You are on page 1of 13

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Regenerasi

merupakan

suatu

proses

pembentukan

kembali

atau

memperbaiki bagian tubuh yang hilang atau rusak pada organisme. Kerusakan
yang diperbaiki berupa pemulihan kerusakan akibat hilangnya bagian tubuh utama
misalkan anggota badan mungkin hanya berupa penggantian kerusakan-kerusakan
terjadi dalam proses fisiologi biasa. Regenerasi berbeda-beda pada berbagai jenis
hewan. Beberapa organisme mampu meregenerasi sebagian tubuhnya saja tapi ada
pula yang mampu meregenerasi seluruh bagian tubuhnya (Yatim, 1990).
Bagian tubuh yang lepas akibat rusaknya sel atau kecelakaan dengan
proses regenerasi bagian tubuh yang lepas akan diganti kembali dengan jaringan
baru kembali. Bagian tubuh yang terpotong pada beberapa organisme tidak akan
dapat tumbuh seperti semula jika tidak ada proses regenerasi. Beberapa organisme
juga melakukan proses yang sama, karena proses regenerasi merupakan hal yang
sangat penting dalam reproduksi secara aseksual (Lukman, 2009).
Regenerasi terbagi menjadi tiga macam, yaitu epimorfosis, morfolaksis,
dan regenerasi intermediet atau kompensatori. Regenerasi epimorfosis yaitu selsel terdiferensiasi membentuk masa sel yang baru, kemudian dispesifikasi dan
dispesialisasi kembali, contohnya pada regenerasi kaki kecoa dan sirip ikan.
Regenerasi morfolaksis yaitu suatu proses perbaikan yang melibatkan reorganisasi
bagian tubuh yang masih tersisa untuk memulihkan kembali bagian tubuh yang
hilang. Jenis regenerasi ini pemulihan bagian yang hilang sepenuhnya diganti oleh
jaringan lama yang masih tertinggal, contohnya pada hydra. Regenerasi
intermediet atau kompensatori merupakan momensasi, dimana sel-selnya dapat
mempertahankan fungsional selnya, contohnya regenerasi pada hati manusia
(Wallace, 1981).
Ikan Nilem (Osteochillus hasselti) digunakan sebagai preparat dalam
praktikum regenerasi sirip ikan karena mudah didapat, harganya murah, mudah
diamati perkembangannya selama proses regenerasi, dan merupakan salah satu
hewan yang mengalami regenerasi pada vertebrata. Menurut Yoshinari et al.,
(2009), ikan memilki kemampuan luar biasa untuk mereformasi atau meregenerasi

sirip, lensa retina, saraf tulang belakang dan banyak organ internal lainnya. Tujuan
dari pemotongan sirip yang berbeda-beda pada ikan nilem adalah untuk
mengetahui kemampuan kecepatan regenerasi pada setiap sirip ikan. Bagian yang
terlebih dahulu tumbuh merupakan organ yang berperan vital dalam aktivitas
kehidupan organisme tersebut.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah dapat mengetahui proses regenerasi
pada sirip ikan dan mengetahui kemampuan regenerasi pada berbagai sirip ikan
Nilem (Osteochilu shasselti).

II. MATERI DAN METODE


A. Materi
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum regenerasi sirip ikan adalah
akuarium, milimeter blok, gunting, penggaris, aerator,dan kamera.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum regenerasi sirip ikan
adalah ikan nilem (Osteochilus hasselti), pellet, dan air kran.
B. Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah:
1. Panjang tubuh ikan diukur secara keseluruhan.
2. Panjang total sirip ikan diukur.
3. Sirip ikan dipotong dengan gunting pada bagian :
(a) Kelompok 1 dipotong bagian sirip ekor atas
(b) Kelompok 2 dipotong bagian sirip ekor bawah
(c) Kelompok 3 dipotong bagian caudal fin
(d) Kelompok 4 dipotong bagian sirip p
(e) Kelompok 5 dipotong bagian abdominal fin
(f) Kelompok 6 dipotong bagian pectoral fin

4. Panjang sirip ikan yang terpotong dan sirip yang tersisa diukur (semua
pengukuran menggunakan millimeter blok.
5. Ikan dipelihara dalam akuarium beserta aerator selama 2 minggu.
6. Ikan diberi makan pelet setiap hari dan disipon setiap 2 hari sekali.
7. Pertumbuhan sirip diukur pada hari ke-7 dan ke-14.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil

(A)

(C)

(B)

(D)

(E)

(F)

(G)

(H)

(I)
Keterangan:
(A) Foto ikan di dalam larutan NaCl fisiologis
(B) Foto ikan di dalam larutan alkohol 96%
(C) Foto ikan di dalam larutan KOH 1%

