You are on page 1of 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Prostodontics (Gigi Tiruan)
Gigi Tiruan (denture) adalah Suatu bentukan gigi yang menggantikan sebagian atau
seluruh gigi asli yang hilang dan atau jaringan pendukungnya. Gigi tiruan cekat merupakan
piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi yang masih tersisa, yang menggantikan
satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi ini telah lama disebut dengan gigi
tiruan jembatan (Shilingburg, dkk,1997).
2.2 Pemeriksaan pada Gigi Tiruan
Tujuan diagnosa dan

perawatan

pendahuluan mempunyai arti yang

penting

terhadapsuksesnya pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien. Diagnosa dan


perawatanpendahuluan pada pembuatan gigi tiruan mempunyai beberapa pertimbangan :
1. Membentuk kesehatan jaringan periodontal.
2. Pemulihan gigi pasien.
3. Pemulihan dan mengahrmoniskan hubungan oklusal.
4. Penggantian dari gigi yang hilang.
Jika pasien langsung dirawat tanpa melakukan diagnosa dan perawatan pendahuluan,
maka kegagalanlah yang akan dihadapi. Selain diagnosa dan perawatan pendahuluan, ada
hal-hal yang sama pentingnya, yaitu:
Penjelasan kepada pasien mengenai gigi tiruan yang akan dibuat, sehingga
pasienmengerti akan kegunaan gigitiruan tersebut.
Memastikan kebutuhan gigi tiruan untuk pasien.
Keinginan pasien yang berhubungan dengan kebutuhannya.
Hubungan rencana perawatannya dengan kebutuhannya.
Mendiagnosa pasien
pemeriksaan terhadap pasien.Anamnese yaitu

berarti melakukan anamnese dan


menanyakan

kepada pasien

mengenai segala sesuatu yang adahubungannya dengan gigitiruan yang akan dipakainya.
1.

Pemeriksaan subjektif.

Penyakit sistemik, misalnya: hipertensi, diabetes mellitus. Kebiasaan jelek, misalnya:


mengunyah di satu sisi, bruxism, dsb. Apakah pernah memakai gigitiruan, jika pernah
bagaimana

keluhan- keluhan gigi tiruan yang lama.

2. Pemeriksaan objektif.

Pada

pemeriksaan

objektif

ini,

pemeriksaan dapat dilakukan dengan melihatPalpasi Perkusi Sonde Termis Rontgen foto
Pemeriksaan ektra oral
1)

Bentuk muka/wajah

a.

Dilihat dari arah depan (oval/ovoid, persegi/square,lonjong/tapering)

b.

Dilihat dari arah samping (cembung, lurus, cekung)

2)

Bentuk bibir (panjang, pendek,

normal, tebal, tipis, tegang, kendor (flabby).Tebal tipis bibir akan mempengaruhi retensi gi
gitiruan yang akan dibuat,
dimana bibir yang tebal akan memberi retensi yang lebih baik.
3)

Sendi rahang (mengeletuk, kripitasi, sakit).

Pemeriksaan intra oral


1)

Pemeriksaan terhadap gigi

a.

Gigi yang hilang

b.

Keadaan gigi yang tinggal

(gigi yang mudah terkena karies,

banyaknyatambalan pada gigi,

mobility gigi, elongasi, malposisi, atrisi. Jika

dijumpaiada kelainan gigi yang

mengganggu pada

pembuatan gigi tiruan, makasebaiknya gigi tersebut dicabut.


c.

Oklusi :

diperhatikan hubungan oklusi gigi atas

dengan gigi bawah yangada. Angle klas I, II, dan III.


d. Adanya ovrclosed occlusion pada gigi
karena :

(angular cheilosis,

otot kunyah

depan, dapat

disebabkan, antara lain

disfungsi dari TMJ, spasme otot-otot kunyah,


dapat

Spasme otot-

diperbaiki dengan

menambah dimensivertical pada pembuatan Gigi tiruan sebagian lepasan. Selain deep overb
ite,harus diketahui juga ukuran over jet dari gigi depan. Dalam
keadaannormal, ukuran over bite dan over jet ini berkisar antara 2 mm.
e.

Warna gigi

Warna gigi pasien harus dicatat sewaktu akan membuat gigitiruansebagian lepasan
terutama pada pembuatan gigitiruan di daerah anterior untuk kepentingan estetis.

f.

Oral hygiene

(adanya karang gigi, adanya akar gigi, adanya gigi yang karies,adanya peradangan pada
jaringan lunak, misalnya : gingivitis
g. Rontgen foto
Dengan rontgen foto dapat diketahui adanya:

kualitas tulang pendukung dari gigi penyangga

gigi-gigi yang terpendam, sisa-sisa akar

kista, kelainan periapikal

resorbsi tulang

sclerosis (penebalan tulang)

h. Resesi gingival
i. Vitalitas gigi
2. Pemeriksaan terhadap mukosa
Inflamasi, pada keadaan ini mukosa harus
disembuhkan terlebih dahulusebelum dicetak. (bergerak/tidak bergerak, keras/lunak).
3. Pemeriksaan terhadap bentuk tulang alveolar
Bentuk U, V, datar, sempit, luas, undercut
4. Ruang antar rahang
- Besar, dapat disebabkan karena pencabutan yang sudah terlalu lama
- Kecil, dapat disebabkan karena elongasi
- Cukup, minimal jaraknya 5 mm
5. Adanya torus
- Pada palatum disebut torus palatinus
- Pada mandibula disebut torus mandibula Torus ini bila keadaan mengganggupada
pembuatan gigitiruan, harus dibuang
6. Pemeriksaan jaringan pendukung gigi
7. Pemeriksaan terhadap frenulum
Apakah perlekatannya

tinggi

atau rendah sampai puncak alveolar, dimana jika perlekatan

yang rendah akan

mengganggu gigitiruan yang dibuat,sehingga perlu dilakukan pembebasan.


Setelah

dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan terhadap

diketahui apakah masih perlu dilakukan


persiapanperawatan prostodonti

perawatan

pasien, dapat
pendahuluan sebagai

2.3 Syarat Gigi Tiruan yang Baik


1.

material tidak berbau, berasa, halus, bersih, dan tidak mengiritasi, ukuran dan

bentuk harus sesuai, serta mempunyai retensi dan stabilisasi waktu dipakai dan
berfungsi sehingga enak dipakai,
2.

dapat berfungsi untuk mengunyah makanan, mengucapkan kata dengan jelas,

gerakan seperti tertawa, menguap, batuk, minum dan lain-lain,


3.

estetis dalam ukuran, bentuk, warna gigi dan gusi,

4.

tidak menimbulkan gangguan atau kelainan dan rasa sakit, dan juga

5.

cukup kuat terhadap tekanan pengunyahan dan pengaruh zat dalam makanan,

minuman, cairan ludah dan obat.


2.4 Akibat Kehilangan Gigi
Akibat kehilangan gigi tanpa penggantian menurut Aryanto (dalam Rahmawan, 2008)
adalah :

1. Migrasi dan Rotasi Gigi


Hilangnya kesinambungan pada lengkung gigi dapat menyebabkan pergeseran, miring
atau berputarnya gigi. Karena gigi ini tidak lagi menempati posisi yang normal untuk
menerima beban yang terjadi pada saat pengunyahan, maka akan mengakibatkan kerusakan
struktur periodontal. Gigi yang miring lebih sulit dibersihkan, sehingga aktivitas karies dapat
meningkat.
2. Erupsi berlebih.
Bila gigi sudah tidak memiliki antagonis lagi, maka akan terjadi erupsi berlebih (over
eruption). Erupsi berlebih dapat terjadi tanpa atau disertai pertumbuhan tulang alveolar. Bila
hal ini terjadi tanpa disertai pertumbuhan tulang alveolar, maka struktur periodontal akan
mengalami kemunduran sehingga gigi mulai extrusi. Bila terjadinya hal ini disertai
pertumbuhan tulang alveolar berlebih, maka akan menimbulkan kesulitan jika pada suatu
hari penderita perlu dibuatkan geligi tiruan lengkap.
3. Penurunan Efisiensi Kunyah
Mereka yang sudah kehilangan banyak gigi, apalagi yang belakang, akan merasakan
betapa efisiensi kunyahnya menurun. Pada kelompok orang yang dietnya cukup lunak, hal ini
mungkin tidak terlalu berpengaruh, maklum pada masa kini banyak jenis makanan yang
dapat dicerna hanya dengan sedikit proses pengunyahan saja.

4. Gangguan pada Sendi Temporo-mandibula.


Kebiasaan mengunyah yang buruk, penutupan berlebih (over closure), hubungan
rahang yang eksentrik akibat kehilangan gigi, dapat menyebabkan gangguan pada struktur
sendi rahang.
5. Beban Berlebih pada Jaringan Pendukung.
Bila penderita sudah kehilangan sebagian gigi aslinya, maka gigi yang masih ada akan
menerima tekanan mastikasi lebih besar sehingga terjadi pembebanan berlebih. Hal ini
mengakibatkan kerusakan membaran periodontal dan lama kelamaan gigi tadi manjadi
goyang dan akhirnya terpaksa dicabut.

