatan dalam artian ada ikatan atau
hubungan antara kedua-duanya. An-Nasib juga berarti Ar-Rabith, yakni ikatan,
pertalian, hubungan.1
Menurut pengertian terminologi, munasabah dapat didefinisikan
sebagai berikut :
1. Menurut Az-Zarkasyi
.
Artinya :
Munasabah adalah suatu hal yang dapat dipahami, tatkala dihadapkan
kepada akal, pasti akal itu akan menerimanya.
2. Menurut Manna Al-Qaththan

.
Artinya :
Munasabah adalah sisi keterikatan antara beberapa ungkapan didalam
satu ayat, atau antara ayat pada beberapa ayat, atau antar surat didalam
Al-Quran.
3. Menurut Ibn Al-Arabi
, .
Artinya :
Munasabah adalah keterikatan ayat-ayat al-quran sehingga seolaholah merupakan satu ungkapan yang mempunyai kesatuan makan dan
keteraturan redaksi. Munasabah merupakan ilmu yang sangat agung.
4. Menurut Al-Biqai

Munasabah adalah suatu ilmu yang mencoba mengetahui


alasan-alasan susunan atau uratan bagian-bagian al-Quran baik ayat
dengan ayat, atau surat dengan surat.2
Jadi, dalam konteks Ulum Al-Quran, Munasabah berarti menjelaskan korelasi
makna antar ayat atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum atau
khusus ; rasional (aqli), persepsi (hassiy), atau imajinatif ( khayali ), atau
1 Rachmat Syafei, Pengantar Ilmu Tafsir, ( Bandung : Pustaka Setia, 2006 ), hlm.37.
2 Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, ( Bandung : Pustaka Setia, 2012 ), hlm.83.
3

korelasi

berupa

sebab-akibat,

illat

dan

malul,

perbandingan,

dan

perlawanan.3

B. Latar Belakang Munculnya Ilmu Munasabah

Lahirnya pengetahuan tentang korelasi (munasabah) ini berawal dari


kenyataan bahwa sistematika Al-Quran sebagaimana terdapat dalam Mushaf
Utsmani sekarang tidak berdasarkan fakta kronologis turunya Al-Quran.
Itulah sebab terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama salaf tentang
urutan surat di dalam Al-Quran.
Pendapat pertama bahwa hal itu didasarkan pada tauqifi dari Nabi n kedua
berpendapat bahwa hal itu didasarkan atas ijtihad para sahabat setelah mereka
bersepakat dan memastikan bahwa susunan ayat-ayat adalah tauqifi. Golongan
ketiga berpendapat serupa dengan golongan pertama, kecuali surat Al-Anfal
dan At-Taubah yang dipandang bersifat ijtihadi. Pendapat pertama didukung
antara lain oleh Al-Qadi Abu Bakar dalam satu pendapatnya, Abu Bakar Ibn
Al-Anbari, Al-Kirmani, dan Ibn Al-Hisar. Pendapat kedua didukung oleh
Malik, Al-Qadi Abu Bakar dalam pendapatnya yang lain, dan Ibn Al-Faris.
Pendapat ketiga dianut oleh Al-Baihaqi.
Salah satu penyebab perbedaan ini adalah adanya mushaf-mushaf
ulama salaf yang urutan suratnya bervariasi. Ada yang menyusunya
berdasarkan kronologis turunya, seperti Mushaf Ali yang dimulai dengan ayat
iqra, sedangkan ayat lainya disusun berdasarkan tempat turunya Makki
kemudian Madani. Adapun Mushaf Ibnu Masud dimulai dengan surat AlBaqarah, kemudian An-Nisa, lalu surat Ali Imran. Atas dasar perbedaan
peendapat tentang sistematika ini, wajarlah jika masalah korelasi Al-Quran
kurang mendapat perhatian dari para ulama yang menekuni Ulum Al-Quran.
Ulama yang pertama kali menaruh perhatian pada masalah ini,
menurut As-Suyuthi, adalah Syaikh Abu Bakar An-Naisaburi, kemudian
diikuti oleh ulama ahli tafsir, seperti Abu Jafar bin Jubair dalam kitabnya
Tartib As-Suwar Al-Quran. Syaikh Burhanuddin Al-Baqai dengan bukunya

3 Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Mutiara Ilmu-ilmu Al-Quran, terj. Rosihon Anwar, ( Bandung : Pustaka
Setia,1999 ), hlm.305.

