Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH
MARENDA DWI JATMIKO
G1B010010
ABSTRAK
Lapisan batuan bawah permukaan bumi memiliki sifat fisis yang variatif. Salah
satu sifat fisis yang terdapat di bawah permukaan adalah tingkat kekerasan batuan.
Tingkat kekerasan batuan merupakan istilah geologi yang digunakan untuk
menandakan kekompakan (cohesiveness) suatu batuan dan biasanya dinyatakan dalam
bentuk compressive fracture strength. Compressive fracture strenght merupakan
tekanan maksimum yang mampu ditahan oleh batuan untuk mempertahankan diri dari
terjadinya rekahan (fracture). Besarnya fracture strength dipengaruhi oleh densitas dan
kekompakan batuan, sedangkan besarnya densitas dan kekompakan batuan dipengaruhi
oleh elastisitas batuan (Rosid, 2008). Salah satu metode geofisika yang bisa digunakan
untuk mengetahui elastisitas batuan adalah metode seismik refraksi. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui litologi batuan bawah permukaan, sehingga dari litologi
batuan ini dapat diketahui ketebalan dan tingkat kekerasan lapisan batuan. Penelitian ini
telah dilakukan di lapangan Universitas Mataram. Survei seismik refraksi dilakukan
sebanyak 4 lintasan dengan konfigurasi sumber gelombang seismik dan geophone
diletakkan pada satu garis lurus, spasi geophone 2 m, jumlah shot pada lintasan 1 dan 2
adalah 5 shot (2 offset shot, 2 end shot dan 1 center shot) dengan panjang bentangan 96
m, jumlah shot pada lintasan 3 dan 4 adalah 7 shot (2 offset shot, 4 end shot dan 1
center shot) dengan panjang bentangan 72 m. Pengolahan data seismik refraksi
menggunakan software Winsism V.12 dengan metode interpretasi intercept time. Hasil
penelitian menunjukkan litologi batuan daerah penelitian yaitu pada kedalaman 0 7,3
m dari permukaan diinterpretasikan sebagai lapisan batuan lapuk (soil), pasir dan
kerikil tak jenuh dengan densitas 1 1,29 gr/cc.. Lapisan batuan keras diperkirakan
berada pada kedalaman di bawah 7,3 m
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lapisan batuan bawah permukaan bumi memiliki sifat fisis yang variatif. Salah
satu sifat fisis yang terdapat di bawah permukaan adalah tingkat kekerasan batuan.
Tingkat kekerasan batuan merupakan istilah geologi yang digunakan untuk
menandakan kekompakan (cohesiveness) suatu batuan dan biasanya dinyatakan dalam
bentuk compressive fracture strength. Compressive fracture strenght merupakan
tekanan maksimum yang mampu ditahan oleh batuan untuk mempertahankan diri dari
terjadinya rekahan (fracture). Besarnya fracture strength dipengaruhi oleh densitas dan
kekompakan batuan, sedangkan besarnya densitas dan kekompakan batuan dipengaruhi
oleh elastisitas batuan (Rosid, 2008). Salah satu metode geofisika yang bisa digunakan
untuk mengetahui elastisitas batuan adalah metode seismik refraksi.
Metode ini memanfaatkan perambatan gelombang seismik yang merambat
kedalam bumi. Pada dasarnya dalam metoda ini diberikan suatu gangguan berupa
gelombang seismik pada suatu sistem kemudian gejala fisisnya diamati dengan
menangkap gelombang tersebut melalui geophone. Hal tersebut akan menghasilkan
gambaran tentang kecepatan dan kedalaman lapisan berdasarkan penghitungan waktu
tempuh gelombang antara sumber getaran (shot) dan penerima (geophone). Waktu yang
diperlukan oleh gelombang seismik untuk merambat pada lapisan batuan bergantung
pada besar kecepatan penjalaran gelombang pada medium yang dilaluinya tersebut.
metode seismik refraksi digunakan untuk mengetahui kecepatan rambat serta densitas
tanah dan batuan tempat tumpuan suatu bangunan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian
ini
1.
2.
3.
yaitu :
Apa saja jenis lapisan batuan bawah permukaan di daerah penelitian ?
Berapa kedalaman lapisan batuan keras di daerah penelitian dari permukaan ?