6. Kelainan bicara
Kehilangan gigi depan atas dan bawah seringkali menyebabkan kelainan bicara,
karerna gigi khususnya yang depan termasuk bagian organ fonetik.
7. Memburuknya Penampilan
Menjadi buruknya penampilan karena kehilangan gigi depan akan megurangi daya tarik
wajah seseorang, apalagi dari segi pandang manusia modern.
8. Terganggunya Kebersihan Mulut
Migrasi dan rotasi gigi menyebabkan gigi kehilangan kontak dengan tetangganya,
demikian pula gigi yang kehilangan lawan gigitnya. Adanya ruang interproksimal tidak wajar
ini, mengakibatkan celah antar gigi mudah disisipi makanan. Dengan sendirinya kebersihan
mulut jadi terganggu dan mudah terjadi plak. Tahap berikutnya terjadi karies gigi. Pada tahap
berikut terjadinya karies gigi dapat meningkat.
9. Atrisi
Pada kasus tertentu dimana membran periodontal gigi asli masih menerima beban
berlebihan, tidak akan mengalami kerusakan, malahan tetap sehat. Toleransi terhadap beban ini
bisa berwujud atrisi pada gigi- gigi tadi, sehingga dalam jangka waktu panjang akan terjadi
pengurangan dimensi vertikal wajah pada saat keadaan gigi beroklusi sentrik.
10. Efek Terhadap Jaringan Lunak Mulut
Bila ada gigi yang hilang, ruang yang ditinggalkannya akan ditempati jaringan lunak
pipi dan lidah. Jika berlangsung lama, hal ini akan menyebabkan kesukaran adaptasi terhadap
geligi tiruan yang kemudian dibuat, karena terdesaknya kembali jaringan lunak tadi
daritempat yang ditempati protesis. Dalam hal ini, pemakaian geligi tiruan akan dirasakan
sebagai suatu benda asing yang cukup mengganggu.

2.5 Gigi Tiruan Cekat (GTC)


Gigi tiruan cekat merupakan piranti prostetik permanen yang melekat pada gigi yang
masih tersisa, yang menggantikan satu atau lebih kehilangan gigi. Jenis restorasi ini telah
lama disebut dengan gigi tiruan jembatan (Arifin, 2000).
2.5.1 Komponen GTC
Gigi tiruan cekat terdiri dari beberapa komponen, yaitu pontik, retainer, konektor,
danabutment, yang dapat diuraikan sebagai berikut :
a.

Pontik, Merupakan bagian dari gigi tiruan jembatan yang menggantikan gigi

asli yang hilang dan berfungsi untuk mengembalikan:


v Fungsi kunyah dan bicara
v Estetis
v Comfort (rasa nyaman)
v Mempertahankan hubungan antar gigi tetangga mencegah migrasi / hubungan
dengan gigi lawan ektrusi
Berikut adalah klasifikasi pontik, antara lain:
a.

Berdasarkan bahan

Berdasarkan bahan pembuatan pontik dapat diklasifikasikan atas:3


1)

Pontik logam

Logam yang digunakan untuk membuat pontik pada umumnya terdiri dari alloy, yang
setara dengan alloy emas tipe III. Alloy ini memiliki kekuatan dan kelenturan yang cukup
sehingga tidak mudah menjadi patah atau berubah bentuk (deformasi) akibat tekanan
pengunyahan. Pontik logam biasanya dibuat untuk daerah-daerah yang kurang mementingkan
faktor estetis, namun lebih mementingkan faktor fungsi dan kekuatan seperti pada jembatan
posterior.
2)

Pontik porselen

Pontik jenis ini merupakan pontik dengan kerangka dari logam sedangkan seluruh
permukaannya dilapisi dengan porselen. Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan
anterior dimana faktor estetis menjadi hal yang utama. Pontik porselen mudah beradaptasi
dengan gingival dan memberikan nilai estetik yang baik untuk jangka waktu yang lama.
3)

Pontik akrilik

Pontik akrilik adalah pontik yang dibuat dengan memakai bahan resin akrilik.
Dibandingkan dengan pontik lainnya, pontik akrilik lebih lunak dan tidak kaku sehingga
membutuhkan bahan logam untuk kerangkanya agar mampu menahan daya kunyah / gigit.

Pontik ini biasanya diindikasikan untuk jembatan anterior dan berfungsi hanya sebagai bahan
pelapis estetis saja.
4)

Kombinasi Logam dan Porselen

Pontik ini merupakan kombinasi logam dan porselen dimana logam akan memberikan
kekuatan sedangkan porselen pada jenis pontik ini memberikan estetis. Porselen pada bagian
labial/bukal dapat dikombinasikan dengan logam yang bertitik lebur tinggi (lebih tinggi dari
temperature porselen). Tidak berubah warna jika dikombinasikan dengan logam, sangat
keras, kuat dan kaku dan mempunyai pemuaian yang sama dengan porselen. Porselen
ditempatkan pada bagian labial/bukal dan daerah yang menghadap linggir, sedangkan logam
ditempatkan pada oklusal dan lingual. Pontik ini dapat digunakan pada jembatan anterior
maupun posterior.
5)

Kombinasi Logam dan Akrilik

Pada kombinasi logam dan akrilik ini, akrilik hanya berfungsi sebagai bahan estetika
sedangkan logam yang memberi kekuatan dan dianggap lebih dapat diterima oleh gingival
sehingga permukaan lingual/palatal dan daerah yang menghadap gusi dibuat dari logam
sedangkan daerah labial/bukal dilapisi dengan akrilik.
b.

Berdasarkan hubungan dengan Jaringan Lunak

1)

Pontik Sanitary

Pada pontik ini, dasar pontik tidak berkontak sama sekali dengan linggir alveolus
sehingga terdapat ruangan/jarak antara dasar pontik dengan linggir alveolus (1-3 mm), dan
permukaan dasar pontik cembung dalam segala aspek. Tujuan pembuatan dasar pontik ini
adalah agar sisa-sisa makanan dapat dengan mudah dibersihkan. Adanya bentuk pontik yang
demikian mengakibatkan kekurangan dalam hal estetis sehingga hanya diindikasikan untuk
pontik posterior rahang bawah(Arifin, 2000).

Gambar 1. Pontik Sanitary


2)

Pontik Ridge Lap

Bagian labial/bukal dari dasar pontik berkontak dengan linggir alveolus sedangkan
bagian palatal menjauhi linggir ataupun sedikit menyentuh mukosa dari linggir. Hal ini
mengakibatkan estetis pada bagian labial/bukal lebih baik, dan mudah dibersihkan pada

bagian palatal. Walaupun demikian menurut beberapa hasil penelitian, sisa makanan masih
mudah masuk ke bawah dasar pontik dan sulit untuk dibersihkan. Pontik jenis ini biasanya
diindikasikan untuk jembatan anterior dan posterior(Arifin, 2000).

Gambar 2. Pontik Ridge Lap


3)

Pontik Conical Root

Pontik conical root biasanya diindikasikan untuk jembatan imediat yang dibuatkan
atas permintaan pasien yang sangat mengutamakan estetis dalam kegiatan sehari-hari. Pontik
ini dibuat dengan cara bagian dasar pontik masuk ke dalam soket gigi yang baru dicabut kirakira 2 mm. pontik ini dipasang segera setelah dilakukannya pencabutan dan pada pembuatan
ini tidak menggunakan restorasi provisional.4

Gambar 3. Pontik Conical Root.


B.

Retainer, adalah restorasi tempat pontik dicekatkan. Retainer direkatkan

dengan semen pada gigi penyangga yang telah dipersiapkan dan berfungsi sebagai stabilisasi
dan retensi (Arifin, 2000).

Retainer ekstrakorona : retainer yang retensinya berada dipermukaan luar

mahkota gigi penyangga


i. Full-veneer Crown Retainer
Indikasi:
- Tekanan kunyah normal/ besar
- Gigi-gigi geligi yang pendek
- Intermediare abutment paska perawatan periodontal
- Untuk gigi tiruan jembatan yang pendek maupun panjang

Keuntungan:
- Indikasi luas
- Memberikan retensi dan resistensi yang terbaik
- Memberikan efek splinting yang terbaik
Kerugian:
- Jaringan gigi yang diasah lebih banyak
- Estetis kurang optimal (terutama bila terbuat dari all metal)

ii. Partial-veneer Crown Retainer


Indikasi:
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan / normal
- Bentuk dan besar gigi penyangga harus normal
- Salah satu gigi penyangga miring
Keuntungan:
- Pengambilan jaringan gigi lebih sedikit
- Estetis lebih baik daripada FVC retainer
Kerugian:
- Indikasi terbatas
- Kesejajaran preparasi antara gigi penyangga sulit
- Kemampuan dalam hal retensi dan resitensi kurang
- Pembuatannya sulit (dalam hal ketepatan)

Retainer intrakorona : retainer yang retensinya berada dibagian dalam mahkota

gigi penyangga.
Bentuk: Inlay MO/DO/MOD dan Onlay
Indikasi:
- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan atau normal
- Gigi penyangga dengan karies klass II yang besar
- Gigi penyangga mempunyai bentuk/ besar yang normal
Keuntungan:
- Jaringan gigi yang diasah sedikit
- Preparasi lebih mudah
- Estetis cukup baik
Kerugian:
- Indikasi terbatas
- Kemampuan dalam hal retensi dan resistensi
- Mudah lepas/patah

Retainer dowel crown : retainer yang retensinya berupa pasak yang telah

disemenkan ke saluran akar yang telah dirawat dengan sempurna.


