You are on page 1of 27

1

BAB 1
PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah
yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul
kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada
kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan
pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada
otot jantung).1 Di seluruh dunia, hipertensi merupakan masalah yang besar dan
serius. Di samping karena prevalensinya yang tinggi dan cenderung meningkat di
masa yang akan datang, juga karena tingkat keganasan penyakit yang diakibatkan
sangat tinggi seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal dan lain-lain, juga
menimbulkan kecacatan permanen dan kematian mendadak.2 Apabila penyakit ini
tidak terkontrol, akan menyerang target organ, dan dapat menyebabkan serangan
jantung, stroke, gangguan ginjal, serta kebutaan. Dari beberapa penelitian
dilaporkan bahwa penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan
peluang 7 kali lebih besar terkena stroke, 6 kali lebih besar terkena congestive
heart failure, dan 3 kali lebih besar terkena serangan jantung3. Menurut WHO dan
the International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta
penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap
tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak mendapatkan pengobatan
secara adekuat4,5
Hipertensi telah menjadi permasalahan kesehatan yang sangat umum
terjadi. Pada tahun 2005 melaporkan bahwa dari seluruh populasi penduduk
berusia 20 tahun ke atas di Amerika Serikat, diperkirakan terdapat 41,9 juta pria
dan 27,8 juta wanita diantaranya yang tergolong dalam kelompok prehipertensi
(SBP, 120-139 mm Hg; DBP, 80-99 mmHg), 12,8 juta laki-laki dan 12,2 juta
perempuan dalam kelompok hipertensi tahap 1 (SBP, 140-159 mm Hg; DBP, 9099 mm Hg), serta terdapat 4,1 juta pria dan 6,9 juta wanita yang mengidap
hipertensi stadium 2 (SBP 160 mm Hg; DBP 100 mm Hg )6.
Sementara menurut CDC, prevalensi hipertensi di kalangan orang dewasa
AS yang berusia 18 tahun adalah sekitar 31% (mencapai 68 juta populasi orang
dewasa), dan angka kejadian hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan

usia mencapai sekitar 70% di antara orang yang berusia 65 tahun. Hipertensi
berkontribusi terhadap paling tidak satu dari setiap tujuh kematian di Amerika
Serikat, dan sekitar 70% dari orang yang memiliki serangan jantung, stroke
pertama atau penderita gagal jantung memiliki hipertensi7,8.
Di Indonesia masalah hipertensi cenderung meningkat. Hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3%
penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004.
Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK UNPAD/RSHS tahun 1999,
menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6%, dan MONICA Jakarta tahun
2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban adalah 31,7%. Sementara
untuk daerah rural (Sukabumi) FKUI menemukan prevalensi sebesar 38,7%. Hasil
SKRT 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan penyakit kardiovaskuler merupakan
penyakit nomor satu penyebab kematian di Indonesia dan sekitar 2035% dari
kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi3. Bahkan terdapat sebanyak 10
provinsi mempunyai prevalensi Hipertensi Pada Penduduk Umur > 18 Tahun
diatas prevalensi nasional, yaitu Riau, Bangka Belitung, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan
Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Barat 9. Di Sumatera Utara sendiri,
berdasarkan Profil Kesehatan Sumatera Utara (2001) dilaporkan

prevalensi

hipertensi di Sumatera Utara sebesar 91 per 100.000 penduduk, dan sebesar


8,21% pada kelompok umur di atas 60 tahun untuk penderita rawat jalan.10

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Definisi
Hipertensi adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan curah jantung

dan/atau kenaikan tahanan perifer. Menurut The Joint National Commitee of


Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (2004)

dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik yang lebih besar atau sama dengan
140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik yang lebih besar atau sama
dengan 90 mmHg. Umumnya tekanan darah normal seseorang 120 mmHg/80
mmHg. Hasil pemeriksaan tersebut dilakukan 2 atau lebih pemeriksaan dan
dirata-rata11.
2.2.

Etiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam.

Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui (essensial atau


hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat di
kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai
penyebab yang khusus, dikenal sebagai hipertensi sekunder. Banyak penyebab
hipertensi sekunder; endogen maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder
dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara
potensial12.
Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial
(hipertensi primer).2 Literatur lain mengatakan, hipertensi essensial merupakan
95% dari seluruh kasus hipertensi. Beberapa mekanisme yang mungkin
berkontribusi untuk terjadinya hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum
satupun teori yang tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut.
Hipertensi sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada patogenesis
hipertensi primer12.
Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu
seperti kortikosteroid, estrogen, dan NSAID baik secara langsung ataupun tidak,
dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat hipertensi dengan menaikkan

tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat diidentifikasi, maka dengan


menghentikan obat yang bersangkutan atau mengobati/mengoreksi kondisi
komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan
hipertensi sekunder12,13.
2.3.