Lapisan batuan apa yeng tergolong batuan keras di daerah penelitian ?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Metode Seismik
Metode seismik merupakan salah satu metode yang sangat penting dan banyak
digunakan di dalam teknik geofisika. Hal ini disebabkan metode seismik mempunyai
ketepatan serta resolusi yang tinggi di dalam memodelkan struktur geologi di bawah
permukaan bumi. Dalam menentukan struktur geologi, metode seismik dikategorikan
ke dalam dua bagian yaitu seismik bias dangkal (head wave or refrected seismic) dan
seismik refleksi (reflected seismic). Seismik refraksi efektif digunakan untuk penentuan
struktur geologi yang dangkal sedangkan seismik refleksi untuk struktur geologi yang
dalam.
Metode seismik pada dasarnya dapat digambarkan yaitu suatu sumber gelombang
dibangkitkan di permukaan bumi. Karena material bumi bersifat elastik maka
gelombang seismik yang terjadi akan dijalarkan ke dalam bumi dalam berbagai arah.
Pada bidang batas antar lapisan, gelombang ini sebagian dipantulkan dan sebagian lagi
dibiaskan untuk diteruskan ke permukaan bumi. Di permukaan bumi gelombang
(2.1)
d. Sudut Kritis
Sudut datang yang menghasilkan gelombang bias sejajar dengan bidang batas
lapisan dan tegak lurus terhadap garis normal (r = 90o).
Gelombang Seismik
Gelombang seismik secara umum dibagi menjadi dua jenis yaitu gelombang
badan dan gelombang permukaan. Gelombang badan yaitu gelombang seismik
yang merambat ke seluruh bagian di dalam bumi (Telford, 1990). Gelombang
badan dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1. Gelombang P (primer/longitudinal) yaitu gelombang badan yang dalam
penjalarannya berosilasi sejajar dengan arah rambatan gelombang.
2. Gelombang S (skunder/transversal) yaitu gelombang badan yang dalam
penjalarannya berosilasi tegak lurus dengan arah rambatan gelombang
(Halliday ,dkk. , 2009).
Berbeda dengan gelombang badan, gelombang permukaan merupakan gelombang
seismik yang merambat di permukaan bumi. Gelombang permukaan dibedakan
menjadi dua jenis yaitu :
3. Gelombang Rayleigh yaitu gelombang permukaan yang gerakan partikel
medianya merupakan kombinasi yang disebabkan oleh gelombang P dan S.
4. Gelombang Love yaitu gelombang permukaan yang menjalar dalam bentuk
gelombang transversal yaitu gelombang SH yang penjalarannya paralel
dengan permukaan.
Namun dari semua tipe gelombang seismik tersebut, gelombang P merupakan
gelombang seismik tercepat waktu penjalarannya (Telford, 1990). Beberapa tipe
gelombang seismik tersebut ditunjukkan pada Gambar 2.6 sebagai berikut :
1. Litologi Batuan
Setiap lapisan batuan memiliki tingkat kekerasan yang berbeda-beda. Tingkat
kekerasan yang berbeda-beda ini yang menyebabkan perbedaan kemampuan
suatu batuan untuk mengembalikan bentuk dan ukuran seperti semula ketika
diberikan gaya padanya. Elastisitas batuan yang berbeda-beda inilah yang
menyebabkan gelombang seismik merambat melalui lapisan batuan dengan
kecepatan yang berbeda-beda (Sheriff, 1995).
2. Densitas
Densitas umumnya bertambah dengan bertambahnya kedalaman karena
dengan bertambahnya kedalaman tekanan hidrostatik juga semakin bertambah
besar. Semakin besarnya tekanan pada batuan menyebabkan semakin besarnya
densitas dari batuan tersebut. Hubungan antara densitas dengan kecepatan
perambatan gelombang seismik dalam batuan dirumuskan oleh Hukum
Gardner sebagai berikut :
= V
1
4
(2.2)
juga memiliki waktu yang lebih lama dalam mengalami tekanan tektonik
sehingga memiliki densitas yang semakin besar. Kondisi seperti ini
menyebabkan semakin cepat gelombang seismik merambat pada batuan yang
memiliki umur semakin tua (Sheriff, 1995).
Kecepatan gelombang seismik berubah terhadap frekuensi karena mekanisme
absorpsi (penyerapan). Absorpsi terjadi pada batuan yang mengandung fluida
tersaturasi, tetapi tidak pada dry rock. Dispersi berkurang dengan
meningkatnya porositas, viskositas fluida dan berkurangnya tekanan pada
batuan. Kecepatan gelombang P meningkat 15% pada frekuensi antara 2 200
KHz (Sheriff, 1995).
