Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara-negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Infeksi adalah invasi dan multiplikasi kuman
(mikro-organisme) di dalam jaringan tubuh. Invasi atau penetrasi berarti penembusan. Halangan
besar bagi kuman untuk menembus tubuh dibentuk oleh epithelium permukaan tubuh luar dan
dalam, yang kita kenal sebagai kulit, konjungtiva, dan mukosa.
Penyakit-penyakit inflamasi pada sistem saraf pusat terutama adalah meningitis dan ensefalitis,
dapat bersifat primer atau hanya merupakan bagian dari penyakit sistemik. Berbagai jenis
mikroorganisme dapat menginvasi selaput otak dengan pola yang bervariasi banyak atau sedikit
dalam hal keakutan, intensitas, durasi, dan kekhususan. Gambaran klinis utama yang timbul pada
seorang pasien bergantung pada jenis mikroorganisme, jumlah, keadaan umum dan daya tahan
tubuh pasien, adanya infeksi ikutan, dan penatalaksaan klinis.
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter, arakhnoid dan
dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Meningitis dibagi berdasarkan lapisan selaput otak yang mengalami radang :
Pakimeningitis : yang mengalami radang adalah durameter
Leptomeningitis : yang mengalami radang adalah arakhnoid dan piameter
Sedangkan berdasarkan penyebabnya :
Meningitis karena bakteri
Meningitis karena virus
Meningitis karena riketsia
Meningitis karena jamur
Meningitis karena cacing
Meningitis karena protozoa
Meningitis serosa disebut juga meningitis aseptik adalah sebuah penyakit yang ditandai oleh
sakit kepala, demam dan inflamasi pada selaput otak. Istilah meningitis aseptik mengacu pada
kasus dimana pasien dengan gejala meningitis tapi pertumbuhan bakteri pada kultur tidak
ditemukan. Banyak faktor yang berbeda yang dapat menyebabkan penyakit ini, seperti virus atau
mikobakterium.
ETIOLOGI
Bervariasi, Mikroorganisme yang bertanggung jawab adalah bakteri, protozoa, jamur, ritketsia
atau yang paling sering virus.
Kelompok virus yang paling sering adalah enterovirus (echo, coxsackie, polio), diikuti oleh
parotitis, herpes II, koriomeningitis limfositik dan adeno virus. Yang termasuk arbovirus adalah
virus yang ditransmisikan oleh kutu, meningoensefalitis musim semi.
PATOFISIOLOGI
Kuman dapat tumbuh dan berbiak tergantung pada kondisi ruang lingkupnya, kuman yang sudah
masuk dalam tubuh dapat berbiak subur atau tidak, proses multiplikasi ini tidak berlalu tanpa
pergulatan antara kuman dan unsur-unsur sel dan zat biokimiawi tubuh yang dikerahkan untuk
mempertahankan keutuhan tubuh. Aksi kuman dan reaksi tubuh setempat menghasilkan runtuhan
kuman dan unsur-unsur tubuh yang merupakan racun bagi tubuh.
Setelah kuman berhasil menerobos permukaan tubuh dalam dan luar, ia dapat tiba disusunan
saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut. Pada kuman yang bersarang di mastoid dapat
menjalar ke otak perkontinuitatum. Sutura memberikan kesempatan untuk invasi semacam itu.
Invasi hematogenik melalui arteria intraserebral merupakan penyebaran ke otak secara langsung.
Penyebaran hematogen tak langsung dapat juga dijumpai, misalnya arteri meningeal yang
terkena radang dahulu. Dari arteri ini kuman dapat tiba di likuor dan invasi kedalam otak melalui
penerobosan dari piamater. Akhirnya, saraf saraf tepi dapat digunakan juga sebagai jembatan
bagi kuman untuk tiba disusunan saraf pusat.
Faktor predisposisi infeksi susunan saraf pusat. Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk
menangkis infeksi mencakup kesehatan umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang
utuh dan efektif, aliran darah ke otak yang adekuat, sistem imunologik, hormonal dan seluler
yang berfungsi sempurna.
