You are on page 1of 35

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program pendidikan D-III Keperawatan bertujuan menghasilkan lulusan yang
memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang memadai
serta

memiliki

keterampilan

profesional

baik

keterampilan

intelektual,

interpersonal, maupun teknikal. Sebagai pendidikan yang bersifat akademik


profesional maka dalam proses pembelajaran dikembangkan berbagai metode
pembelajaran yang membutuhkan kemampuan penguasaan berbagai cabang
keilmuan yang mendukung keterampilan profesional salah satunya melalui
Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) atau Praktik Lapangan.
Dengan metode tersebut di atas peserta didik diharapkan mendapatkan
kesempatan untuk berlatih bekerja di masyarakat, menumbuhkan sosialisasi
profesional, mengambil keputusan lapangan, peka terhadap situasi masalah
kesehatan

dan respon masyarakat

serta mampu

mengaplikasikan

ilmu

keperawatan dalam pemecahan masalah kesehatan di masyarakat.


Praktik Asuhan Keperawatan Gerontik II merupakan kegiatan pembelajaran
dalam bentuk praktik lapangan pada sasaran usia lanjut yang berada di institusi
(Panti Werda) baik berupa asuhan individu maupun asuhan keperawatan
kelompok dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan selama 2
minggu. Penekanan praktik adalah pada penerapan asuhan keperawatan usia lanjut
dengan berdasarkan pada konsep dan teori keperawatan gerontik dalam upaya
membantu klien memperoleh dan mempertahankan kesehatan pada tingkatan yang
optimal, kesejahteraan dan kualitas hidup, meningkatkan kemandirian klien, serta
untuk mempersiapkan diri terhadap datangnya kematian secara damai.
Kelompok lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas (Hardywinoto dan Setiabudhi, 1999).
Keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan telah menurunkan angka
kematian umum, angka kematian bayi, dan angka kelahiran. Hal ini berdampak
pada meningkatnya usia harapan hidup bangsa Indonesia dan meningkatnya
jumlah penduduk golongan lanjut usia.
Pertumbuhan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia tercatat
sebagai paling pesat di dunia dalam kurun waktu tahun 1990-2025. Jumlah lansia

yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau
sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia
akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika
Serikat.
Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, harapan hidup penduduk
Indonesia rata-rata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi
menurut kajian WHO (1999) harapan penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun,
menempati peringkat ke-103 dunia. Nomor satu adalah Jepang (74,5 tahun).
Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita
golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen
populasi lain, populasi lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasi lain. Disamping itu, oleh karena
aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini selalu membutuhkan
derajat keperawatan yang tinggi.
Lanjut usia atau lansia identik dengan demensia atau pikun dan perlu
diketahui bahwa pikun bukanlah hal yang normal pada proses penuaan. Lansia
dapat hidup normal tanpa mengalami berbagai gangguan memori dan perubahan
tingkah laku seperti yang dialami oleh lansia dengan demensia. Sebagian besar
orang mengira orang bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh
para lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua
tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R.J.et al.2003).
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada
kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai
5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai
20 hingga 40 persen.
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen
diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia
tipe Alzheimer (Alzheimers diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer
meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun
prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia
90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen.

Proses penuaan tidak dapat dihambat, baik penuaan otak maupun fisik. Otak
akan atropi, sel pyramidal neuron di neokortek dan hipokampus akan mengkerut,
pengurangan dendrit dan sinaps. Seiring dengan itu maka gerakan dan reaksi akan
melambat, akan tetapi kaum tua masih dapat lari ataupun bermain tenis
secukupnya. Ingatan akan kata berkurang tetapi memori, semantik, pengetahuan,
dan vocabulary tidaklah akan menurun (Sjahrir,1999).
Peningkatan dengan jumlah orang yang mencapai usia tua telah menjadi
masalah besar bagi pelayanan psikiatri. Lebih banyak orang hidup sampai tua,
dimana mereka berisiko untuk demensia serta lebih sedikit orang muda ada untuk
merawatnya. Proses penuaan secara normal membawa perubahan mental maupun
fisik. Penurunan intelektual mulai terlihat pada dewasa muda, dan semakin jelas
pada usia tua. Kesulitan mengingat berbentuk lambatnya dan buruknya daya ingat,
lupa senilis yang ringan biasanya lupa nama atau hal lain yang relative tidak
penting. Penuaan juga melibatkan perubahan sosial dan psikologi. Penuaan fisik
dan pensiun dari pekerjaan menimbulkan penarikan diri bertahap dari masyarakat
sejalan dengan itu terjadi penyempitan minat dan pandangan ketakmampuan
menerima pemikiran baru, kecenderungan memikirkan hal yang lampau dan
mempunyai pandangan konservatif.peruabahan ini semakin cepat pada orang tua
yang menderita penyakit mental.
Hal ini akan menitikberatkan pada demensia yang diderita oleh lansia dan
perawatan yang dapat dilakukan institusi sebagai support system yang penting
untuk penderita demensia. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis
melakukan pendekatan asuhan keperawatan kelompok terhadap pasien dengan
demensia.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu belajar melaksanakan asuhan keperawatan
kelompok pada lanjut usia dengan demensia berdasarkan pada konsep dan teori
keperawatan gerontik.
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan kegiatan asuhan keperawatan kelompok usia lanjut
mahasiswa dapat:
1. Mengkaji individu dan komunitas usia lanjut
2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada individu dan komunitas usia lanjut
3

