You are on page 1of 18

VENTILASI MEKANIK (VENTILATOR)

I.

Pengertian.
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau
seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi.

II.

Indikasi Pemasangan Ventilator


1. Pasien dengan respiratory failure (gagal napas)
2. Pasien dengan operasi tekhik hemodilusi.
3. Post Trepanasi dengan black out.
4. Respiratory Arrest.

III.

Penyebab Gagal Napas


1. Penyebab sentral
a. Trauma kepala

Contusio cerebri.

b. Radang otak

Encepalitis.

c. Gangguan vaskuler

Perdarahan otak, infark otak.

d. Obat-obatan

Narkotika, Obat anestesi.

2. Penyebab perifer
a. Kelaian Neuromuskuler:
Guillian Bare symdrom
Tetanus
Trauma servikal.
Obat pelemas otot.
b. Kelainan jalan napas.
Obstruksi jalan napas.
Asma broncheal.
c. Kelainan di paru.
Edema paru, atlektasis, ARDS
d. Kelainan tulang iga / thorak.
Fraktur costae, pneumothorak, haemathorak.
e. Kelainan jantung.
Kegagalan jantung kiri.

IV.

Kriteria Pemasangan Ventilator


V. Menurut Pontopidan seseorang perlu mendapat bantuan ventilasi mekanik
(ventilator) bila :
Frekuensi napas lebih dari 35 kali per menit.
Hasil analisa gas darah dengan O2 masker PaO2 kurang dari 70 mmHg.
PaCO2 lebih dari 60 mmHg
AaDO2 dengan O2 100 % hasilnya lebih dari 350 mmHg.
Vital capasity kurang dari 15 ml / kg BB.

VI.
VII.

Macam-macam Ventilator.

VIII.

Menurut sifatnya ventilator dibagi tiga type yaitu:

1. Volume Cycled Ventilator.


IX. Perinsip dasar ventilator ini adalah cyclusnya berdasarkan volume. Mesin
berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai volume yang
ditentukan. Keuntungan volume cycled ventilator adalah perubahan pada
komplain paru pasien tetap memberikan volume tidal yang konsisten.
2. Pressure Cycled Ventilator
X. Perinsip dasar ventilator type ini adalah cyclusnya menggunakan tekanan.
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang
telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi
terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain
paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien
yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak
dianjurkan.
3. Time Cycled Ventilator
XI. Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah cyclusnya berdasarkan wamtu
ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit)
XII. Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2
XIII.
XIV. Mode-Mode Ventilator.
XV.Pasien yang mendapatkan bantuan ventilasi mekanik dengan menggunakan
ventilator tidak selalu dibantu sepenuhnya oleh mesin ventilator, tetapi tergantung
dari mode yang kita setting. Mode mode tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mode Control.
XVI.

Pada mode kontrol mesin secara terus menerus membantu

pernafasan pasien. Ini diberikan pada pasien yang pernafasannya masih sangat
jelek, lemah sekali atau bahkan apnea. Pada mode ini ventilator mengontrol
pasien, pernafasan diberikan ke pasien pada frekwensi dan volume yang telah
ditentukan pada ventilator, tanpa menghiraukan upaya pasien untuk
mengawali inspirasi. Bila pasien sadar, mode ini dapat menimbulkan ansietas
tinggi dan ketidaknyamanan dan bila pasien berusaha nafas sendiri bisa terjadi
fighting (tabrakan antara udara inspirasi dan ekspirasi), tekanan dalam paru
meningkat dan bisa berakibat alveoli pecah dan terjadi pneumothorax. Contoh
mode control ini adalah: CR (Controlled Respiration), CMV (Controlled
Mandatory Ventilation), IPPV (Intermitten Positive Pressure Ventilation)
2. Mode

IMV /

SIMV: Intermitten

Mandatory Ventilation/Sincronized

Intermitten Mandatory Ventilation.


XVII.

Pada mode ini ventilator memberikan bantuan nafas secara selang

seling dengan nafas pasien itu sendiri. Pada mode IMV pernafasan mandatory
diberikan pada frekwensi yang di set tanpa menghiraukan apakah pasien pada
saat inspirasi atau ekspirasi sehingga bisa terjadi fighting dengan segala
akibatnya. Oleh karena itu pada ventilator generasi terakhir mode IMVnya
disinkronisasi (SIMV). Sehingga pernafasan mandatory diberikan sinkron
dengan picuan pasien. Mode IMV/SIMV diberikan pada pasien yang sudah
bisa nafas spontan tetapi belum normal sehingga masih memerlukan bantuan.
3. Mode ASB / PS : (Assisted Spontaneus Breathing / Pressure Suport
XVIII.