Meningitis viral dan meningitis tuberkulosa merupakan bagian meningitis serosa. Meningitis
tuberkulosa adalah komplikasi sistemik dari tuberkulosis dan merupakan hasil penyebaran secara
hematogen ke piamater atau arakhnoid. Ada respon seluler dengan adanya limfosit, sel plasma,
histosit, dalam waktu yang singkat terjadi perubahan giant sel dan tipe granulomatous.
Tuberculoma bisanya berada pada hemisfer, serebellum atau serabut spinal.
Sarang infeksi tuberkulosis di luar susunan saraf, pada umumnya di paru-paru, melepaskan
mikrobakterium tuberkulosis. Melalui lintasan hematogen ia tiba dikorteks serebri, dan akhirnya
ia mati di situ atau berbiak dan membentuk eksudat kaseosa. Leptomeninges yang menutupi
sarang infeksi di korteks dapat ikut terkena dan menimbulkan meningitis sirkumskripta. Tetapi
eksudat kaseosa dapat meletus dan masuk serta membawa kuman tuberkulosis ke dalam ruangan
subaraknoidal.
Meningitis viral yang benigne tidak melibatkan jaringan otak pada proses radangnya, gejalagejalanya dapat sedemikian ringannya sehingga diagnosis meningitis luput dibuat. Tetapi pada
pungsi lumbal ditemukan pleiositosis limfositer. Jika gejala-gejalanya agak berat, maka gejala
yang paling menggangu ialah sakit kepala dan nyeri kuduk. Virus yang biasanya bertanggung
jawab atas terjadinya infeksi di susunan saraf pusat tergolong pada keluarga enterovirus. Mereka
melakukan invasi dan penetrasi melalui usus dan ditemukan dalam feses dan sekresi nasofaring.
Selanjutnya pada mula timbulnya cairan serebrospinal sudah mengandung virus. Penularan dapat
terjadi melalui lintasan oral-fekal atau melalui droplet spray.
GEJALA KLINIS
Gejala dan tanda meningitis serosa :
1. Nyeri kepala selalu ada, kadang-kadang sangat hebat dan difus.
2. Nyeri punggung seringkali ada
3. Temperatur biasanya tidak begitu meningkat seperti pada meningitis purulenta.
4. Sensitif terhadap cahaya ( fotopobia )
5. Malaise umum, gelisah, atau tidak enak badan
cairan serebrospinal, adanya limfositosis dan hipoglicorrhachia pada susunan saraf pusat terdapat
kira-kira 1 % pada diagnosis awal kasus tuberkulosa. Keadaan ini menjadi prioritas untuk
dilaksanakan pencegahan dan terapi. Diagnosis defenitif meningitis tuberkulosa tergantung pada
identifikasi mikobakterium tuberkulosa pada cairan serebrospinalis.
Diagnosis yang cepat sangat bergantung atas tiga sumber informasi yaitu :
1. Data epidemiologi mengenai keaktifan atau ketidakaktifan tuberkulosis pada sebuah keluarga
2. Tanda/ gejala klinik atau diagnosis tuberkulosis di luar dari susunan saraf pusat.
3. Karakteristik perubahan cairan serebrospinal yang terdiri dari limfositosis sedang ( <>
Meningitis viral
Pada pemeriksan laboratorium didapatkan jumlah sel darah putih biasanya normal atau sedikit
meningkat. Cairan serebrospinal biasanya normal atau sedikit meningkat. Cairan serebrospinal
biasanya berisi pleocytosis antara 20 1000 WB/ mm3, limfosit yang lebih dominan. Glukosa
CSF biasanya normal tetapi kadang-kadang pasien dengan meningitis akut mumps, varicella
zoster, herpes simplex tipe 2, limfosit choriomeningitis terjadi sedikit penurunan kadar glukosa
CSF. Kadar protein CSF dapat normal atau sedikit meningkat. Antigen bakteri dan jamur tidak
terdeteksi di CSF dan pada pewarnaan dan kultur tidak ditemukan bakteri maupun jamur. Pada
EEG dan CT-Scan otak nampak normal.
