Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program pendidikan D-III Keperawatan bertujuan menghasilkan lulusan yang
memiliki penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan yang memadai
serta
memiliki
keterampilan
profesional
baik
keterampilan
intelektual,
serta mampu
mengaplikasikan
ilmu
yang kini sekitar 16 juta orang, akan menjadi 25,5 juta pada tahun 2020, atau
sebesar 11,37 persen dari jumlah penduduk. Itu berarti jumlah lansia di Indonesia
akan berada di peringkat empat dunia, di bawah Cina, India, dan Amerika
Serikat.
Dalam sensus Badan Pusat Statistik (BPS) 1998, harapan hidup penduduk
Indonesia rata-rata 63 tahun untuk kaum pria, dan wanita 67 tahun. Tetapi
menurut kajian WHO (1999) harapan penduduk Indonesia rata-rata 59,7 tahun,
menempati peringkat ke-103 dunia. Nomor satu adalah Jepang (74,5 tahun).
Dengan makin bertambahnya penduduk usia lanjut, bertambah pula penderita
golongan ini yang memerlukan pelayanan kesehatan. Berbeda dengan segmen
populasi lain, populasi lanjut usia dimanapun selalu menunjukkan morbiditas dan
mortalitas yang lebih tinggi dibanding populasi lain. Disamping itu, oleh karena
aspek disabilitas yang tinggi pada segmen populasi ini selalu membutuhkan
derajat keperawatan yang tinggi.
Lanjut usia atau lansia identik dengan demensia atau pikun dan perlu
diketahui bahwa pikun bukanlah hal yang normal pada proses penuaan. Lansia
dapat hidup normal tanpa mengalami berbagai gangguan memori dan perubahan
tingkah laku seperti yang dialami oleh lansia dengan demensia. Sebagian besar
orang mengira orang bahwa demensia adalah penyakit yang hanya diderita oleh
para lansia, kenyataannya demensia dapat diderita oleh siapa saja dari semua
tingkat usia dan jenis kelamin (Harvey, R.J.et al.2003).
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia. Pada
kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat mencapai
5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun prevalensinya mencapai
20 hingga 40 persen.
Dari seluruh pasien yang menderita demensia, 50 hingga 60 persen
diantaranya menderita jenis demensia yang paling sering dijumpai, yaitu demensia
tipe Alzheimer (Alzheimers diseases). Prevalensi demensia tipe Alzheimer
meningkat seiring bertambahnya usia. Untuk seseorang yang berusia 65 tahun
prevalensinya adalah 0,6 persen pada pria dan 0,8 persen pada wanita. Pada usia
90 tahun, prevalensinya mencapai 21 persen.
Proses penuaan tidak dapat dihambat, baik penuaan otak maupun fisik. Otak
akan atropi, sel pyramidal neuron di neokortek dan hipokampus akan mengkerut,
pengurangan dendrit dan sinaps. Seiring dengan itu maka gerakan dan reaksi akan
melambat, akan tetapi kaum tua masih dapat lari ataupun bermain tenis
secukupnya. Ingatan akan kata berkurang tetapi memori, semantik, pengetahuan,
dan vocabulary tidaklah akan menurun (Sjahrir,1999).
Peningkatan dengan jumlah orang yang mencapai usia tua telah menjadi
masalah besar bagi pelayanan psikiatri. Lebih banyak orang hidup sampai tua,
dimana mereka berisiko untuk demensia serta lebih sedikit orang muda ada untuk
merawatnya. Proses penuaan secara normal membawa perubahan mental maupun
fisik. Penurunan intelektual mulai terlihat pada dewasa muda, dan semakin jelas
pada usia tua. Kesulitan mengingat berbentuk lambatnya dan buruknya daya ingat,
lupa senilis yang ringan biasanya lupa nama atau hal lain yang relative tidak
penting. Penuaan juga melibatkan perubahan sosial dan psikologi. Penuaan fisik
dan pensiun dari pekerjaan menimbulkan penarikan diri bertahap dari masyarakat
sejalan dengan itu terjadi penyempitan minat dan pandangan ketakmampuan
menerima pemikiran baru, kecenderungan memikirkan hal yang lampau dan
mempunyai pandangan konservatif.peruabahan ini semakin cepat pada orang tua
yang menderita penyakit mental.