Nazhm Ad-Durarfi Tanasub Al-Ayyi wa As-Suwar, dan As-Suyuthi sendiri


dalam bukunya Asrar At-Tartib Al-Quran.4
Untuk melakukan pembacaan holistik terhadap Al-Quran membutuhkan
metodologi dan pendekatan yang memadai. Metodologi dan pendekatan yang
telah dipakai oleh para mufasir klasik menyisakan masalah penafsiran, yaitu
belum bisa menyuguhkan pemahaman yang utuh, komprehensif dan holistik.
Ilmu Munasabah sebenarnya memberi langkah strategis untuk melakukan
pembacaan dengan cara baru ( Al-qiroah Al-muashirah ) asalkan metode yang
digunakn untuk melakukan perajutan antar ayat dan antar surah adalah tepat.
Untuk itu perlu dipikirkan dengan metode dan pendekatan hermeneutika dan
antropologi fisiologis dalam ilmu munasabah.5
C. Macam-Macam Ilmu Munasabah

Mengenai pembagian ilmu munasabah, Chaerudji A. Chalik


berpendapat bahwailmu munasabah dapat dilihat dari dua segi, yaitu sifat dan
materinya.
1. Segi Sifat
Dilihat dari segi sifatnya, munasabah terbagi menjadi du, yaitu:
a. Zhahir Al-irtibath
Yaitu persesuaian atau kaitan yang tampak jelas, kaitan kalimat
yang satu dengan yang lain erat sekali sehingga yang satu tidak
bisa menjadi kalimat yang sempurna bila dipisahkan dengan
kalimat yang lainnya, seolah-olah ayat-ayat tersebut merupakan
satu kesatuan. Misalnya pada ayat 1 dan 2 Surat Al-Isra :

Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hambaNya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil
Aqsha yang Telah kami berkahi sekelilingnya[847] agar kami
perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)
kami. Sesungguhnya dia adalah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui. (Al-Isra: 189)

4 Rosihon Anwar, Ulum Al-Quran, ( Bandung : Pustaka Setia, 2012 ), hlm.82.


5 Acep Hermawan, Ulumul Quran, ( Bandung : Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.124.
5

Dan kami berikan kepada Musa Kitab (Taurat) dan kami


jadikan Kitab Taurat itu petunjuk bagi Bani Israil (dengan
firman): "Janganlah kamu mengambil penolong selain aku. (Alisra: 190)
Munasabah antara kedua ayat ini tampak jelas, yaitu
bahwa Nabi Muhammad SAW dan Nabi Musa a.s diangkat
oleh ALLAH SWT sebagai Nabi dan Rosul, dan keduanya
diisrokan. Nabi Muhammad dari Masjid Haram ke Masjid
Aqsha, sedangkan Nabi Musa dari Mesir, ketika ia keluar dari
negeri tersebut dalam keadaan ketakutan menuju Madyan.
b. Khafiy Al-irtibath

Yaitu persesuaian atau kaitan yang samar antara ayat yang satu
dengan ayat lain sehingga tidak tampak adanya hubungan
antara keduanya, bahkan seolah-olah masing-masing ayat atau
surah itu berdiri sendiri-sendiri, baik karena ayat yang satu itu
dihubungkan dengan yang lain, maupun karena yang satu
bertentangan dengan yang lain. Ada ayat 189 dan 190 Surah Albaqarah:

Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit.