Semakin besar temperatur suatu lapisan batuan menyebabkan pada lapisan
tersebut terjadi pemuaian. Pemuaian ini menyebabkan porositas batuan
semakin besar sehingga densitas batuan semakin kecil. Sehingga dapat
disimpulkan semakin besar temperatur suatu lapisan batuan maka semakin
kecil cepat rambat gelombang seismik pada lapisan batuan tersebut. Semakin
besar kedalaman suatu lapisan maka semakin besar temperaturnya akan tetapi
kecepatan seismik akan semakin besar. Hal ini terjadi karena berkurangnya
kecepatan akibat bertambahnya temperatur jauh lebih kecil dibandingkan
bertambahnya kecepatan akibat bertambahnya densitas suatu lapisan akibat
tekanan, sementasi, dan lain-lain. Kecepatan gelombang seismik berkurang 5 6 % dengan peningkatan temperatur 100 C (Sheriff, 1995).
Dari penjelasan di atas, perbandingan hubungan antara beberapa sifat fisis
batuan terhadap kecepatan penjalaran gelombang seismik body yaitu
gelombang P dan S ditunjukkan pada Gambar 2.7 berikut :
Gambar 2.7 Hubungan antara sifat fisis batuan dengan kecepatan penjalaran
gelombang seismik (Sheriff, 1995)
2.1.4
(2.3)
dimana :
VP1 = Kecepatan gelombang-P di medium 1
VP2 = Kecepatan gelombang-P di medium 2
VS1 = Kecepatan gelombang-S di medium 1
VS2 = Kecepatan gelombang-S di medium 2
(2.4)
V1
V2
(2.5)
Hubungan ini digunakan untuk menjelaskan metode pembiasan dengan sudut datang
kritis. Gambar 2.8 memperlihatkan gelombang dari sumber S menjalar pada medium
V1, dibiaskan kritis pada titik A sehingga menjalar pada bidang batas lapisan. Dengan
menggunakan Prinsip Huygens pada bidang batas lapisan, gelombang ini dibiaskan ke
atas setiap titik pada bidang batas itu sehingga sampai ke detektor P yang ada di
permukaan. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9 sebagai berikut :
Gambar 2.10 Kurva travel time pada dua lapis sederhana dengan bidang batas
paralel (Sismanto,1999)
Pada bidang batas antar lapisan, gelombang menjalar dengan kecepatan lapisan di
bawahnya V2. Skema penjalaran gelombang pada bidang batas antar lapisan
ditunjukkan pada Gambar 2.11 sebagai berikut :
Gambar 2.11 Sistem dua lapis sederhana dengan bidang batas paralel
(Sismanto,1999).
Waktu rambat gelombang bias pada Gambar 2.11 dapat diperoleh dari persamaan
2.6 sebagai berikut :
T=
AB+CD BC
+
V1
V2
(2.6)
dengan T adalah waktu yang ditempuh gelombang seismik dari titik tembak (A)
sampai ke geophone (D), AB adalah jarak dari titk A ke titik B, CD merupakan
jarak dari titik C ke titik D, BC adalah jarak dari titik B ke titik C, V1 adalah
kecepatan gelombang pada lapisan 1 dan V2 adalah kecepatan gelombang pada
lapisan 2. Dari persamaan 2.6 dapat diperoleh persamaan 2.7 sampai dengan
persamaan 2.9 sebagai berikut :
T=
2 Z1
x2 Z 1 tan
+
V 1 cos
V2
(2.7)
T =2 Z 1
1
sin
x
+
V 1 cos V 2 cos V 2
T =2 Z 1
V 2V 1 sin
x
+
V 1 V 2 cos
V2
(2.8)
(2.9)
Z1
adalah sudut antara garis gelombang datang dengan garis normal serta dapat
diartikan sudut antara garis gelombang bias dengan garis normal dan variabel x
adalah jarak antara titik tembak (A) dengan geophone (D).