Indikasi:

- Gigi penyangga yang telah mengalami perawatan syaraf


- Gigi tiruan jembatan yang pendek
- Tekanan kunyah ringan
- Gigi penyangga perlu perbaikan posisi/inklinasi

Keuntungan:
- Estetis baik
- Posisi dapat disesuaikan
Kerugian:
- Sering terjadi fraktur akar
C.

Konektor, adalah bagian yang mencekatkan pontik ke retainer. Konektor harus

dapat mencegah distorsi atau fraktur selama gigi tiruan berfungsi (Arifin, 2000).
a.

Konektor rigid : konektor yang tidak memungkinkan terjadinya pergerakan

pada komponen GTC. Merupakan konektor yang paling sering digunakan untuk GTC.
Konektor rigid dapat dibuat dengan cara:

Pengecoran (casting) : penyatuan dua komponen GTC dengan satu kali proses

Penyolderan (soldering) : penyatuan dua komponen GTC dengan penambahan

tuang
logam campur (metal alloy) yang dipanaskan.

Pengelasan (welding) : penyatuan komponen GTC dengan pemanasan dan/atau

tekanan.
b.

Konektor nonrigid : konektor yang memungkinkan pergerakan terbatas pada

komponen GTC. Diindikasikan bila terdapat pier/intermediate abutment untuk penggangti


beberapa gigi yang hilang. Konektor nonrigid bertujuan untuk mempermudah pemasangan
dan perbaikan (repair) GTC. Contohnya adalah dovetail dan male and female.
D.

Abutment, adalah gigi penyangga dapat bervariasi dalam kemampuan untuk

menahan gigi tiruan cekat dan tergantung pada faktor-faktor seperti daerah membran
periodontal, panjang serta jumlah akar.

Single abutment : hanya mempergunakan satu gigi penyangga.

Double abutment : bila memakai dua gigi penyangga.

Multiple abutment : bila memakai lebih dari dua gigi penyangga.

Terminal abutment : merupakan gigi penyangga paling ujung dari


diastema.

Intermediate / pier abutment : gigi penyangga yang terletak


diantara dua diastema (pontics).

Splinted abutment : penyatuan dua gigi penyangga pada satu sisi


diastema

Double splinted abutment : splinted abutment pada kedua sisi


Diastema (Arifin, 2000).

2.5.2 Macam Desain GTC


Adapun 6 macam desain dari GTC yang perbedaannya terletak pada dukungan yang
ada pada masing-masing ujung pontik. Kelima desain ini adalah:
a.

Fixed-fixed bridge

Semua komponen digabungkan secara rigid, dengan cara penyolderan setiap unit
individual bersama atau menggunakan satu kali pengecoran. Memiliki dua atau lebih gigi
penyangga. GTC tipe ini menghasilkan kekuatan dan stabilitas yang sangat baik dan juga
mendistribusikan tekanan lebih merata pada restorasi. Serta memberikan efek splinting yang
sangat baik. Diindikasikan pada span pendek, atau untuk splinting pada gigi goyang dengan
kondisi periodontal kurang baik.
Indikasi Penggantian 1 3 gigi yang saling bersebelahan; Pasien yang punya
tekanan kunyah normal kuat; Gigi penyangga tidak terlalu besar.; Gigi penyangga derajat
goyangnya 1 (normal).
Kontra-Indikasi Pontics/span yang terlalu panjang; Gigi penyangga memiliki
kelainan periodontal atau karies esktensif; Pasien yang masih muda dengan ruang pulpa
besar.
Keuntungan Memiliki indikasi terluas dari semua jenis GTJ; Punya efek splinting
terbaik dan karenanya sering digunakan sebagai perawatan penunjang periodontal.
Kerugian Jika span terlalu panjang terjadi resiko adanya gaya ungkit/bent/efek
flexural. Hal ini terjadi pada saat makan, bolus makanan berada baik di gigi penyangga atau
berada di tengah span/pontik.

b.

Semi fixed bridge

Pada jenis ini, gaya yang datang dibagi menjadi dua, menggunakan konektor rigid dan
non rigid sehingga tekanan oklusi akan lebih disalurkan ke tulang dan tidak dipusatkan ke
retainer. GTC tipe ini memungkinkan pergerakan terbatas pada konektor diantara pontik dan
retainer. Konektor tersebut dapat memberikan dukungan penuh pada pontik untuk melawan
gaya oklusal vertikal, dan memungkinkan gerakan terbatas pada respon terhadap gaya lateral.
Hal ini mencegah gerakan gerakan satu retainer yang mentransmisikan gaya torsional secara
langsung ke retainer lainnya sehingga dapat menyebabkan lepasnya retainer. Diindikasikan
pada span panjang dan jika terdapat pier/intermediate abutment pada pengganti beberapa gigi
yang hilang.
Syarat: Tekanan kunyah normal/ringan dan ukuran abutment normal.
Konstruksi: Non-rigid

Connector di

mesial

diastema

untuk

mencegah

tertariknya keykarna gaya ACF.


Indikasi Salah satu abutment miring >20 atau intermediate abutment; Kehilangan
1 atau 2 gigi dengan salah satu gigi penyangga vital; Kehilangan 2 gigi dengan gigi
penyangga intermediate.
Keuntungan Adanya konektor non-rigid mencegah terjadinya gaya ungkit
sebagaimana yang terjadi pada GTJ rigid-fixed; Preparasi tidak terlalu ekstensif sehingga
pasien yang ruang pulpanya besar tidak menjadi masalah; Prosedur sementasi bertahap
sehingga jika terjadi kesalahan tidak semua unit harus diulang.
Kerugian Pembuatan relatif sulit, terutama keakuratan kedua unit retainer;
Harganya relatif lebih mahal; Efek splinting kurang; Risiko fraktur pada kunci tinggi.
c.

Cantilever bridge

Suatu gigitiruan yang didukung hanya pada satu sisi oleh satu atau lebihabutment.
Pada cantilever bridge ini, gigi penyangga dapat mengatasi beban oklusal dari gigitiruan.
GTC tipe ini tidak diindikasikan untuk daerah dengan beban oklusal besar. Apabila terkena
gaya lateral, maka gigi penyangga akan tipping, rotasi, atau drifting. Tidak diindikasikan pula

pada penggantian gigi dengan gigi penyangga nonvital sebagai terminal abutment. GTC tipe
ini diindikasikan untuk pengganti satu gigi yang hilang.
Syarat: tekanan kunyah ringan, abutment sehat, dukungan tulang baik.
Keuntungan Desain sederhana, pembuatannya mudah namun hasil maksimal;
Jaringan yang rusak tidak banyak; Estetika paling baik karena kesederhanaan desainnya serta
menggunakan full-porcelain crown.
Indikasi Regio anterior, khususnya gigi I2 yang beban oklusal kecil.
Kontra-Indikasi Regio posterior, kecuali pada P2 bawah yang beban oklusalnya
tidak terlalu besar.
Kerugian Punya daya mengungkit yang dapat merusak jaringan periodonsium
(baik tulang maupun mukosa); Terjadi rotasi palato-labial, namun hal ini jarang terjadi karena
adanya keseimbangan jaringan mukosa bibir, pipi, dan lidah; Indikasi sangat terbatas.
d.