Mode ini diberikan pada pasien yang sudah bisa nafas spontan atau

pasien yang masih bisa bernafas tetapi tidal volumnenya tidak cukup karena
nafasnya dangkal. Pada mode ini pasien harus mempunyai kendali untuk
bernafas. Bila pasien tidak mampu untuk memicu trigger maka udara
pernafasan tidak diberikan.
4. CPAP : Continous Positive Air Pressure.
XIX.

Pada mode ini mesin hanya memberikan tekanan positif dan

diberikan pada pasien yang sudah bisa bernafas dengan adekuat.


XX.Tujuan pemberian mode ini adalah untuk mencegah atelektasis dan
melatih otot-otot pernafasan sebelum pasien dilepas dari ventilator.
XXI.
XXII. Sistem Alarm
XXIII.

Ventilator digunakan untuk mendukung hidup. Sistem alarm perlu

untuk mewaspadakan perawat tentang adanya masalah. Alarm tekanan rendah


menandakan adanya pemutusan dari pasien (ventilator terlepas dari pasien),
sedangkan alarm tekanan tinggi menandakan adanya peningkatan tekanan,

misalnya pasien batuk, cubing tertekuk, terjadi fighting, dll. Alarm volume
rendah menandakan kebocoran. Alarm jangan pernah diabaikan tidak dianggap
dan harus dipasang dalam kondisi siap.
XXIV.
XXV. Pelembaban dan suhu.
XXVI.

Ventilasi mekanis yang melewati jalan nafas buatan meniadakan

mekanisme pertahanan tubuh unmtuk pelembaban dan penghangatan. Dua


proses ini harus digantikan dengan suatu alat yang disebut humidifier. Semua
udara yang dialirkan dari ventilator melalui air dalam humidifier dihangatkan
dan dijenuhkan. Suhu udara diatur kurang lebih sama dengan suhu tubuh. Pada
kasus hipotermi berat, pengaturan suhu udara dapat ditingkatkan. Suhu yang
terlalu itnggi dapat menyebabkan luka bakar pada trachea dan bila suhu terlalu
rendah bisa mengakibatkan kekeringan jalan nafas dan sekresi menjadi kental
sehingga sulit dilakukan penghisapan.
XXVII.
XXVIII.

Fisiologi Pernapasan Ventilasi Mekanik

XXIX. Pada pernafasan spontan inspirasi terjadi karena diafragma dan otot
intercostalis berkontrkasi, rongga dada mengembang dan terjadi tekanan negatif
sehingga aliran udara masuk ke paru, sedangkan fase ekspirasi berjalan secara
pasif.
XXX. Pada pernafasan dengan ventilasi mekanik, ventilator mengirimkan udara
dengan memompakan ke paru pasien, sehingga tekanan sselama inspirasi adalah
positif dan menyebabkan tekanan intra thorakal meningkat. Pada akhir inspirasi
tekanan dalam rongga thorax paling positif.
XXXI.
XXXII.

Efek Ventilasi mekanik

XXXIII.

Akibat dari tekanan positif pada rongga thorax, darah yang kembali

ke jantung terhambat, venous return menurun, maka cardiac output juga menurun.
Bila kondisi penurunan respon simpatis (misalnya karena hipovolemia, obat dan
usia lanjut), maka bisa mengakibatkan hipotensi. Darah yang lewat paru juga
berkurang karena ada kompresi microvaskuler akibat tekanan positif sehingga
darah yang menuju atrium kiri berkurang, akibatnya cardiac output juga
berkurang. Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi gangguan oksigenasi. Selain itu
bila volume tidal terlalu tinggi yaitu lebih dari 10-12 ml/kg BB dan tekanan lebih
besar dari 40 CmH2O, tidak hanya mempengaruhi cardiac output (curah jantung)
tetapi juga resiko terjadinya pneumothorax.
XXXIV.

Efek pada organ lain:

XXXV. Akibat cardiac output menurun; perfusi ke organ-organ lainpun menurun


seperti hepar, ginjal dengan segala akibatnya. Akibat tekanan positif di rongga
thorax darah yang kembali dari otak terhambat sehingga tekanan intrakranial
meningkat.
XXXVI.
XXXVII. Komplikasi Ventilasi Mekanik (Ventilator)
XXXVIII.

