You are on page 1of 27

I.

DASAR TEORI

Mikroseismik merupakan metode geofisika yang banyak berperan dalam


berbagai bidang seperti eksplorasi minyak bumi dan gas bumi, eksplorasi panas
bumi, studi kegunungapian, pembelajaran struktur dalam bumi, serta kegempaan.
Alat mikroseismik harus dapat mengidentifikasi peluruhan getaran yang terdapat
dalam medium, bersama dengan broadband seismometer mengukur secara real time
pergerakan tanah kemudian dapat di rekam sebagai fungsi waktu.
1.1 Gelombang Seismik
Mikroseismik merupakan aktivitas gelombang seismik yang
berukuran kecil, sama seperti dalam proses gempa bumi hanya saja belum
tentu dirasakan oleh manusia. Gelombang seismik adalah gelombang elastik
yang menjalar kesegala arah melalui material yang ada didalam bumi.
Gelombang ini dapat dibagi menjadi 2 tipe utama, yaitu (Bath, 1979):
1. Gelombang badan (Body wave), yang terdiri dari gelombang
longitudinal (Gelombang P) dan gelombang transversal (gelombang S).
Gelombang P juga disebut gelombang kompresi yang mempunyai
gerak partikel sejajar dengan arah penjalaran gelombang. Gelombang P
ini dapat menjalar melalui medium padat, cair, dan gas. Gelombang S
mempunyai gerak partikel tegak lurus dengan arah penjalaran
gelombang. Berbda dengan gelombang P, gelombang S hanya dapat
menjalar melalui medium padat saja. Dan mempunyai kecepatan yang
lebih lambat dibanding gelombang P. kedua jenis gelombang inilah
yang berperanan penting dalam eksplorasi miyak dan gas bumi.
2. Gelombang permukaan (Surface Wave), yang terdiri dari gelombang
Rayleigh, stoneley, dan gelombang kanal.
1.1.1

Gelombang Primer (P)


Gelombang primer merupakan gelombang pusat yang memiliki

kecepatan paling tinggi dari pada gelombang S. Gelombang ini


merupakan gelombang longitudinal partikel yang berambat bolak balik
dengan arah rambatnya. Gelombang ini terjadi karena adanya tekanan.

Karena memiliki kecepatan tinggi gelombang ini memiliki waktu tiba


terlebih dahullu dari pada gelombang S. Kecepatan gelombang P (Vp)
adalah +5 7 km/s di kerak bumi, > 8 km/s di dalam mantel dan inti
bumi, +1,5 km/s di dalam air, dan + 0,3 km/s di udara. Di udara
gelombang P merupakan gelombang bunyi. Adapun persamaan dari
kecepatan gelombang primer adalah sebagai berikut.
+ 2
=

(3.1)
Keterangan : = konstanta lame
= rigiditas
= densitas

Ilustrasi gelombang P dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.1. Ilustrasi Gerak Gelombang Primer (P) (Sumber : expandxi.web.id,2015)

Arah panah pada gambar di atas menggambarkan arah


propagasi gelombang.
1.1.2

Gelombang Sekunder (S)


Gelombang Sekunder adalah salah satu gelombang pusat yang

memiliki gerak partikel tegak lurus terhadap arah rambatnya.


Gelombang ini tidak dapat merambat pada fluida sehingga pada inti
bumi bagian luar tidak dapat terdeteksi sedangkan pada inti bumi
bagian dalam mampu dilewati. Kecepatan gelombang S (Vs) adalah +
3 4 km/s di kerak bumi, >4,5 km/s di dalam mantel bumi, dan 2,5
3,0 km/s di dalam inti bumi. Berikut merupakan persamaan kecepatan
rambat gelombang sekunder.

(3.2)
Keterangan : = rigiditas
= densitas

Ilustrasi gelombang S dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Gambar 3.2. Ilustrasi Gerak Gelombang Sekunder (S) (Sumber: expandxi.web.id,2015)

1.1.3

Gelombang Love
Gelombang ini merupakan gelombang permukaan. Arah rambat

partikelnya

bergetar

melintang

terhadap

arah

penjalarannya.