Spring cantilever bridge

Suatu gigitiruan yang didukung oleh sebuah bar yang dihubungkan ke gigi atau
penyangga gigi. Loop atau bar tersebut menghubungkan retainer dan pontik dipermukaan
palatal. Lengan dari bar yang berfungsi sebagai penghubung ini dapat dari berbagai panjang,
tergantung pada posisi dari lengkung gigi penyangga dalam kaitannya dengan gigi yang
hilang. Lengan dari bar mengikuti kontur dari palatum untuk memungkinkan adaptasi pasien.
Jenis gigitiriruan ini digunakan pada pasien yang kehilangan gigi anterior dengan satu gigi
yang hilang atau terdapat diastema di sekitar anterior gigi yang hilang.
Indikasi Dimana estetika merupakan hal utama, GTJ jenis ini menjadi pilihan
terbaik karena letak gigi penyangga tidak tepat disebelah pontics sehingga tidak terlalu
terlihat jika menggunakan logam; Gigi dalam 1 regio tidak memungkinkan untuk digunakan
sebagai gigi penyangga, baik karena faktor anatomis (akar & periodontal) maupun karena
faktor fisik retainernya; Jika diperlukan adanya diastema (umumnya faktor estetik).
Kontra-Indikasi Pasien muda yang mahkota klinisnya terlalu pendek sehingga
kurang retentif untuk dijadikan penyangga; Pada gigi di mandibula; Bentuk palatal tidak
memungkinkan, entah karena adanya torus atau bentuknya yang terlalu dangkal/dalam. Selain
alasan fungsional, faktor estetik juga menjadi masalah; Gigi penyangga tidak memiliki
kontak proksimal, menyebabkan gigi berisiko bergerak.
Keuntungan Mendapat hasil estetika yang sangat baik; Waktu kunjungan relatif
lebih singkat; Desain umumnya disambut baik oleh pasien karena faktor estetika dan

kekuatan yang tahan lama; Tingkat kegagalan rendah selama preparasi dan pembuatannya
benar.
Kerugian Palatal bar dapat membengkok/patah suatu saat jika ada gaya yang cukup
besar seperti trauma atau sering bergerak atau bahkan secara alami; Meskipun waktu
kunjungan singkat, waktu pembuatan cukup lama dan kompleks serta butuh keahlian.
e.

Compound bridge

Ini merupakan gabungan atau kombinasi dari dua macam gigitiruan cekat dan bersatu
menjadi suatu kesatuan. Diindikasikan pada pengganti gigi hilang yang membutuhkan
gabungan beberapa tipe GTC.

f.

Adhesive bridge/resin-bonded fixed partial denture/maryland bridge

Merupakan GTC yang sangat konservatif karena preparasi yang sangat minimal.
Dilakukan preparasi gigi penyangga hanya sebatas email. GTC tipe ini terdiri dari satu atau
dua beberapa pontik yang didukung retainer tipis yang direkatkan dengan semen dengan
sistem etcing bonding ke email gigi penyangga di bagian lingual dan proksimal. Gigi
penyangga harus memiliki mahkota klinis yang cukup lebar agar dapat memberikan retensi
dan resistensiyang maksimal. Gigi tersebut juga tidak boleh goyang dan inklinasi
mesiodistalnya harus kurang dari 15derajat. Retensinya berupa mikromekanik antara
permukaan email dengan permukaan dalam retainer yang telah dietsa. Diindikasikan pada
GTC span pendek, abutment yang tidak membutuhkan restorasi, dan penggantian kehilangan
gigi anterior pada anak-anak, karena anak-anak masih memiliki ruang pulpa yang besar.
Kontraindikasi GTC tipe ini adalah penggantian ggi anterior dengan deep over bite.

A.

Faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih Gigi tiruan cekat

Terdapat beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih tipe protesa
yang tepat. Faktor-faktor yang penting tersebut adalah faktor biomekanis, keadaan
periodontal, estetis, faktor financial, dan juga keinginan pasien.
a.

Faktor Biomekanis

Persyaratan Biologis menuntut gigi penyangga dan jaringan yang mendukungdapat


dipelihara pada kondisi yang sehat. Restorasi harus dibuat dengan sedemikian rupa sehingga
tidak mudah terjadinya pengumpulan plaque yaitu dengan cara dipolished. Selain itu,
restorasi harus biokompatibel dan tidak mudah mengalami korosi.
Gigi-gigi penyangga harus mendekati kesejajaran dan dapat direstorasi tanpa
membahayakan pulpa. Preparasi gigi penyangga sebaiknya mencukupi untuk menyediakan
kekuatan restorasi. Selain itu, gigi-gigi penyangga sebaiknya dipreparasi untuk menyediakan
retensi yang adekuat untuk retainer, sehingga mencegah terlepasnya restorasi. Penting untuk
diketahui bahwa gigi tiruan harus cukup kuat agar tidak mudah pecah, tidak mudah patah,
dan mengalami distorsi.
b.

Keadaan Periodontal

Harus dipastikan melalui hasil foto rontgen tidak ada kelainan pada jaringan
periodontal. Indikasi khusus pada gigi penyangga yang vital dan non vital dengan perawatan
saluran akar, aringan periodontal sehat, bentuk akar yang panjang, posisi dan inklinasi yang
baik dalam lengkung rahang, bentuk dan besar anatomis gigi normal, mahkota gigi punya
jaringan email dan dentin yang sehat.
c.

Estetis

Pertimbangan estetis sebaiknya tidak mempengaruhi kekuatan Gigi Tiruan Cekat.


Bagaimanapun, tampilan emas yang tidak penting sebaiknya dihindari. Pontik sebaiknya
menggunakan warna, ukuran, dan bentuk yang tepat serta memiliki susunan dan karakteristik
yang tepat.
d.

Faktor Finansial

Keadaan social-ekonomi serta tingkat pendidikan yang rendah membuat pengetahuan


mereka terbatas dalam hal pelayanan kesehatan gigi dan mulut sehingga mereka cenderung
menggunakan gigi tiruan lepasan yang harganya relative murah dibandingkan dengan gigi
tiruan cekat. Mereka beranggapan bahwa fungsi mastikasi merupakan hal yang utama untuk
penggantian gigi yang hilang.
2.5.3 Indikasi dan Kontraindikasi GTT
a) Pertimbangan Umum

Sikap pasien terhadap kesehatan gigi dan jaringan pendukung miliknya serta
keinginannya untuk bisa sembuh, dengan kata lain sabar dan mau bekerja sama dengan
dokter gigi selama perawatan berlangsung. Mengingat dalam pembuatan GTJ perlu waktu
yang cukup lama dan kunjungan berkala.
Pasien dari kalangan yang cukup mampu karena harga GTJ cukup mahal.
Memiliki OH yang tinggi. Pasien yang memiliki risiko karies tinggi menyebabkan
GTJ tidak bertahan lama, khususnya pada retainer/abutment dari GTJ tersebut.
b) Indikasi Umum
Secara psikologis, pasien (terutama yang mampu) menganggap GTL bukanlah
bagian dari tubuh mereka sehingga mereka menganggap GTC (dalam hal ini GTJ) merupakan
pilihan yang terbaik untuk menggantikan gigi mereka yang hilang. Selain itu segi estetika dan
higiensi juga diperhatikan karena pandangan umum menganggap GTL membuat mulut
menjadi bau dan dari segi estetik kurang.
Pada

pasien

yang

punya penyakit

sistemik, terutama

yang

menyebabkan

sinkop/kolaps/ketidaksadaran, maka penggunaan GTL umumnya dikontraindikasikan karena


berisiko lepas dan patah, sehingga untuk mengurangi rasa khawatir ini digunakan GTC
sebagai alternatifnya.
Pasien pasca-perawatan ortodontik seringkali kehilangan giginya akibat faktor
kebutuhan ruang. Seringkali kepercayaan diri pasien menjadi turun karena faktor ini dan
karenanya perlu gigi pengganti. Penggunaan GTJ diindikasikan karena kestabilan dan
ketahanannya untuk menjaga agar gigi tidak bergerak lagi.
Dalam pasien yang memerlukan perawatan periodontal, gigi-gigi yang goyang atau
kurang stabil akan dirawat dengan splinting, disini penggunaan GTJ diindikasikan
untuk splintingcekat sehingga pergerakan/kegoyangan gigi tidak makin parah dan
gaya/tekanan mastikasi dapat tersebar secara merata. Namun penting untuk diingat bahwa
GTH bukanlah sebagai perawatan utama namun sebagai penunjang karena gigi yang goyang
bukanlah gigi yang baik untuk digunakan sebagai gigi abutment.
Dari aspek bicara, penggunaan GTL dirasa kurang nyaman karena sering bergerak
sehingga mengganggu fungsi bicara. Penggunaan GTC dapat menghilangkan rasa tidak
nyaman ini dan memperbaiki fungsi bicaranya.
Membuat kestabilan proses mastikasi & membantu menyebarkan beban oklusal
secara merata ke jaringan periodonsium dan tulang rahang, dimana kedua faktor tersebut
jarang dicapai di dalam GTL.
c) Kontra-Indikasi Umum