3. Menyusun rencana asuhan keperawatan pada individu dan komunitas usia


lanjut
4. Melaksanakan intervensi keperawatan pada individu dan komuitas usia lanjut
5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan pada individu dan komunitas usia
lanjut
6. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada individu dan komunitas usia
lanjut
1.3 Ruang Lingkup
Ruang lingkup Praktek Keperawatan Gerontik adalah ditujukan pada
individu/kelompok usia lanjut yang tinggal di institusi dengan fokus pada meliputi
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan dan
pemulihan kesehatan dengan pendekatan proses keperawatan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEORI MENUA
2.1.1 Teori Biologis
Proses penuaan merupakan proses secara berangsur yang mengakibatkan
perubahan secara komulatif dan merupakan perubahan serta berakhir
dengan kematian. Teori biologis tentang penuaan dibagi menjadi :
1.

2.

Teori Instrinsik
Teori ini berati perubahan yang berkaitan dengan usia timbul akibat
penyebab dalam diri sendiri.
Teori Ekstrinsik
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan
pengaruh lingkungan.

Teori lain menyatakan bahwa teori biologis dapat dibagi menjadi :

Teori Genetik Clock


Teori tersebut menyatakan bahwa menua telah terprogram secara
genetik untuk species species tertentu. Tiap species mempunyai
didalam nuklei (inti selnya) suatu jam genetik yang telah diputar
menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan
akan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut
konsep ini bila jam kita berhenti kita akan meninggal dunia, meskipun
tanpa disertai kecelakaan lingkungan atau penyakit akhir yang
katastrofal. Konsep ini didukung kenyataan bahwa ini merupakan cara
menerangkan mengapa pada beberapa species terlihat adanya

perbedaan harapan hidup yang nyata.


Teori Mutasi Somatik ( teori error catastrophe )
Menurut teori ini faktor lingkungan yang menyebabkan mutasi
somatik, sebagai contoh diketahui bahwa radiasi dan zat kimia dapat
memperpendek

umur

sebaliknya

menghindarinya

dapat

memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang


progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan fungsi sel tersebut. Sebagai salah satu

hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah

hipotesis error catastrope.


Teori Auto imun
Dalam proses metabolisme tubuh , suatu saat diproduksi oleh zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat

tersebut, sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.


Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat dibentuk di alam bebas. Tidak stabilnya radikal
bebas mengakibatkan oksigenasi bahan - bahan organik seperti KH
dan protein. Radikal ini menyebabkan sel sel tidak dapat
beregenerasi.

2.1.2

Teori Sosial
Salah satu teori sosial yang berkenaan dengan proses penuaan adalah teori
pembebasan ( disengagement teori ). Teori tersebut menerangkan bahwa
dengan berubahnya usi seseorang secara berangsur angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lansia menurun, baik secara kualitatif maupun kuantitasnya
sehingga sering terjadi kehilangan ganda yaitu:
1. Kehilangan peran
2. Hambatan kontak fisik
3. Berkurangnya komitmen

2.1.3

Teori Psikologi
Teori tugas perkembangan :
Menurut Hangskerst, ( 1992 ) bahwa setiap individu harus memperhatikan
tugas perkembangan yang spesifik pada tiap tahap kehidupan yang akan
memberikan perasaan bahagia dan sukses. Tugas perkembangan yang
spesifik ini tergantung pada maturasi fisik, penghargaan kultural
masyarakat dan nilai serta aspirasi individu. Tugas perkembangan pada
dewasa tua meliputi penerimaan adanya penurunan kekuatan fisik dan
kesehatan, penerimaan masa pensiun dan penurunan income. Penerimaan
adanya kematian dari pasangannya dan orang orang yang berarti bagi
dirinya. Mempertahankan hubungan dengan grup yang seusianya, adopsi
dan adaptasi dengan peran sosial secara fleksibel dan mempertahankan
kehidupan secara memuaskan.
6

2.2 TEORI DEMENSIA


2.2.1 Pengertian Demensia
Demensia adalah sindroma klinis yang meliputi hilangnya fungsi intelektual
dan memori yang sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari
-hari. Demensia merupakan keadaan ketika seseorang mengalami penurunan daya
ingat dan daya pikir lain yang secara nyata mengganggu aktivitas kehidupan
sehari-hari (Nugroho, 2008). Sementara itu menurut Lumbantobing (1995)
demensia adalah himpunan gejala penurunan fungsi intelektual, umumnya
ditandai terganggunya minimal tiga fungsi yakni bahasa, memori, visuospasial,
dan emosional. Biasanya ini sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun. Di
Indonesia sering menganggap bahwa demensia ini merupakan gejala yang normal
pada setiap orang tua. Namun kenyataan bahwa suatu anggapan atau persepsi
yang salah bahwa setiap orang tua mengalami gangguan atau penurunan daya
ingat adalah suatu proses yang normal saja. Anggapan ini harus dihilangkan dari
pandangan masyarakat kita yang salah.
2.2.2

Penyebab Umum Dan Faktor Risiko Demensia


Penyebab demensia menurut Nugroho (2008) dapat digolongkan menjadi

3 golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal,
Sering pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin kelainan
terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim,
atau pada metabolisme seperti yang ditemukan pada penyakit alzheimer dan
demensia senilis.
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1) Penyakit degenerasi spino-serebelar.
2) Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3) Khorea Huntington
4) penyakit jacob-creutzfeld dll
3. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya :
7

1) Penyakit cerebro kardiovaskuler


2) Penyakit-penyakit metabolik
3) Gangguan nutrisi
4) Akibat intoksikasi menahun
5) Hidrosefalus komunikans
Faktor risiko yang sering menyebabkan lanjut usia terkena demensia adalah :

usia,

riwayat keluarga,

jenis kelamin perempuan.