Ventilator adalah alat untuk membantu pernafasan pasien, tapi bila

perawatannya tidak tepat bisa, menimbulkan komplikasi seperti:


1. Pada paru
a. Baro trauma: tension pneumothorax, empisema sub cutis, emboli udara
vaskuler.
b. Atelektasis/kolaps alveoli diffuse
c. Infeksi paru
d. Keracunan oksigen
e. Jalan nafas buatan: king-king (tertekuk), terekstubasi, tersumbat.
f. Aspirasi cairan lambung
g. Tidak berfungsinya penggunaan ventilator
h. Kerusakan jalan nafas bagian atas
XXXIX.
2. Pada sistem kardiovaskuler
XL. Hipotensi, menurunya cardiac output dikarenakan menurunnya aliran
balik vena akibat meningkatnya tekanan intra thorax pada pemberian ventilasi
mekanik dengan tekanan tinggi.
XLI.
3. Pada sistem saraf pusat
a. Vasokonstriksi cerebral
XLII. Terjadi karena penurunan tekanan CO2 arteri (PaCO2) dibawah
normal akibat dari hiperventilasi.
b. Oedema cerebral
XLIII.Terjadi karena peningkatan tekanan CO2 arteri diatas normal akibat
dari hipoventilasi.
c. Peningkatan tekanan intra kranial
d. Gangguan kesadaran
e. Gangguan tidur.
XLIV.
4. Pada sistem gastrointestinal
a. Distensi lambung, illeus

b. Perdarahan lambung.
XLV.
5. Gangguan psikologi
XLVI.
XLVII.

Prosedur Pemberian Ventilator

XLVIII.

Sebelum memasang ventilator pada pasien. Lakukan tes paru pada

ventilator untuk memastikan pengesetan sesuai pedoman standar. Sedangkan


pengesetan awal adalah sebagai berikut:
1. Fraksi oksigen inspirasi (FiO2) 100%
2. Volume Tidal: 4-5 ml/kg BB
3. Frekwensi pernafasan: 10-15 kali/menit
4. Aliran inspirasi: 40-60 liter/detik
5. PEEP (Possitive End Expiratory Pressure) atau tekanan positif akhir
ekspirasi: 0-5 Cm, ini diberikan pada pasien yang mengalami oedema paru
dan untuk mencegah atelektasis. Pengesetan untuk pasien ditentukan oleh
tujuan terapi dan perubahan pengesetan ditentukan oleh respon pasien yang
ditujunkan oleh hasil analisa gas darah (Blood Gas)
XLIX. .
L.

Kriteria Penyapihan
LI.

Pasien yang mendapat bantuan ventilasi mekanik dapat dilakukan

penyapihan bila memenuhi kriteria sebagai berikut:


Kapasitas vital 10-15 ml/kg BB
Volume tidal 4-5 ml/kg BB
Kekuatan inspirasi 20 cm H2O atau lebih besar
Frekwensi pernafasan kurang dari 20 kali/menit.
LII.
LIII.

LIV. FISIOLOGI PERNAPASAN VENTILASI MEKANIK


LV.
Napas Spontan
-

diafragma dan otot intercostalis berkontraksi rongga dada mengembang


terjadi tekanan (-) aliran udara masuk ke paru dan berhenti pada akhir
inspirasi

fase ekspirasi berjalan secara pasif

LVI.
Pernapasan dengan ventilasi mekanik

udara masuk ke dalam paru karena ditiup, sehingga tekanan rongga thorax (+)

pada akhir inspirasi tekanan dalam rongga thorax paling positif

ekspirasi berjalan pasif.

LVII.

LVIII.

EFEK VENTILASI MEKANIK

LIX.
Pada Kardiovaskuler
-

Akibat dari tekanan posistif pada rongga thorax darah yang kembali ke
jantung terhambat venous return menurun maka cardiac out put menurun.

Darah yang lewat paru juga berkurang karena ada kompresi microvaskuler
akibat tekanan (+) sehingga darah berkurang cardiac out put menurun.

Bila tekanan terlalu tinggi bisa terjadi ex oksigenasi.

LX.
Pada organ Lain
-

Akibat cardiac out put menurun perfusi ke organ lainpun akan menurun
seperti, hepar, ginjal, otak dan segala akibatnya.

Akibat tekanan (+) di rongga thorax darah yang kembali dari otak terhambat
TIK meningkat.

LXI.

LXII. TERAPI OXIGEN


LXIII. Setelah jalan nafas bebas, maka selanjutnya tergantung dari derajat hipoksia
atau hiperkabinya serta keadaan penderita.
LXIV.
LXV. Pontiopidan memberi batasan mekanik, oksigenasi dan ventilasi untuk
menentukan tindakan selanjutnya (lihat tabel)
LXVI. PARAMETER

1. MEKANIK
-

Frekwensi nafas

Vital
(ml/kg)

LXVII.
ACC
APTABLE
RANGE
(TIDAK
PERLU
TERAPI
KHUSUS)
LXXI.

LXVIII. FISIO
TERAPI
DADA,
TERAPI
OKSIGEN,
MONITORIN
G KETAT
LXXXI.

12 - 25

LXXXII. 25

capacity 70 - 30
LXXII.

