Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Hipoksia adalah penurunan pemasukan oksigen ke jaringan sampai di bawah
tingkat fisiologik meskipun perfusi jaringan oleh darah memedai yang terjadi akibat
pengaruh perbedaan ketinggian. Pada kasus yang fatal dapat berakibat koma, bahkan
sampai dengan kematian. Namun, bila sudah beberapa waktu, tubuh akan segera dan
berangsur-angsur kondisi tubuh normal kembali.Hipoksia akut akan menyebabkan
gangguan judgement, inkoordinasi motorik dan gambaran klinis yang mempunyai
gambaran pada alkoholisme akut. Kalau keadaan hipoksia berlangsung lama
mengakibatkan gejala keletihan, pusing, apatis, gangguan daya konsentrasi,
kelambatan waktu reaksi dan penurunan kapasitas kerja.
Peranan oksigen dan nutrient dalam metabolisme memproduksi energi utama
untuk berlangsungnya kehidupan sangat bergantung pada fungsi paru yang
menghantarkan oksigen sampai berdifusi lewat alveoli kekapiler dan fungsi sirkulasi
sebagai transporter oksigen kejaringan.Disamping sebagai bahan bakar pembentukan
energi oksigen dapat juga dipakai sebagai terapi berbagai kondisi tertentu.
Peran oksigen sebagai obat maka pemberian oksigen juga punya indikasi, dosis, cara
pemberian dan efek samping yang berbahaya. Untuk aman dan efektifnya terapi
oksigen perlu dikuasai fisiologi respirasi dan sirkulasi dan sifat sifat oksigen itu
sendiri.
BAB II
HIPOKSIA
II.1 Definisi
Hipoksia merupakan suatu kondisi penurunan pemasukan oksigen ke jaringan
sampai di bawah tingkat fisiologik meskipun perfusi jaringan oleh darah memadai.
Dahulu keadaan ini disebut anoksia dimana tidak ada oksigen yang tersisa sama
sekali yang ternyata setelah dipelajari pemakaian istilah anoksia ini tidak tepat. Tanpa
oksigen sel terutama otak akan mati dalam beberapa menit. Sedangkan hipoksemia
adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi oksigen dalam darah
arteri. Hipoksia dibagi menjadi hipoksia akut dan hipoksia kronis. Hipoksia akut
adalah berkurangnya pasokan oksigen secara mendadak atau cepat dalam durasi
menit ke jam yang disebabkan oleh asfiksia, obstruksi jalan napas, perdarahan akut,
penyumbatan alveoli oleh edema atau eksudat infeksius, atau kegagalan
kardiorespirasi mendadak. Sedangkan hipoksia kronik berkurangnya pasokan oksigen
secara lambat dengan durasi jam ke hari.
II.2 Etiologi
Berhubungan dengan anestesi
- Airway
Jalan napas yang terobstruksi menghalangi oksigen ke paru-paru akibat dari
salah letak posisi pipa endotrakeal di esophagus atau akibat muntah yang teraspirasi
dan menghalang jalan napas.
- Breathing
Pernapasan yang tidak adekuat menghalang oksigen yang cukup ke alveoli
akibat bronkospasme yang kronik, pneumotoraks dan spinal anestesi yang terlalu
tertinggi.
hipoksia yang disebabkan karena kurangnya oksigen yang masuk paru-paru sehingga
oksigen tidak dapat mencapai darah dan gagal untuk masuk dalam sirkulasi darah.
Kegagalan ini bisa disebabkan adanya sumbatan atau obstruksi di saluran pernapasan,
baik oleh sebab alamiah (misalnya penyakit yang disertai dengan penyumbatan
saluran
pernafasan
seperti
laringitis
difteri,
status
asmatikus,
karsinoma
bronchonenik, dan sebagainya) atau oleh trauma atau kekerasan yang bersifat
Hipoksia anemik
Adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah (hemoglobin) tidak
dapat mengikat atau membawa oksigen yang cukup untuk metabolisme seluler,
seperti pada keracunan karbon monoksida karena afinitas CO terhadap hemoglobin
jauh lebih tinggi dibandingkan afinitas oksigen dengan hemaoglobin.