Demensia

harus

bisa

kita

bedakan

dengan

retardasi

mental,

pseudodemensia, ganguan daya ingat atau intelektual yang akan terjadi dengan
berjalannya waktu dimana fungsi mental yang sebelumnya telah dicapai secara
bertahap akan hilang atau menurun sesuai dengan derajat yang diderita.
2.2.3

Perubahan Karakteristik dan Derajat Demensia


Demensia (pikun) adalah kemunduran kognitif yang sedemikian berat

sehingga mengganggu aktivitas hidup sehari- hari dan aktivitas sosial.


Kemunduran kognitif pada demensia biasanya diawali dengan kemunduran
memori atau daya ingat (pelupa). Demensia terutama yang disebabkan oleh
penyakit Alzheimer berkaitan erat dengan usia lanjut. Penyakit alzheimer ini 60%
menyebabkan kepikunan atau demensia dan diperkirakan akan meningkat terus.
Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan memori (daya ingat)
yang terjadi secara bertahap, termasuk kesulitan menemukan atau menyebutkan
kata yang tepat, tidak mampu mengenali objek, lupa cara menggunakan benda
biasa dan sederhana, seperti pensil, lupa mematikan kompor, menutup jendela
atau menutup pintu, suasana hati dan kepribadian dapat berubah, agitasi, masalah
dengan daya ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan
perilaku yang tidak biasa.
Gejala ini sangat bervariasi dan bersifat individual. Gejala bertahap
penyakit alzheimer dapat terjadi dalam waktu yang berbeda-beda, bisa lebih cepat
atau lebih lambat. Gejala tersebut tidak selalu merupakan penyakit alzheimer,

tetapi apabila gejala tersebut berlangsung semakin sering dan nyata, perlu
dipertimbangkan kemungkinan penyakit alzheimer (Nugroho, 2008).
Perubahan karakteristik dari demensia adalah :

Perubahan aktivitas sehari-hari,

Gangguan kognitif (gangguan daya ingat, bahasa, fungsi visuospasial),

Perubahan perilaku dan psikis (Behavior-Psycological Changes).

Gangguan perilaku dan psikologik pada lansia yang demensia sering ditemukan
sebagai BPSD (Behavioral & Psychological Symptoms of Dementia). Perubahan
tersebut bersifat multifaktor atau biopsikososial sehingga timbul masalah seperti:
perilaku agresif, wondering (suka keluyuran tanpa tujuan), gelisah, impulsive,
sering mengulang pertanyaan. Pada masalah psikologisnya: waham cemburu,
curiga, halusinasi, misidentitas.
Kriteria derajat demensia :
Ringan : walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas

sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan higiene personal cukup
dan penilaian umum yang baik.
Sedang : hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat

suportivitas.
Berat : aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak

berkesinambungan, inkoherensi.
2.2.4

Klasifikasi Demensia

Demensia dapat digolongkan beberapa bentuk yaitu :


a. Demensia Tipe Alzheimer
Dari semua pasien dengan demensia, 50 60 % memiliki demensia tipe ini.
Orang yang pertama kali mendefinisikan penyakit ini adalah Alois Alzheimer
sekitar tahun 1910. Demensia ini ditandai dengan gejala :

Penurunan fungsi kognitif dengan onset bertahap dan progresif,

Daya ingat terganggu, ditemukan adanya : afasia, apraksia, agnosia,


gangguan fungsi eksekutif,

Tidak mampu mempelajari / mengingat informasi baru,

Perubahan kepribadian (depresi, obsesitive, kecurigaan),

Kehilangan inisiatif.
Ada beberapa teori menjelaskan kemungkinan adanya faktor genetik, radikal

bebas, toksin amiloid, pengaruh logam alumunium, dan akibat infeksi virus.
Semakin dini penyakit demensia alzheimer dikenali, semakin baik hasil
penanganannya daripada penyakit yang sudah lanjut. Penyakit alzheimer muncul
sebagai gejala perubahan perilaku, kognisi, dan perubahan aktivitas hidup seharihari sehingga anggota keluarga dan orang terdekat yang mengenali perubahan
tersebut.
Faktor predisposisi dan resiko dari penyakit ini adalah usia, riwayat penyakit
alzheimer (keturunan), kelamin, pendidikan. Faktor resiko yang kemungkinan
juga berpengaruh ialah adanya keluarga dengan sindrom Down, fertilitas yang
kurang, kandungan alumunium pada air minum, dan defisiensi kalsium. Demensia
pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya,walaupun
pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post mortem telah ditemukan lose
selective neuron kolinergik yang strukturnya dan bentuk fungsinya juga terjadi
perubahan.