Pasien yang tidak bisa diajak bekerjasama, seperti pada pasien anak-anak ataupun
pasien yang lanjut usia karena sulit untuk bersabar serta komunikasi yang sulit. Selain itu,
pada pasien yang secara medis mengalami penyakit seperti kejang-kejang mendadak atau
gangguan otak juga dikontraindikasikan karena dapat mengganggu proses preparasi.
Pasien yang masih muda karena ruang pulpanya masih besar. Sama seperti dengan
pembuatan mahkota tiruan, pembuatan GTJ perlu preparasi yang cukup ekstensif karena
menggunakan bahan PFM.
Pasien yang tidak bisa diadministrasi anestesi lokal (e.g. hipertensi, gangguan
jantung, dll.). Apabila masih memungkinkan gunakan obat yang tidak memakain epinefrin.
Pasien yang memiliki risiko karies tinggi serta penyakit periodontal.
Pasien yang memerlukan pontik gigi dalam jumlah besar, membuat length of
span tinggi dan menyebabkan beban GTJ makin besar, terutama pada jaringan periodontal
dan gigi penyangganya.
Pasien yang memiliki abutment teeth yang karies ekstensif dan merusak jaringan
mahkota seluruhnya atau terlalu parah. Selain itu gigi yang mengalami deformitas kongenital
juga tidak bisa digunakan.
Gigi penyangga mengalami rotasi/tilting tidak dalam satu bidang sejajar.
2.5.4 Tahap-Tahap Pembuatan GTC
a) Tahapan Klinik I (Preparasi & Pembuatan GTJ)
v Pemeriksaan, diagnosis, rencana perawatan, prognosis
v Preparasi gigi abutment
Preparasi merupakan suatu tindakan pengerindaan atau pengasahan gigi untuk tujuan
menyediakan tempat bagi bahan restorasi mahkota tiruan atau sebagian pegangan gigi tiruan
jembatan (Smith dan Howe, 2007).
Persyaratan preparasi:
1.

Kemiringan dinding-dinding aksial

Preparasi dinding aksial yang saling sejajar terhadap poros gigi sulit untuk
menentukan arah pemasangan. Disamping itu, semen juga sulit keluar dari tepi retainer
sehingga jembatan tidak bisa duduk sempurna pada tempatnya. Untuk itu, dibuat kemiringan
yang sedikit konus ke arah oklusal. Craige (1978) mengatakan bahwa kemiringan dinding
aksial optimal berkisar 10-15 derajat. Sementara menurut Martanto (1981), menyatakan
bahwa kemiringan maksimum dinding aksial preparasi 7 derajat. Sedangkan Prayitno HR
(1991) memandang kemiiringan dinding aksial preparasi 5-6 derajat sebagai kemiringan yang

paling ideal. Kemiringan yang lebih kecil sulit diperoleh karena dapat menyebabkan daerah
gerong yang tidak terlihat dan menyebabkan retainer tidak merapat ke permukaan gigi.
Retensi sangat berkurang jika derajat kemiringan dinding aksial preparasi meningkat.
Kegagalan pembuatan jembatan akibat hilangnya retensi sering terjadi bila kemiringan
dinding aksial preparasi melebihi 30 derajat. Preparasi gigi yang terlalu konus mengakibatkan
terlalu banyak jaringan gigi yang dibuang sehingga dapat menyebabkan terganggunya
vitalitas pulpa seperti hipersensitifitas, pulpitis, dan bahkan nekrose pulpa. Kebanyakan
literatur mengatakan kemiringan dinding aksial preparasi berkisar 5-7 derajat, namun
kenyataaannya sulit dlicapai karena faktor keterbatasan secara intra oral (Prajitno, 1994).
2.

Ketebalan preparasi

Jaringan gigi hendaklah diambil seperlunya karena dalam melakukan preparasi kita
harus mengambil jaringan gigi seminimal mungkin. Ketebalan preparasi berbeda sesuai
dengan kebutuhan dan bahan yang digunakan sebagai retainer maka ketebalan pengambilan
jaringan gigi berkisar antara 1-1,5 mm sedangkan jika menggunakan logam porselen
pengambilan jaringan gigi berkisar antara 1,5 2 mm. Pengambilan jaringan gigi yang
terlaluy berlebihan dapat menyebakan terganggu vitalitas pulpa seperti hipersensitivitas
pulpa, pulpitis, dan nekrosis pulpa. Pengamnbilan jaringan yang terlalu sedikit dapat
mengurangi retensi retainer sehingga menyebabkan perubahan bentuk akibat daya kunyah
(Prajitno, 1994).
3.

Kesejajaran preparasi

Preparsi harus membentuk arah pemasangan dan pelepasan yang sama antara satu gigi
penyangga dengan gigi penyangga lainnya. Arah pemasangan harus dipilih yang paling
sedikit mengorbankan jaringan keras gigi, tetapi dapat menyebabkan jembatan duduk
sempurna pada tempatnya (Prajitno, 1994).
Prinsip kesejajaran ini sangat memengaruhi kestabilan dari kedudukan GTJ nantinya,
kecuali pada GTJ yang sifatnya konektor non-rigid, cantilever bridge, atau telescopic bridge.
Sedangkan prinsip pengambilan jaringan berhubungan dengan kemampuan memegang
retainer dan kemampuan gigi dalam menerima beban kunyah tambahan (distribusi tekanan
dari pontik). Pada keadaan tertentu:
- Pada gigi yang pendek, untuk memperoleh retensi optimal dan mendapatkan
kekuatan untuk menahan beban, maka pengambilan oklusal pada daerah supporting cusp
lebih banyak. Bila perlu dengan tambahan groove sebagai penambah kemampuan resistensi.
- Pada diasteme yang sempit, pengambilan proksimal harus lebih banyak, agar
konektor bisa lebih tebal dan kuat.

- Pada span yang panjang, preparasi servikal sebaiknya mempunyai ketebalan


optimal, misalnya minimal dengan bentuk chamfer.
Ada beberapa tindakan khusus berupa modifikasi preparasi abutment untuk
mendapatkan kesejajaran, antara lain:
a.

Jika salah satu terminal abutment miring

Penyesuaian dengan kurva oklusal, mengharuskan pengambilan lebih banyak pada


distooklusal. Analisa arah pemasukan dengan dental suveyor atau garis khayal, berupa garis
sejajar dengan garis bagi sudut yang terbentuk yang terbentuk oleh kedua sumbu kedua gigi
penyangga.
b.

Terminal abutment dan gigi tetangganya miring

Kemungkinan jaringan mahkota gigi tetangga bagian mesial harus diambil sedikit
agar tidak menghalangi insersi bridge.
c.

Setiap terminal abutment miring dengan kedua sumbu konvergen

Sisi yang berhadapan dengan diastema dipreparasi sejajar garis bagi sudut yang
dibentuk oleh kedua sumbu gigi. Sedang disisi lain dipreparasi sesuai dengan sumbu gigi
masing-masing. Tetapi bila kedua sumbu gigi divergen tidak bisa ditolerir dengan
pengasahan, sehingga harus dilakukan dulu perbaikan posisi / inklinasinya atau dibuat nonvital (merupakan terapi pendahuluan)
d.

Posisi gigi diluar lengkung karena sedikit rotasi

Pada keadaan demikian perlu pengambilan jaringan yang lebih banyak. Daerah yang
keluar dari lengkung lebih banyak dipreparasi.

e.

Salah satu abutment sedikit palatoversi/labioversi

Pada keadaan gigi penyangga miring ke lingual maka lebih banyak terjadi
pengambilan di daerah lingual, pada gigi penyangga yang protrusi maka lebih banyak terjadi
pengambilan di daerah labial.
4.

Preparasi mengikuti anatomi gigi

Preparasi yang tidak mengikuti anatomi gigi dapat membahayakan vitalitas pulpa juga
dapat mengurangi retensi retainer gigi tiruan jembatan tersebut. Preparasi pada oklusal harus
disesuaikan dengan morfologi oklusal. Apabila preparasi tidak mengukuti morfologi gigi
maka pulpa dapat terkena sehingga menimbulkan reaksi negatif pada pulpa (Prajitno, 1994).
5.

Pembulatan sudut-sudut preparasi

Preparasi yang dilakukan akan menciptakan sudut-sudut yang merupakan pertemuan


dua bidang preparasi. Sudut-sudut ini harus dibulatkan karena sudut yang tajam dapat
menimbulkan tegangan atau stress pada restorasi dan sulit dalam pemasangan jembatan
(Prajitno, 1994).
v Tahap-tahap preparasi gigi penyangga:
1.

Pembuatan galur

Untuk gigi anterior, galur proksimal dapat dibuat dengan baik bila gigi bagian
labiopalatal cukup tebal. Galur berguna untuk mencegah pergeseran ke lingual atau labial dan
berguna untuk mendapatkan ketebalan preparasi di daerah tersebut. Galur pada gigi anterior
dapat dibuat dengan bur intan berbentuk silinder (Prajitno, 1994).
2.

Preparasi bagian proksimal

Tujuannya untuk membuat bidang mesial dan distal preparasi sesuai dengan arah
pasang jembatannya. Selain itu untuk mengurangi kecembungan permukaan proksimal yang
menghalangi pemasangan jembatan. Preparasi bagian proksimal dilakukan dengan
menggunakan bur intan berbentuk kerucut. Pengurangan bagian proksimal membentuk konus
dengan kemiringan 5-10 derajat (Prajitno, 1994).
3.

