Professional Documents
Culture Documents
OLEH:
KELOMPOK 1
IDA BAGUS SUTAMA ARIMBAWA
(1208505021)
(1208505030)
(1208505098)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2015
b.
c.
Hindari sisa detergen karena dapat memberikan hasil positip palsu pada
glukosa ; protein dan sedimentasi pada dipstick
Contoh wadah penampung urin:
akan
memberikan
informasi
apakah
subyek
yang
bersangkutan
metabolisme obat, kondisi fisik dari subyek, umur, jenis kelamin, waktu
pengambilan sampel, pengenceran, dan lain-lain (BNN, 2008).
Uji skrining seharusnya dapat mengidentifikasi golongan analit dengan
derajat reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, relatif murah dan pelaksanaannya
relatif cepat. Terdapat 2 teknik uji penapisan yaitu: a) teknik immunoassay, b)
kromatografi lapis tipis (KLT) yang dikombinasikan dengan reaksi warna. Teknik
immunoassay umumnya memiliki sifat reabilitas dan sensitifitas yang tinggi, serta
dalam pengerjaannya memerlukan waktu yang relatif singkat, namun alat dan
bahan dari teknik ini semuanya harus diimpor, sehingga teknik ini menjadi relatif
tidak murah. Dibandingkan dengan immunoassay, KLT relatif lebih murah, namun
dalam pengerjaannya memerlukan waktu yang relatif lebih lama (Wirasuta, 2008).
2.1.1
Teknik immunoassay
Teknik immunoassay adalah teknik yang sangat umum digunakan dalam
analisis obat terlarang dalam materi biologi. Teknik ini menggunakan anti-drug
antibody untuk mengidentifikasi obat dan metabolitnya di dalam sampel (materi
biologik) (Wirasuta, 2008). Terdapat berbagai metode/teknik untuk mendeteksi
ikatan antigen-antibodi ini, seperti Enzyme Linked Immunoassay (ELISA),
Enzyme Multiplied Immunoassay Technique (EMIT), Fluorescence Polarization
Immunoassay (FPIA), Cloned Enzyme-donor Immunoassay (CEDIA), dan Radio
Immunoassay (RIA) (Wirasuta, 2008).
Pemilihan teknik ini sangat tergantung pada beban kerja (jumlah sampel
per-hari) yang ditangani oleh laboratorium toksikologi. Misal dipasaran teknik
ELISA atau EMIT terdapat dalam bentuk single test maupun multi test. Untuk
laboratorium toksikologi dengan beban kerja yang kecil pemilihan teknik single
test immunoassay akan lebih tepat dibandingkan teknik multi test, namun biaya
analisa akan menjadi lebih mahal (Wirasuta, 2008).
Hasil dari immunoassay test ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan, bukan untuk menarik kesimpulan, karena kemungkinan antibodi
yang digunakan dapat bereaksi dengan berbagai senyawa yang memiliki baik
bentuk struktur molekul maupun bangun yang hampir sama. Reaksi silang ini
tentunya memberikan hasil positif palsu. Obat batuk yang mengandung
pseudoefedrin akan memberi reaksi positif palsu terhadap test immunoassay dari
antibodi-metamfetamin. Oleh sebab itu hasil reaksi immunoassay (screening test)
harus dilakukan uji pemastian (confirmatori test) (Wirasuta, 2008).
Uji skrining dapat pula dilakukan dengan card atau strip test (untuk
spesimen urin) dan reaksi warna (untuk sampel sediaan farmasi). Tes ini
merupakan tes Immunoassay dimana penentuan zat tertentu yang terdapat dalam
urin ditentukan secara Rapid Immunoassay (antigen-antibodi). (BNN, 2008). Strip
test merupakan suatu alat yang dicelupkan ke dalam sampel urin dan hanya
memerlukan waktu sesaat untuk membaca hasilnya secara manual. Hasil
dinyatakan - (negatif) bila tampak dua garis pada huruf C (zona kontrol validitas)
dan T (zona tes/uji), sedangkan hasil dinyatakan + (positif) bila tampak satu garis
pada huruf C (zona kontrol validitas) (BNN, 2008). Strip test dirancang untuk
deteksi in vitro secara simultan terhadap golongan narkotika/psikotropika untuk
menghasilkan uji yang cepat dan berkualitas tinggi (Luckyanenkoa et al., 2008).
No
Ganja
50
Opiat
300
Derivat Amfetamin
1000
Benzodiazepin
300
Kokain
300
Metadon
300
Propoksifen
300
Barbiturat
200
Methaqualone
300
10
Fensiklidin
25
dan
spesifisitas
tinggi.
EIA
(enzyme
immunoassay)
dan
Keterangan:
Zone.S=Sample. Zone.T=Test. Zone.C=Control. Sub=Substrat Nar(-)/(+) =
Narkoba negatif/positif <> = Narkoba. KNE = Konjugat narkoba-enzim.
KAGE = Konjugat IgG anti-IgG "goat"-enzim.
keberadaan
Kompleks warna terbentuk terdiri dari kobalt II dan 2 molekul target yang
distabilkan dengan 2 molekul isopropilamin. Berikut contoh reaksi dengan
barbiturat.
10
dahulu)
Ungu sampai hitam : MDA dan MDMA (Reagen 1 ditambahkan terlebih
dahulu)
12
13
1 g para-dimetilaminobenzaldehid (p-DMBA)
10 mL HCl pekat
90 mL etanol
Preparasi: larutkan p-DMBA dalam etanol, kemudian ditambhkan HCl.