Faktor Risiko

Faktor pemicu hipertensi dibedakan atas:


a. Faktor yang tidak dapat diubah/ dikontrol
1) Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin besar
risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena

hipertensi.

Dengan

bertambahnya

umur,

arteri

kehilangan

elastisitasnya atau kelenturannya2.


2) Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria hampir sama dengan wanita.
Namun wanita lebih terlindung dari penyakit kardiovaskular sebelum
menopause. Hal ini diperantarai oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan HDL. Kadar HDL yang tinggi merupakan faktor predisposisi
terjadinya aterosklerosis. Namun setelah menopause, prevalensi hipertensi
pada wanita menjadi lebih tinggi14.
3) Riwayat Keluarga
Keluarga yang memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan
risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Hipertensi cenderung merupakan penyakit
keturunan. Jika seorang dari orang tua mempunyai hipertensi maka anaknya
mempunyai 25% kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua
mempunyai hipertensi, kemungkinan anak mendapatkan hipertensi sebesar
60%2.
b. Faktor yang dapat diubah/ dikontrol
1) Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain
dari lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang

dihisap perhari. Seseoramg lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali
lebih rentan hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat
kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui
rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan
hipertensi. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada
kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat
ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk
bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Setelah merokok dua
batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat
10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit
setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan
menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan. Namun
pada perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang
hari2.

2) Konsumsi Asin/Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20 %. Asupan natrium pada garam yang meningkat
menyebabkan tubuh meretensi cairan yang meningkatkan volume darah2.
3) Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan
tekanan darah2.

4) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol


Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Diperkirakan konsumsi
alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-20% dari semua kasus
hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman berakohol per
hari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali. Bagaimana
dan mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui
dengan jelas. Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka
panjang, minum-minuman beralkohol berlebihan akan merusak jantung
dan organ-organ lain2.
5) Obesitas
Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa
tubuh > 25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga
merupakan salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas
merupakan ciri dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan
sirkulasi volume darah penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari
penderita hipertensi yang tidak obesitas. Pada obesitas tahanan perifer
berkurang atau normal, sedangkan aktivitas saraf simpatis meninggi
dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Makin besar massa tubuh,
makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan
makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang beredar melalui
pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar
pada dinding arteri. Anak-anak remaja yang mengalami kegemukan
cenderung mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi). Ada dugaan
bahwa meningkatnya berat badan normal relatif sebesar 10 %
mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg2.
6) Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas
pada hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan
kemungkinan timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah

akan memudahkan timbulnya hipertensi. Orang yang tidak aktif juga


cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan
yang dibebankan pada arteri2.
7) Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila
stress menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi
tetap tinggi. Hal ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang
percobaan yang diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat
binatang tersebut menjadi hipertensi14.

2.4.

Patofisiologi
Tekanan darah ditentukan oleh cardiac output dan resistensi perifer.

Tekanan darah akan meningkat jika salah satu atau kedua faktor tersebut
mengalami kenaikan. Berikut skema yang menentukan tekanan darah:15
Afterload

Stroke Volume

Cardiac Output

Kontraktilitas

Preload

Heart Rate

Resistensi Perifer

Tekanan Darah
Gambar 2.1. Interaksi antara komponen yang mengatur CO dan TD15

1. Cardiac Output (CO)


Peningkatan CO dapat disebabkan oleh 2 cara yaitu peningkatan volume
cairan (preload) dan perangsangan syaraf yang mempengaruhi kontraktilitas
jantung. Peningkatan CO dijumpai pada awal borderline hipertensi. Pada
hipertensi yang menetap, terjadi peningkatan resistensi perifer, sedangkan CO
dapat normal/menurun. 15
2. Resistensi Perifer (TPR)
Peningkatan resistensi perifer dapat disebabkan oleh hipertrofi dan kontriksi
fungsional dari pembuluh darah. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan
mekanisme ini yaitu adanya: 15

Promotor pressure growth:

catecholamine,

rsistensi

insulin,

angiotensin, growth hormone, dll.


Faktor genetic: defect transport Na dan binding Ca terhadap sel
membrane.
Endothelium derived faktors: endothelin.