Gelombang Love merupakan gelombang transversal, kecepatan


gelombang ini di permukaan bumi (VL) adalah + 2,0 4,4 km/s.

Gambar 3.3. Ilustrasi Gerak Gelombang Love (sumber:


catatandianakartinisyahnaputri.blogspot.com,2013)

Gelombang Love diperkenalkan oleh seorang ahli matematika


dari Inggris bernama A.E.H. Love pada tahun 1911. Gelombang Love
dapat diekspresikan dengan persamaan :

1
2

tan [ (

1
1
2 )] =
2

1
1 2
[ 2 2]

1
1 2
2 2]

(3.3)

= ketebalan lapisan lapuk

Dengan

= frekuensi angular

c = kecepatan fase
vs = kecepatan gelombang S
d dan d = perpindahan dari komponen transversal
Gelombang

Love

terbentuk

karena

adanya

penjalaran

gelombang SH yang sampai pada permukaan bebas. Gelombang ini


terjadi karena pada awalnya gelombang SH yang tiba datang dalam
permukaan membentuk sudut kritis sehingga energi terperangkap pada
lapisan tersebut.

1.1.4

Gelombang Rayleigh (Ground Roll)


Gelombang Rayleigh merupakan jenis gelombang permukaan

yang lain, memiliki kecepatan (VR) adalah + 2,0 4,2 km/s di dalam
bumi. Arah rambatnya bergerak tegak lurus terhadapa arah rambat dan
searah bidang datar.

Gambar 3.4. Ilustrasi Gerak Gelombang Rayleigh (sumber:


catatandianakartinisyahnaputri.blogspot.com,2013)

Gelombang Rayleigh diperkenalkan oleh Lord Rayleigh pada


tahun 1885. Gelombang Rayleigh dapat merambat pada permukaan

bebas medium berlapis maupun homogen. Waktu perambatan


gelombang Rayleigh sendiri lebih lambat daripada gelombang Love.
Gelombang Rayleigh dapat diekspresikan dalam bentuk persamaan
berikut :
1

2
2 2
2 2
(2 2 ) = 4 (1 2 ) (1 2 )

(3.4)
dengan

= kecepatan fase
= kecepatan gelombang P
= kecepatan gelombang S

Terbentuknya gelombang Rayleigh akibat adanya interaksi


antara gelombang SV dan P pada permukaan bebas yang kemudian
merambat secara paralel terhadap permukaan. Karena pergerakan
partikelnya yang vertikal, maka gelombang Rayleigh hanya dapat
ditemukan pada komponen vertikal seismogram.
Gelombang Rayleigh merupakan gelombang yang dispersif
dimana periode yang lebih panjang akan mencapai material yang lebih
dalam dan sampai sebelum periode pendek. Hal ini yang menjadikan
gelombang Rayleigh merupakan gelombang yang sesuai untuk
mengekpresikan struktur keras suatu area. Namun sifat dispersif ini
berlaku terhadap medium berlapis secara vertikal. Jika pada medium
homogen tak berhingga, sifat dispersif tidak berlaku.
1.2 Transformasi Fourier
Analisis fourier merupakan metoda untuk mendekomposisi sebuah
gelombang seismik menjadi beberapa gelombang harmonik sinusoidal
dengan masing-masing frekuensi tertentu. Sedangkan kumpulan dari
gelomang harmonik sinusoidal dikenal sebagai Deret Fourier. Transformasi
Fourier digunakan untuk merepresentasikan fungsi waktu transien ke
domain frekuensi seperti pada persamaan berikut.

Pada komputasi digital, transformasi ini dapat dihitung lebih cepat


menggunakan Fast Fourier Transform (FFT). Salah satu metode FFT yang
digunakan adalah algoritma Cooley-Tukey.