Hal ini akan menitikberatkan pada demensia yang diderita oleh lansia dan
perawatan yang dapat dilakukan institusi sebagai support system yang penting
untuk penderita demensia. Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis
melakukan pendekatan asuhan keperawatan kelompok terhadap pasien dengan
demensia.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Diharapkan mahasiswa mampu belajar melaksanakan asuhan keperawatan
kelompok pada lanjut usia dengan demensia berdasarkan pada konsep dan teori
keperawatan gerontik.
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah menyelesaikan kegiatan asuhan keperawatan kelompok usia lanjut
mahasiswa dapat:
1. Mengkaji individu dan komunitas usia lanjut
2. Menetapkan diagnosis keperawatan pada individu dan komunitas usia lanjut
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TEORI MENUA
2.1.1 Teori Biologis
Proses penuaan merupakan proses secara berangsur yang mengakibatkan
perubahan secara komulatif dan merupakan perubahan serta berakhir
dengan kematian. Teori biologis tentang penuaan dibagi menjadi :
1.
2.
Teori Instrinsik
Teori ini berati perubahan yang berkaitan dengan usia timbul akibat
penyebab dalam diri sendiri.
Teori Ekstrinsik
Teori ini menjelaskan bahwa perubahan yang terjadi diakibatkan
pengaruh lingkungan.
umur
sebaliknya
menghindarinya
dapat
2.1.2
Teori Sosial
Salah satu teori sosial yang berkenaan dengan proses penuaan adalah teori
pembebasan ( disengagement teori ). Teori tersebut menerangkan bahwa
dengan berubahnya usi seseorang secara berangsur angsur mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lansia menurun, baik secara kualitatif maupun kuantitasnya
sehingga sering terjadi kehilangan ganda yaitu:
1. Kehilangan peran
2. Hambatan kontak fisik
3. Berkurangnya komitmen
2.1.3
Teori Psikologi
Teori tugas perkembangan :
Menurut Hangskerst, ( 1992 ) bahwa setiap individu harus memperhatikan
tugas perkembangan yang spesifik pada tiap tahap kehidupan yang akan
memberikan perasaan bahagia dan sukses. Tugas perkembangan yang
spesifik ini tergantung pada maturasi fisik, penghargaan kultural
masyarakat dan nilai serta aspirasi individu. Tugas perkembangan pada
dewasa tua meliputi penerimaan adanya penurunan kekuatan fisik dan
kesehatan, penerimaan masa pensiun dan penurunan income. Penerimaan
adanya kematian dari pasangannya dan orang orang yang berarti bagi
dirinya. Mempertahankan hubungan dengan grup yang seusianya, adopsi
dan adaptasi dengan peran sosial secara fleksibel dan mempertahankan
kehidupan secara memuaskan.
6
3 golongan besar :
1. Sindroma demensia dengan penyakit yang etiologi dasarnya tidak dikenal,
Sering pada golongan ini tidak ditemukan atrofia serebri, mungkin kelainan
terdapat pada tingkat subseluler atau secara biokimiawi pada sistem enzim,
atau pada metabolisme seperti yang ditemukan pada penyakit alzheimer dan
demensia senilis.
2. Sindroma demensia dengan etiologi yang dikenal tetapi belum dapat diobati,
penyebab utama dalam golongan ini diantaranya :
1) Penyakit degenerasi spino-serebelar.
2) Subakut leuko-ensefalitis sklerotik van Bogaert
3) Khorea Huntington
4) penyakit jacob-creutzfeld dll
3. Sindroma demensia dengan etiologi penyakit yang dapat diobati, dalam
golongan ini diantaranya :
7
usia,
riwayat keluarga,
harus
bisa
kita
bedakan
dengan
retardasi
mental,
pseudodemensia, ganguan daya ingat atau intelektual yang akan terjadi dengan
berjalannya waktu dimana fungsi mental yang sebelumnya telah dicapai secara
bertahap akan hilang atau menurun sesuai dengan derajat yang diderita.