Terjadinya hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor sebagai


berikut : 24
1. Curah jantung dan tahanan perifer
Mempertahankan tekanan darah yang normal bergantung kepada
keseimbangan antara curah jantung dan tahanan vaskular perifer. Sebagian besar
pasien dengan hipertensi esensial mempunyai curah jantung yang normal, namun
tahanan perifernya meningkat. Tahanan perifer ditentukan bukan oleh arteri yang
besar atau kapiler, melainkan oleh arteriola kecil, yang dindingnya mengandung
sel otot polos. Kontraksi sel otot polos diduga berkaitan dengan peningkatan
konsentrasi kalsium intraseluler.
Kontriksi otot polos berlangsung lama diduga menginduksi perubahan
sruktural dengan penebalan dinding pembuluh darah arteriola, mungkin dimediasi
oleh angiotensin, dan dapat mengakibatkan peningkatan tahanan perifer yang
irreversible. Pada hipertensi yang sangat dini, tahanan perifer tidak meningkat dan
peningkatan tekanan darah disebabkan oleh meningkatnya curah jantung, yang

berkaitan dengan overaktivitas simpatis. Peningkatan tahanan peifer yang terjadi


kemungkinan merupakan kompensasi untuk mencegah agar peningkatan tekanan
tidak disebarluaskan ke jaringan pembuluh darah kapiler, yang akan dapat
mengganggu homeostasis sel secara substansial.
2. Sistem renin-angiotensin
Sistem renin-angiotensin mungkin merupakan sistem endokrin yang paling
penting dalam mengontrol tekanan darah. Renin disekresi dari aparat
juxtaglomerular ginjal sebagai jawaban terhadap kurang perfusi glomerular atau
kurang asupan garam. Ia juga dilepas sebagai jawaban terhadap stimulasi dan
sistem saraf simpatis.
Renin bertanggung jawab mengkonversi substrat renin (angiotensinogen)
menjadi angotensin II di paru-paru oleh angiotensin converting enzyme (ACE).
Angiotensin II merupakan vasokontriktor yang kuat dan mengakibatkan
peningkatan tekanan darah.
3. Sistem saraf otonom
Stimulasi sistem saraf otonom dapat menyebabkan konstriksi arteriola dan
dilatasi arteriola. Jadi sistem saraf otonom mempunyai peranan yang penting
dalam mempertahankan tekanan darah yang normal. Ia juga mempunyai peranan
penting dalam memediasi perubahan yang berlangsung singkat pada tekanan
darah sebagai jawaban terhadap stres dan kerja fisik.
4. Peptida atrium natriuretik (atrial natriuretic peptide/ANP)
ANP merupakan hormon yang diproduksi oleh atrium jantung sebagai
jawaban terhadap peningkatan volum darah. Efeknya ialah meningkatkan ekskresi
garam dan air dari ginjal, jadi sebagai semacam diuretik alamiah. Gangguan pada
sistem ini dapat mengakibatkan retensi cairan dan hipertensi.
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

10

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca


ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. 25
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan

kemampuan

distensi

dan

daya

regang

pembuluh

darah.

Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam


mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer. 25
2.5.

Gejala Klinis
Adapun gejala yang sering dikeluhkan pasien adalah:17

Peningkatan tekanan darah


Asimtomatis
Sakit kepala, pusing, rasa berat di tengkuk
Palpitasi, nokturia, epistaksis
Mudah lelah, cepat marah, sulit tidur
Gejala lain akibat komplikasi pada target organ seperti pada ginjal, mata,
otak, dan jantung.

2.6. Klasifikasi tekanan darah


Klasifikasi tekanan darah oleh JNC VII untuk pasien dewasa (umur 18
tahun) berdasarkan rata-rata pengukuran dua tekanan darah atau lebih pada dua
atau lebih kunjungan klinis.19 Klasifikasi tekanan darah mencakup 4 kategori,
dengan nilai normal pada tekanan darah sistolik (TDS) < 120 mm Hg dan tekanan
darah diastolik (TDD) < 80 mm Hg.18
Klasifikasi tekanan