1.2.1

HVSR
Metode HVSR ditemukan oleh ilmuan Jepang bernama

Nogoshi & Igarashi pada tahun 1971. Kemudian Nakamura (1989)


mengusulkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk mengestimasi
frekuensi natural dan amplifikasi geologi setempat dari data
mikrotremor.
Metode HVSR biasanya digunakan pada seismik pasif tiga
komponen. Terdapat dua parameter penting yang didapatkan dari hasil
pengolahan metode ini antara lain frekuensi natural (f0) dan amplifikasi
(A). Kedua parameter ini pada dasarnya merupakan implementasi dari
karakterisasi geologi setempat. Herak (2008) menyebutkan bahwa nilai
frekuensi natural dan amplifikasi pada permukaan suatu daerah
berkaitan dengan parameter fisik bawah permukaannya.
Gambaran dari pengolahan metode HVSR ini adalah sebagai berikut.
No
1

Ilustrasi langkah pengolahan

keterangan
Getaran terkekam oleh
sensor mikroseismik.

Didapatkan time series


data dari tiap komponen.
Pada langkah ini
dilakukan pemilahan
sinyal ambient untuk
kemudian diolah pada
langkah berikutnya.

Dilakukan transformasi
fourier pada tiap tiap
komponen (N-S, E-W
dan vertikal) untuk
mendapatkan spektrum
fourier.

Rata-rata dari 2
spektrum horizontal
dihitung kemudian
hasilnya dibagi oleh
spektrum vertikalnya
sehingga didapatkanlah
nilai HVSR.

1.2.2

Amplifikasi
Amplifikasi suatu gelombang dapat terjadi ketika suatu benda

yang memiliki frekuensi diri diusik oleh gelombang lain dengan


frekuensi yang sama. Amplifikasi gelombang gempa bisa terjadi ketika
gelombang merambat ke permukaan tanah sedangkah frekuensi natural
tanah tersebut mempunyai nilai yang sama atau hampir sama dengan
frekuensi gempa.
Menurut Towhata (2008) ada 4 penyebab amplifikasi suatu
daerah yaitu:
-

Adanya lapisan lapuk yang terlalu tebal di atas lapisan keras

fn (frekuensi natural tanah) rendah

fn gempa dengan geologi setempat sama atau hampir sama

Gelombang gempa terjebak di dalam lapisan lapuk dalam waktu


yang lama.

1.2.3

Frekuensi Dominan

Nilai frekuensi dominan dari pengolahan HVSR menyatakan


frekuensi alami yang terdapat di daerah tersebut. Hal ini menyatakan
bahwa apabila terjadi gempa atau gangguan berupa getaran yang
memiliki frekuensi yang sama dengan frekuensi natural, maka akan
terjadi resonansi yang mengakibatkan amplifikasi gelombang seismik
di area tersebut.
Batasan pengamatan frekuensi untuk mikrotremor secara umum
antara 0.5-20 Hz dan untuk mikrotremor frekuensi kecil bisa mencapai
0.2 Hz.
Nilai frekuensi natural suatu daerah dipengaruhi oleh ketebalan
lapisan lapuk dan kecepatan rata-rata bawah permukaan. Menurut
Mucciarelli et al, 2008.:

1.3 Nilai Kerentanan (Kg)


Pengukuran dalam Metode Mikroseismik dilakukan untuk berbagai
tujuan. Salah satunya yaitu untuk mikrozonasi. Pada pengukuran
Mikroseismik untuk Mikrozonasi, parameter yang dilihat diantaranya
adalah amplifikasi dan indeks Kg.
Amplifikasi tanah atau site amplification adalah respon lapisan
batuan, dalam hal ini adalah lapisan permukaan terhadap gelombang
gempabumi. Amplifikasi menggambarkan besarnya penguatan gelombang
pada saat melalui medium tertentu. Penguatan gelombang pada saat melalui
suatu medium berbanding lurus dengan perbandingan antara spektral
horisontal terhadap spektral vertikal.
Sedangkan Indeks Kerentanan Seismik (Kg) menurut Nakamura
(1998) dan Huang dan Tseng (2002) bahwa Indeks Kerentanan Tanah (Kg)
mengindentifikasikan tingkat kerentanan suatu lapisan tanah yang
mengalami deformasi akibat gempa bumi dengan persamaan sebagai
berikut:

Dengan Am dan f adalah amplitude (factor amplifikasi) dan


frekuensi HVSR. Nilai Kg yang tinggi umumnya ditemukan pada tanah
dengan litologi batuan sedimen yang lunak. Nilai yang tinggi ini
menggambarkan bahwa daerah tersebut rentan terhadap gempa dan jika
terjadi gempa dapat mengalami goncangan yang kuat. Sebaliknya, nilai Kg
yang kecil umumnya ditemukan pada tanah dengan litologi batuan
penyusun yang kokoh sehingga saat terjadi gempa tidak mengalami banyak
goncangan.

1.4 Peak Ground Acceleration (PGA)


PGA

merupakan

pengukuran

suatu

parameter

yang

merepresentasikan percepatan getaran gempa di tanah. PGA juga dikenal


sebagai design basis earthquake ground motion (DBEGM). Nilai PGA
suatu daerah bukanlah termasuk ke dalam pengukuran terhadap besar energi
suatu gempa bumi. PGA merupakan pengukuran kuat goncangan tanah
suatu daerah. Persamaan PGA yang biasanya digunakan adalah sebagai
berikut:
=

10210 +

6
= 5 +

= 3 +

Dimana dalam cm/s2,


1 = 5,

2 = 0,61
3 = 1,66
4 = 3,60
5 = 0,167
6 = 1,83
= ( )
=
=

II.

AKUISISI

2.1 Ketentuan Pengukuran

Untuk memperoleh data yang baik ada beberapa hal yang harus
diperhatikan. Berikut merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pengukuran mikroseismik:
a. Parameter rekaman :
- Penentuan gain (pembesaran) semaksimal mungkin tanpa terjadi
saturasi. Penentuan gain yang terlalu besar akan mengakibatkan
sinyal ter saturasi. Pastikan pula semua komponen di setting dalam
gain yang sama besar.
-

Penentuan frekuensi pencuplikan yang terlalu kecil akan


mengakibatkan efek aliasing. Gunakan frekuensi pencuplikan
minimal empat kali lebih besar dari frekuensi maksimal yang
terkandung dalam sinyal seismik. Semakin besar frekuensi sampling
akan semakin baik tetapi akan membutuhkan memori penyimpanan
yang besar. Frekuensi pencuplikan juga harus disesuaikan dengan
instrumen yang digunakan.

Durasi rekaman harus memenuhi kriteria pada tabel dibawah.

Sumber Sesame

Pastikan sensor dalam keadalan stabil sebelum dilakukan


pengukuran.

b. Spasi pengukuran:
-

Spasi antar titik disesuaikan dengan luas area yang akan diukur.
Untuk daerah yang luas bisa digunakan spasi 500m. Agar data yang
diperoleh lebih rapat bisa menggunakan spasi 250 m tetapi akan
berakibat jumlah titik yang akan diukur semakin banyak. Hal ini
harus disesuaikan dengan waktu yang dimiliki untuk pengukuran.

Minimal gunakan tiga titik pengukuran untuk melakukan analisa di


suatu tempat.

c. Kopling tanah-sensor
-

Untuk mendapatkan kopling yang baik antara tanah dan sensor,


sebaiknya di pasang langsung pada tanah.

Hindari pengukuran pada tanah lunak, misalnya daerah berlumpur,


rawa.

Hindari pengukuran pada yanah yang jenuh air misalnya setelah


hujan deras.