Hipoksia stagnan
Adalah keadaan hipoksia yang disebabkan karena darah (hemoglobin) tidak
mampu membawa oksigen ke jaringan oleh karena kegagalan sirkulasi seperti pada
heart failure atau embolisme, baik emboli udara vena maupun emboli lemak.
Hipoksia histotoksik
Keadaan hipoksia yang disebabkan karena jaringan yang tidak mampu
menyerap oksigen, salah satu contohnya pada keracunan sianida. Sinida dalam tubuh
akan menginaktifkan beberapa enzim oksidatif seluruh jaringan secara radikal
terutama sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferric heme group dari oksigen
yang dibawa darah. Dengan demikian, proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak dapat
berlangsung dan oksihemoglobin tidak dapat berdisosiasi melepaskan oksigen ke sel
jaringan sehingga timbul hipoksia jaringan. Hal ini merupakan keadaaan paradoksal,
karena korban meninggal keracunan sianida mengalami hipoksia meskipun dalam
darahnya kaya akan oksigen.
Ketiga jenis hipoksia yang terakhir (yakni hipoksia anemik, stagnan dan
histotoksik) disebabkan penyakit atau keracunan sedangkan hipoksia yang pertama
(yakni hipoksia hipoksik) disebabkan kurangnya oksigen atau obstruksi pada jalan
nafas baik karena penyakit maupun sebab yang bersifat mekanik.
Gejala Klinis
-
iga.
Kulit: Sianosis
Laboratorium
Setiap keluhan atau tanda gangguan respirasi hendaknya mendorong di
lakukannya analisis gas-gas darah arteri. Analisis Gas Darah (AGD) merupakan gold
standart untuk menentukan hipoksia karena bisa menentukan SaO2 dan secara tidak
langsung menentukan PaO2. Hipoksia bisa dideteksi jika saturasi hemoglobin akan
oksigen (SaO2) kurang dari 90%, tegangan oksigen arterial (PaO2) kurang dari 70
mmHg, pH darah <7,35, bila hiperventilasi PaCO2 < 76 mmHg atau bila
hipoventilasi PaCO2 > 44 mmHg.
II.5 Patofisiologi
Gangguan pada jalan napas (airway), pernapasan (breathing), sirkulasi
(circulation) menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke paru-paru secara adekuat.
Maka tidak terjadi difusi dari alveoli ke kapilar mengikut gradient dari yang
bertekanan tinggi ke bertekanan rendah dan oksigen tidak dapat di hantar ke jaringan,
maka terjadilah hipoksia.
II.6 Penatalaksanaan
volume tidal, saturasi oksigen dan karbon dioksida. Lakukan auskultasi pada keduadua paru dan evaluasi suara napas simetris atau tidak. Jika curiga terjadi
bronkospasme, beri obat bronkodilator tetapi jika curiga pneumotoraks, lakukan
drainase dada. Pada circulation, periksa nadi, tekanan darah dan EKG. Evaluasi jika
ada kehilangan darah yang akut, dehidrasi atau kehilangan cairan yang banyak dan
tangani dengan resusitasi cairan secara intravena. Evaluasi jika hipoksia pada pasien
adalah akibat dari efek obat (drugs) opiod, gas volatile, sedatif yang mendepresi
napas atau muscle relaksans yang menyebabkan otot jantung tidak berkontraksi atau
karena spinal anestesi yang terlalu tinggi yang melumpuhkan otot diafragma.
Jika hipoksia penyebabnya dari alat-alat anestesi, periksa suplai oksigen,
concentrator dan pada silinder. Periksa juga ada atau tidak bagian yang tidak
tersambung atau yang terhalang pada alat ventilator. Jika masih belum terkoreksi,
matikan ventilator dan gunakan self-inflating bag atau jika tidak ada lakukan
pernapasan buatan mouth to mouth atau ventilasi dengan pipa endotrakeal.
Jika pada circulation, nadi karotis tidak teraba maka lakukan resusitasi
jantung paru (RJP). Menurut American Heart Association tahun 2010, resusitasi
jantung paru (RJP) dimulai dengan melakukan kompresi dada dahulu berbanding
membuka jalan napas dan memberi napas buatan. Basic Life Support terdiri dari C-AB sedangkan Advanced Life Support di tambah D-E-F.