Katakanlah: Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi
manusia dan bagi ibadah haji, dan bukanlah kebajikan
memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi
kebajikan itu adalah kebajikan-kebajikan orang yang bertaqwa.
Dan masuklah ke rumah-rumah itu daripintu-pintunya, dan
bertaqwalah kepada ALLAH agar kamu beruntung. (Albaqarah: 189)

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang


memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas,
karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
melampaui batas. (Al-baqarah: 190)

Munasabah antara kedua ayat tersebut adalah ketika


waktu haji umat Islam dilarang perang, tetapi jika umat Islam
diserang lebih dulu, maka serangan musuh itu harus dibalas,
walaupun pada musim haji.
2. Segi Materi

Munasabah dari segi materinya terbagi menjadi dua pula, yaitu


munasabah antarayat dan munasabah antarsurah.
a. Munasabah antarayat
Munasabah antarayat yaitu munasabah antara ayat yang
satu dengan ayat yang lain, berbentuk persambunganpersambungan ayat. Seperti pada ayat 2 dan 3 Surah Albaqarah:

. Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan padanya;


petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Al-baqarah: 2)

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang


mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang
kami anugerahkan kepada mereka.
Munasabah antara kedua ayat tersebut adalah ayat
pertama menjelaskan peranan Al-quran dan hakikatnya bagi
orang bertakwa, sedangkan ayat kedua menjelaskan
karakteristik dari orang-orang yang bertaaqwa.
Munasabah antarayat mencakup beberapa bentuk, yaitu:
1) Munasabah antara nama surah dan tujuan turunnya
Setiap surah mempunyai tema pembicaraan yang
menonjol, dan itu tercermin dari namanya masingmasing,seperti Surah Al-Baqarah.6
2) Munasabah antarbagian surah
Munasabah antarbagian surah (ayat atau beberapa ayat)
sering berbentuk korelasi perlawanan. Seperti pada
Surah Al-Hadiid ayat 4:
6Acep Hermawan, Ulumul Quran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.124-128.
7

Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam


masa: Kemudian dia bersemayam di atas arsy[1453]
dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa
yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit
dan apa yang naik kepada-Nya [1454]. dan dia bersama
kamu di mama saja kamu berada. dan Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan. (Al-Hadiid: 4)
Pada ayat tersebut terdapat kata yaliju
(masuk) dan kata yakhruju (keluar), serta kata
yanzilu (turun) dan kata yaruju (naik) yang
memiliki korelasi perlawanan.
3) Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan

Munasabah antarayat yang letaknya berdampingan


sering terlihat dengan jelas, tetapi sering pula tidak
jelas. Munasabah antarayat yang terlihat dengan jelas
umumnya menggunakan pola takid (penguatan), tafsir
(penjelasan), itiradh (bantahan), dan tasydid
(penegasan).
Munasabah anatarayat yang menggunakan pola
takid, yaitu apabila salah satu ayat atau bagian ayat
memperkuat makna ayat atau bagian ayat yang terletak
disampingnya. Misalkan pada Surah Al-Fatihah ayat 1
dan 2:

Dengan menyebut nama ALLAH yang Maha Pengasih


lagi Maha Penyayang. (Al-Fatihah: 1)

. Segala puji bagi ALLAH, Tuhan semesta alam

Ungkapan rab alalamin pada ayat kedua


memperkuat kata ar-rahman dan ar-rahim pada ayat
pertama.
Munasabah antarayat yang menggunakan pola
tafsir apabila makna satu ayat atau bagian ayat tertentu
ditafsirkan oleh ayat atau bagian ayat di sampingnya.
Pada Surah Al-Baqarah ayat 2 dan 3:

.
Kitab (Al Quran) Ini tidak ada keraguan
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (Albaqarah: 2)

(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib,


yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian
rezki yang kami anugerahkan kepada mereka. (AlBaqarah: 3)
Kata muttaqin pada ayat diatas ditafsirkan maknanya
oleh ayat ketiga dan keempat. Dengan demikian,orang
yang bertaqwa adalah orng yang mengimani hal-hal
ghaib, mengerjakan sholat, menafkahkan sebagian
rezeki, beriman kepada Al-Quran dan kitab-kitab
sebelumnya.
Munasabah antarayat menggunakan pola itiradh
apabila terdapat satu kalimat atau lebih yang tidak ada
kedudukannya dalam struktur kalimat, baik di
pertengahan kalimat atau di antara dua kalimat yang
berhubungan dengan maknanya. Sseperti pada Surah
An-Nahl ayat 57 berikut:

Dan mereka menetapkan bagi Allah anak-anak


perempuan[831]. Maha Suci Allah, sedang untuk
mereka sendiri (mereka tetapkan) apa yang mereka
sukai (yaitu anak-anak laki-laki). (An-Nahl: 57)
9

Kata subhanahu pada ayat di atas merupakan bentuk


Itiradh dari dua ayat yang mengantarnya. Kata itu
merupakan bantahan bagi klaim-klaim orang kafir yang
menetapkan anak-anak perempuan bagi ALLAH.
4) Munasabah anatara suaru kelompok ayat dengan
kelompok ayat di sampingnya
Dalam Surah Al-Baqarah ayat 1 dan 20, misalnya,
ALLAH memulai penjelasan-Nya tentang kebenaran
dan fungsi Al-Quran bagi orang-orang bertaqwa.

Alif laam miin (Al-Baqarah: 1)


.

Hampir-hampir

kilat

itu

menyambar

penglihatan mereka. setiap kali kilat itu menyinari


mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila
gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah
menghendaki, niscaya dia melenyapkan pendengaran
dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa
atas segala sesuatu. (Al-Baqarah: 20)

5) Munasabah antara fashilah (pemisah) dan isi ayat

Munasabah ini mengandung tujuan tertentu. Di


antaranya memantapkan makna yang terkandung dalam
ayat. Pada ayat 80 Surah An-Naml.

Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan


orang-orang yang mati mendengar dan (Tidak pula)
menjadikan

orang-orang

yang

tuli

mendengar
10

panggilan,

apabila

mereka

Telah

berpaling

membelakang. (An-Naml: 80)


Kata idza wallau mudbirin merupakan penjelasan
tambahan terhadap makna orang tuli.
6) Munasabah antara awal dengan akhir surah yang sama
Munasabah ini berarti bahwa awal surah menjelaskan
pikiran tertentu, lalu pokok pikiran ini dikuatkan
kembali di akhir surah tersebut. Pada Surah Al-Hasyr
ayat 1 dan 24.

Telah bertasbih kepada Allah apa yang ada di


langit dan bumi; dan dialah yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. (Al-Hasyr: 1)

Dialah

Allah

yang

Menciptakan,

yang

Mengadakan, yang membentuk Rupa, yang mempunyai


asmaaul Husna. bertasbih kepadanya apa yang di langit
dan bumi. dan dialah yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana. (Al-HAsyr: 24)
Munasabah ini terletak dari sisi kesamaan
kondisi, yaitu segala yang ada baik di langit maupun di
bumi menyucikan ALLAH Sang Pencipta keduanya.
b. Munasabah antarsurah

Munasabah antarsurah tidak lepas dari pandangan yang


menyatakan Al-Quran sebagai satu kesatuan yang bagianbagian strukturnya terkait secara integral. Pembahasan ini
dimulai dengan memposisikan Surah Al-Fatihah sebagai
ummul kitab (induk Al-Quran).
Surah Al-Fatihah menjadi ummul kitab, sebab di
dalamnya terkandung masalah tauhid, peringatan, dan hukumhukum, yang dari masalah pokok itu berkembanglah sistem
ajaran Islam yang sempurna melalui penjelasan ayat-ayat dalam
11