Preparasi permukaan insisal atau oklusal

Pengurangan permukaan oklusal harus disesuaikan dengan bentuk tonjolnya.


Preparasi permukaan oklusal untuk memberi tempat logam bagian oklusal pemautnya, yang
menyatu dengan bagian oklusal pemaut. Dengan demikian, gigi terlindungi dari karies, iritasi,
serta fraktur (Prajitno, 1994).
4.

Preparasi permukaan bukal atau labial dan lingual

Pengurangan permukaan bukal menggunakan bur intan berbentuk silinder. Preparasi


permukaan bukal bertujuan untuk memperoleh ruangan yang cukup untuk logam pemaut
yang memberi kekuatan pada pemaut dan supaya beban kunyah dapat disamaratakan
(Prajitno, 1994).
5.

Pembulatan sudut preparasi bidang aksial

6.

Pembentukan tepi servikal

Batas servikal harus rapi dan jelas batasnya untuk memudahkan


pembuatan pola malamnya nanti. Ada beberapa bentuk servikal:
a.Tepi demarkasi (feater edge)
b.Tepi pisau (knife edge)
c.Tepi lereng (bevel)
d.Tepi bahu liku (chamfer )

e.Tepi bahu (shoulder) (Prajitno, 1994).


Dalam setiap preparasi, selalu ingat mengenai prinsip dan syarat preparasi seperti
yang sudah dibahas pada pemicu sebelumnya. Alat-alat seperti bur, handpiece, dan alat
standar secara umum sama seperti preparasi mahkota tiruan penuh, perbedaan hanya terletak
pada prinsip utama pembuatan GTJ, yaitu prinsip kesejajaran pada gigi penyangganya.
Berbeda dengan full crown, preparasi gigi abutment tetap harus mengingat fungsi utamanya
dalam GTJ, sehingga harus memenuhi prinsip:
Kesejajaran antar gigi penyangga dan arah insersi
Pengambilan jaringan seoptimal mungkin
v Retraksi gingiva
Tindakan ini merupakan tindakan yang mendahului tahap pencetakan gigi.
Merupakan tindakan penarikan/pemisahan sementara free gingiva dari gigi yang dipreparasi
dengan tujuan mendapatkan tepi preparasi servikal yang jelas saat pencetakan serta
menghindari luka pada gusi saat preparasi gigi di sulkus gingiva. Sebelum diretraksi,
dilakukan pemeriksaan gigi tetangga apakah karies atau drifting sehingga harus diperbaiki
serta dilanjutkan dengan pembersihan debris. Ada 4 cara retraksi gingiva, yaitu:
Mekanis (benang surgical silk 0,3 mm atau copper band atau MTS)
Kimia (larutan kimia hemostatik dan tidak ada vasokonstriktor)
Kombinasi (Benang yang mengandung larutan kimia)
Bedah elektrosurgikal
Kesalahan pada retraksi gingiva dapat menyebabkan resesi gusi, atrofi gusi, ekspos
akar gigi, atau shock tekanan darah jika retraction cord mengandung vasokonstriktor (e.g.
adrenalin).
v Pencetakan dan pembuatan die model
Setelah dilakukan retraksi, maka pencetakan dan pembuatan die model dapat dimulai.
Pilih jenis (stock/individual) dan ukuran sendok cetak sesuai dengan ukuran rahang dan
material cetak apa yang akan digunakan. Untuk pembuatan GTJ umumnya material yang
digunakan bersifat elastomer dengan tujuan mendapatkan detail yang akurat. Ingat selalu
bahwa sebelum dicetak, gigi harus dalam keadaan kering dan bebas dari cairan saliva.
v Pembuatan catatan gigit
Tahap ini ditujukan untuk mendapatkan hubungan dari model RA & RBsebagaimana
hubungan tersebut didapat di dalam mulut pasien, sehingga didapatkan GTC yang stabil
oklusinya (oklusi sentris). Umumnya catatan gigit dibuat menggunakan bite registration
paste/bitewax.

v Penentuan warna (shade)


Penentuan warna GTC dilakukan untuk mendapat warna gigi yang sesuai dengan
warna gigi-gigi tetangganya. Umumnya cara yang paling banyak dipakai saat ini adalah
dengan menggunakan shade guide dari pabrik yang mengeluarkan bahan GTC yang kita
gunakan. Kesamaan pabrik antara shade guide dengan material yang kita gunakan di
labroatorium sangat penting karena tiap-tiap pabrik memiliki warna yang berbeda untuk satu
kode yang sama (Contoh: untuk kode A1 antara pabrik A dan pabrik B bisa ada perbedaan
warna). Dalam penentuan warna gigi harus:
Dalam keadaan basah (sehari-hari gigi itu berada nantinya)
Pencahayaan terang dari lampu neon (bukan lampu DU) dan tidak boleh tertutupi
oleh bayangan.
v Pembuatan Mahkota Sementara gigi abutment dan pontik sementara
Mahkota Sementara
Pembuatannya bisa secara direct atau indirect. Jika secara direct, maka saat sebelum
dipreparasi, jika gigi mengalami karies/fraktur, ditutupi dengan malam membentuk kontur
anatomis normal, kemudian dilakukan pencetakan. Setelah dipreparasi, cetakan negatif
(alginat) pada gigi itu diisi dengan resin akrilik kemudian dipasangkan di gigi hasil preparasi
yang sudah diberi vaselin agar tidak menempel di gigi. Setelah mengeras sedikit, resin akrilik
dirapikan seperlunya (dipotong bagian yang berlebih) dan setelah full setting cetakan dilepas
dan MTS dipoles. Jika secara indirect, maka tahap-tahap tersebut dilakukan pada model gigi
dan kemudian setelah jadi MTS dicobakan di gigi pasien.
Cara diatas merupakan pembuatan mahkota sementara secara fabricated. Cara lain
adalah dengan menggunakan mahkota sementara prefabricated. Berbeda dengan cara
fabricated, ada beberapa macam bahan mahkota sementara digunakan, sepertialuminium,
akrilik, dan seluloid. Prosedur pemakaiannya: o Pemilihan mahkota sementara, untuk gigi
depan harus diperhatikan warna, bentuk dan besar yang sesuai. o Adaptasi bagian servikal
dan bagian dalam mahkota. Bagian servikal setiap mahkota sementara tidak boleh menekan
bagian gingival untuk mencegah resesi.
Pontik Sementara
Pembuatan pontik sementara dilakukan sebelum pencetakan untuk pembuatan GTJS
pada retainernya. Disini pontik dibuat dengan menggunakan wax (biasanya inlay wax) dan
kemudian baru dilakukan pencetakan untuk pembuatan MTS di gigi abutment.
b) Tahapan Klinik II (Evaluasi GTJ)

Setelah GTJ selesai difabrikasi dari laboratorium (belum jadi sepenuhnya baru
backing logam), sebelum dipasangkan pada pasien GTJ ini perlu dievaluasi terlebih dahulu,
terutama pada kualitas backing logam dan facing porcelainnya (pada tipe PFM), namun jika
tidak menggunakan bahan ini maka tidak perlu dievaluasi. Disini dievaluasi kecekatan GTC,
ketepatan marginal, kontak proksimal, ruang untuk facing, kontak oklusal dan artikulasi. Jika
evaluasinya baik, maka backing logam ini dikembalikan lagi ke laboratorium untuk dibuatkan
facing porselennya. Setelah jadi sepenuhnya, kembali dilakukan evaluasi pemeriksaan di gigi
pasien namun belum disementasi secara permanen. Evaluasi ini meliputi:
v Kecekatan (fitness/self retention)
GTC harus memiliki kecekatan yang maksudnya saat dipasangkan bisa pas dan tidak
jatuh saat dipasang di gigi hasil preparasi dan mampu melawan gaya-gaya ringan yang
berlawanan dengan arah insersi tanpa sementasi.
v Marginal fitness & integrity
Diperiksa pada bagian tepi servikal restorasi menggunakan sonde halfmoon; apakah
ada bagian yang terlalu pendek atau terbuka serta dilakukan pemeriksaan mengelilingi
servikal. Kemudian dilihat juga kondisi gusi, apakah mengalami kepucatan (menandakan tepi
servikal yang terlalu panjang sehingga menekan gusi). Disini perlu dilakukan pengurangan
panjang namun jangan sampai terlalu pendek yang dapat berakibat terbukanya tepi restorasi.
v Kontak proksimal
Kontak tidak boleh terlalu menekan, overhanging, atau overkontur (terlalu ke labial
atau lingual atau oklusal). Perhatikan juga efek dari ACF karena gaya ini sangat berpengaruh
terhadap kondisi inklinasi gigi. Pengecekan dilakukan dengan menggunakan benang gigi dan
dilewatkan di proksimal gigi tetangga ataupun antar GTC. Disini benang harus mengalami
hambatan ringan namun tidak sampai merobek benang.
v Stabilitas dan adaptasi ke mukosa gingiva
Merupakan kedudukan pada gigi penyangga harus tetap dan tepat, sehingga tidak
goyang, memutar, ataupun terungkit meskipun tidak diberi gaya. Untuk masalah faktor ungkit
umumnya diperiksa dengan menekan salah satu gigi penyangga. Adaptasi mukosa tentu perlu
karena nantinya GTJ akan menekan gusi meskipun ringan namun tetap tidak boleh membuat
perubahan warna pada gusi yang dapat berujung pada resesi serta untuk memaksimalkan
efek self cleansing pada daerah embrasurnya.
v Penyesuaian oklusal