Compressions
Letakkan puncak tangan di setengah dari bagian bawah sternum. Pijat 30x
dengan kedalaman 2 inci dan kecepatan 100x/menit dan beri napas buatan
sebanyak 2x. Push hard, push fast! Kompresi ini sangat penting untuk
memberi asupan oksigen pada organ vital terlebih dahulu sebelum
membebaskan jalan napas.
Airway
Membuka jalan napas dengan maneuver head tilt dan chin lift.
Perhatikan ada sumbatan jalan napas akibat lidah, bendasing atau cairan dan
singkirkan jika ada. Look, Listen, Feel pada gerakan dada, suara napas dan
aliran udara untuk mengetahui sama ada pasien bernapas atau tidak
Breathing
Beri napas buatan secara mouth to mouth tiap 1 detik sampai dada
terangkat
Drugs
Adrenalin di beri 3-5 menit sebanyak 3 kali pemberian. Atropin 3mg.
Di beri secara intravena, intratrakeal atau intraosseus. Tidak boleh di berikan
secara intrakardial
EKG
Di lihat gambaran ventrikel fibrilasi, ventrikel takikardi, asistole, PEA
atau EMD
Fibrillation
Diberi DC shock pada pasien dengan gambaran EKG ventrikel
fibrilasi dan ventrikel takikardi saja dengan kekuatan 360 Joule pada bagian
apex paru dan iktus cordis paru berlawanan. Pastikan gel secukupnya di beri
untuk menghindari kulit terbakar akibat renjatan elektrik. Instruksikan supaya
semua lepas dari pasien. Atas bebas! Bawah bebas! Samping bebas! Saya
bebas! Evaluasi selama 2 menit adakah irama jantung masih fibrilasi atau
takikardi. Ulang pemberian dan evaluasi lagi. Jika berhasil, CPR tetap
diteruskan.
BAB III
TERAPI OKSIGEN
1I1.1. Definisi
Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan. Terapi
oksigen adalah pemberian oksigen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dari yang
ditemukan dalam atmosfir lingkungan. Pada ketinggian air laut konsentrasi oksigen
dalam ruangan adalah 21 %. Sejalan dengan hal tersebut diatas Terapi oksigen adalah
suatu tindakan untuk meningkatkan tekanan parsial oksigen pada inspirasi, yang
dapat dilakukan dengan cara:
a. Meningkatkan kadar oksigen inspirasi / FiO2 (Orthobarik )
b. Meningkatkan tekanan oksigen (Hiperbarik)
III.2. Tujuan/ kegunaan
a.
b.
Aliran (L/menit)
Fi O2 (fraksi oksigen
inspirasi)
0,24
0,28
Kanula
0,32
nasal
0,36
0,40
6
5-6
0,44
0,40
6-7
0,50
Masker
7-8
6
0,60
0,60
dengan
0,70
kantong
0,80
reservoi
0,80
10
0,80
Masker
oksigen
III.3. Indikasi
a. Pasien hipoksia
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal.
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi.
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
III.4. Kontra indikasi
b. Kerugian Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen yang lebih dari 44%, tehnik
memasukan kateter nasal lebih sulit dari pada kanula nasal, nyeri saat kateter
melewati nasofaring, dan mukosa nasal akan mengalami trauma, fiksasi kateter
akan memberi tekanan pada nostril, maka kateter harus diganti tiap 8 jam dan
diinsersi kedalam nostril lain, dapat terjadi distensi lambung, terjadi iritasi selaput
lendir nasofaring, aliran dengan lebih dari 6 liter/mnt dapat menyebabkan nyeri
sinus dan mengeringkan mukosa hidung, serta kateter mudah tersumbat dan
tertekuk.
Tahap kerja:
1. Atur posisi pasien senyaman mungkin ( memudahkan dalam melakukan
tindakan)
2. Jaga privacy pasien (menjaga kesopanan perawat dan kepercayaan pasien).
3. Dekatkan alat pada tempat yang mudah dijangkau memudahkan dan melancarkan
pelaksanaan tindakan).
4. Membebaskan jalan napas dengan mengisap sekresi (syarat utama pemasangan
nasal kateter adalah jalan nafas harus bebas untuk memudahkan memasukkan
kateter).