2.2.3
tetapi apabila gejala tersebut berlangsung semakin sering dan nyata, perlu
dipertimbangkan kemungkinan penyakit alzheimer (Nugroho, 2008).
Perubahan karakteristik dari demensia adalah :
Gangguan perilaku dan psikologik pada lansia yang demensia sering ditemukan
sebagai BPSD (Behavioral & Psychological Symptoms of Dementia). Perubahan
tersebut bersifat multifaktor atau biopsikososial sehingga timbul masalah seperti:
perilaku agresif, wondering (suka keluyuran tanpa tujuan), gelisah, impulsive,
sering mengulang pertanyaan. Pada masalah psikologisnya: waham cemburu,
curiga, halusinasi, misidentitas.
Kriteria derajat demensia :
Ringan : walaupun terdapat gangguan berat daya kerja dan aktivitas
sosial, kapasitas untuk hidup mandiri tetap dengan higiene personal cukup
dan penilaian umum yang baik.
Sedang : hidup mandiri berbahaya diperlukan berbagai tingkat
suportivitas.
Berat : aktivitas kehidupan sehari-hari terganggu sehingga tidak
berkesinambungan, inkoherensi.
2.2.4
Klasifikasi Demensia
Kehilangan inisiatif.
Ada beberapa teori menjelaskan kemungkinan adanya faktor genetik, radikal
bebas, toksin amiloid, pengaruh logam alumunium, dan akibat infeksi virus.
Semakin dini penyakit demensia alzheimer dikenali, semakin baik hasil
penanganannya daripada penyakit yang sudah lanjut. Penyakit alzheimer muncul
sebagai gejala perubahan perilaku, kognisi, dan perubahan aktivitas hidup seharihari sehingga anggota keluarga dan orang terdekat yang mengenali perubahan
tersebut.
Faktor predisposisi dan resiko dari penyakit ini adalah usia, riwayat penyakit
alzheimer (keturunan), kelamin, pendidikan. Faktor resiko yang kemungkinan
juga berpengaruh ialah adanya keluarga dengan sindrom Down, fertilitas yang
kurang, kandungan alumunium pada air minum, dan defisiensi kalsium. Demensia
pada penyakit Alzheimer belum diketahui secara pasti penyebabnya,walaupun
pemeriksaan neuropatologi dan biokimiawi post mortem telah ditemukan lose
selective neuron kolinergik yang strukturnya dan bentuk fungsinya juga terjadi
perubahan.
10
waktu dan tempat, sering tersesat ditempat yang biasa dikenal, kesulitan membuat
keputusan, kehilangan inisiatif dan motivasi, dan kehilangan minat dalam hobi
dan agitasi.
Amnesia menonjol
Gangguan : Diskalkulis
Berlangsung 2 10 tahun
Episode psikotik
Agresif
Stadium III (Akhir) : Stadium lanjut atau demensia berat ditandai dengan
ketidakmandirian dan inaktif total, tidak mengenali lagi anggota keluarga
(disorientasi personal), sukar memahami dan menilai peristiwa, tidak mampu
menemukan jalan di sekitar rumah sendiri, kesulitan berjalan, mengalami
inkontinensia (berkemih atau defekasi), menunjukkan perilaku tidak wajar
dimasyarakat, akhirnya bergantung dikursi roda atau tempat tidur.
Setelah 6 - 12 tahun
11
Akinetik
Membisu
Gangguan berjalan
Kehilangan inisiatif.