Untuk memperoleh kopling yang bagus dapat digunakan lempeng


yang keras misalnya keramik atau paving sebagai alas sensor dan
dipasang pada lubang sedalam 30 cm.

d. Efek struktur lokal


-

Sebisa mungkin hindari pengukuran di dekat struktur yang besar,


misalnya gedung dan pohon. Pergerakan struktur tersebut akibat
angin akan menimbulkan low frekuensi noise. Tidak ada jarak
minimal yang disarankan karena hal tersebut dipengaruhi banyak
faktor seperti kecepatan angin, tipe tanah dll.

Hindari pengukuran diatas struktur bawah tanah misal jaringan pipa


air. Pengukuran diatas struktur bawah tanah akan besar pengaruhnya
terhadap rekaman seismiknya khususnya komponen vertikal.

e. Kondisi cuaca

Angin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil


rekaman. Tidak disarankan untuk melakukan pengukuran saat cuaca
berangin.

Hindari pengukuran saat hujan deras. Saat hujan ringan masih bisa
dilakukan tetapi harus diperhatikan peralatan yang tidak tahan air
harus dilindungi.

f. Noise
-

Selain faktor di atas yang dapat mempengaruhi hasil rekaman adalah


gangguan lokal, misal langkah kaki, kendaraan yang lewat, derau
mesin. Walaupun gangguan lokal ini bisa dihindari saat melakukan
prosesing data dengan melakukan windowing tetapi sangat
dianjurkan untuk menghindari hal tersebut dengan menentukan titik
ukur di tempat yang bebas noise.

2.2 Prosedur Akuisisi


a. Kondisi lingkungan di titik pengukuran dilihat.
b. Apabila lokasi titik ukur berada pada daerah yang dominan noise, lokasi
pengukuran digeser hingga noise yang terukur seminimal mungkin.
c. Lubang dibuat pada permukaan tanah sedalam 30 cm, tatakan (paving
block) diletakkan ke dalam lubang. Pastikan kontak paving dan tanah
telah baik.
d. Sensor diletakkan pada paving blok, arah utara sensor diarahkan arah
utara geografis.
e. Levelling buble pada sensor dilakukan dengan memutar skrup di bagian
bawah sensor.
f. Kabel konektor dipasang (sensor-data logger, data logger-laptop).
Setelah itu sensor ditutup menggunakan ember.
g. Parameter pengukuran diatur sesuai keperluan ( Gain, frekuensi
pencuplikan, Durasi rekaman)
h. Pastikan respon sensor siap untuk pengukuran dengan dilakukan uji
getaran dan lihat hasilnya di layar.
i. Mulai rekaman. Menjauh dari sensor dan jangan membuat getaran.

Semua kondisi lapangan di titik pengukuran ditulis pada log book


standar yang ada dalam SESAME Guideline book.

III.

PROCESSING

3.1 Ketentuan Dalam Pengolahan HVSR menggunakan GEOPSY


Ada dua langkah pemilahan data dalam pengolahan HVSR
menggunakan program GEOPSY diantaranya adalah manual dan auto.
Maksud dari pengolahan manual disini adalah pemilahan data yang hendak
diolah dilakukan secara manual berdasarkan pengamatan langsung terhadap
data pengukuran. Sedangkan pengolahan auto adalah pemilahan data
dilakukan oleh komputer dengan memasukkan ketentuan-ketentuan atau
parameter-parameter pemilahan (STA, LTA, STA/LTA)
3.1.1

Manual
Dalam pengolahan secara manual, hal yang perlu diperhatikan

adalah dalam penentuan panjang jendela (length window). Dalam


menentukan nilai length window (lw) dapat melihat tabel berikut:

Dimana nc = Iw . nw . f0 untuk Iw (length) dan nw (number of


windows)
Pada dasarnya penentuan length window dapat ditentukan
dengan melihat hubungannya dengan frekuensi seperti pada persamaan
berikut
=