Pemeriksaan dilakukan menggunakan kertas artikulasi dan diletakan di titik kontak


dan titi oklusi dan suruh pasien menggigit kertas tersebut dalam kondisi oklusi sentris. Hasil
yang baik adalah tidak adanya tanda pada hasil restorasi yang menandakan bahwa oklusi
sudah nyaman dan tidak ada yang mengganjal atau ketidaknyamanan saat beroklusi. Hal ini
perlu karena ketidaknyamanan ini dapat berujung pada gangguan sistem mastikasi.
v Estetika
Syarat estetis selalu menjadi poin utama dalam setiap restorasi, khususnya pada masa
kini dimana pasien menginginkan restorasinya sewarna gigi dan seideal mungkin, maka pada
bagian yang terlihat saat tersenyum (anterior dan sebagian kecil posterior) maka restorasi
harus sewarna gigi tetangganya dan harus mengikuti kontur, anatomi, dan bentuk normal gigi
tersebut.
c) Tahapan Klinik III (Sementasi dan Insersi)
Tahap pemasangan dilakukan dengan cara melakukan sementasi dari retainer pada
GTJ ke gigi penyangga menggunakan semen permanen yang tidak larut dalam cairan mulut
sehingga GTJ dapat berfungsi penuh. Pemasangan dapat bersifat sementara ataupun
permanen namun umumnya bahan yang digunakan sama hanya berbeda tujuannya. Pemilihan
bahan sementasi didasarkan pada:
v Besar beban kunyah
Jika tekanan kunyah besar maka memerlukan bahan yang memiliki compressive
strength tinggi untuk mencegah terjadinya retak dikemudian hari dan dapat menyebabkan
lepasnya GTJ. Jika tekanan kunyah berisiko menimbulkan gaya ungkit makan bond
strength ke gigi juga harus baik.
v Jumlah gigi penyangga
Jika jumlah gigi penyangga cukup banyak (GTJ long span) maka bahan semennya
perlu memiliki working time panjang dan flow tinggi untuk mencegah terjadinya pengerasan
yang terlalu awal sebelum gigi dipasangkan mengingat jumlah retainer yang akan disemen
banyak.
v Keadaan gigi penyangga
Pada gigi penyangga yang mengalami hiperemia namun masih vital maka sementasi
dilakukan dengan bahan yang pH tinggi (basa). Jika gigi kurang retentif semen perlu
punya bond strength & film thickness tinggi. Apabila sifat gigi penyangga merupakan MT
pasak logam maka perlu menggunakan bahan semen yang dapat berikatan dengan baik
dengan logam.

v Desain dan bahan gigi tiruan


Desain dan bahan gigi tiruan berpengaruh pada estetika dan fungsional GTC nantinya.
Jika bahan gigi tiruan adalah akrilik yang translusen maka tentunya semen harus memiliki
warna yang sebisa mungkin mirip dengan warna gigi, sedangkan untuk desain tertentu maka
semen harus punya tingkat kelarutan yang rendah.
Penyemenan jembatan berarti melekatkan jembatan dengan semen pada gigi
penyangga di dalam mulut. Persiapan gigi penyangga sebelum penyemenan perlu dilakukan
dengan sebaik-baiknya untuk mencegah perubahan relasi oklusal dan tepi gingiva, yang
mungkin juga disebabkan tekanan hidrolik yang mengganggu pulpa. Hal tersebut harus
dihindari oleh operator (Smith dan Howe, 2007).
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan diatas bahan semen yang umum digunakan
antara lain GIC, Semen Resin, Zinc-Polikarbonat, dan Zinc-Fosfat.
Glass-Ionomer Cement
Merupakan bahan semen yang paling banyak dipakai karena kemampuan
biokompatibilitas ke jaringan dan restorasi yang baik melalui ikatan kimia. Terdiri atas bubuk
dan liquid yang mengandung fluor sebagai proteksi dari karies. Saat pemasangan pastikan
gigi tidak terkontaminasi oleh saliva karena sifat semen yangwater-based. Apabila material
yang digunakan adalah logam logam tersebut dilapisi dengan opaquer terlebih dahulu.
Sayangnya karena daya larut yang rendah risiko kebocoran tepi servikal tinggi.
Resin Cement (Zinc Siloco Phosphate Cement)
Semen ini sudah tidak banyak dipakai karena sifatnya yang asam sehingga restorasi
tidak tahan lama dan mengiritasi jaringan. Namun semen ini karena memiliki komposisi resin
maka sifat translusensinya sangat baik. Biasanya semen ini digunakan pada retainer yang
menggunakan material akrilik atau porselen serta gigi penyangga yang non-vital (dowell
crown).
Zinc Poly-Carboxylate Cement
Merupakan bahan semen jenis akrilik dengan paduan antara bubuk dan liquidnya akan
menurunkan pH serta meningkatkan bond strength karena reaksi dengan kalsium gigi dan
kandungan fluornya. Sifat adhesif ke logam tinggi sehingga banyak dipakai untuk sementasi
Pasak-Inti. Kekurangannya adalah setting time yang cepat sehingga tidak cocok untuk GTJ
dengan span panjang atau multiple abutment bridge. Tingkat kekerasannya juga masih
dibawah semen zinc-fosfat.
Zinc Phosphate Cement

Merupakan bahan semen yang paling pertama dikeluarkan tetapi masih menjadi
pilihan utama karena memiliki tingkat kekerasan, film thickness dan setting time yang
memadai. Semen ini juga punya pilihan warna sehingga tidak terlalu mencolok. Sayngnya pH
semen ini rendah sehingga berisiko mengiritasi pulpa saat belum mengeras. Oleh karena itu
biasanya diberikan pelaps untuk proteksi pulpa dengancavity varnish.

Prosedur sementasi adalah sebagai berikut:


Pembersihan bagian dalam retainer dari debris atau lemak dengan alkohol lalu
keringkan dengan air spray. Lakukan hal yang sama pada gigi penyanggan namun
menggunakan larutan antiseptik (jika alkohol dapat dehidrasi jaringan). Jika semen yang
digunakan bersifat asam, gig penyangga dapat terlebih dahulu dilapisi dengancavity
varnish di daerah dekat pulpa atau diaplikasikan kalsium hidroksida.
Blokir semua daerah insersi dengan gulungan kapas untuk mencegah terjadinya
kontaminasi oleh saliva serta gunakan saliva ejector. Berikan separator oil di dasar pontik dan
interdental untuk memudahkan pengambilan sisa semen yang berlebih.
Lakukan manipulasi semen sesuai petunjuk pabrik lalu oleskan semen di bagian
dalam retainer dan di gigi penyangga, lalu pasang sesuai dengan arah dan posisi yang benar.
Tekan secara bertahap masing-masing retainer untuk membuat semen mengalir dengan baik
dan mencegah adanya jebakan udara.
Lihat kondisi oklusi sentris dan fitnessnya, jika masih salah lepas segera dan ulangi
lagi. Jika sudah baik, GTJ ditekan dengan jari secara merata atau pasien dapat diminta untuk
menggigit dengan alat khusus sampai semen mencapai setting time. Buang sisa kelebihan
semen dengan sonde atau eksavator kecil dan menggunakan benang gigi di bagian
interdental.
2.5.5 Hukum Ante
Dalam Pembuatan Gigi Tiruan Jembatan sebaiknya berpatokan pada hukum Ante.
Hukum Ante adalah konsep yang dikemukakan pada tahun 1800an dan masih digunakan
sampai sekarang. Hukum ante menyatakan bahwa "Luas area permukaan akar gigi penyangga
harus sama atau lebih besar dari luas area permukaan akar gigi yang hilang atau daerah
anodonsia". Dalam keadaan tertentu, kita tidak perlu mentaati hukum Ante, pada keadaan :

Akar gigi penyangga (abutment teeth) panjang, kokoh dan tertanam baik dalam

proc. Alveolaris.

Tekanan kunyah yang ringan atau tidak berkontak sama sekali, misal gigi lawan

merupakan removable denture, sehingga tekanan kunyah tidak akan sama dengan gigi asli.

Bentuk akar gigi penyangga yang tebal dan besar.