Tek darah sistolik,

Tek

Darah

mm Hg

diastolik,
mm Hg

darah

11

Normal
Prehipertensi
Hipertensi stage 1
Hipertensi stage 2

<120
120-139
140-159
160

dan
atau
atau
atau

<80
80-89
90-99
100

Gambar 2.2. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa umur 18 tahun menurut
JNC VII19
2.7. Diagnosis Hipertensi
Evaluasi hipertensi
Ada 3 tujuan evaluasi pasien dengan hipertensi:18
1. Menilai gaya hidup dan identifikasi faktor-faktor resiko kardiovaskular atau
penyakit penyerta yang mungkin dapat mempengaruhi prognosis sehingga dapat
memberi petunjuk dalam pengobatan
2. Mencari penyebab tekanan darah tinggi
3. Menetukan ada tidaknya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular
Pemeriksaan fisik termasuk pengukuran tekanan darah yang benar, pemeriksaan
funduskopi, perhitungan BMI (body mass index) yaitu berat badan (kg) dibagi
dengan tinggi badan (meter kuadrat), auskultasi arteri karotis, abdominal, dan
bruit arteri femoralis; palpasi pada kelenjar tiroid; pemeriksaan lengkap jantung
dan paru-paru; pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran ginjal, massa
intra abdominal, dan pulsasi aorta yang abnormal; palpasi ektremitas bawah untuk
melihat adanya edema dan denyut nadi, serta penilaian neurologis.
Diagnosis
Hipertensi seringkali disebut sebagai silent killer karena pasien dengan
hipertensi esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik yang
utama adalah meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali atau
lebih dalam waktu dua kali kontrol ditentukan untuk mendiagnosis hipertensi.
Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosis dan mengklasifikasikan sesuai
dengan tingkatnya.18
1. Anamnesis

12

Riwayat hipertensi pada keluarga (70-80%), DM, dislipidemia, PJK,

stroke
- Riwayat penggunaan OAH atau obat-obat lain
- Gejala yang berhubungan dengan organ target
- Kebiasaan dan gaya hidup
- Psikososial
2. Pengukuran tekanan darah
- Posisi duduk tenang dan nyaman 5 menit dan 30 menit bebas rokok
dan kafein
- Kontrol secara periodik
3. Pemeriksaan untuk menentukan faktor resiko
- Urinalisa, kimia darah, EKG, rontgen dada, profil lipid, USG ginjal
Pemeriksaan penunjang Hipertensi
Pemeriksaan laboraturium dan pemeriksaan penunjang lain tidak selalu dilakukan,
kecuali jika dicurigai keberadaan hipertensi sekunder. Pemeriksaan tersebut
meliputi :
a. Pemeriksaan urin
Dilakukan untuk mengetahui keberadaan protein dan sel-sel darah merah
(eritrosit) yang menandai kerusakan ginjal. 19
b. Pemeriksaan darah
Dilakukan untuk mengetahui fungsi ginjal, termasuk mengukur kadar ureum dan
kreatinin. Kadar kalium dalam urin akan tinggi jika terdapat penyakit
aldosteronisme primer, karena tumor korteks kelenjar adrenal yang dapat memicu
hipertensi. Kadar kalsium yang tinggi berhubungan dengan hipertiroidisme.
Melalui pemeriksaan ini, kadar gula darah dan kolesterol juga diukur. 19
c. Pemeriksaan lain
Ada berbagai jenis pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mendukung
diagnosis hipertensi. Pemeriksaan foto dada dan rekam jantung (EKG) dilakukan
untuk mengetahui lamanya menderita hipertensi dan komplikasinya terhadap
jantung (sehingga dapat menilai adanya kelainan jantung juga). Pemeriksaan

13

Ultrasonografi (USG) dilakukan untuk menilai apakah ada kelainan ginjal,


anuerisma (pelebaran arteri) pada bagian perut, tumor di kelenjar adrenal.
Magnetic Resonance Angiography (MRA) dilakukan untuk melihat kelancaran
aliran darah. 19
d. Pemeriksaan komplikasi
Setelah diagnosis ditegakkan, dilakukan pemeriksaan terhadap organ utama,
terutama pembuluh darah, jantung, otak, dan ginjal, karena komplikasi sering
terjadi pada organ-organ tersebut. Komplikasi hipertensi terjadi karena
peningkatan tekanan darah yang merusak organ-organ target. Untuk mengetahui
ada tidaknya komplikasi maka sebaiknya dilakukan berbagai pemeriksaan di
bawah ini, yaitu :
1. Pemeriksaan mata
Untuk mengetahui kelainan organ atau pembuluh darah, biasanya dilakukan
pemeriksaan pada pembuluh darah retina (selaput peka cahaya pada permukaan
dalam bagian belakang mata), yang merupakan satu-satunya bagian tubuh yang
secara langsung bisa menunjukkan adanya efek dari hipertensi terhadap arteriolar
(pembuluh darah kecil). Untuk memeriksa retina, digunakan alat oftalmoskopi.
Dengan menentukan derajat kerusakan retina (retinopati), maka bisa ditentukan
beratnya hipertensi. 19
2. Pemeriksaan jantung
Perubahan di dalam jantung, terutama pembesaran jantung, bisa diketahui dengan
pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen dada. Pada stadium awal,
perubahan tersebut bisa ditemukan melalui