surah-surah setelah Surah Al-Fatihah. Ayat 1-3 Surah AlFatihah mengandung isi tentang tauhid, pujian hanya untuk
ALLAH karena Dia-lah penguas alam semesta dan hari akhir.
Ayat 5 Surah Al-Fatihah menjelaskan mengenai jalan
lurusyang kemudian dijelaskan pula dalam Surah Al-Baqarah
ayat 2. Atar dasar itu dapat disimpulkan bahwa teks dalam
Surah Al-Fatihah dan teks dalam Surah Al-Baqarah berkesuaian
(munasabah).
Contoh lain dari munasabah antarsurat adalah tampak
dari munasabah antara Surah Al-Baqarah dan Surah Ali Imran.
Keduanya menggambarkan hubungan antara dalil dengan
keragu-raguan akan dalil. Maksudnya, Surah Al-Baqarah
merupakan surah yang mengajukan dalil mengenai hukum,
karena surah ini memuat kaidah-kaidah agama, sementara
Surah Ali Imran sebagai jawaban atas keragu-raguan para
musuh Islam.
Kemudian kaitan antara Surah Ali Imran dengan Surah
An-Nisa, setelah keragu-raguan itu dijawab oleh Surah Ali
Imran, maka surah berikutnya, Surah An-Nisa banyak
memuat hukum-hukum yang mengatur hubungan sosial,
kemudian diperluas pembahasannya dalam Surah Al-Maidah
yang memuat hukum-hukum yang mengatur hubungan
perdagangan dan ekonomi.7
D. Manfaat Mempelajari Ilmu Munasabah
1. Dapat

mengembangkan makna ayat, sementara orang-orang


beranggapan bahwa tema-tema Al-Quran kehilangan relevansi antara
satu bagian dan bagian lainnya.
2. Mengetahui hubungnan antara bagian Al-Quran, baik antara kalimat
maupun antarayat dan antarsurat, sehingga lebih memperdalam
pengetahuan dan pengenalan terhadap kitab Al-Quran dan
memperkuat keyakinan terhadap kewahyuan dan kemukjizatan

7Acep Hermawan, Ulumul Quran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), hlm.129-132.

12

3. Dapat diketahui mutu dan tingkat ke-balaghah-an bahasa Al-Quran

dan konteks kalimat-kalimatnya yang satu dengan yang lainnya, serta


persesuaian ayat atau surat yang satu dari yang lainnya.
4. Dapat membantu dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran setelah
diketahui hubungan suatu kalimat atau ayat dengan kalimat atau ayat
yang lain.8

E. Pendapat Ulama pada Ilmu Munasabah

Ilmu yang membahas perihal hubungan Al-Quran antarbagian demi


bagian, antarayat demi ayat, antarsurat demi surat, dan lain-lain, yang disebut
dengan ilmu munasabah, yakni ilmu yang membahas perihal hubungan AlQuran dari berbagai seginya. Tokoh yang disebut-sebut sebagai orang
pertama yang mempeloporinya ialah Abu Bakr An-Naysaburi. Tokoh lain yang
dianggap berjasa yaitu Al-Imam Fakhruddin Ar-Razi, Al-Qadhi Abu Bakr Ibn
Al-Arabi. Sebagian ulama yang menyusun kitab khusus tentang munasabah
ini diantaranya adalah Abu Jafar Ahmad bin Ibrahim bin Az-Zubair yang
mengarang kitab Al-Burhan fi-Munasabati Tartibi Suwaril-Quran (Bukti
Kebenaran Tentang Korelasi Tertib Surah-Surah Al-Quran) dan Ustadz
Burhanuddin Al-BiqaI dengan kitabnya Nadzmud-Durar fi-Tanasubil Ay wasSuwar (Rangkaian Mutiara Hubungan Ayat-Ayat dan Surat-Surat Al-Quran).
Al-Imam Badruddin Muhammad bin Abdillah Az-Zarkasyi berpendapat
bahwa al-munasabah adalah ilmu yang mulia, dan dengan ilmu ini bisa
diukur kemampuan seseorang, dan dengan ini pula bisa diketahui kadar
penegtahuan seseorang dalam mengemukakan pendapat atau pendiriannya.
Ilmu munasabah tergolong dalam ilmu yang baik dan keberadaannya
dianggap signifikan oleh para ahli ilmu Al-Quran. Namun tidak semua ulama
setuju untuk menempatkan ilmu ini sebagai syarat mutlak dalam menafsirkan
ayat-ayat Al-Quran. Izzudin bin Abdus Salam, misalnya mengakui
keberadaan ilmu munasabah sebagai ilmmu yang bagus tetapi pada saat yang
bersamaan ia juga mengingatkan agar penggunaanya dibatasi dalam hal yang
obyek pembicaraannya benar-benar memiliki keterkaitan sejak awal hingga
akhir. Senada dengan hal ini, Manna Al-Qaththan dan Shubhi As-Shalih
merupakan tokoh ilmu-ilmu Al-Quran kontemporer yang juga tidak
menyetujui pemaksaan ilmu munasabah untuk seluruh ayat-ayat Al-Quran.
Berlainan dengan pendapat di atas, sebagian ulama tetap berkeyakinan
bahwa hubungan Al-Quran antara bagian demi bagian, ayat demi ayat, dan
8 Rosihon Anwar, Ulum Al-quran, (Bandunf: Pustaka Setia,2007), hlm. 96-97.
13