Inspiratori force, LXXIII.


CmH2O

35

50

LXXXIII. 30
100 -

15
LXXXIV.

LXIX. INTUBASI
TRACHEOSTO
MI VENTILASI
MEKANIK.

XCV.

- XCVI. > 35
XCVII.

< 15

- XCVIII.
XCIX. < 25
C.

2. OKSIGENASI
-

LXXIV.

LXXXV. 50

A - aDO2 100% LXXV.

25

CII.

> 350

O2 mmHg

50 - 200

LXXXVI.

CIII.

PaO2 mmHg

LXXVI.

LXXXVII.

CIV.

< 70

100 - 75

LXXXVIII.

CV.

( O2 Mask )

LXX.
3. VENTILASI

LXXVII.

VD / VT

LXXVIII.

PaCO2

LXXIX.

(Air)

LXXX.
45

00 - 350
LXXXIX.

0,3

0,4

- XC.
XCI.

35

200 - 70
( O2 Mask)

- XCII.
XCIII. 0,4 - 0,6
XCIV. 5 - 60

CIX.

- CI.

CVI.
CVII. 0,6
CVIII. 60

CX. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


CXI. BANTUAN VENTILASI MEKANIK (VENTILATOR)
CXII.
I.

Pengkajian
CXIII. Hal-hal yang perlu dikaji pada psien yang mendapat nafas buatan dengan
ventilator adalah:
1. Biodata
CXIV.

Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama,

alamt, dll.
CXV.

Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang

status sosial ekonomi, adat kebudayaan dan keyakinan spritual pasien,


sehingga mempermudah dalam berkomunikasi dan menentukan tindakan
keperawatan yang sesuai.
2. Riwayat penyakit/riwayat keperawatan
CXVI.

Informasi mengenai latar belakang dan riwayat penyakit yang

sekarang dapat diperoleh melalui oranglain (keluarga, tim medis lain) karena
kondisi pasien yang dapat bentuan ventilator tidak mungkin untuk
memberikan data secara detail. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui
kemungkinan

penyebab

atau

faktor

pencetus

terjadinya

gagal

nafas/dipasangnya ventilator.
3. Keluhan
CXVII.

Untuk mengkaji keluhan pasien dalam keadaan sadar baik, bisa

dilakukan dengan cara pasien diberi alat tulis untuk menyampaikan


keluhannya. Keluhan pasien yang perlu dikaji adalah rasa sesak nafas, nafas
terasa berat, kelelahan dan ketidaknyamanan.
CXVIII.

B. 1. Sistem pernafasan

a. Setting ventilator meliputi:


Mode ventilator
-

CR/CMV/IPPV (Controlled Respiration/Controlled Mandatory


Ventilation/Intermitten Positive Pressure Ventilation)

SIMV (Syncronized Intermitten Mandatory Ventilation)

ASB/PS (Assisted Spontaneus Breathing/Pressure Suport)

CPAP (Continous Possitive Air Presure)

FiO2: Prosentase oksigen yang diberikan


PEEP: Positive End Expiratory Pressure
Frekwensi nafas

b. Gerakan nafas apakah sesuai dengan irama ventilator


c. Expansi dada kanan dan kiri apakah simetris atau tidak
d. Suara nafas: adalah ronkhi, whezing, penurunan suara nafas
e. Adakah gerakan cuping hidung dan penggunaan otot bantu tambahan
f. Sekret: jumlah, konsistensi, warna dan bau
g. Humidifier: kehangatan dan batas aqua
h. Tubing/circuit ventilator: adakah kebocoran tertekuk atau terlepas
i. Hasil analisa gas darah terakhir/saturasi oksigen
j. Hasil foto thorax terakhir
CXIX. B. 2. Sistem kardiovaskuler
CXX.

Penkajian kardiovaskuler dilakukan untuk mengetahui

adanmya

gangguan hemodinamik yang diakibatkan setting ventilator (PEEP terlalu


tinggi) atau disebabkan karena hipoksia. Pengkajian meliputi tekanan darah,
nadi, irama jantung, perfusi, adakah sianosis dan banyak mengeluarkan
keringat.
CXXI. B. 3. Sistem neurologi
CXXII.