Pengobatan antara lain bagaimana cara kita lebih awal untuk mendeteksi AD
(Alzheimer Disease) serta memperkirakan siapa yang mempunyai faktor resiko
terkena penyakit ini sehingga dapat dicegah lebih awal. Pencegahan dapat juga
berupa perubahan dari gaya hidup (diet, kegiatan olahraga, aktivitas mental)
Tujuan penanganan Alzheimer :
Memperlambat perburukan
b. Demensia Vaskuler
Penyakit ini disebabkan adanya defisit kognitif yang sama dengan
Alzheimer tetapi terdapat gejala-gejala / tanda-tanda neurologis fokal seperti:
12
Respontar eksensor,
Palsi pseudobulbar,
Onset
2.2.5
mendadak
dengan
adanya
gejala
neurologis
fokal
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah salah satu alat yang paling
umum untuk pemeriksaan penurunan kognitif pada dewasa tua dan lanjut usia.
MMSE dikembangkan untuk membedakan antara lanjut usia dengan atau tanpa
gangguan neuropsikiatri awal dalam proses penyakit. Dengan mengetahui lebih
awal gangguan neuropsikiatri orang tersebut maka dapat meningkatkan waktu
pengobatan farmakologis dan non farmakologis untuk menunda terjadinya
gangguan neuropsikiatri tersebut terutama gangguan kognitif. Hal ini juga
digunakan selama masa tindakan pada pasien yang menderita gangguan kognitif
untuk
menilai
perkembangan
penyakit.
MMSE mengajukan
pertanyaan
pertanyaan yang menilai lima bidang fungsi kognitif (orientasi, memori langsung,
perhatian / konsentrasi, daya ingat, bahasa). Skor MMSE yang rendah dalam
setiap faktor dapat memberikan gambaran demensia pada pasien tersebut. Studi
ini menunjukkan bahwa MMSE akurat mencerminkan profil kognitif orang
dewasa tua ( Kamajaya, 2014).
13
14
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK LANSIA
3.1 DATA UMUM
Identitas panti werda
a. Nama
: UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
b. Alamat
: Jl. PB Sudirman No.13, Wlingi-Blitar
3.2 DATA INTI
3.2.1 Sejarah berdirinya Panti Werda
Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar merupakan
Unit Pelaksana Teknis Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur, yang melaksanakan
sebagian tugas Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur di Bidang Pelayanan,
Penyantunan dan Rehabilitasi Sosial bagi lanjut usia terlantar. Kapasitas tampung
lansia berjumlah 55 orang di Wlingi dan kapasitas untuk yang di Tulungagung
sejumlah 80 orang.
Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar berdiri sejak
tahun 1978 yang difungsikan sebagai Kantor Penghubung Sosial. Kemudian pada
tahun 1982 berubah nama menjadi Panti Werdha Wlingi di bawah naungan Dinas
Sosial Kabupaten Blitar, dengan bentuk bangunan yang sederhana.
Kemudian pada tahun 2000 dengan adanya Otonomi Daerah sesuai dengan
Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur Nomor 12 tahun 2000 Panti Werdha
Wlingi berganti nama menjadi Panti Sosial Tresna Werdha Blitar ( setara dengan
Eselon III) dan berada di bawah naungan Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur.
Kemudian pada tahun 2001 berdasarkan Peraturan Daerah Propinsi Jawa Timur
Nomor 14 Tahun 2001 yang merupakan perubahan dari Peraturan Daerah Propinsi
Jawa Timur Nomor 12 Tahun 2000 dan ditindaklanjuti dengan Keputusan
Gubernur nomor 51 tahun 2003 tentang Fungsi dan Tugas Unit Pelaksana Teknis
Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur, maka Panti Sosial Tresna Werdha ( PSTW )
Blitar selaku UPTD membawahi Unit Pelayanan Sosial (UPS) Tresna Werdha di
Tulungagung.
119 tahun 2008, tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas
Sosial Propinsi Jawa Timur Panti Sosial Tresna Werdha (PSTW) Blitar berganti
nomenklatur menjadi Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Sosial Lanjut Usia Blitar
(UPT PSLU) Blitar yang merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT ) milik
Pemerintah Propinsi Jawa Timur dengan susunan organisasi UPT Pelayanan
Sosial Lanjut Usia sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
Kepala UPT
Sub. Bagian Tata Usaha
Seksi Pelayanan Sosial
Seksi Bimbingan dan Pembinaan Lanjut
3.2.2
a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
Jenis
Frekuensi
1.