5. Atur posisi pasien dengan kepala ekstensi (jalan nafas lebih terbuka , pasien lebih
nyaman, kateter lebih mudah dimasukkan).
6. Untuk memperkirakan dalam kateter, ukur antara lubang hidung sampai keujung
telinga (untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).
7. Bila ujung kateter terlihat di belakang ovula, tarik kateter sehingga ujung kateter
tidak terlihat lagi.( untuk memastikan ketepatan kedalaman kateter).
8. Membuka regulator untuk menentukan tekanan oksigen sesuai kebutuhan
(Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal dan membran mukosa oral
serta sekresi jalan nafas).
9. Mengatur volume oksigen sesuai kebutuhan (menjamin ketepatan dosis dan
mencegah terjadinya efek samping).
10. Beri pelicin atau jelly pada ujung nasal kateter (memudahkan dan mencegah
iritasi dalam pemasangan kateter).
11. Gunakan plester untuk fiksasi kateter antara bibir atas dan lubang hidung
(mencegah kateter terlepas dan menjamin ketepatan posisi kateter).
12. Observasi tanda iritasi lubang, pengeringan mukosa hidung, epistaksis, dan
kemungkinan distensi lambung. (terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal
mengering, epistaksis dan distensi lambung. Deteksi dini mengurangi risiko efek
samping).
13. Kateter diganti tiap 8 jam dan dimasukkan ke lubang hidung yang lain jika
mungkin (mengurangi iritasi mukosa hidung,menjamin kepatenan kateter).
b. Kanul Nasal/ Binasa/ Nasal Prong
Merupakan suatu alat sederhana yang dapat memberikan oksigen kontinyu dengan
aliran 1 6 liter/mnt dengan konsentrasi oksigen sama dengan kateter nasal yaitu 24
% - 44 %. Persentase O2 pasti tergantung ventilasi per menit pasien. Pada pemberian
oksigen dengan nasal kanula jalan nafas harus paten, dapat digunakan pada pasien
dengan pernafasan mulut.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
1 Liter /min : 24 %
2 Liter /min : 28 %
3 Liter /min : 32 %
4 Liter /min : 36 %
5 Liter /min : 40 %
6 Liter /min : 44 %
Formula : ( Flows x 4 ) + 20 % / 21 %
a. Keuntungan
Pemberian oksigen stabil dengan volume tidal dan laju pernafasan teratur,
pemasangannya mudah dibandingkan kateter nasal, murah, disposibel, klien bebas
makan, minum, bergerak, berbicara, lebih mudah ditolerir klien dan terasa nyaman.
Dapat digunakan pada pasien dengan pernafasan mulut, bila pasien bernapas melalui
mulut, menyebabkan udara masuk pada waktu inhalasi dan akan mempunyai efek
venturi pada bagian belakang faring sehingga menyebabkan oksigen yang diberikan
melalui kanula hidung terhirup melalui hidung.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen lebih dari 44%, suplai oksigen
berkurang bila klien bernafas melalui mulut, mudah lepas karena kedalaman kanul
hanya 1/1.5 cm, tidak dapat diberikan pada pasien dengan obstruksi nasal. Kecepatan
aliran lebih dari 4 liter/menit jarang digunakan, sebab pemberian flow rate yang lebih
dari 4 liter tidak akan menambah FiO2, bahkan hanya pemborosan oksigen dan
menyebabkan mukosa kering dan mengiritasi selaput lendir. Dapat menyebabkan
kerusakan kulit diatas telinga dan di hidung akibat pemasangan yang terlalu ketat.
Cara pemasangan :
a. Letakkan ujung kanul ke dalam lubang hidung dan atur lubang kanul yang elastis
sampai kanul benar-benar pas menempati hidung dan nyaman bagi klien.
(Membuat aliran oksigen langsung masuk ke dalam saluran nafas bagian atas.