pemeriksaan ekokardiografi

(pemeriksaan dengan gelombang ultrasonik untuk menggambarkan keadaan


jantung). 19
3. Pemeriksaan ginjal

14

Petunjuk awal adanya kerusakan ginjal bisa diketahui terutama melalui


pemeriksaan air kemih. Adanya sel-sel darah, gula dan albumin (sejenis protein)
dalam air kemih bisa merupakan petunjuk adanya kerusakan ginjal.19
4. Pemeriksaan rutin
Untuk mengetahui penyebab lain bisa dilakukan pemeriksaan rutin tertentu,
misalnya mengukur kadar kalium dalam darah bisa membantu menemukan
adanya keadaan hiperaldosteronisme. Kadar potasium darah yang rendah
mengindikasikan kemungkinan kelenjar adrenal yang terlalu aktif. Dan mengukur
perbedaan tekanan darah pada kedua lengan dan tungkai bisa membantu
menemukan adanya kelainan arteri besar (koartasio aorta). 19
5. Pemeriksaan otak
Jika hipertensi sudah berat dan kronis dapat timbul komplikasi pada otak serta
menyebabkan stroke dan pikun (dementia). 19
2.8. Penatalaksanaan Hipertensi
Pada penderita hipertensi , langkah awal terpenting adalah memodifikasi
gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah secara signifikan. Mengubah pola
hidup/intervensi pada pasien hipertensi dapat dilakukan dengan pendekatan secara
non farmakologis. Beberapa pola hidup yang dapat dilakukan pada penderita
hipertensi adalah:20
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Menurunkan berat badan bila pasien obesitas


Mengurangi minuman beralkohol
Meningkatkan aktivitas fisik aerobik
Mengurangi asupan garam
Mempertahankan asupan kalium yang adekuat
Mempertahankan asupan kalsium dan magnesium yang adekuat
Berhenti merokok
Mengurangi asupan kolesterol dan lemak jenuh20,21

FARMAKOLOGI HIPERTENSI
1. Diuretika
Sering diberikan sebagai terapi hipertensi baris pertama. Terapi diuretika
dosis rendah aman dan efektif untuk menghindarkan stroke, infark

15

miokard, gagal jantung kongestif dan mortalitas. Data-data terakhir


menunjukkan diuretika lebih tinggi nilainya daripada penyekat beta pada
orang-orang umur lanjut. 20
A. Diuretika Tiazid
Seperti : hidroklorotiazid . menurunkan tekanan darah, dimulai dengan
ekskresi Na dan air. Ini menurunkan volume ekstrasel, menimbulkan
pengurangan isi sekuncup jantung dan aliran darah ginjal.
Efek Samping : menimbulkan hipokalemia dan hiperurikemi pada 70
% pasien, dan hiperglikemi pada 10 % pasien.
B. Diuretika Loop
Menyebabkan penurunan resistensi vaskular ginjal dan meningkatkan
aliran darah ginjal.
2. Obat-obat Penyekat Beta Adrenoseptor
Biasa diberikan sebagai obat garis pertama hipertensi.
Mekanisme : menurunkan tekanan darah terutama mengurangi isi
sekuncup jantung. Obat ini juga menurunkan aliran simpatik dari sistem
saraf pusat dan menghambat pelepasan renin dari ginjal, karena itu
mengurangi pembentukan angiotensin II dan sekresi aldosteron.
Prototipe penyekat beta adalah propanolol, yang bekerja pada reseptor beta
1 dan beta 2. Obat-obat yang lebih baru seperti atenolol dan metoprolol
selektif untuk reseptor beta 1. Propanolol merupakan kontraindikasi pada
penderita

asma

karena

mempunyai

efek

bronkokonstriksi

yang

diperantarai beta 2.
Efek Samping : Efek samping pada sistem saraf pusat seperti
kelelahan,letargi,

insomnia

dan

halusinasi;

obat-obat

ini

dapat

menyebabkan hipotensi. Penyekat beta dapat menurunkan libido dan


menyebabkan impotensi. 20
3. ACE- Inhibitor ( Inhibitor Enzim Pengkonversi Angiotensin )
Dianjurkan jika obat-obat garis pertama ( diuretika atau penyekat beta )
merupakan kontraindikasi atau tidak efektif.
Mekanisme : menurunkan tekanan darah dengan mengurangi resistensi
vaskular perifer tanpa meningkatkan curah jantung, kecepatan ataupun