Kelamin
Laki-laki
15
27,3
16
Perempuan
40
72,7
Total
55
100
Kategori
Frekuensi %
-
2.
33
60
3.
22
40
4.
5.
Tidak Terkaji
Total
55
100
No
1
2
3
4
Berdasarkan Agama di
UPT PSLU BLITAR
17
Kategori
Frekuensi
Islam
48
Kristen
4
Katolik
2
Tidak Terkaji
Total
55
%
87,2
7,2
3,6
0
100
Kategori
Frekuensi
Tidak Sekolah
12
Tamat SD
10
Tamat SMP
3
Tamat SMA
3
SD tidak tamat
5
Tidak Terkaji
22
Total
55
%
23
18
5
5
9
40
100
18
No
1
2
3
4
5
6
7
Kategori
Frekuensi
Swasta
7
Wiraswasta
8
Petani
18
Buruh
1
IRT
10
Tidak Bekerja
8
Tidak Terkaji
3
Total
55
%
13
14
33
2
19
14
5
100
19
Tidak Kawin
Kawin
Janda
Duda
Tidak Terkaji
Total
Frekuensi %
5
9
1
2
34
62
11
20
4
7
55
100
KATEGORI
Dimensia
Ansietas
Insomnia
Cedera, ansietas
Ansietas, dimensia
Insomnia, ansietas,
dimensia
Cidera, insome, ansietas
Cedera, insomnia,
ansietas, dimensia
Cedera, insomnia
Cedera,ansietas,
dimensia
Cedera, dimensia
FREKUENSI
8
8
9
2
1
3
%
14,5
14,5
16,3
3,6
1,8
5,4
3,6
3,6
3,6
5,4
3,6
NO
4
KATEGORI
Insomnia, ansietas
Risiko Cidera
Total
FREKUENSI
3
10
55
%
5,4
18,1
100
3.3.2
16 orang PNS dan 8 orang Non PNS (honorer). Petugas yang pernah mengikuti
pelatihan kesehatan berjumlah 7 orang. Jenis pelatihan yang telah diikuti oleh
petugas adalah tentang psikososial penanganan lansia (jumlah dan nama petugas
terlampir).
3.3.3
Asrama Bougenvil sangat baik terpat pegangan di pinggir jalan lingkungan serta
disediakan beberapa alat bantu jalan seperti kruk, three pot, dan kursi roda.
Kemudian terdapat sarana transportasi yang baik berupa satu mobil dinas dan satu
mobil ambulance untuk mengantar keperluan anggota panti. Di depan terdapat pos
SatPol setiap malam SatPol berkeliling untuk menjaga dan mengontrol keamanan
lingkungan panti. Pencegahan kebakaran tersedia beberapa tabung pemadam api
(APAR) namun tidak ada alat pendeteksi asap kebakaran.
3.3.4 Politik dan Pemerintahan
3.3.4.1 Susunan Organisasi
Kepala UPT
Suprianto, S.Sos.MM
Ekonomi
Klien yang terdapat di UPT PSLU Blitar seluruhnya tidak memiliki
Rekreasi
Di UPT PSLU Blitar tersedia sarana hiburan dan olahraga seperti alat
musik, televisi, peralatan olahraga. Untuk beberapa waktu tertentu anggota panti
diajak untuk rekreasi yang murah meriah. Biasanya tiap 6 bulan sekali diadakan
rekreasi ke taman hiburan misalnya; bendungan kota Wlingi, Kebunrejo, dll
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN KELOMPOK LANSIA
Format Pengkajian Fokus Keperawatan Kelompok
Nama Kelompok Lansia: Komunitas Lansia Di UPT PSLU Blitar
Faktor yang
berhubungan
Demensia pada
komunitas lansia b/d
proses penuaan
y.t.d .... lansia
menderita demensia
Korelasi dengan
masalah
Data fokus
Seiring bertambahnya
Berdasarkan data hasil tabulasi,
usia, perubahan pada
didapatkan jumlah lansia laki-laki
struktur otak meliputi
15 orang dan perempuan 40 orang
atrofi dan kekusutan
Berdasarkan data hasil tabulasi,
serabut neuron.