2.5.6 Syarat Pemakai Gigi Tiruan Cekat


1. Usia penderita : 20 s/d 50 tahun
a. < 20 Tahun
-

Foramen apikal yang masih terbuka dan bisa fraktur

Saluran akar masih lebar sehingga preparasi terbatas

Proses pertumbuhan masih aktif dapat dilihat pertumbuhan gigi dengan

rontgen dapat menghambat pertumbuhan tulang


b. > 50 Tahun
-

Sudah terjadi resesi gingiva dan terlihat servikal gigi

Terjadi perubahan jaringan pendukung & resobsi tulang alveolar secara fisiologis

Kelainan jaringan yang bersifat patologis

2. Penyakit sistemik
Pada penderita dengan epilepsi sebaiknya direncanakan pembuatan
jembatan daripada gigi tiruan lepasan.

3. Kondisi Periondisium
a. Gigi penyangga:
-

Jaringan periodontal sehat

Bone support baik

Bentuk akar yang panjang

Posisi dan inklinasi yang baik dalam lengkung rahang

Bentuk dan besar anatomis gigi normal

Mahkota gigi punya jaringan email dan dentin yang sehat

2. Gigi antagonis:
Oklusi normal
3. Gigi tetangga :
Tidak mengalami rotasi, migrasi, miring
2.5.7 Keuntungan dan Kerugian GTC
1. Keuntungan

Karena diletakkan pada gigi asli sehingga tidak mudah terlepas atau tertelan

Dirasakan seperti gigi sendiri oleh pasien

Tidak mempunyai clasp (pendekap) yang dapat menyebabkan keausan pada

enamel gigi

Melindungi gig terhadap tekanan

Dapat mempunyai efek spint (efek belat) yang melindungi gigi terhadap stress

(tegangan)

Mendistribusikan

stress

(tegangan)

fungsi

ke

seluruh

menguntungkan jaringan pendukungnya (Abu Bakar, 2012).


2. Kerugian

Ditempatkan permanen sehigga sulit untuk mengontrol plak

Dapat menyebabkan peradangan mukosa dibawah pontik

gigi

sehingga

2.6 Pengaruh Penyakit Sistemik Terhadap Perawatan Prostodontik


A. Arteriosclerosis
Secara klinis penyakit ini dapat terjadi dalam banyak cara (angina pectoris, infark
jantung, hipertensi, dan gagal jantung kongestive). Pada pasien dengan penyakit ini sering
berkurangnya keahlian motorik dan bisa terjadi kebingungan dan pikiran kosong sehingga
sukar untuk dirawat. Arterial hipertensi sering dirawat dengan obat anti hipertensi yang efek
sampinganya dapat mengurangi laju saliva. Pasien penyakit symptomatik arteriosclerotik
vascular, perawatan prostodontik tidak boleh tanpa adanya konsultasi terlebih dahulu dengan
dokter umum.
B. Endocarditis
Penyakit ini biasanya disebabkan oleh dua kondisi predisposisi:

suatu peningkatan kerusakan kardiak

penurunan daya immunocompeten

Pada pasien ini harus diberikan antibiotik profilaksis yang dikombinasikan dengan
intervensi yang dapat menimbulkan bakteremia sebagai suatu pencegahan (pengoptimalan
OH).
C. Respiratory Disorder
Sebagai contoh, asma atau bronchitis secara khusus memilki pernapasan yang
hiperaktive, sesak napas, dyspenea dan batuk. Pasien i ni harus selalu dirawat dengan posisi
duduk yang tegak pada dental chair. Hal ini penting bagi pasien agar terhindar dari
semprotan air dan partikel girborne seperti resin komposit saat penempatan gigi tiruan
penuh.
D. Diabetes melitus
Tanda klinis manifestasi oralnya adalah:

mulut kering, sering haus

lidah merah dan terasa nyeri

bau nafas seperti bau keton

gigi geligi goyang atau lepas

luka sulit sembuh

resorpsi cepat, gigi tiruan cepat longgar, sehingga harus sering dikontrol.

Terkadang pasien harus dikonsultasikan terlebih dahulu ke spesialis penyakit dalam.


Pada saat melakukan perawatan, beberapa hal yang harus dihindari :

hindari trauma

desain jangan dibuat paradental, tetapi gingival karena gigi geligi tidak kuat.

E. Arthritis
Kebanyakan pasien seperti ini mengkonsumsi obat-obatan seperti aspirin atau
corticosteroid dalam jangka waktu yang lama dan dapat mempengaruhi perawatan gigi akibat
efek sampingnya. Pasien dengan infeksi oral harus dilakukan proteksi untuk melawan
bakteremia dan timbulnya infeksi sekunder dengan dilakukannya terapi antibiotik profilaksis.
Dokter gigi harus mengkonsultasikan pasienya pada dokter umum untuk menentukan
kebutuhan antibiotiknya.
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosa dan

perawatan

pendahuluan mempunyai arti yang

penting

terhadapsuksesnya pembuatan gigi tiruan untuk kebutuhan pasien. Jika pasien langsung dira
wattanpa

melakukan diagnosa dan

perawatan pendahuluan,

maka kegagalanlah yang akandihadapi. Pemeriksaan teridiri dari 3 jenis, yaitu pemeriksaan
subjektif, objektif, dan penunjang. Pemeriksaan subjektif yaitu pemeriksaan yang dilakukan
dengan tanya jawab. Cara ini umumnya dilakukan untuk mencari riwayat penyakit dan data
pribadi pasien dan keluarga. Biasanya disebut dengan anamnesis. Pemeriksaan objektif
meliputi pemeriksaan intraoral dan ekstraoral. Pemeriksaan ekstraoral meliputi pemeriksaan
terhadap bentuk muka/wajah. Dilihat dari arah depan bentuk wajah tampak Oval/ovoid,
Persegi/square, Lonjong/tapering dan dilihat dari arah samping tampak cembung, lurus,
cekung. Bentuk bibir tampak panjang, pendek, normal, tebal,tipis, Flabby. Sendi Rahang
terlihat menggeletuk, krepitasi, sakit. Pemeriksaan intraoral meliputi pemeriksaan terhadap
gigi, antara lain meliputi gigi yang hilang, keadaan gigi yang tinggal, gigi yang mudah
terkena karies, banyaknya tambalan pada gigi, mobilitas gigi, elongasi, malposisi, atrisi. Jika
dijumpai adanya kelainan gigi yang mengganggu pada pembuatan gigi tiruan, maka
sebaiknya gigi-gigi tersebut dicabut. Selanjutnya setelah dilakukan pemeriksaan subjektif dan
objektif agar lebih akurat dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaanradiografi
yang Berfungsi sebagai informasi tambahan bagi pemeriksan klinis.
Penegakkan diagnosa dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan subyektif, obyektif,
dan

penunjang. Setelah

didapatkan

hasil

pemeriksaan

kemudian

dilakukan

prognosis. Prognosis adalah peramalan dari kemungkinan dan akhir suatu penyakit, sebuah
perkiraan kemungkinan hasil akhir gangguan atau penyakit, baik dengan atau tanpa
pengobatan.Sebelum melakukan tindakan rehabilitatif dengan membuatkan GTC, dokter gigi

harus melakukan perawatan pendahuluan terlebih dahulu dengan tindakan bedah, periodonti,
konservatif maupun orthodonti sesuai dengan kondisi pasien dan jika pasien memiliki
penyakit sistemik, hal ini memerlukan cukup perhatian khusus . Tahap selanjutnya adalah
proses pembuatan gigi tiruan tetap. Penentuan desain dari gigi tiruan cekat (GTC) merupakan
salah satu faktor penentu keberhasilan atau kegagalan gigi tiruan. Dari sini kita mendapatkan
prognosa yang baik untuk kedepannya Cara penentuan desain GTC dengan cara mengetahui
indikasi dan kontraindikasi, menentukan macam dukungan dari setiap sadel, menentukan
macam retainer, dan terakhir menentukan macam konektor yang akan digunakan. Komponenkomponen gigi tiruan tetap terdiri dari pontik, retainer, konektor dan abutment. Desainer
harus didasarkan pada pengetahuan dan ketrampilan operator dan proses pembuatan desain
harus memperhatikan faktor-faktor estetis, stabilisasi, retensi, oklusi, kenyamanan, mudah
dibersihkan dan faktor biaya.
Setelah proses pembuatan GTC selesai, tahap berikutnya adalah tahap pemasangan
GTC kedalam mulut pasien. Pemeliharaan kesehatan mulut untuk menunjang jesehatan
gingiva disekitar gigi tiruan dan giginya sendiri. Pemeliharaan yang harus dilakukan oleh
pasien terdiri dari 4 tindakan yang bertujuan untuk menghilangkan plak dan sisa makanan
berupa penghilangan plak, mengurangi makanan/minuman yang asam dan kariogenik,
penggunaan obat kumur dengan tujuan menghambat pertumbuhan plak, misalnya dengan
chlorhexidine dan pemeriksaan ulang rutin setiap 3 6 bulan ke dokter gigi.

You might also like