Pada makroskopik : penurunan volume gyrus pada lobus frontalis dan


temporal.

Pada mikroskopik : plak senilis dan serabut neurofibrilaris


Kerusakan dari neuron menyebabkan penurunan jumlah neurotransmiter. Hal

ini sangat mempengaruhi aktivitas fisiologis otak. Tiga neurotransmiter yang


biasanya terganggu pada Alzheimer adalah asetilkolin, serotorin dan norepinefrin.
Pada penyakit ini diperkirakan adanya interaksi antara genetik dan lingkungan
yang merupakan factor pencetus. Selain itu dapat berupa trauma kepala dan
rendahnya tingkat pendidikan.
Penyakit Alzheimer dibagi atas 3 stadium berdasarkan beratnya deteorisasi
intelektual :
Stadium I (amnesia): Stadium awal atau demensia ringan ditandai dengan gejala
yang sering diabaikan dan disalahartikan sebagai usia lanjut atau sebagai bagian
normal dari proses menua. Umumnya klien menunjukkan gejala kesulitan dalam
berbahasa, mengalami kemunduran daya ingat secara bermakna, disorientasi

10

waktu dan tempat, sering tersesat ditempat yang biasa dikenal, kesulitan membuat
keputusan, kehilangan inisiatif dan motivasi, dan kehilangan minat dalam hobi
dan agitasi.

Berlangsung 2-4 tahun

Amnesia menonjol

Gangguan : Diskalkulis

Memori jangka penuh

Perubahan emosi ringan

Memori jangka panjang baik

Keluarga biasanya tidak terganggu

Stadium II (Bingung) : Stadium menengah atau demensia sedang ditandai


dengan proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Pada
stadium ini, klien mengalami kesulitan melakukan aktivitas kehidupan seharihari dan menunjukkan gejala sangat mudah lupa terutama untuk peristiwa yang
baru dan nama orang, tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul
masalah, sangat bergantung pada orang lain, semakin sulit berbicara,
membutuhkan bantuan untuk kebersihan diri (ke toilet, mandi dan berpakaian),
dan terjadi perubahan perilaku, serta adanya gangguan kepribadian.

Berlangsung 2 10 tahun

Kemunduran aspek fungsi luhur (apraksia, afasia, agnosia, disorientasi)

Episode psikotik

Agresif

Salah mengenali keluarga

Stadium III (Akhir) : Stadium lanjut atau demensia berat ditandai dengan
ketidakmandirian dan inaktif total, tidak mengenali lagi anggota keluarga
(disorientasi personal), sukar memahami dan menilai peristiwa, tidak mampu
menemukan jalan di sekitar rumah sendiri, kesulitan berjalan, mengalami
inkontinensia (berkemih atau defekasi), menunjukkan perilaku tidak wajar
dimasyarakat, akhirnya bergantung dikursi roda atau tempat tidur.

Setelah 6 - 12 tahun

11

Memori dan intelektual lebih terganggu

Akinetik

Membisu

Inmontinensia urin dan alvi

Gangguan berjalan

Pedoman diagnostik menurut WHO (ICD-X)

Lupa kejadian yang baru saja dialami,

Kesulitan dalam melakukan pekerjaan sehari-hari,

Kesulitan dalam berbahasa,

Diserorientasi waktu dan tempat,

Tidak mampu membuat pertimbangan dan keputusan yang tepat,

Kesulitan berpikir abstrak,

Salah menaruh barang,

Perubahan suasana hati,

Perubahan perilaku / kepribadian,

Kehilangan inisiatif.

Pengobatan antara lain bagaimana cara kita lebih awal untuk mendeteksi AD
(Alzheimer Disease) serta memperkirakan siapa yang mempunyai faktor resiko
terkena penyakit ini sehingga dapat dicegah lebih awal. Pencegahan dapat juga
berupa perubahan dari gaya hidup (diet, kegiatan olahraga, aktivitas mental)
Tujuan penanganan Alzheimer :

Mempertahankan kualitas hidup yang normal

Memperlambat perburukan

Membantu keluarga yang merawat dengan memberi informasi yang tepat

Menghadapi kenyataan penyakit secara realita

b. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan
Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti:

Peningkatan reflek tendon dalam,

12

Respontar eksensor,

Palsi pseudobulbar,

Kelainan gaya berjalan,

Kelemahan anggota gerak.


Demensia vaskuler merupakan demensia kedua yang paling sering pada

lansia, sehingga perlu dibedakan dengan demensia Alzheimer. Pencegahan pada


demensia ini dapat dilakukan dengan menurunkan faktor resiko misalnya;
hipertensi, DM, merokok, aritmia. Demensia dapat ditegakkan juga dengan MRI
dan aliran darah sentral. Pedoman diagnostik penyakit demensia vaskuler :

Terdapat gejala demensia

Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata

Onset

2.2.5

mendadak

dengan

adanya

gejala

neurologis

fokal

Alat Ukur Demensia

Mini Mental State Examination (MMSE) adalah salah satu alat yang paling
umum untuk pemeriksaan penurunan kognitif pada dewasa tua dan lanjut usia.
MMSE dikembangkan untuk membedakan antara lanjut usia dengan atau tanpa
gangguan neuropsikiatri awal dalam proses penyakit. Dengan mengetahui lebih
awal gangguan neuropsikiatri orang tersebut maka dapat meningkatkan waktu
pengobatan farmakologis dan non farmakologis untuk menunda terjadinya
gangguan neuropsikiatri tersebut terutama gangguan kognitif. Hal ini juga
digunakan selama masa tindakan pada pasien yang menderita gangguan kognitif
untuk

menilai

perkembangan

penyakit.