16

kontraktilitas. Obat-obat ini menghambat enzim pengkonversi angiotensin


yang mengubah angiotensin 1 membentuk vasokontriksi poten angiotensin
2. 20
Efek Samping : batuk, kulit memerah, demam, perubahan rasa, hipotensi
dan hiperkalemia. Ace-inhibitor bersifat fetotoksik dan jangan digunakan
pada wanita hamil. 20
4. Antagonis Angiotensin
Penyekat reseptor angiotensin II yang sangat sensitif, baru-baru ini telah
disetujui untuk terapi antihipertensi. 20
Mekanisme : menimbulkan vasodilatasi dan menyekat sekresi aldosteron.
Efek samping : lebih ringan daripada ace-inhibitor meskipun juga bersifat
fetotoksik
5. Penyekat Kanal Kalsium
Dibagi atas 3 kelompok kimia , yaitu : Difenilalkilamin , benzotiazepin
dan dihidropiridin.
Mekanisme : mempertahankan tonus otot polos dan kontraksi miokard.
Efek Samping : konstipasi terjadi pada 10 % pasien, pusing, sakit kepala
dan rasa lesuh. 21,22,23
2.9. Komplikasi
Sebagai komplikasi serius dari hipertensi, hipertensi dapat menyerang
berbagai organ. Target kerusakan akibat hipertensi antara lain: 23
-

Otak : menyebabkan stroke

Mata : menyebabkan retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan


kebutaan

Jantung : menyebabkan penyakit jantung koroner ( termasuk infark


jantung ), gagal jantung

Ginjal : menyebabkan penyakit ginjal kronik, gagal ginjal terminal

2.10. Prognosis
Hipertensi sekunder lebih buruk prognosisnya dibandingkan hipertensi
primer dan diperlukan penangganan secara tepat. Kebanyakan orang masih
menganggap hipertensi adalah hal yang sepele, padahal bila dilihat dari

17

komplikasinya , tekanan darah tinggi dapat berujung pada kematian . maka


daripada itu butuh penangganan secara tepat pada penderita hipertensi.22,23

BAB 3
LAPORAN KASUS

No. Reg. Puskesmas : 132/III/15


Nama Lengkap : Ny. Zubaidah
Tanggal masuk: 17 Maret 2015

Umur : 65 Thn

Jenis Kelamin : Perempuan

Pukul: 09.15 WITA


Agama: Islam
Alamat : Jalan Kancil Lr. Rukohi Status Pelayanan: Umum
Pekerjaan : IRT
Status: Janda

18

ANAMNESIS

Alloanamnesis

Autoanamnesis

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Keluhan Utama

: Nyeri kepala

Telaah

:Hal ini sudah dialami os sejak 3 hari lalu. Nyeri menjalar


ke tengkuk disertai perasaan panas, jantung berdebardebar, dan mudah lelah. Os juga mengeluhkan tangannya
mati rasa dan seluruh tubuhnya sakit. Keluhan nyeri ulu
hati (-), mual (-), muntah (-). Sesak nafas (-), BAK (+)
normal, nyeri berkemih (-), kemih berpasir (-), BAK
bercampur darah (-). BAB (+) normal, BAB berwarna
hitam (-), BAB berwarna dempul (-).

RPT

: HT (+) 3 tahun

RPO

: Captopril tetapi tidak berobat rutin

Riwayat Penyakit Keluarga : Ibu os merupakan penderita hipertensi

ANAMNESIS UMUM (Review of System)


Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi
Umum :

Abdomen :

Keadaan umum sedang

Nyeri abdomen (-)

Kulit:

Alat kelamin perempuan:

Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan

Kepala dan leher:

Ginjal dan saluran kencing :

Nyeri kepala (+) dan tengkuk(+)

BAK seperti teh pekat (-)

Mata:

Hematologi:

Anemia (-)

Tidak ada keluhan

19

Telinga:

Endokrin/metabolik:

Tidak ada keluhan

Penurunan BB ( - )

Hidung:

Musculoskeletal :

Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan

Mulut dan Tenggorokan:

Sistem saraf:

Tidak ada keluhan

Tidak ada keluhan

Pernapasan :

Emosi :

Tidak ada keluhan

Terkontrol

Jantung :

Vaskuler :