Pengkajian meliputi tingkat kesadaran, adalah nyeri kepala, rasa

ngantuk, gelisah dan kekacauan mental.


CXXIII.

B. 4. Sistem urogenital

CXXIV. Adakah penurunan produksi urine (berkurangnya produksi urine


menunjukkan adanya gangguan perfusi ginjal)
CXXV.B. 5. Status cairan dan nutrisi
CXXVI. Status cairan dan nutrisi penting dikaji karena bila ada gangguan
status nutrisi dn cairan akan memperberat keadaan. Seperti cairan yang
berlebihan dan albumin yang rendah akan memperberat oedema paru.
4. Status psycososial
CXXVII. Pasien yang dirawat di ICU dan dipasang ventilator sering
mengalami depresi mental lyang dimanifestasikan berupa kebingungan,
gangguan orientasi, merasa terisolasi, kecemasan dan ketakutan akan
kematian.
CXXVIII.
II.

Diagnosa Keperawatan
CXXIX.

Diagnosa keperawatan yang sering terjadi pada pasien yang

mendapat bentuan nafas mekanik/dipasang ventilator diantaranya adalah:


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sekret
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sekresi tertahan, proses

penyakitnya
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan, pengesetan
ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang endotracheal
4. Cemas berhubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian
5. Gangguan pemenuhan komunikasi verbal berhubungan dengan pemasangan
selang endotracheal
6. Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas berhubungan dengan
pemasangan selang endotracheal
7. Resiko tinggi terjadinya trauma atau cedera berhubungan dengan ventilasi
mekanis, selang endotracheal, ansietas, stress
8. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan ventilasi mekanis, letak selang
endotracheal
CXXX.
III.

Perencanaan
1. Diagnosa Keperawatan
CXXXI.

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan

peningkatan produksi sekret


CXXXII.

Tujuan:

CXXXIII.

Meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas.

CXXXIV.

Kriteria hasil:

Bunyi napas terdengar bersih.


Ronchi tidak terdengar.
Tracheal tube bebas sumbatan.
CXXXV.

Tindakan keperawatan:

CXXXVI. INTERVENSI
CXXXVIII.
CLXXXI. Auskultasi bunyi napas
1
tiap 2-4 jam dan kalau diperlukan.
CXXXIX.
CLXXXII.
CXL.CLXXXIII.
Lakukan pengisapan
CXLI. bila terdengar ronchi dengan cara:
2 a. jelaskan pada pasien tentang
CXLII. tujuan dari tindakan pengisapan.
CXLIII.
b. Berikan oksigen dengan O2 100 %
CXLIV. sebelum dilakukan pengisapan,
CXLV. minimal 4 - 5 X pernapasan.
CXLVI.
c. Perhatikan teknik aseptik, gunakan
CXLVII.sarung tangan steril, kateter
CXLVIII.
pengisap steril.
CXLIX.
d. Masukan kateter kedalam selang
CL.
ET dalam keadaan tidak mengisap
CLI. (ditekuk), lama pengisapan tidak
CLII. lebih dari 10 detik.
CLIII.
e. Atur tekanan isap tidak lebih dari

CXXXVII.RASIONAL
CXCVII.
CCXL.Mengevaluasi
keefetifan
1
jalan napas.
CXCVIII.
CCXLI.
CXCIX.
CCXLII.
CC. CCXLIII.
2 a. Dengan mengertinya tujuan
CCI.
tindakan yang akan dilakukan
CCII. pasien bisa berpartisipasi aktif.
CCIII.
b. Memberi cadangan O2 untuk
CCIV. menghindari hipoksia.
CCV.c. Mencegah infeksi nosokomial.
CCVI.
CCXLIV.
CCVII.
CCXLV.
CCVIII.
d. Aspirasi
lama
dapat
CCIX. menimbulkan hipoksia, karena
CCX. tindakan pengisapan akan
CCXI. mengeluarkan sekret dan O2.
CCXII.
e. Tindakan
negatif
yang