DIAGNOSIS BANDING
1. Meningitis purulenta
2. Meningoensefalitis
PENATALAKSANAAN
Meningitis tuberkulosa
1. umum
2. Terapi kausal : kombinasi anti tuberkulosa
- obat-obat lini pertama : terapi obat lini pertama untuk meningitis tuberkulosa terdiri atas dua
macam obat, isoniazid (INH) dan rifampisin. Isoniazid diberikan dengan dosis 10 -20
mg/KgBB/hari dengan dosis maksimal 300 m/hari untuk anak-anak dan 600 mg/ hari untuk
dewasa.
- Obat-obat lini kedua : terdapat tiga obat antituberkulosa lini kedua untuk meningitis
tuberkulosa yang digunakan sebagai tambahan ataupun pengganti INH dan rifampisin.
Ethambutol, pyrazinamid dan ethionamid sangat efektif penetrasinya ke dalam cairan
serebrospinal untuk menghilangkan inflamasi.
- Obat-obat lini ketiga : lima obat yang paling sering digunakan adalah aminoglikosida pada
terapi tuberkulosis adalah golongan aminoglikosida yaitu streptomisin, capreomisin, kanamisin,
viomisin dan amikatin. Kesemuanya adalah antibiotik polipeptida dan kesemunya berpotensi
menimbulkan nefrotoksik dan ototoksik. Kelima obat tersebut penetrasinya sangat jelek kedalam
otak atau cairan serebrospinal.
3. Kortikosteroid
Pada meningitis viral tidak ada pengobatan spesifik. Pada kebanyakan kasus pengobatan yang
diberikan bersifat simtomatik. Analgetik dibutuhkan untuk keluhan sakit kepala dan antiemetik
untuk mual dan muntah. Perawatan rumah sakit jarang dibutuhkan kecuali ketika muntahnya
mengakibatkan dehidrasi. Pada pasien dengan herpes simpleks meningitis viral dilakukan terapi
Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan dalam tiga
stadium:
1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)
Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu
Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan neurologis
Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada bayi.
Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar otak
menyebabkan gangguan otak / batang otak.
Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf
kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema ringan serta adanya tuberkel di
koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla
spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat
terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat.
Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala utamanya,
sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang lebih besar, sakit
kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun.
Gejala:
* Akibat rangsang meningen sakit kepala berat dan muntah (keluhan
utama)
* Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak:
- disorientasi
- bingung
- kejang
- tremor
- hemibalismus / hemikorea
- hemiparesis / quadriparesis
- penurunan kesadaran
* Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial:
Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII
Tanda: - strabismus - diplopia
- ptosis - reaksi pupil lambat
- gangguan penglihatan kabur
Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh darah atau strangulasi oleh eksudat
yang mengalami organisasi.
* demam tinggi
* edema papil
* hiperglikemia
* kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk,
stupor, koma, otot ekstensor menjadi kaku dan spasme,
opistotonus, pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali.
* nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur
* hiperpireksia
* akhirnya, pasien dapat meninggal.
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan yang lain,
tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien meninggal. Dikatakan
akut bila 3 stadium tersebit berlangsung selama 1 minggu.
Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang penyakitnya telah
berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila pengobatan terlambat atau tidak adekuat
(Darto Saharso, 1999., Kliegman, et al. 2004., Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).
Dari pemeriksaan radiologi:
- Foto toraks : dapat menunjukkan adanya gambaran tuberkulosis.
- Pemeriksaan EEG (electroencephalography) menunjukkan kelainan kira-kira
pada 80% kasus berupa kelainan difus atau fokal (Darto Suharso. 1999).
- CT-scan kepala : dapat menentukan adanya dan luasnya kelainan di daerah basal,
serta adanya dan luasnya hidrosefalus.