Berdasarkan Hukum Snellius bahwa pada sudut kritis berlaku
sin =
V1
V2
sehingga persamaan 2.9 dapat dituliskan menjadi persamaan 2.10 sampai dengan
persamaan 2.13 sebagai berikut :
T =2 Z 1 V 1
T =2 Z 1 V 1
1
sin
sin
x
+
V 1 V 2 cos
V2
1sin2
x
+
V 1 V 2 sin cos V 2
(2.10)
(2.11)
T=
2 Z 1 cos
x
+
V 2 sin cos V 2
(2.12)
T=
2 Z1 cos x
+
V1
V2
(2.13)
Bila x = 0 maka akan diperoleh Ti dan nilai tersebut dapat diketahui pada kurva
waktu terhadap jarak yang disebut sebagai intercept time. Kedalaman lapisan
pertama ditentukan dengan menuliskan persamaan di atas menjadi persamaan
2.14 sebagai berikut :
Z 1=
T iV 1
2 cos
(2.14)
=sin 1
[ ]
V1
V2
, maka
T iV 1
2 cos sin
Jika ,
V1
V2
(( V
cos =
(2.15)
1
2
2
V 12 ) 2
V2
Z 1=
Ti V 1V 2
(2.16)
2 V 2 V 1
2
Gambar 2.12 Kurva travel time pada sistem tiga lapis dengan V1 adalah
kecepatan gelombang pada lapisan pertama dan V2 adalah
kecepatan gelombang pada lapisan kedua (Sismanto,1999).
Pada Gambar 2.12, Ti1 dan Ti2 berurut-urut merupakan intercept time pada
gelombang bias yang pertama dan kedua. Untuk kedalaman lapisan kedua akan
diperoleh suatu persamaan 2.17.
Z 2= T i 2
2 Z1
V 2V 3
2
2
V 2) ( V 1 )
(
2
2
V 1V 3
2 (V 3 ) +(V 2 )
(2.17)
dengan Ti2 adalah intercept time pada gelombang bias yang kedua. Dari
persamaan 2.16 dan persamaan 2.17, dapat digambarkan penampang struktur
lapisan bawah permukaan seperti pada Gambar 2.13 sebagai berikut :
Gambar 2.13 Skema sistem tiga lapis, dengan V1, V2 dan V3 berturut-urut adalah
kecepatan gelombang pada lapisan pertama, kedua dan ketiga, Z1
Kecepatan
Weathered
gelombang P (m/s)
200 900
layered
Soil
Clay
Sandstone
Limestone
Granite
250 600
1000 2500
3000 4500
5500 6000
5000 5100
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian skala lapangan, yakni dengan
mengambil data langsung di daerah penelitian
Lokasi Penelitian
(a)
Lokasi
(b)
Gambar 3.1 Lokasi penelitian dilihat dari :
(a) Peta Lombok (www.google.co.id)
(b) Pencitraan satelit (www.maps.google.co.id)
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain :
1. Satu set alat seismik refraksi Seismograph PASI 24 Channel, seperti pada Gambar
3.2 berikut :
L3
L2
L1
L4
Gambar 3.5 Konfigurasi akuisisi data seismik refraksi di lapangan untuk L1 dan L2
Gambar 3.6 Konfigurasi akuisisi data seismik refraksi di lapangan untuk L3 dan L4
Hasil akuisisi data seismik refraksi di lapangan berupa data rekaman penjalaran
gelombang seismik pada setiap geophone yang tersimpan secara otomatis dalam
bentuk file seismograph SEG2.
3.4.2
Gambar 3.7 Proses picking untuk menentukan waktu tiba gelombang pertama
Tujuan dari proses picking ini adalah untuk menentukan waktu tiba gelombang P
pertama (first break) yang sampai pada setiap geophone. Picking dilakukan secara
manual dengan memperbesar tampilan gelombang pertama terlebih dahulu secara
lebih detail kemudian ditentukan waktu tiba gelombang pertama tersebut. Setelah
waktu tiba gelombang pertama pada setiap geophone diketahui, selanjutnya
dibuat kurva travel time yaitu kurva hubungan jarak setiap geophone dari sumber
gelombang seismik terhadap waktu tiba gelombang pertama pada setiap
geophone, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.8
Hubungan Posisi Geophone Terhadap Waktu Tiba Gelombang
Posisi Geophone
Gambar 3.8 Kurva travel time
Pada kurva travel time, sudah dapat terlihat banyaknya lapisan batuan yang
dapat teridentifikasi dari hasil survei seismik refraksi. Ini dapat terlihat dari
banyaknya perbedaan slope pada kurva travel time. Karena perbedaan slope pada
kurva travel time mengindikasikan bahwa kecepatan penjalaran gelombang
seismik pada suatu lapisan telah mengalami perubahan seiring dengan perbedaan
kerapatan antar lapisan batuan.
Untuk menentukan kecepatan penjalaran gelombang seismik pada setiap
lapisan batuan dihitung dengan menggunakan metode regresi linear setiap slope
pada kurva travel time. Metode regresi linear adalah sebuah metode statistika
yang memberikan penjelasan tentang pola hubungan (model) linear antara dua
variabel atau lebih. Pada kurva travel time, kecepatan penjalaran gelombang P
merupakan variabel terikat sedangkan posisi geophone dan waktu tiba merupakan
variabel bebas.