Klien akan tetap menjaga kanul pada tempatnya apabila kanul tersebut pas
kenyamanannya).
b. Hubungkan kanul ke sumber oksigen dan atur kecepatan aliran sesuai yang
diprogramkan (16 L/mnt.) (Mencegah kekeringan pada membran mukosa nasal
dan membran mukosa oral serta sekresi jalan nafas).
c. Pertahankan selang oksigen cukup kendur dan sambungkan ke pakaian pasien
(Memungkinkan pasien untuk menengokkan kepala tanpa kanul tercabut dan
mengurangi tekanan ujung kanul pada hidung).
d. Periksa letak ujung kanul tiap 8 jam dan pertahankan humidifier terisi aqua steril
setiap waktu. (Memastikan kepatenan kanul dan aliran oksigen, mencegah inhalasi
oksigen tanpa dilembabkan).
e. Observasi hidung, pengeringan mukosa hidung, nyeri sinus,epistaksis dan
permukaan superior kedua telinga klien untuk melihat adanya kerusakan kulit.
(terapi oksigen menyebabkan mukosa nasal mengering, nyeri sinus dan epistaksis.
Tekanan pada telinga akibat selang kanul atau selang elastis menyebabkan iritasi
kulit).
f. Inspeksi klien untuk melihat apakah gejala yang berhubungan dengan hipoksia
telah hilang (Mengindikasikan telah ditangani atau telah berkurangnya hipoksia)
c. Sungkup Muka Sederhana
Digunakan untuk konsentrasi oksigen rendah sampai sedang. Merupakan alat
pemberian oksigen jangka pendek, kontinyu atau selang seling. Aliran 5 8 liter/mnt
dengan konsentrasi oksigen 40 60%. Masker ini kontra indikasi pada pasien dengan
retensi karbondioksida karena akan memperburuk retensi. Aliran O2 tidak boleh
kurang
dari
liter/menit
untuk
mendorong
CO2
keluar
dari
masker.
FiO2 estimation :
Flows FiO2
5-6 Liter/min : 40 %
6-7 Liter/min : 50 %
7-8 Liter/min : 60 %
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan lebih tinggi dari kateter atau kanula nasal,
sistem humidifikasi dapat ditingkatkan melalui pemilihan sungkup berlubang besar,
dapat digunakan dalam pemberian terapi aerosol.
b. Kerugian
Tidak dapat memberikan konsentrasi oksigen kurang dari 40%, dapat
menyebabkan penumpukan CO2 jika aliran rendah. Menyekap, tidak memungkinkan
untuk makan dan batuk.Bisa terjadi aspirasi bila pasien mntah. Perlu pengikat wajah,
dan apabila terlalu ketat menekan kulit dapat menyebabkan rasa pobia ruang tertutup,
pita elastik yang dapat disesuaikan tersedia untuk menjamin keamanan dan
kenyamanan.
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi bila perlu (syarat terapi
oksigen adalah jalan nafas harus bebas, jalan nafas yang bebas menjamin aliran
oksigen lancar).
Sebelum dipasang ke pasien isi O2 ke dalam kantong dengan cara menutup lubang
antara kantong dengan sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. Memasang
kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat untuk mencegah
iritasi kulit. Kantong tidak akan pernah kempes dengan total. Perawat harus menjaga
agar
semua
diafragma
karet
harus
pada
tempatnya
dan
tanpa
tongkat.
FiO2 estimation :
Flows ( lt/mt ) FiO2 ( % )
6 : 55 60
8 : 60 80
10 : 80 90
12 15 : 90
a. Keuntungan :
Konsentrasi oksigen yang diperoleh dapat mencapi 90%, tidak mengeringkan
selaput lendir.
b. Kerugian :
Tidak dapat memberikan oksigen konsentrasi rendah. Kantong oksigen bisa
terlipat atau terputar, menyekap, perlu segel pengikat, dan tidak memungkinkan
makan, minum atau batuk, bisa terjadi aspirasi bila pasien muntah terutama pada
pasien tidak sadar dan anak-anak. Cara memasang :
a.
b.
Mengatur aliran oksigen sesuai kebutuhan , terapi oksigen dengan sungkup non
rebreathing mempunyai efektifitas aliran 6-7 liter/menit dengan konsentrasi O2
(FiO2) 55-90 % (menjaga kepatenan sungkup, menjamin ketepatan dosis).
e.
Isi O2 kedalam kantong dengan cara menutup lubang antara kantong dengan
sungkup minimal 2/3 bagian kantong reservoir. (mencegah kantong terlipat,
terputar).
f.
Mengikat tali non rebreathing mask dibelakang kepala melewati bagian atas
telinga. (mencegah kebocoran sungkup).
g.