CLIV. 100 - 120 mmHg.


CLV.CLXXXIV.
CLVI.
f. Lakukan oksigenasi lagi dengan
CLVII. O2 100 % sebelum melakukan
CLVIII. pengisapan berikutnya.
CLIX.
g. Lakukan pengisapan berulangCLX. ulang sampai suara napas bersih.
CLXI.
CLXXXV.
CLXII.
CLXXXVI.
Pertahankan
suhu
CLXIII.humidifer tetap hangat (35 - 37,8 o
CLXIV.C
3 CLXXXVII.
Monitor
statur
CLXV. hidrasi pasien
CLXVI.
CLXXXVIII.
4 CLXXXIX.
Melakukan
CLXVII.fisioterapi napas / dada sesuai
CLXVIII.
indikasi dengan cara clapping,
5
fibrasi dan pustural drainage.
CLXIX.
CXC.
CLXX.
CXCI. Berikan obat mukolitik sesuai
CLXXI.indikasi / program.
CLXXII.
CXCII.
6 CXCIII. Kaji suara napas sebelum
CLXXIII.
dan sesudah melakukan tindakan
CLXXIV.
pengisapan.
CLXXV.
CXCIV.
7 CXCV.Observasi tanda-tanda vital
CLXXVI.
sebelum dan sesudah melakukan
CLXXVII.
tindakan.
CLXXVIII.
CXCVI.
8
CLXXIX.
CLXXX.
CCLXII.

CCXIII. berlebihan dapat merusak


CCXIV. mukosa jalan napas.
CCXV.
f. Memberikan cadangan oksigen
CCXVI. dalam paru.
CCXVII.
CCXLVI.
CCXVIII.
g. Menjamin keefektifan jalan
CCXIX. napas.
CCXX.
CCXLVII.
CCXXI.
CCXLVIII. Membantu
CCXXII.mengencerkan skret.
CCXXIII.
CCXLIX.
3 CCL. Mencegah sekresi menjadi
CCXXIV.
kental.
CCXXV.
CCLI.
4 CCLII. Memudahkan
pelepasan
CCXXVI.
sekret.
CCXXVII.
CCLIII.
5 CCLIV.
CCXXVIII.
CCLV.
CCXXIX.
CCLVI.
Mengencerkan sekret.
CCXXX.
CCLVII.
CCXXXI.
CCLVIII.
6 CCLIX. Menentukan
lokasi
CCXXXII.
penumpukan
sekret,
CCXXXIII.
mengevaluasi
kebersihan
CCXXXIV.
tindakan
7 CCLX.Deteksi
dini
adanya
CCXXXV.
kelainan.
CCXXXVI.
CCLXI.
CCXXXVII.
8
CCXXXVIII.
CCXXXIX.

2. Diagnosa Keperawatan
CCLXIII.

Gangguan pertukaran gas sehubungan dengan sekresi

tertahan, proses penyakitnya


CCLXIV.

Tujuan: Pertukaran gas kembali normal.

CCLXV.

Kriteria hasil:

Hasil analisa gas darah normal yang terdiri dari:


-

PH (7,35 - 7,45)

PO2 (80 - 100 mmHg)

PCO2 (35 - 45 mmHg)

BE (-2 - + 2)

Tidak sianosis

CCLXVI.

Tindakan keperawatan:

CCLXVII. INTERVENSI
CCLXVIII.RASIONAL
CCLXIX.
CCLXXVIII.
Cek analisa gas CCLXXXII.
CCXCI. Evaluasi

1
darah setiap 10 - 30 menit
CCLXX. setelah perubahan setting
CCLXXI. ventilator.
CCLXXII.
CCLXXIX.
Monitor hasil
2
analisa gas darah (blood gas)
CCLXXIII.atau
oksimeteri
selama
CCLXXIV.periode penyapihan.
CCLXXV.
CCLXXX. Pertahankan
jalan
3
napas bebas dari skresi.
CCLXXVI.
CCLXXXI.
Monitor tanda
CCLXXVII.
dan gejala hipoksia
4
CCXCVII.

1
keefektifan
setting
CCLXXXIII.
ventilator yang diberikan
CCLXXXIV.
CCXCII.
CCLXXXV.
CCXCIII. Evaluasi
2
kemampuan bernapas
CCLXXXVI.
CCXCIV.
CCLXXXVII.
CCXCV. Sekresi
CCLXXXVIII.
menghambat kelancaran
3
udara napas.
CCLXXXIX.
CCXCVI. Diteksi
dini
CCXC. adanya kelainan.
4

3. Diagnosa Keperawatan
4.Ketidak efektifan pola nafas sehubungan dengan kelelahan, pengesetan
ventilator yang tidak tepat, obstruksi selang endotracheal
5.Tujuan: Pola napas efektif.
6.Kriteria hasil:
Napas sesuai dengan irama ventilator.
Volume napas adekuat.
Alarm tidak berbunyi.
7.
8.Tindakan keperawatan:
11.
1
12.
13.
2
14.
15.
3
16.
17.
18.
19.
4
20.
21.
22.
5
23.