MMSE mengajukan

pertanyaan

pertanyaan yang menilai lima bidang fungsi kognitif (orientasi, memori langsung,
perhatian / konsentrasi, daya ingat, bahasa). Skor MMSE yang rendah dalam
setiap faktor dapat memberikan gambaran demensia pada pasien tersebut. Studi
ini menunjukkan bahwa MMSE akurat mencerminkan profil kognitif orang
dewasa tua ( Kamajaya, 2014).

13

14

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK LANSIA
3.1 DATA UMUM
Identitas panti werda
a. Nama
: UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
b. Alamat
: Jl. PB Sudirman No.13, Wlingi-Blitar
3.2 DATA INTI
3.2.1 Sejarah berdirinya Panti Werda
Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar merupakan
Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur, yang melaksanakan
sebagian tugas Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur di Bidang Pelayanan,
Penyantunan dan Rehabilitasi Sosial bagi lanjut usia terlantar. Kapasitas tampung
lansia berjumlah 55 orang di Wlingi dan kapasitas untuk yang di Tulungagung
sejumlah 80 orang.
Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar berdiri sejak
tahun 1978 yang difungsikan sebagai Kantor Penghubung Sosial. Kemudian pada
tahun 1982 berubah nama menjadi Panti Werdha Wlingi di bawah naungan Dinas
Sosial Kabupaten Blitar, dengan bentuk bangunan yang sederhana.
Kemudian pada tahun 2000 dengan adanya Otonomi Daerah sesuai dengan
Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 12 tahun 2000 Panti Werdha
Wlingi berganti nama menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Blitar ( setara dengan
Eselon III) dan berada di bawah naungan Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 2001 berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur
Nomor 14 Tahun 2001 yang merupakan perubahan dari Peraturan Daerah Propinsi
Jawa Timur Nomor 12 Tahun 2000 dan ditindaklanjuti dengan Keputusan
Gubernur nomor 51 tahun 2003 tentang Fungsi dan Tugas Unit Pelaksana Teknis
Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur, maka Panti Sosial Tresna Werdha ( PSTW )
Blitar selaku UPTD membawahi Unit Pelayanan Sosial (UPS) Tresna Werdha di
Tulungagung.

Kemudian sesuai dengan Peraturan Gubernur Jawa Timur nomor 119


tahun 2008, tentang uraian tugas sekretariat, bidang, sub. Bagian dan seksi nomor
15

119 tahun 2008, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas
Sosial Propinsi Jawa Timur Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Blitar berganti
nomenklatur menjadi Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
(UPT PSLU) Blitar yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT ) milik
Pemerintah Propinsi Jawa Timur dengan susunan organisasi UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)

Kepala UPT
Sub. Bagian Tata Usaha
Seksi Pelayanan Sosial
Seksi Bimbingan dan Pembinaan Lanjut

3.2.2
a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Data Demografi (Distribusi lansia)


Jumlah penghuni asrama:
Asrama Aglonema sejumlah 9 orang
Asrama Bougenvil sejumlah 8 orang
Asrama Flamboyan sejumlah 6 orang
Asrama Anggrek sejumlah 4 orang
Asrama Nusa Indah sejumlah 10 orang
Asrama Kamboja sejumlah 18 orang

b. Distribusi lansia menurut:


Kelompok lansia berdasarkan jenis kelamin
Kelompok lansia di UPT PSLU Blitar berdasarkan jenis kelamin diketahui
bahwa distribusi responden wanita lebih banyak daripada laki-laki.
Tabel Frekuensi Lansia

2.

Berdasarkan Jenis Kelamin di


UPT PSLU BLITAR
No

Jenis

Frekuensi

1.

Kelamin
Laki-laki

15

27,3

16

Perempuan

40

72,7

Total

55

100

Kelompok lansia berdasarkan umur

Kelompok lansia di UPT PSLU Blitar berdasarkan umur diketahui bahwa


distribusi responden terbanyak berusia Young Old (60-74 thn) yaitu sekitar 60 %.
Tabel Frekuensi Lansia
Berdasarkan Umur di UPT PSLU
BLITAR
No

Kategori

1. Middle Old (45-59 tahun)

Frekuensi %
-

2.

Young Old (60-74 tahun)

33

60

3.

Old Age (75-90 tahun)

22

40

4.

Very Old (>90 tahun)

5.