Berdebar- debar

Tidak ada keluhan

DISKRIPSI UMUM
Kesan Sakit

Ringan

Sedang

Berat

TANDA VITAL
Kesadaran

Compos Mentis

Deskripsi:
Komunikasi Baik

Nadi

Frekuensi 64 x/i

Reguler, t/v: cukup

Tekanan darah

Berbaring:

Duduk:

Lengan kanan: 170/100

Lengan kanan : - mmHg

Lengan kiri : - mmHg

Lengan kiri

Temperatur

Aksila: 36,2C

Rektal : tdp

Pernafasan

Frekuensi: 20 x/menit

Deskripsi: torakoabdominal

: - mmHg

20

KULIT : dalam batas normal


KEPALA DAN LEHER : simetris, TVJ R-2 cmH20, trakea medial, pembesaran
KGB(-)
TELINGA: dalam batas normal
HIDUNG: dalam batas normal
RONGGA MULUT DAN TENGGORAKAN : dalam batas normal
MATA : Conjunctiva palp. inf. pucat (-), sclera ikterik (-),
RC (+)/(+), Pupil isokor, ki=ka, 3mm
THORAX
Depan

Belakang

Inspeksi

Simetris fusiformis

Simetris fusiformis

Palpasi

SF kiri = kanan, ludwig sign (-)

SF kiri = kanan

Perkusi

Sonor pada kedua paru

Sonor pada kedua paru

Auskultasi

SP: Vesikuler pada kedua


lapangan paru

SP: Vesikuler pada kedua


lapangan paru

JANTUNG
Batas Jantung Relatif: Atas

: ICR III Sinistra

Kanan : LSD
Kiri

: 1 cm medial LMCS, ICR V

Jantung : HR : 64x/i,reguler, M1>M2 ,A2>A1 ,P2>P1 ,A2>P2,


desah (-), gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi

: Simetris

Palpasi

: Soepel, H/R/L tidak teraba

Perkusi

: Tympani

Auskultasi

: Peristaltik (+) N

21

PINGGANG
Tapping pain (-) ballotement (-)
INGUINAL
Pembesaran KGB (-)
EKSTREMITAS:
Superior: edema (-), pucat (-)
Inferior : edema (-), pucat (-)
ALAT KELAMIN:
Perempuan dalam batas normal
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis (+) Normal
Reflek Patologis (-)
BICARA
Normal
RENCANA AWAL
No. RM

Nama Penderita
: Ny. Zubaidah
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah
(meliputi rencana untuk diagnosis, penatalaksanaan dan
edukasi)
No

Masalah

Rencana

Rencana

Rencana

Rencana

Diagnosa

Terapi

Monitoring

Edukasi

22

Hipertensi
(tekanan
darah
tinggi)

- Keluhan
(gejala
klinis)
- Ukur
tekanan
darah

-Tirah Baring - Klinis


-IVFD RL 28 -Vital sign
gtt/i
-Captopril 25
mg 3x1 tab
-Paracetamol
500 mg 3x1
tab

Menerangkan
dan
menjelaskan
keadaan,
penatalaksana
an dan
komplikasi
penyakit pada
pasien dan
keluarga

Vit. B1 3x1

FOLLOW UP
Tgl

P
Therapi

18
Maret
2015

Nyeri
kepala
dan
tengkuk

S: CM
O:
TD : 160/90
mmHg
Pols : 76 x/i
RR : 20x/i
T : 36,3oC

Hipertensi
Stage II

Tirah Baring
IVFD RL 20
gtt/i
Captopril 25
mg 3x1 tab
Paracetamol

Diagnostic
-

23

500 mg 3x1 tab


Vit. B1 3x1
19
Maret
2015

Nyeri
kepala
dan
tengkuk

S: CM
O:

Hipertensi
stage II

TD : 140/80
mmHg

Tirah Baring
IVFD RL 20
gtt/i
Captopril 25
mg 3x1 tab

Pols : 68 x/i
RR : 18 x/i

Paracetamol
500 mg 3x1 tab

T : 36,0oC

Vit. B1 3x1
20
Maret
2015

Nyeri
kepala
dan
tengkuk
(-)

S: CM
O:
TD : 130/80
mmHg
Pols : 76 x/i
RR : 18 x/i
T : 36,0oC

Normotensi

Pasien
diperbolehkan
pulang dan
disarankan
berobat jalan
Obat pulang:
-Captopril 12,5
mg 2x1 tab
-Vit B1 3x1

24

Gambar 3.1. Os pada saat di ruang IGD Puskesmas Poasia (17 Maret 2015)

BAB 4
KESIMPULAN
OS menderita hipertensi stage II dan diterapi dengan Tirah Baring IVFD RL 20
gtt/I, Captopril 25 mg 3x1 tab, Paracetamol 500 mg 3x1 tab, dan Vit. B1 3x1,
serta os pulang berobat jalan (PBJ) pada tanggal 20 Maret 2015 dengan saran
kontrol rutin ke puskesmas dan rutin minum obat.