Untuk mengetahui apakah bidang batas antar lapisan datar atau miring,
akuisisi data seismik refraksi di lapangan dilakukan dengan forward and reverse
(bolak balik). Jika kurva travel time forward and reverse simetris seperti Gambar
3.8 mengindikasikan bidang batas lapisan batuan datar/horizontal. Sebaliknya jika
kurva travel time forward and reverse tidak simetris dapat mengindikasikan
bahwa bidang batas lapisan batuan tidak datar (miring), dengan bidang yang
memiliki sudut kemiringan lebih besar menjadi bidang yang lebih tinggi.
3.4.3
Z 2= T i 2
(3.1)
2 Z1
V 2V 3
V 2 ) 2 ( V 1 )2
(
V 1V 3
2 ( V 3 )2 + ( V 2 )2
(3.2)
Survei lapangan
(File seismograph
Selesai
seg 2 *.dat)
Time (ms)
Posisi geophone
Gambar 4.1 Kurva travel time lintasan 1
Dari kurva travel time lintasan 1, terlihat ada lima grafik yang saling memotong
dengan warna yang berbeda-beda. Shot 1 dan shot 5 merupakan offset shot yang ditunjukkan
dengan grafik berwarna hijau. Offset shot menentukan kedalaman penetrasi geombang
seismik atau dalam hal ini lapisan paling bawah (lapisan kedua). Shot
2 dan shot 4
merupakan end shot yang ditunjukkan dengan grafik berwarna merah muda. Shot 3
merupakan center shot yang ditunjukkan dengan grafik berwarna merah. Target dari center
shot adalah lapisan yang paling atas (lapisan pertama). Dalam penentuan kecepatan
penjalaran gelombang P pada lapisan batuan, kelima grafik dari tiap shot saling
dikorelasikan/dibandingkan sehingga menghasilkan kecepatan gelombang P yang lebih
akurat. Pada kurva travel time lintasan 1 Gambar 4.1, sudah dapat terlihat banyaknya jumlah
lapisan batuan yang dapat teridentifikasi dari hasil survei seismik refraksi. Ini dapat terlihat
dari banyaknya slope (kemiringan) pada kurva travel time. Perbedaan slope penjalaran
gelombang P pada kurva travel time mengindikasikan adanya perbedaan lapisan batuan
seiring dengan perbedaan rapat massa antar lapisan batuan. Kurva travel time untuk lintasan
lainnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Selanjutnya dari kurva travel time tersebut dilakukan
penentuan kecepatan penjalaran gelombang P setiap lapisan batuan dengan menggunakan
metode regresi linear. Metode regresi linear adalah sebuah metode statistika yang memberikan
penjelasan tentang pola hubungan (model) linear antara dua variabel atau lebih. Penentuan
kecepatan gelombang P pada kurva travel time dihitung berdasarkan slope (slope =
untuk lintasan 1 ditunjukkan pada Gambar 4.2 berikut :
1
V ),
Time (ms)
Ti
Posisi geophone
Gambar 4.2 Penentuan kecepatan penjalaran gelombang P pada setiap
lapisan batuan menggunakan metode regresi linear
Setelah kecepatan gelombang P pada setiap lapisan batuan diketahui, kemudian dilanjutkan
dengan menghitung kedalaman lapisan batuan dengan menggunakan waktu intercept time
(Ti) yang diperoleh dari kurva travel time. Intercept time yaitu titik potong perpanjangan garis
singgung kurva travel time dengan sumbu waktu tiba, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
4.2. Dengan menggunakan waktu intercept time (Ti) dapat diketahui kedalaman bidang batas
lapisan 1 dengan menggunakan persamaan 3.1. Selanjutnya dengan mengetahui kedalaman
bidang batas lapisan batuan tersebut, diperoleh penampang litologi batuan pada setiap
lintasan, seperti hasil penampang litologi batuan untuk lintasan 1 yang ditunjukkan pada
Gambar 4.3 sebagai berikut :
Vp Lapisan Pertama
(m/s)
Vp Lapisan Kedua
(m/s)
99 127
119 163
111 136
87 130
245 258
232 252
227 300
228 305
2
3
4
Tabel 4.2
Variasi kedalaman dan ketebalan lapisan batuan
berdasarkan hasil survei seismik refraksi pada semua lintasan
Lintasan
1
2
3
4
Hasil penampang litologi batuan untuk semua lintasan pengukuran L1, L2, L3 dan L4 seperti
terlihat pada gambar 4.4 berikut :
Secara umum hasil penampang litologi batuan dari semua lintasan pengukuran hanya
memperlihatkan 1 macam lapisan, namun dengan perhitungan manual dapat diperoleh 2
lapisan batuan dengan ketebalan dan kedalaman yang dapat dilihat pada tabel 4.2.