Gambaran dari pemeriksaan CT-scan dan MRI (Magnetic Resonance
Imaging) kepala pada pasien meningitis tuberkulosis adalah normal pada awal
: kesadaran: Somnolen
Vital Sign
TD = 90/75 mmHg
N = 100x / menit
R = 28x / menit
T = 36,7 0 C
Status Gizi
: kesan kurang
Pemeriksaan Kepala
Bentuk kepala : Mesocepal, simetris
Rambut
Nyeri tekan
Pemeriksaan Mata
Palpebra
: Edema - / -
Konjunctiva
: Anemis - / -
Sklera
Pupil
Pemeriksaan Telinga : Otore - / - , deformitas - / - , Nyeri tekan - / -, darah - / Pemeriksaan Hidung : Nafas cuping hidung (-), Deformitas - / - , rinore - / - , darah - / Pemeriksaan Mulut dan Faring
: Bibir sianosis (-), tepi hiperemis (-), bibir kering (+), lidah
kotor ( - ), tremor (-), ikterik (-), hiperemis (-),
Pemeriksaan Leher
Kelenjar tiroid
: tidak membesar
Kelenjar limphonodi
JVP
: tidak meningkat
Massa
: tidak ada
: Vocal fremitus kanan kiri, ketinggalan gerak (+), Nyeri tekan (+), krepitasi
- Perkusi
- Auskultasi
- Palpasi
- Perkusi
: redup
- Auskultasi
Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi
: distensi (-)
Sikatrik (-)
Darm steifung (-)
- Palpasi
- Perkusi
: Timpani
Pemeriksaan Ekstremitas
- Superior : Deformitas (-), Jari tabuh (-), ikterik (-),sianosis (-), pucat (-), udem (-)
- Inferior
: Deformitas (-), ikterik (-), sianosis (-), pucat (-), udem pada kedua kaki (-)
2- Status Neurologik
Kesadaran
: somnolen
Kuantitatif
Kualitatif
Orientasi
: tidak ada
Jalan pikiran
Daya ingat
: lurus
Cara berjalan
Kepala
Telinga
Leher
: sikap normal, gerakan bebas terbatas, pulsasi karotis teraba, bentuk vertebra
lurus, terdapat sklofuroderma dileher kanan.
Meningeal sign
Nervus Cranialis : Pemeriksaan Nervus cranialis I-XII sulit dinilai karena kesadaran pasien
menurun
Ekstremitas :
Gerakan
Kekuatan:
Sulit dinilai
Sensibilitas: menurun
Refleks fisiologis: menurun
Tonus: menurun
Klonus: Refleks Patologis
Pemeriksaan
Babinski
Kanan
-
Kiri
-
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Scheifner
A. Definisi
Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis)
dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur.3 Meningitis merupakan infeksi akut
dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokokus,
Meningokokus, Stafilokokus, Streptokokus, Hemophilus influenza dan mycobacterium
tuberculosis4. Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen dan cairan serebrospinal
yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat 5
Meningitis tuberkulosa merupakan peradangan yang terjadi pada selaput otak atau
meninges yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis3.
B.Etiologi
Beberapa jenis bakteri yang terbukti menjadi factor etiologi dari meningitis antara lain,
1. Mycobacterium tuberculosis, Varian Huminis
2. Streptococcus Pneumoniae (pneumococcus).
3. Neisseria Meningitidis (meningococcus).
4. Listeria monocytogenes (listeria).
C. Patogenesis
Meningitis TB terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke meningen. Dalam
perjalanannya meningitis TB melalui 2 tahap. Mula-mula terbentuk lesi di otak atau meningen
akibat penyebaran basil secara hematogen selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen
dapat juga terjadi pada TB kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis
terjadi akibat terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permulaan di otak) akibat
trauma atau proses imunologik, langsung masuk ke ruang subarakhnoid. Meningitis TB biasanya
terjadi 36 bulan setelah infeksi primer7.
Secara patologis akan tampak tuberkel kecil berukuran beberapa millimeter hingga 1 sentimeter,
berwarna putih dan tersebar pada dasar otak, permukaan otak serta kadang pada selaput otak.