Tidak Terkaji

Total

55

100

Kelompok lansia berdasarkan agama

Kelompok lansia di UPT PSLU Blitar berdasarkan agama diketahui bahwa


distribusi responden terbanyak adalah beragama Islam (87,2%).
Tabel Frekuensi Lansia

No
1
2
3
4

Berdasarkan Agama di
UPT PSLU BLITAR

17

Kategori
Frekuensi
Islam
48
Kristen
4
Katolik
2
Tidak Terkaji
Total
55

%
87,2
7,2
3,6
0
100

Kelompok lansia berdasarkan riwayat pendidikan

Kelompok lansia di UPT PSLU Blitar berdasarkan riwayat pendidikan diketahui


bahwa distribusi responden terbanyak tidak terkaji
Tabel Frekuensi Lansia
Berdasarkan Riwayat Pendidikan
di UPT PSLU BLITAR
No
1
2
3
4
5
6

Kategori
Frekuensi
Tidak Sekolah
12
Tamat SD
10
Tamat SMP
3
Tamat SMA
3
SD tidak tamat
5
Tidak Terkaji
22
Total
55

%
23
18
5
5
9
40
100

Kelompok lansia berdasarkan riwayat pekerjaan

Kelompok lansia di UPT PSLU Blitar berdasarkan riwayat pekerjaan diketahui


bahwa distribusi responden terbanyak bekerja sebagai petani (33%).
Tabel Frekuensi Lansia Berdasarkan Riwayat Pekerjaan
di UPT PSLU BLITAR

18

No
1
2
3
4
5
6
7

Kategori
Frekuensi
Swasta
7
Wiraswasta
8
Petani
18
Buruh
1
IRT
10
Tidak Bekerja
8
Tidak Terkaji
3
Total

55

%
13
14
33
2
19
14
5
100

19

Kelompok lansia berdasarkan status perkawainan

Kelompok lansia di UPT PSLU Blitar berdasarkan status perkawinan diketahui


bahwa distribusi responden terbanyak berstatus janda (62 %).
Tabel Frekuensi Lansia Berdasarkan Status Perkawinan
di UPT PSLU BLITAR
No
1
2
3
4.
3

Tidak Kawin
Kawin
Janda
Duda
Tidak Terkaji
Total

Frekuensi %
5
9
1
2
34
62
11
20
4
7
55
100

3.2.3 Vital Statistik Lansia di UPT PSLU Blitar


3.2.3.1 Masalah kesehatan yang di alami saat ini
Tabel frekuensi lansia berdasarkan keluhan atau penyakit sekarang
di UPT PSLU BLITAR
NO
1
2

KATEGORI
Dimensia
Ansietas
Insomnia
Cedera, ansietas
Ansietas, dimensia
Insomnia, ansietas,
dimensia
Cidera, insome, ansietas
Cedera, insomnia,
ansietas, dimensia
Cedera, insomnia
Cedera,ansietas,
dimensia
Cedera, dimensia

FREKUENSI
8
8
9
2
1
3

%
14,5
14,5
16,3
3,6
1,8
5,4

3,6

3,6

3,6

5,4

3,6

NO
4

KATEGORI
Insomnia, ansietas
Risiko Cidera
Total

FREKUENSI
3
10
55

%
5,4
18,1
100

3.3 DATA SUB SISTEM


3.3.1 Lingkungan Fisik
UPT PSLU Blitar memiliki konstruksi bangunan permanen dengan luas
3.589 m2 yang terdiri dari ruang kantor, ruang aula, ruang gudang, ruang asrama
klien, ruang mushola, ruang makan, ruang dapur, ruang periksa kesehatan, pos
keamanan, lahan parkir, lapangan dan ruang perawatan khusus. Setiap ruang
menggunakan lantai keramik, baik yang bertekstur licin maupun yang kasar.
Di asrama Aglonema dan asrama Bougenvile ini menggunakan lantai
keramik yang bertekstur lembut, ventilasi pada asrama Aglonema dan asrama
Bougenvile ini sudah baik (jendela disetiap ruangan), terdiri 2 pintu di masingmasing asrama pencahayaan yang cukup dan kebersihan lingkungan yang bersih,
asri dan nyaman.
Di asrama Anggrek luas tanah 25 m2 dengan jumalah bed 4 buah dan
almari 6 buah. Jenis bangunan permanen. Jendela kaca 8 bisa dibuka. Ventilsi
cukup, di depan asrama terdapat taman seluas 15 m2 dan ditanami pohon. Lantai
dari ubin, penerangan dan pencahayaan baik, kebersihan cukup. Kamar mandi 1
buah terdapat diluar banguan asrama, keadaan bersih dan tidak licin terdapat
pegangan di kamar mandi.
Di asrama Flamboyan luas tanah 41m2 dengan jumlah bed 7 dan almari 6
buah. Jendela 6 buah bisa dibuka. Ventilasi cukup, didepan asrama terdapat taman.
Lantai dari ubin, penerangan dan pencahayaan cukup. Kamar mandi 1 buah
terdapat di dalam bangunan asrama, keadaan bersih tidak licin, terdapat pegangan
di kamar mandi.
UPT PSLU Blitar juga memiliki halaman yang cukup luas dan biasa
dimanfaatkan untuk olahraga klien di pagi hari. Sumber air bersih menggunakan
air dari sumber sumur dan PDAM. Selain itu, juga terdapat tandon yang berfungsi
sebagai penyimpanan atau penampungan air di UPT PSLU Blitar. Untuk
pembuangan sampah di UPT PSLU Blitar ini diambil petugas kebersihan dan
sebagian dibakar oleh petugas panti setiap pagi hari, serta sarana pembuangan
kotoran manusia dibuang ke septictank. Sarana kamar mandi dan WC yang
dimiliki UPT PSLU Blitar berjumlah 17 unit terdiri dari kamar mandi 3 unit,
kamar mandi + WC berjumlah 11 unit, dan WC saja berjumlah 3 unit. SPAL
dibuang melalui selokan dan berakhir di sungai belakang.