9. INTERVENSI
29. Lakukan pemeriksaan
ventilator tiap 1 - 2
jam.
30. Evaluasi semua alarm
dan
tentukan
penyebabnya.
31. Pertahankan
alat
resusitasi manual (bag
& mask) pada posisi
tempat tidur sepanjang
waktu.
32. Monitor
selang
/
cubbing ventilator dari
terlepas , terlipat,
bocor atau tersumbat.
33. Evaluasi tekanan atau
kebocoran balon cuff.
34. Masukan penahan gigi
(pada pemasangat ETT
lewat oral)
35. Amankan selang ETT
dengan fiksasi yang
baik.
36. Monitor suara dan
pergerakan dada secara
teratur.

24.
6
25.
26.
7
27.
28.
8
65.
66. Diagnosa Keperawatan

37.
1
38.
39.
2
40.
41.
3
42.
43.
44.
45.
4
46.
47.
48.
5
49.
50.
6
51.
52.
7
53.
54.
8
55.

10. RASIONAL
56. Diteksi dini adanya
kelainan atau gg.
fungsi ventilator.
57. Bunyi
alarm
menunjukan adanya
gg.
Fungsi
ventilator.
58. Memudahkan
melakukan
pertolongan
bila
sewaktu/waktu ada
gangguan
fungsi
ventilator.
59. Mencegah
berkurangnya aliran
udara napas.
60.
61. Mencegah
berkurangnya aliran
udara napas.
62. Mencegah
tergigitnya selang
ETT
63. Mencegah terlepas /
tercabutnya selang
ETT.
64. Evaluasi keefektifan
jalan napas.

67.

Cemas sehubungan dengan penyakit kritis, takut terhadap kematian

68.

Tujuan: Cemas berkurang atau hilang

69.

Kriteria hasil: Mampu mengekspresikan kecemasan, tidak gelisah,

kooperatif.
70.

Tindakan keperawatan:
73.
1
74.
75.
2
76.
77.
78.
3
79.
4
80.
5
81.
82.
83.

71. INTERVENSI
87. Lakukan komunikasi
terapiutik.
88.
89. Dorong pasien agar
mampu
mengekspresikan
perasaannya.
90.
91. Berikan sentuhan kasih
sayang.
92. Berikan
support
mental.
93. Berikan
kesempatan
pada keluarga dan
orang-orang
yang
dekat dengan klien
untuk
mengunjungi
pada saat-saat tertentu.
94. Berikan
informasi
realistis pada tingkat
pemahaman klien.

95.
1
96.
97.
2
98.
99.
100.
3
101.
4
102.
5
103.
104.
105.
106.
107.
6

84.

72. RASIONAL
108. Membina
hubungan
saling
percaya.
109. Menggali
perasaan
dan
permasalahan yang
sedang
dihadapi
klien.
110. Mengurangi
cemas.
111. Mengurangi
cemas.
112. Kehadiran orangorang yang dicintai
meningkatkan
semangat
dan
motivasi
untuk
sembuh.
113.
114. Memahami tujuan
pemberian
atau
pemasangan
ventilator.

85.
6
86.
115.
116. Diagnosa Keperawatan
117.

Gangguan pemenuhan komunikasi verbal sehubungan dengan

pemasangan selang endotracheal


118.

Tujuan: Mempertahankan komunikasi

119.

Kriteria hasil: Klien dapat berkomunikasi dgn menggunakan metode

alternatif.
120.

Tindakan keperawatan:
123.
1
124.
125.

121. INTERVENSI
128. Berikan
papan,
kertas dan pensil,
gambar
untuk
komunikasi,
ajukan
pertanyaan
dengan

130.
1
131.
132.
133.

122. RASIONAL
135. Mempermudah
klien
untuk
mengemukakan
perasaan / keluhan
dengan

126.
127.
2

jawaban ya atau tidak.


129. Yakinkan
klien
bahwa suara akan
kembali bila ETT
dilepas.

134.
2

berkomunikasi.
136. Mengurangi
cemas.

137.
138. Diagnosa Keperawatan
139.

Resiko tinggi terjadinya infeksi saluran nafas sehubungan dengan

pemasangan selang endotracheal


140.

Tujuan:

141.

Tidak terjadi infeksi saluran napas s/d pemasangan selang ETT /

ventilator
142.

Kriteria hasil:

Suhu tubuh normal (36 - 37,5 C)


Warna sputum jernih.
Kultur sputum negatif.
143.