Memasang kapas kering pada daerah yang tertekan sungkup dan tali pengikat
(untuk mencegah iritasi kulit).
h.
i.
untuk
bernafas,
dan
pada
pasien
hypoksemia
sedang
sampai
berat.
FiO2 estimation
Menurut Standar Keperawatan ICU Dep.Kes RI. tahun 2005, estimasi FiO2 venturi
mask merk Hudson
Warna dan flows ( liter/menit ) FiO2 ( % )
Biru : 2 : 24
Putih : 4 : 28
Orange : 6 : 31
Kuning : 8 : 35
Merah : 10 : 40
Hijau : 15 : 60
a. Keuntungan
Konsentrasi oksigen yang diberikan konstan / tepat sesuai dengan petunjuk pada
alat.
FiO2 tidak dipengaruhi oleh pola ventilasi, serta dapat diukur dengan O2 analiser.
Temperatur dan kelembaban gas dapat dikontrol.
Tidak terjadi penumpukan CO2.
b. Kerugian
Harus diikat dengan kencang untuk mencegah oksigen mengalir kedalam mata.
Tidak memungkinkan makan atau batuk, masker harus dilepaskan bila pasien
makan, minum, atau minum obat.
Bila humidifikasi ditambahkan gunakan udara tekan sehingga tidak mengganggu
konsentrasi O2.
Caranya :
a. Membebaskan jalan nafas dengan menghisap sekresi.
b. Atur posisi pasien
c.
III.8. Keamanan
Untuk pasien :
-
Selang atau kateter yang masuk ke dalam saluran napas harus steril.
b.
c.
d.
e.
Observasi dan catat posisi alat (kanula/masker, dll) yang tepat pada
pasien .
f.
hari. Kerusakan jaringan paru terjadi akibat terbentuknya metabolik oksigen yang
merangsang sel PMN dan H2O2 melepaskan enzim proteolotikdan enzim lisosom
yang dapat merusak alveoli. Sedangkan resiko yang lain seperti retensi gas
karbondioksida dan atelektasis.
Oksigen 100% menimbulkan efek toksik, tidak saja pada hewan, namun juga
pada bakteri, jamur, biakan sel hewam dan tanaman. Apabila O2 80-100% diberikan
kepada manusia selama 8 jam atau lebih, saluran pernafasan akan teriritasi,
menimbulkan distres substernal, kongesti hidung, nyeri tenggorokan dan batuk.
Pemajanan selama 24-48 jam mengakibatkan kerusakan jaringan paru.
Sejumlah bayi dengan sindroma gawat nafas yang diterapi dengan O 2,
selanjutnya mengalami gangguan menahun yang ditandai dengan kista dan
pemadatan jaringan paru (displasia bronkopulmonal). Komplikasi lain pada bayi-bayi
ini adalah retinopti prematuritas (fibroplkasia retrolental), yaitu pembentukan
jaringan vaskuler opak pada matayang dapat mengakibatkan kelainan penglihatan
berat. Pemberian O2 100% pada tekanan yang lebih tinggi berakibat tidak hanya
iritasi trakeobronkial, tetapi juga kedutan otot, bunyi berdering dalam telinga, rasa
pening, kejang dan koma. Pajanan terhadap O2 tekanan tinggi (oksigenasi hiperbarik)
dapat menghasilkan peningkatan jumlah O2 terlarut dalam darah. Oksigen bukan zat
pembakar tetapi dapat memudahkan terjadinya kebakaran, oleh karena itu klein
dengan terapi pemberian oksigen harus menghindari : Merokok, membuka alat listrik
dalam area sumber oksigen, menghindari penggunaan listrik tanpa Ground.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous. Meditasi Dzikir. 2005. Stress and Health Solution. Web .12
Desember 2005. www.MedDzik.org
2. Astowo. Pudjo. 2005. Terapi oksigen: Ilmu Penyakit Paru. Bagian Pulmonologi
dan Kedokteran Respirasi. FKUI. Jakarta.
3. Ikawati, Z. 2009. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Pernapasan. PDF. Rohsiswatmo,
R. 2010. Terapi Oksigen Pada Neonatus. Divisi Perinatologi Ilmu Kesehatan
Anak FKUI - RSCMk FKUI RSCM. Jakarta.