10
0

Dari persamaan di atas menjelaskan bahwa dalam penentuan


length window bergantung pada kebutuhan target frekuensi terendah
yang ingin dicapai. Jika menggunakan length window 10 maka batas
frekuensi terendah yang dapat dipercaya adalah 1 Hz. Hal ini tentunya
juga melihat pada spesifikasi sensor yang digunakan. Jika sensor
memiliki nilai frekuensi natural sebesar 1 Hz menandakan pula bahwa
batas frekuensi terendah yang dapat dipercaya adalah 1 Hz. Untuk itu
gunakan length window dengan frekuensi minimum yang didapatkan
adalah 1 Hz.
3.1.2

Auto
Berdasarkan pada Sesame: Guidelines For The Implementation

of The H/V Spectral Ratio Technique on Ambient Vibration, untuk


pengolahan secara otomatis hal yang perlu diperhatikan adalah
-

STA (Short Term Average) : Rata-rata nilai amplitudo


dalam rentang waktu yang sempit (umumnya 0.5 2 s)

LTA (Long Term Average) : Rata-rata nilai amplitudo


dalam rentang waktu yang lama (umumnya beberapa puluh
detik)

rentang nilai STA/LTA : batas minimum dan maksimum


dari nilai ini digunakan komputer sebagai parameter
pemilahan sinyal ambient dalam data rekaman (umumnya
1.5 2).

3.2 Langkah Pengolahan


3.2.1

Mengubah Data Rekaman Ke Dalam Bentuk ASCII


1.

Data akuisisi dibuka di software WINDAQ.

2.

Pada software WINDAQ, klik save as lalu pilih ekstensi


spreadsheet (.csv).

3.

Data dalam bentuk .csv dibuka di Microsoft Excel,


setelah itu dipindahkan kedalam Notepad untuk disave
dalam bentuk .txt. 3 kolom tersebut merupakan data
komponen Z, N, dan E secara berurutan dari kiri ke
kanan. 1 data .txt hanya untuk menyimpan 1 kolom
komponen tersebut, sehingga nantinya kaan dihasilkan
3 data .txt.

4.2.2

Pengolahan HVSR Menggunakan Geopsy


1.

Data .txt tersebut diimport ke software Geopsy dengan


cara membuka software Geopsy, lalu pada toolbar File,
klik Import dan pilih data-datanya.

2.

Nama komponen dan frekuensi sampling tiap data


diubah dengan cara mengklik toolbar edit lalu menguncheck pilihan Lock table edition, kemudian klik icon
Table. Setelah itu data pada window Files di-drag ke
dalam Table. Nama komponen disesuaikan dengan
nama data akuisisi. Frekuensi sampling diisi 100 Hz
semua.

3.

Semua data pada Table di-drag dan dipindahkan ke


icon Graphic.

4.

Data seismogram dibawa ke baseline dengan cara


mengklik toolbar Waveform >> Subtract.

5.

Spectral analysis H/V dilakukan dengan cara klik


toolbar Tools >> H/V.
Pada H/V analysis time menu General, diatur window
length dan time windows data.

6.

7.

Pada H/V analysis time menu Raw Signal, diatur pilih


anti-triggering on raw signal.

8.

Pada H/V analysis time menu Filter, diatur parameter


filter dan diatur parameter STA/LTA.

9.

Pada H/V processing menu, diatur parameter


smoothing dan metode processing komponen
horizontal.

10.

Pada H/V analysis ouput menu, diatur output dari


frekuensi sampling.

11.

Klik Start untuk menghasilkan H/V spectral output.

12.

Dari hasil pengolahan HVSR di atas, tentukan peak


pada gravik H/V kemudian dicatat nilai f0 dan A0 nya.