Untuk menganalisa jenis litologi densitas batuan di daerah penelitian, dilakukan
dengan mengkorelasikan/membandingkan kecepatan gelombang P pada setiap lapisan batuan
berdasarkan hasil survei seismik refraksi di lapangan dengan tabel referensi kecepatan
penjalaran gelombang P pada beberapa lapisan batuan, seperti yang ditunjukkan pada Tabel
2.1. Berdasarkan hasil korelasi antara kecepatan penjalaran gelombang P dari hasil survei
seismik refraksi di lapangan dengan tabel referensi kecepatan penjalaran gelombang P pada
beberapa lapisan batuan pada Tabel 2.1, secara umum hanya ada 1 jenis lapisan batuan bawah
permukaan yang dapat teridentifikasi dari hasil survei seismik refraksi pada daerah penelitian,
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3
Litologi batuan daerah penelitian
berdasarkan kecepatan gelombang P hasil survei seismik refraksi
Vp
Kedalaman
Ketebalan
Densitas
(m/s)
(m)
(m)
(gr/cc)
99 305
0 7,3
1,97 7,3
1 1,29
Litologi
Top soil, pasir dan kerikil
tak jenuh
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, analisa dan pembahasan mengenai penelitian tingkat
kekerasan batuan menggunakan metode seismik refraksi di lapangan sepak bola
Universitas Mataram , maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Litologi batuan daerah penelitian berdasarkan hasil pengukuran dengan
menggunakan metode seismik refraksi yaitu pada kedalaman 0 7,3 m dari
permukaan diinterpretasikan sebagai lapisan batuan lapuk (soil), pasir dan kerikil tak
jenuh.
2. Batuan keras berada pada kedalaman 7,3 meter ke bawah dari permukaan.
3. Batuan lapuk sebagai lapisan batuan teratas memiliki densitas 1 1,29 gr/cc.
5.2 Saran
Bagi mahasiswa geofisika perlu dilakukan penelitian pada lokasi yang sama dengan
metode geofisika lainnya sehingga dapat dilakukan perbandingan dengan hasil penelitian
sebelumnya menggunakan metode seismik refraksi, agar hasil yang diperoleh lebih
akurat.
DAFTAR PUSTAKA
Akyas, 2007. Pemodelan Gelombang Seismik Untuk Memvalidasi Interpretasi Data Seismik
Refraksi, Skripsi, Program Studi Teknik Geofisika Fakultas Teknik Pertambangan
dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung.
Burger, Robert, 1992. Exploration Geophysics Of The Shallow Subsurface. New Jersey :
Prentice Hall.
Halliday, David, Resnick, Robert dan Walker, Jearl, 2009. Dasar Dasar Fisika Jilid I Versi
Diperluas, Terjemahan Syarifudin, S.T. , Tangerang : Binarupa Aksara.
Rosid, S., & Setiawan, B. (2008). Pemetaan tingkat kekerasan batuan menggunakan metode
seismik refraksi. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi-II 2008. Lampung:
Universitas Lampung.
Sheriff dan Gildart, 1995. Exploration Seismology. United States Of America : Cambridge
University Press.
Sismanto, 1999. Eksplorasi dengan Menggunakan Seismik Refraksi. Yogyakarta : Gajah
Mada University Press.
Susilawati,
2004.
Seismik
Refraksi
(Dasar
Teori
dan
Akuisisi
Data)
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1886/1/fisika-susilawati.pdf)
diunduh Jam 09:59 WITA, tanggal 21/04/2013.
Suswandi, Iwan, 1997. Pendugaan Struktur Lapisan Bumi Dengan Metode Seismik Bias,
Jurnal Aneka Widya STKIP Singaraja No.4 TH.XXX Juli 1997.
Telford, Geldart dan Sheriff, 1990. Applied Geophysics Second Edition. United States Of
America : Cambridge University Press.
Www.maps.google.co.id
(http://maps.google.co.id/maps?hl=id&tab=wlM)
diunduh
Jam