Prosedur: 1-2 mg atau 1-2 tetes sampel berupa spot pada pelat, ditambahkan 1
tetes Reagen.
Hasil:
Ungu : LSD (lysergic acid diethylamide)
Biru : indol, pirol, dan triptofan
Kuning : prokain dan benzokain
Warna ungu berasal dari kompleks trimolekular melibatkan 2 molekul LSD
dan 1 molekul reagen termodifikasi.
(Khan et al., 2012)
j. Uji Duquenois-Levine
Reagen 1: petroleum eter
Reagen 2: 97,5 mL larutan 2% vanilin dalam metanol absolut dicampur
dengan 2,5 mL asetaldehid.
Reagen 3: HCl pekat
Reagen 4: Kloroform
Prosedur:
Simplisia tanaman dicuci dengan petroleum eter
15
Ekstrak petrolum eter berupa spot sumur pada pelat dan dibiarkan
menguap
Tambahkan beberapa tetes Reagen 2
Tambahkan beberapa tetes Reagen 3 dan amait warnanya
Tambahkan beberapa tetes Reagen 4 dan amati warnanya pada lapisan
kloroform
Hasil: positif pada resin cannabis menunjukkan : (1) warna ungu pada
penambahan Reagen 3, dan (2) warna terpindahkan menuju lapisan kloroform
pada penambahan Reagen 4.
(Khan et al., 2012)
k. Uji Froehde
Reagen: 0,5% larutan natrium molibdat (Na2MoO4) dalam asam sulfat pekat
Prosedur: 1-2 mg atau 1-2 tetes sampel berupa spot pada pelat, ditambahkan 1
tetes Reagen.
Hasil: Warna ungu menunjukkan keberadaan alkaloid opiat.
(Khan et al., 2012)
l. Uji Janovsky
Reagen 1: 0,2% (b/v) m-dinitrobenzena dalam 2-propanol
Reagen 2: 10% (b/v) KOH dalam metanol absolut
Prosedur: 1-2 mg atau 1-2 tetes sampel berupa spot pada pelat, ditambahkan 1
tetes Reagen 1, kemudian ditambahkan 1 tetes Reagen 2.
Hasil: Warna ungu menunjukkan keberadaan diazepam, metkatinon,
flunitrazepam, fenilaseton, oksikodon.
(Khan et al., 2012)
,
m. Uji Weber
Reagen 1: larutan segar 0,1% (b/v) Fast Blue B atau Diazo Blue B (Odianisidin, tetrazotized) dalam air
Reagen 2: larutan HCl pekat
Prosedur: 1-2 mg atau 1-2 tetes sampel berupa spot pada pelat, ditambahkan 1
tetes Reagen 1, kemudian ditambahkan 1 tetes Reagen 2.
Hasil: Warna merah usai penambahan Reagen 1 yang diikuti warna biru-hijau
usai penambahan Reagen 2 menunjukkan keberadaan psilocin atau
psilocybin.
16
No
1
III.
Uji Skrining
Golongan
Narkotika atau
Psikotropika
Derivat
Amfetamin
Opiat
Benzodiazepin
Kokain
Gelas beaker
Botol vial
Pipet tetes
Pipet Ukur
e. Ball filler
f. Strip Test untuk masing-masing
senyawa
g. Tissue
3.2 Bahan
Adapun bahan yang digunkana pada praktikum Analisis Toksikologi
Forensik dan Klinik mengenai Tes Skrining adalah sebagai berikut:
17
IV.
Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum kali ini adalah, dimana
melakaukan Uji Penapisan atau Skiring test untuk senyawa golongan Narkotika
dan/atau Psikotropika dalam sampel urin. Dimana tahapan yang dilakukan adalah
Proses Sampling; Proses Pengujian/Identifikasi; dan Interpretasi.
4.3 Interpretasi
Dilakukan Interpretasi pada hasil yang diperoleh, dimana hasil
dibandingkan dengan pustaka yang tercantum. Kemudian dicatat hasil yang
diperoleh
18
V. Skema Kerja
5.1 Proses Sampling
pel simulasi Urin yang memiliki Senyawa yang akan diidentifikasi, dimana dilakukan oleh Laboran da
Sampel simulasi disimpan pada wadah yang sesuai dan siap diidentifikasi
;
Strip test dicelupkan ke dalam urin hingga penandaan bagian yang dicelupkan dan ditahan 30
angkat Strip test dan diletakkan pada wadah yang bersih yang tidak menyerap cairan, tunggu 5 s.d
rip pada zona pengamatan, kemudian dilakukan interpretasi sesuai dengan pustaka yang ada dan d
19
DAFTAR PUSTAKA
Khan, J.I., T.J. Kennedy, and D.R. Christian, Jr. 2012. Basic Principles of
Forensic Chemistry. New York: Humana Press.
SAMHSA. 2014.
Substance Abuse and Mental Health Services
Administration. Diakses pada 22/09/2015, Available on : www.samhsa.gov.
Steven, B. K. 2007. Drug Abuse Handbook. 2nd Ed. USA: CRC Press.
Sukasediati, Nani dan Matta Sinta Sari W. 1987. EMIT: Salah Satu Cara
Penetapan Obat dalam Serum untuk Pemantauan Kadar Terapi. Jakarta:
Departemen Kesehatan Indonesia.
20
United Nations Office on Drugs and Crime. 2011. Guidelines for the
Forensic Analysis of Drug Facilitating Sexual Assault and other Criminal
Acts. United Nations.
22