surat demi surat dapat ditelusuri dengan pasti. Az-Zakasyi berpendapat bahwa
al-munasabah tergolong dalam hal yang bersifat rasional, dan akan terjangkau
oleh akal manakal diserahi tugas untuk itu.9
IV.

SIMPULAN
A. Ilmu munasabah merupakan ilmu yang menjelaskan korelasi makna antar ayat
atau antar surat, baik korelasi itu bersifat umum atau khusus ; rasional (aqli),
persepsi (hassiy), atau imajinatif ( khayali ), atau korelasi berupa sebab-akibat,
illat dan malul, perbandingan, dan perlawanan.
B. Latar belakang munculnya ilmu munasabah adalah Lahirnya pengetahuan
tentang korelasi (munasabah) ini berawal dari kenyataan bahwa sistematika
Al-Quran sebagaimana terdapat dalam Mushaf Utsmani sekarang tidak
berdasarkan fakta kronologis turunya Al-Quran. Itulah sebab terjadi
perbedaan pendapat di kalangan ulama salaf tentang urutan surat di dalam AlQuran.
C. Macam-macam ilmu munasabah di bagi menjadi dua, yang pertama dari segi
sifat, dan yang kedua dari segi materi. Dari segi sifat terbagi menjadi dua,
zhahir al-irtibath dan khafiy al-irtibath. Sedangkan dari segi materi juga
terbagi menjadi dua, munasabah antarayat dan munasabah antarsurat.
Munasabah antarayat terbagi menjadi enam, yaitu munasabah antara nama
surah dan tujuan turunnya, munasabah antarbagian surah, munasabah
antarayat yang letaknya berdampingan, munasabah antara suatu kelompok
ayat dengan kelompok ayat di sampingnya, munasabah antara fashilah dan isi
ayat, dan munasabah antara awal dan akhir surah.
D. Manfaat ilmu munasabah yaitu mengembangkan makna ayat, mengetahui
hubungan antarbagian dalam Al-Quran, menegtahui tingkat ke-balaghah-an
bahasa Al-Quran, dan membantu menafsirkan ayat Al-Quran.
E. Pandangan para tokoh mengenai ilmu munasabah yaitu ada tokoh yang
berkeyakinan bahwa mutlaq harus dierhatikan dalam menafsirkan ayat AlQuran dan ada juga yang membatasinya, hanya untuk ayat-ayat yang benarbenar memiliki keterkaitan.

9 Muhammad Amin Suma, Ulumul quran, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2013), hlm. 253-255.

14

DAFTAR PUSTAKA
Qaththan, Manna Khalil al, Studi Ilmu-Ilmu Quran. Bogor: Pustaka Litera Antarnusa. 2007.
Acep, Hermawan. Ulumul Quran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2011.
Anwar, Rosihon. Ulum Al-quran. Bandung: Pustaka Setia. 2007.
Maliki , Muhammad bin Alawi Al, Mutiara Ilmu-ilmu Al-Quran. Terj. Rosihon Anwar.
Bandung: Pustaka Setia. 1999.
Suma, Muhammad Amin. Ulumul quran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2013.
SyafeI, Rachmat. Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia. 2006.

15

You might also like