3.3 Ketentuan Hasil Pengolahan

Sebelum melakukan interpretasi, ada beberapa syarat yang harus


diperhatikan dari kurva H/V antara lain:
i)

Jika peak dari grafik H/V terlihat jelas, pastikan nilai frekuensi
dominannya (f0) memenuhi syarat:
0 =

ii)

Pastikan nilai dari number of cycles (nc) lebih dari 200; Untuk
mendapatkan hasil pengolahan yang berkualitas, batas minimum
dari nc dinaikkan hingga 400 jika didapatkan frekuensi dominan
yang rendah, dan untuk frekuensi tinggi sekitar 800 lebih dari
1000.

iii)

Bila didapatkan nilai deviasi standar yang tinggi pada peak dari
kurva H/V, sering diakibatkan oleh adanya gangguan ketika
pengukuran. Untuk itu pastikan nilai dari deviasi standar A(f)
lebih kecil dari 2 (untuk f0 > 0.5 Hz) dan 3 (untuk f0 < 0.5 Hz)
dalam batas frekuensi 0.5f0 hingga 2f0

Sebagai tambahan yang harus diperhatikan adalah nilai amplitud dari


peak kurva H/V. Jika nilai tersebut berada pada klasifikasi A0 < 0.1 atau
A0 > 10 dengan range frekensi yang lebar (lebih dari 4 kali f0), dapat
dimungkinkan bahwa sensor yang digunakan tidak dalam kondisi baik
atau sinyal ambient yang diolah memiliki sumber yang sangat dekat.
Dalam hal ini harus diadakan pengukuran ulang.

3.4 Identifikasi Kurva H/V

4.3.1

Clear Peak
Terdapat beberapa kriteria suatu peak pada kurva HVSR dapat

dikategorikan sebagai clear peak diantaranya sebagai berikut:


Dari segi nilai amplitudo:
-

Terdapat satu frekuensi (f-) dengan nilai antara f0/4 f0 yang


memiliki nilai A0/AH/V(f-) > 2

Terdapat frekuensi lain (f+) dengan nilai antara f0 4.f0 yang


memiliki nilai A0/AH/V(f+) > 2

A0 > 2
Dari segi stabilitas peak:

Peak dari kurva deviasi standar harus berada pada frekuensi yang
sama atau masih dalam batas toleransi 5% (SESAME).

Nilai f lebih rendah dari batas nilai ambang (f) (threshold), dapat
dilihat pada tabel di bawah.

Nilai A (f0) lebih rendah dari batas nilai ambang (f), dapat dilihat
pada tabel di bawah.

(sumber: SESAME)

Jika 5 dari 6 kriteria terpenuhi, maka nilai f0 yang didapatkan


dapat dikatakan sebagai frekuensi dominan di area tempat dilakukannya
pengukuran. Sebagai tambahan jika peak memiliki nilai amplitudo A0 lebih
besar dari 4 hingga 5, kemungkinan besar terdapat perbedaan kecepatan
yang besar antara lapisan lapuk dengan bedrock di bawah permukaan.

Gambar di atas merupakan salah satu contoh kurva H/V yang


memenuhi kriteria clear peak.

IV.

INTERPRETASI

Terdapat beberapa interpretasi bentuk kurva H/V dan hubungannya


terhadap karakteristik geologi lokal, diantaranya:
4.1 Clear Peak
Jika pada titik pengukuran tidak dekat dengan kegiatan industri yang
dapat menghasilkan sinyal ambient (aktivitas mesin seperti turbin, generator
dan lain-lain), maka dapat dikatakan nilai f0 yang didapatkan
menginterpretasikan frekuensi dominan di area tersebut. Ukuran jarak dari
aktivitas industri adalah dapat terlihat beberapa kilometer dari titik
pengukuran (SESAME). Clear Peak dapat dilihat pada gambar berikut.

Namun jika data pengukuran dipengaruhi oleh sinyal ambient dari


aktivitas industri, maka dari hasil pengolahan akan menghasilkan kurva H/V
dengan peak yang tajam. Dapat pula diamati dari pengolahan masingmasing window ketiga komponen. Jika tampak peak yang tajam, maka 95%
data tersebut terpengaruh oleh aktivitas industri dan tidak disarankan untuk
diinterpretasi nilainya. Berikut merupakan salah satu contoh sharp peak akibat
aktivitas industri.