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Brownson RC, Remington PL, Davis JR. High Blood Pressure in Chronic
Disease Epidemiology and Control. Second Edition, American Public
Health Assosiation: 262-264.
2. Sugiharto A. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat
(Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar) [Tesis]. Semarang: Universitas
Diponegoro 2007.\
3. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Maj Kedokt Indon 2009: 59, (12): 580-587

26

4. WHO-ISH Hypertension Guideline Committee. Guidelines of the


management of hypertension. J Hypertension. 2003;21(11): 1983-92.
5. Chobanian, AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL,
et al. The seventh report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure: the JNC 7
report. JAMA 2003;289:2560--72.
6. Qureshi AI, Suri MF, Kirmani JF, Divani AA. Prevalence and trends of
prehypertension and hypertension in United States: National Health and
Nutrition Examination Surveys 1976 to 2000. Med Sci Monit 2005; 11(9):
403-9.
7. Yoon PW, Gillespie CD, George MD, Wall HK. Control of Hypertension
Among Adults National Health and Nutrition Examination Survey,
8.

United States, 20052008. MMWR Surveill Summ 2012; 61(02);19-25.


CDC. Vital signs: prevalence, treatment, and control of hypertension

United States, 19992002 and 20052008. MMWR 2011; 60: 1038.


9. Departemen Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar 2007. Badan Penelitian
dan

Pengembangan

Indonesia.

Diambil

Kesehatan
dari:

Departemen

Kesehatan,

Republik

http://www.ppid.depkes.go.id/index.php?

option=com_docman&task=doc_download&gid=53&Itemid=87. [Diakses
tanggal 21 Juli 2012]
10. Rasmaliah, Siregar FA, dan Jemadi. Gambaran Epidimiologi penyakit
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Pekan Labuhan Kecamatan
Medan Labuhan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Diambil dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18866/1/ikm-okt20059%20(4).pdf [Diakses tanggal 21 Juli 2012]
11. National Institutes of Health, 2003. The Seventh Report of the Joint
National Committe on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of
High

Blood

Pressure.

Diambil

dari

from:

http://www.nhlbi.nih.gov/guidelines/hypertension/. [Diakses tanggal 22


Juli 2012].
12. Departemen Kesehatan RI.

Pharmaceutical Care untuk Penyakit

Hipertensi. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik &


Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2006.

27

13. Dosh SA. The diagnosis of essential and secondary hypertension in adults.
J.Fam Pract 2001;50:707-12
14. Irza S. Analisis Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat Nagari Bungo
Tanjung, Sumatera Barat. Medan: Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara 2009.
15. Rilantoro LI, dkk. Bab X. Hipertensi dalam Buku Ajar Kardiologi. Balai
penerbit FK UI 1996; 197-205.
16. Majid A. Bab IX. Patofisiologi Hipertensi dalam Fisiologi Kardiovaskular
Edisi 2. Bagian fisiologi FK USU Medan 2005; 34-8.
17. Panggabean MM. Bab 373. Penyakit jantung Hipertensi dalam Buku ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Balai penerbit FK UI 2006; 1654-5.
18. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. Pharmaceutical Care
Untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta 206; 6-7.
19. Chobaniam AV et al. Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure.
JAMA 2003;289:2560-72.
20. Kuswardhany,Tuty RA. 2006. Penatalaksanaan Hipertensi Pada lanjut
Usia hal: 137-139. Depansar : FK UNUD RSUP Sanglah,
21. Aran V.Chobanian, M.D. 2003. Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment

of

High

Blood

Pressure.

Available

From

http://www.nhlbi.nih.gov.guidelines/hi/pdf .
22. Mycek, Mary J, dkk . 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 2 hal:
181-192. Jakarta: Widya Medika.
23. FK UI. 2007.Farmakologi dan Terapi Edisi 5 FK UI hal: 341-360. Jakarta:
FK UI .
24. Djohan TBA. 2011. Hipertensi. Available from: http://repository.usu.ac.id/
bitstream/123456789/21596/4/Chapter%20II.pdf
25. Sagala LMB. 2010. Hipertensi. Available from: http://repository.usu.ac.id/
bitstream/123456789/17124/4/Chapter%20II.pdf

You might also like