3.3.2

Pelayanan Kesehatan dan Sosial


Jumlah petugas di UPT PSLU Blitar berjumlah 24 orang yang terdiri dari

16 orang PNS dan 8 orang Non PNS (honorer). Petugas yang pernah mengikuti
pelatihan kesehatan berjumlah 7 orang. Jenis pelatihan yang telah diikuti oleh
petugas adalah tentang psikososial penanganan lansia (jumlah dan nama petugas
terlampir).
3.3.3

Transportasi, Keamanan, dan keselamatan


Di UPT PSLU Blitar sarana jalan di lingkungan Asrama Aglonema dan

Asrama Bougenvil sangat baik terpat pegangan di pinggir jalan lingkungan serta
disediakan beberapa alat bantu jalan seperti kruk, three pot, dan kursi roda.
Kemudian terdapat sarana transportasi yang baik berupa satu mobil dinas dan satu
mobil ambulance untuk mengantar keperluan anggota panti. Di depan terdapat pos
SatPol setiap malam SatPol berkeliling untuk menjaga dan mengontrol keamanan
lingkungan panti. Pencegahan kebakaran tersedia beberapa tabung pemadam api
(APAR) namun tidak ada alat pendeteksi asap kebakaran.
3.3.4 Politik dan Pemerintahan
3.3.4.1 Susunan Organisasi
Kepala UPT
Suprianto, S.Sos.MM

Kasubag Tata Usaha


Farida H, Aks, MAP

Pekerjaan Sosial Jabatan Fungsional


Kasi Pelayanan Sosial
1. Salim
Yantosa
2.Drs.
Anis
Ekowati, S.Sos

Kasi Bimbingan dan Binjut


Sunu Pantjadharma. Aks, Msi

3.3.4.2 Program-program panti werda


Program dalam UPT PSLU Blitar ini ada 2 yaitu didalam panti maupun
diluar panti itu sendiri. Yang diluar panti yaitu Homecare berupa penambahan gizi
pada lansia untuk 50 KK.
3.3.5 Komunikasi
3.3.5.1 Sarana Komunikasi yang digunakan
Sarana Komunikasi langsung menggunakan bel sebagai sarana pengingat
atau tanda waktu makan dan minum.
3.3.5.2 Pola Komunikasi antar Anggota Kelompok
Diantara lansia masih ada yang saling menjelekkan satu sama lain, dan
sering terjadi pertengkaran satu sama lain, terutama di asrama Bougenvile
3.3.5.3

Komunikasi Kelompok dengan Puskesmas, RW, Kelurahan

Komunikasi melalui media leaflet untuk disebarkan di kecamatan setiap 1


bulan tiap hari Senin karena cara ini dianggap sangat efektif daripada harus
memberikan penyuluhan secara langsung kepada kelompok lansia. Pada hari
Senin - Jumat diadakan senam pagi yang dipimpin oleh instruktur dari luar
selama 30 menit dimulai jam 06.30-07.00 WIB. Setiap awal tahun, biasanya pihak
dari panti werda melakukan koordinasi secara lisan dengan Puskesmas agar semua
kegiatan yang ada hubungannya dengan Puskesmas, RW, dan Kelurahan dapat
berjalan dengan lancar.
3.3.6

Ekonomi
Klien yang terdapat di UPT PSLU Blitar seluruhnya tidak memiliki

pekerjaan dan sumber pendanaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan


klien berasal dari APBD Tingkat 1 Provinsi Jawa Timur.
3.3.7

Rekreasi
Di UPT PSLU Blitar tersedia sarana hiburan dan olahraga seperti alat

musik, televisi, peralatan olahraga. Untuk beberapa waktu tertentu anggota panti
diajak untuk rekreasi yang murah meriah. Biasanya tiap 6 bulan sekali diadakan
rekreasi ke taman hiburan misalnya; bendungan kota Wlingi, Kebunrejo, dll

BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK LANSIA
Format Pengkajian Fokus Keperawatan Kelompok
Nama Kelompok Lansia: Komunitas Lansia Di UPT PSLU Blitar
Faktor yang
berhubungan
Demensia pada
komunitas lansia b/d
proses penuaan
y.t.d .... lansia
menderita demensia

Korelasi dengan
masalah

Data fokus

Seiring bertambahnya
Berdasarkan data hasil tabulasi,
usia, perubahan pada
didapatkan jumlah lansia laki-laki
struktur otak meliputi
15 orang dan perempuan 40 orang
atrofi dan kekusutan
Berdasarkan data hasil tabulasi,
serabut neuron.
didapatkan lansia yang berusia
Kekusutan serabut
lanjut usia sebanyak 33 orang
neuron biasanya
(60%), dan sisanya berusia tua
ditemukan di daerah
sebanyak 22 orang (40%).
korteks, hipokampus,
substansia nigra, dan
Berdasarkan data hasil tabulasi,
lokus sereleus.
didapatkan data lansia yang
Perubahan ini
mengalami demensia berjumlah
menyebabkan gangguan
16 orang (29%) dari 55 orang.
fungsi kognitif seperti
memori, orientasi, rasa DS : hati dan pembentukan
DO : setelah dilakukan penilaian aspek
pikiran konseptual.
kognitif pada lansia menggunakan
MMSE didapatkan hasil interpretasi
lansia mengalami gangguan kognitif
sedang.