Tindakan keperawatan:
146.
1
147.
148.
149.
2
150.
151.
152.
3
153.
154.
155.
4
156.
157.
5
158.
159.
160.
6

144. INTERVENSI
166. Evaluasi
warna,
jumlah,
konsistensi
dan
bauh
sputum
setiap kali pengisapan.
167. Lakukan
pemeriksaan
kultur
sputum
dan
test
sensitifitas
sesuai
indikasi.
168. Pertahanakan teknik
aseptik
pada
saat
melakukan pengisapan
(succion)
169. Jaga kebersihan bag
& mask.
170.
171. Lakukan
pembersihan
mulut,
hidung dan rongga
faring setiap shitf.
172. Ganti selang / tubing
ventilator 24 - 72 jam.
173. Monitor tanda-tanda
vital yang menunjukan
adanya infeksi.
174. Berikan antibiotika
sesuai program dokter.

175.
1
176.
177.
178.
2
179.
180.
181.
3
182.
183.
184.
4
185.
186.
5
187.
188.
189.
6
190.
191.
7
192.
193.
8

145. RASIONAL
194. Indikator untuk
menilai
adanya
infeksi jalan napas.
195.
196. Menentukan jenis
kuman
dan
sensitifitasnya
terhadap antibiotik.
197. Mencegah infeksi
nosokomial.
198.
199. Lingkungan kotor
merupakan media
pertumbuhan
kuman.
200. Lingkungan kotor
merupakan media
pertumbuhan
kuman.
201.
202. Menjamin selang
ventilator
tetap
bersih dan steril.
203. Diteksi dini.
204.
205. Antibiotika
bersifat baktericide.

161.
162.
7
163.
164.
8
165.
206.
207. Diagnosa Keperawatan
208.

Resiko tinggi terjadinya trauma atau cedera sehubungan dengan

ventilasi mekanis, selang endotracheal, ansietas, stress


209.

Tujuan: Bebas dari cedera selama ventilasi mekanik.

210.

Kriteria hasil:

Tidak terjadi iritasi pada hidung maupun jalan napas.


Tidak terjadi barotrauma.
211.

Tindakan keperawatan:
214.
1
215.
216.
217.
2
218.
219.
220.
3
221.
222.
223.
4
224.
225.
5
226.
227.
228.

212. INTERVENSI
232. Monitor ventilator
terhadap peningkatan
secara tajam.
233.
234. Yakinkan
napas
pasien sesuai dengan
irama ventilator
235.
236. Mencegah terjadinya
fighting kalau perlu
kolaborasi
dengan
dokter untuk memberi
sedasi.
237. Observasi tanda dan
gejala barotrauma.
238. Lakukan pengisapan
lendir dengan hati-hati
dan gunakan kateter
succion yang lunak
dan ujungnya tidak
tajam.
239. Lakukan restrain /
fiksasi bila pasien
gelisah.
240. Atur posisi selang /
tubing
ventilator
dengan cepat.

241.
1
242.
243.
244.
2
245.
246.
247.
3
248.
249.
250.
4
251.
252.
5
253.
254.
255.
256.
6
257.
258.
7
259.

213. RASIONAL
260. Peningkatan
secara tajam dapat
menimbulkan
trauma jalan napas
(barutrauma)
261. Napas
yang
berlawanan dengan
mesin
dapat
menimbulkan
trauma.
262. Napas
yang
berlawanan dengan
mesin
dapat
menimbulkan
trauma.
263. Diteksi dini.
264.
265. Mencegah iritasi
mukosa jalan napas.
266.
267.
268. Mencegah
terekstubasinya
ETT
(ekstubasi
sendiri)
269. Mencegah trauma
akibat
penekanan
selang ETT.

229.
6
230.
231.
7
270.
271. Diagnosa Keperawatan
272.

Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan ventilasi mekanis, letak

selang endotracheal
273.

Tujuan: Merasa nyaman selama dipasang ventilator.

274.

Kriteria hasil:

Klien tidak gelisah.


Klien dapat istirahat dan tidur dengan tenang.
275.

Tindakan keperawatan:
278.
1
279.
280.
2
281.
282.
3
283.
284.
285.
286.
4

308.

276. INTERVENSI
287. Atur posisi selang
ETT
dan
Tubing
ventilator.
288. Atur
sensitivitas
ventilator.
289.
290. Atur posisi tidur
dengan
menaikkan
bagian kepala tempat
tidur, kecuali
ada
kontra indikasi.
291. Kalau
perlu
kolaborasi
dengan
kokter untuk memberi
analgesik dan sedasi.

292.
1
293.
294.
2
295.
296.
3
297.
298.
299.
300.
4

277. RASIONAL
301. Mencegah
penarikan
dan
penekanan.
302. Menurunkan
upaya
pasien
melakukan
pernapasan.
303. Meningkatkan
rasa nyaman.
304.
305.
306.
307. Mengurangi rasa
nyeri

You might also like