Eksudat kental dan berwarna keputihan terdapat pada sebagian besar ruang subarachnoid di dasar
otak dan sebagian kecil pada permukaan otak dan medulla spinalis, dapat pula terjadi
penyumbatan foramen magendi dan foramen luscha serta pelebaran ventrikel. Terdapat
pembendungan pembuluh darah superficial. Pembuluh darah mengalami radang dan dapat
tersumbat sehingga mengakibatkan infark otak. Tuberkel mengalami nekrosis pada bagian
tengahnya dan mengandung sel-sel epiteloid, limfosit, sel plasma, sel raksasa serta kumannya 3.
D. Manifestasi Klinis
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan parut BCG, limfadenopati, dan tanda rangsang meningeal. Pada funduskopi dapat
ditemukan pupil pucat, tuberkuloma di retina, adanya nodul di koroid.
3. Pemeriksaan penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam membantu penegakan diagnosa
meningitis tuberculosa adalah:
a. Darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit darah
b. Pemeriksaan Fungsi Lumbal bila ada Indikasi.
Pada Fungsi lumbal: cairan serebrospinal jernih atau santokrom, sel leokosit meningkat sampai
500/ l, dengan hitung jenis sel limfosit dominan walaupun pada keadaan awal dapat
polimorfonuklear. Protein meningkat sampai 500 mg/dl, kadar glukosa di bawah normal. Fungsi
lumbal ulangan dapat memperkuat diagnosis
c. Foto rontgen dada dapat menunjukkan adanya penyakit tuberkulosis apabila
Sebuah penelitian dengan menggunakan 5 gejala sebagai berikut sebagai praduga diagnosis
meningitis TB berupa,
Gejala prodromal > 7 hari
Demam kronis
Penurunan kesadaran
Kaku kuduk
Lekosit CSS dengan MN>PMN
Didapat nilai p < 0,007, artinya kelima gejala tersebut diatas dapat digunakan sebagai gejala
klinis acuan untuk membantu penegakan diagnosa
meningitis tuberculosa.
Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi Latex.1 Baku emas
diagnosis meningitis TB adalah menemukan Microbacterium Tuberculosa dalam kultur Cairan
Serebro Spinal.4 Namun pemeriksaan kultur Cairan Serebro Spinal ini membutuhkan waktu yang
lama dan memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah dari penderita.1,2
F. Terapi
Dipakai obat tripel yaitu kombinasi INH dengan 2 dari 3 macam tuberkulostatika dibawah ini
selama 2 tahun:
INH: dewasa 10-15 mg/kgBB/hari. Pada anak dosis 20 mg/kgBB/hari,diberikan sekali sehari
peroral
Streptomisin: dosis 20 mg/kgBB/hari (maksimal 1g/hari). Diberikan IM selama 3 bulan
Etambutol: dosis 25 mg/kgBB/hari peroral selama 2 bulan pertama dilanjutkan dengan dosis
15mg/kgBB/hari
Rifampisin: dosis pada dewasa 600 mg/hari, anak 10-20 mg/kgBB/hari diberukan sekali sehari
peroral.
Kortikosteroid diberikan dengan indikasi apabila terdapat peningkatan tekanan intracranial,
adanya deficit neurologi dan untuk mencegah terjadinya perlekatan araknoidea pada jaringan
otak. Deksametason dibeikan mula-mula 10 mg iv lalu 4 mg tiap 6 jam. Sedangkan prednisone
diberikan 60-80mg/hari selama 2-3 minggu lalu diturunkan berangsur selama 1 bulan.
PEDOMAN NASIONAL PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS
Tahap awal (intensif)
o Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung
untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
o Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
o Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
o Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang
lebih lama
o Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi
dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT
kombipak. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
Paket Kombipak. Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk
digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat
Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan
pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1)
paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan. KDT mempunyai beberapa
keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan
mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan
meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT dan peruntukannya.
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
G. Komplikasi
Dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus, epilepsy, gangguan jiwa, buta, tuli, kelumpuhan
otot yang dipersyarafi, hemiparese
H. Prognosis
Angka kematiannya umumnya 50% dan prognosis jelek pada bayi dan orang tua
DAFTAR PUSTAKA