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

Format menyusun Skala Prioritas


Masalah

Perhatian
Masyarakat

Poin
Prevalensi

Tingkat
Bahaya

Kemungkinan
untuk
Dikelola

Nilai
Total

Demensia

36

FORMAT RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK LANSIA


Nama Kelompok Lansia: Komunitas Lansia di UPT PSLU Blitar
No.

Diagnosa
Keperawatan

1. Demensia pada
komunitas lansia
b/d proses penuaan
y.t.d ......lansia
menderita
demensia

Tujuan

Kriteria Hasil

Jangka panjang :

Jangka panjang :

Diharapkan komunitas lansia


mampu mempertahankan fungsi
ingatan yang optimal dan
menurunkan angka kejadian
demensia hingga...................

Penderita demensia dapat


mempertahankan fungsi
ingatan yang optimal dan
angka kejadian demensia
menurun hingga................

Jangka pendek :

Jangka pendek :

Diharapkan komunitas lansia


mampu

a. Mengenal/berorientasi
terhadap waktu orang dan
temapat
b. Melakukan aktivitas
sehari-hari secara
optimal.

lansia mengenal dengan


baik orientasi waktu,
tempat dan orang
lansia dapat beraktivitas
sehari-hari dengan baik
Memperlihatkan
penurunan dalam prilaku
yang bingung

Intervensi
1. Perkenalkan diri perawat
ketika berinteraksi
dengan pasien
2. Kaji kemampuan kognitif
pasien menggunakan
MMSE
3. Beri kesempatan bagi
pasien untuk mengenal
barang milik pribadinya
misalnya ember dan
tempat makan
menggunakan stipo
4. Beri kesempatan kepada
pasien untuk mengenal
waktu dengan
menggunakan jam besar,
kalender yang
mempunyai lembar
perhari dengan tulisan

besar.

5. Beri kesempatan kepada


pasien untuk
menyebutkan namanya
dan anggota keluarga
terdekat
6. Beri kesempatan kepada
klien untuk mengenal
dimana dia berada.
7. Berikan pujian jika pasien
bila pasien dapat
menjawab dengan benar.
8. Observasi kemampuan
pasien untuk melakukan
aktifitas sehari-hari
9. Beri kesempatan kepada
pasien untuk memilih
aktifitas yang dapat
dilakukannya.
10. Bantu pasien untuk
melakukan kegiatan yang
telah dipilihnya

11. Beri pujian jika pasien


dapat melakukan
kegiatannya.

12. Tanyakan perasaan pasien


jika mampu melakukan
kegiatannya.
13. Bersama pasien membuat
jadwal kegiatan seharihari.
14. Lakukan terapi senam
otak untuk
mengoptimalkan memori
15. Beri isyarat lingkungan
yang mengorientasikan
waktu, tempat dan orang

Lampiran
Daftar Tenaga Kerja PNS dan Non PNS di UPT PSLU Blitar
NO.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.

NAMA / NIP
Supriyanto,S.Sos.MM
19611018 198603 1010
Farida Hikmawati, Aks.MAP
19690302 1991032 010
Drs. Yantoso
19670519 199102 1 001
Dra. Sihayem
19640320 199103 2 009
Salim
19621214 198303 1 003
Anis Ekowati
19711001 199401 2 002
A. Yudhokisworo, SE
1931030 201001 1 001
Dwi Rahayuningtyas, Amd.Keb
19830109 200604 2 022
Agus Hermawan
19700828 200701 1 020
Hepi Arifin Handoyo
19710120 20701 1 008
Rofiq Qomarudin
19840216 200801 1 008
Pujianto
19660101 200701 1 052
Sugiyono
19640912 200901 1 004
Yoppi Rusyanto
19830102 201001 1 005
Septio Chabibi
19670218 200701 1 010
Surip Fadil
19670218 200701 1 010
Dwi Mardeli
102.29121986.012011.0117
Tinuk Kunarwati
102.18041978.012011.0118
Suprihatin
102.07071969.062006.0110
Bariati
102.16031968.012005.0114
Sri Hartini
102.19091964.012009.0113
Siti Khoiriyah
102.15051976.0122012.0112
Joko Setyono

STATUS
PNS

NON PNS

24.

102.11111970.062005.0109
Sumarni
102.31011974.062006.0108

DAFTAR PUSTAKA
Kamajaya,

D.

2014.

Demensia,

(Online),

(http://eprints.undip.ac.id/44525/3/Danu_Kamajaya_22010110110028_B
AB_II.pdf), diakses pada 14 September 2015.
Nugroho.

2008.

Tinjauan

Pustaka

Demensia,

(Online),

(http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/111/jtptunimus-gdl-sitiaminah5527-3-babiip-f.pdf), diakses pada 14 September.


https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000739.htm
Makhrudy, H. 2013. Askep Lansia dengan Demensia, (Online),
(http://huseinmakhrudy.blogspot.co.id/2013/06/a.html), diakses pada 14
September 2015.
Ramadhan.
2009.
Demensia
Pada
Lansia,
(Online),
(https://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/03/demensia-padalansia-3/), diakses pada 14 September 2015.

You might also like