Untuk melihat pengaruh dari aktivitas industri dapat pula dengan


menggunakan smoothing ketika pengolahan dan dilihat respon kurva H/V. Jika
semakin besar smoothing yang digunakan, maka akan menampilkan kurva sharp
peak yang semakin jelas.

4.2 Two Clear Peak (f1>f0)


Jika dari hasil pengolahan didapatkan dua Clear Peak yang samasama memenuhi persyaratan yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka ada
beberapa hal yang mungkin menjadi penyebabnya:
-

surface velocity yang rendah

bedrock yang sangat keras dan dalam

terdapat kontras impedansi yang besar antara dua lapisan (minimal


sekitar 4)

dapat pula disebabkan salah satu dari peak nya merupakan pengaruh
dari aktivitas industri.

4.3 Unclear Low Frequency Peak (f0 < 1 Hz)

Jika didapatkan peak frekuensi rendah yang tidak jelas (dapat dilihat
gambar di bawah pada subbab ini) langkah yang paling aman untuk
menghindari kesalahan dalam interpretasi pada titik pengukuran ini adalah
dengan melakukan interpretasi secara kuantitatif terhadap titik pengukuran
lain. Atau bila memungkinkan dilakukan pengukuran ulang pada kondisi
cuaca yang tenang atau pada malam hari dimana aktivitas manusia yang
tidak begitu tinggi. Kasus ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain:
-

Daerah tersebut memiliki frekuensi dominan yang rendah dan kontras


impedansi dengan lapisan di bawahnya yang rendah (kurang dari 4)

Pengaruh dari angin ketika pengukuran, khususnya pada kondisi


pengukuran yang tidak optimal (dekat dengan pohon atau bangunan)

Pengukuran dilakukan ketika ada gangguan metorologi.

Soil-Sensor Coupling yang buruk. Sebagai contoh pengukuran


dilakukan di tanah yang lunak (akibat hujan), atau pengukuran
dilakukan di atas rumput, atau dapat juga lempeng yang digunakan
untuk tatakan dari sensor yang buruk.

Sumber getaran ambient (contoh: mesin truk berat yang sedang dalam
kondisi menyala) yang berada pada jarak yang dekat hingga sedang
(beberapa ratus meter).

4.4 Broad Peak


Pada kondisi ini dapat disebabkan adanya slope antara lapisan lunak
dengan lapisan yang lebih keras di bawah permukaan. Jika dapat dilakukan
pengukuran di area yang sama, maka lakukan pengukuran ulang di sekitar
area tersebut, kemudian diolah. Jika ketentuan-ketentuan berikut terpenuhi,
maka dapat dikatakan terdapat variasi struktur bawah tanah yang signifikan
secara lateral.
-

Didapatkan kurva H/V yang clear peak.

Didapatkan variasi frekuensi dari satu titik pengukuran tersebut dengan


titik lainnya. Namun variasi frekuensi masih dalam batas broad peak.
Hal ini umum dijumpai pada pengukuran di daerah lembah.

4.5 Flat H/V curve


Kondisi ini terjadi jika nilai H/V berada disekitar 0.5 2 tanpa
adanya peak. Hal ini dapat disebabkan oleh struktur bawah tanah yang tidak
memiliki kontras impedansi.
Salah satu contoh dapat pula dilihat pada hasil pengukuran
mikroseismik di Tehran ABM site (SESAME) seperti gambar berikut.

ABM site memiliki karakteristik tanah yang kaku (endapan pasir


kasar) yang terletak di atas suatu bedrock yang tidak diketahui
kedalamannya.
Setelah mendapatkan parameter-parameter dari hasil pengolahan HVSR
yaitu frekuensi natural dan amplifikasi, interpretasi secara area dilakukan secara
kualitatif terhadap persebaran nilai dari parameter tersebut.

You might also like