didapatkan lansia yang berusia
Kekusutan serabut
lanjut usia sebanyak 33 orang
neuron biasanya
(60%), dan sisanya berusia tua
ditemukan di daerah
sebanyak 22 orang (40%).
korteks, hipokampus,
substansia nigra, dan
Berdasarkan data hasil tabulasi,
lokus sereleus.
didapatkan data lansia yang
Perubahan ini
mengalami demensia berjumlah
menyebabkan gangguan
16 orang (29%) dari 55 orang.
fungsi kognitif seperti
memori, orientasi, rasa DS : hati dan pembentukan
DO : setelah dilakukan penilaian aspek
pikiran konseptual.
kognitif pada lansia menggunakan
MMSE didapatkan hasil interpretasi
lansia mengalami gangguan kognitif
sedang.
Perhatian
Masyarakat
Poin
Prevalensi
Tingkat
Bahaya
Kemungkinan
untuk
Dikelola
Nilai
Total
Demensia
36
Diagnosa
Keperawatan
1. Demensia pada
komunitas lansia
b/d proses penuaan
y.t.d ......lansia
menderita
demensia
Tujuan
Kriteria Hasil
Jangka panjang :
Jangka panjang :
Jangka pendek :
Jangka pendek :
a. Mengenal/berorientasi
terhadap waktu orang dan
temapat
b. Melakukan aktivitas
sehari-hari secara
optimal.
Intervensi
1. Perkenalkan diri perawat
ketika berinteraksi
dengan pasien
2. Kaji kemampuan kognitif
pasien menggunakan
MMSE
3. Beri kesempatan bagi
pasien untuk mengenal
barang milik pribadinya
misalnya ember dan
tempat makan
menggunakan stipo
4. Beri kesempatan kepada
pasien untuk mengenal
waktu dengan
menggunakan jam besar,
kalender yang
mempunyai lembar
perhari dengan tulisan
besar.
Lampiran
Daftar Tenaga Kerja PNS dan Non PNS di UPT PSLU Blitar
NO.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
NAMA / NIP
Supriyanto,S.Sos.MM
19611018 198603 1010
Farida Hikmawati, Aks.MAP
19690302 1991032 010
Drs. Yantoso
19670519 199102 1 001
Dra. Sihayem
19640320 199103 2 009
Salim
19621214 198303 1 003
Anis Ekowati
19711001 199401 2 002
A. Yudhokisworo, SE
1931030 201001 1 001
Dwi Rahayuningtyas, Amd.Keb
19830109 200604 2 022
Agus Hermawan
19700828 200701 1 020
Hepi Arifin Handoyo
19710120 20701 1 008
Rofiq Qomarudin
19840216 200801 1 008
Pujianto
19660101 200701 1 052
Sugiyono
19640912 200901 1 004
Yoppi Rusyanto
19830102 201001 1 005
Septio Chabibi
19670218 200701 1 010
Surip Fadil
19670218 200701 1 010
Dwi Mardeli
102.29121986.012011.0117
Tinuk Kunarwati
102.18041978.012011.0118
Suprihatin
102.07071969.062006.0110
Bariati
102.16031968.012005.0114
Sri Hartini
102.19091964.012009.0113
Siti Khoiriyah
102.15051976.0122012.0112
Joko Setyono
STATUS
PNS
NON PNS
24.
102.11111970.062005.0109
Sumarni
102.31011974.062006.0108
DAFTAR PUSTAKA
Kamajaya,
D.
2014.
Demensia,
(Online),
(http://eprints.undip.ac.id/44525/3/Danu_Kamajaya_22010110110028_B
AB_II.pdf), diakses pada 14 September 2015.
Nugroho.
2008.
Tinjauan
Pustaka
Demensia,
(Online),