(D) Foto ikan di dalam larutan pewarna alizarin red


(E) Foto ikan di dalam larutan KOH 2%
(F) Foto ikan di dalam larutan penjernih A
(G) Foto ikan di dalam larutan penjernih B
(H) Foto ikan di dalam larutan penjernih C
(I) Gambar tulang ikan

Tabel 1. Data PengamatanTulang Yang Terkalsifikasi

Kelompok
1
2
3
4
5
6

Tulang yang Terwarnai


Tulang tengkorak, rongga mata, rongga insang, sirip belakang.
Tulang tengkorak, rongga insang, sirip punggung, sirip ekor,
rongga mata, tulang rusuk, sirip perut.
Tulang tengkorak, sirip dorsal, sirip caudal.
Rongga mata, tulang tengkorak, sirip caudal (sedikit), tulang
belakang, tulang rusuk.
Tulang tengkorak, tulang belakang, rongga insang, rongga mata,
tulang rusuk.
Rongga mata, tulang belakang, tulang ekor.

B. Pembahasan
Hasil dari pengamatan praktikum alizarin red pada kelompok 4 yaitu
tulang ikan yang telah mengalami proses kalsifikasi adalah tulang tengkorak,
tulang belakang, tulang rusuk, rongga mata, dan sirip ekor yang sedikit. Hal ini
menunjukkan adanya perbedaan pada tiap hasil kelompok. Kelompok 1
memperoleh hasil yaitu tulang tengkorak, rongga mata, rongga insang, dan sirip
belakang. Kelompok 2 memperoleh hasil yaitu tulang tengkorak, rongga insang,
sirip ekor, rongga mata, tulang rusuk, dan sirip perut. Kelompok 3 memperoleh
hasil yaitu tulang tengkorak, sirip dorsal, dan sirip caudal. Kelompok 5
memperoleh hasil yaitu tulang tengkorak, rongga mata, rongga insang, tulang
belakang, dan tulang rusuk. Kelompok 6 memperoleh hasil yaitu rongga mata,
tulang belakang, dan tulang ekor. Sebagian besar kelompok memperoleh tulang
tengkorak dan rongga mata telah mengalami proses kalsifikasi. Hasil pengamatan
yang diperoleh masing-masing kelompok memperoleh hasil yang berbeda-beda.
Perbedaan hal ini bisa disebabkan karena beberapa faktor, misalnya kondisi
fisologis dari ikan yang berbeda dan lamanya waktu yang digunakan dalam
perendaman yang kemungkinan besar tidak persis sama (Jasin, 1989).
Menurut Bevelander dan Ramaley (1988), perlakuan yang dilakukan
pertama kali adalah pemberian es batu pada ikan agar ikan mati tanpa merusak
struktur tulang. Prosedur dalam praktikum alizarin red yaitu ikan yang telah mati
dimasukkan ke dalam larutan NaCl fisiologis. Larutan pada ikan diganti dengan
larutan alkohol 96% menggunakan spuit injeksi tanpa jarum, kemudian direndam
selama 12 jam. . Fungsi dari larutan alkohol 96% adalah sebagai larutan fiksatif,
yaitu larutan yang berfungsi mematikan sel tanpa merubah struktur dari sel
tersebut. Perubahan yang terjadi yaitu tubuh ikan menjadi putih pucat. Larutan

alkohol 96% diganti dengan air kran untuk membilas, yang menghasilkan tidak
terjadinya perubahan pada ikan. Tahap selanjutnya air kran diganti dengan larutan
KOH 1% selama 3 jam, perubahan yang terjadi yaitu bagian otot ikan menjadi
transparan dan pola rangka sudah terlihat walaupun tidak terlalu jelas. Larutan
KOH 1% berfungsi untuk membuat jaringan otot menjadi transparan. Larutan
KOH 1 % kemudian diganti dengan larutan pewarna alizarin red selama 5 jam,
hasilnya tulang ikan sudah terlihat walaupun belum terlalu jelas. Fungsi
pewarnaan alizarin red untuk mewarnai tulang-tulang yang telah terkalsifikasi
sehingga setelah direndam dalam larutan ini tulang ikan terlihat sudah terwarnai.
Menurut Chatchavalvanich et al., (2010), alizarin red digunakan untuk mencari
deposit kalsium.
Tahap selanjutnya, larutan diganti dengan larutan KOH 2% selama 10
menit, yang menghasilkan bagian sirip ekor hilang dan tulang pada ikan sudah
terlihat. Fungsi larutan KOH 2% yaitu membuat jaringan otot menjadi transparan.
Larutan kemudian diganti dengan penjernih A selama 1 jam, hasilnya pola rangka
pada ikan terlihat jelas, selanjutnya larutan perjernih A diganti dengan penjernih B
selama 1 jam,

hasilnya tampak tulang yang sudah terkalsifikasi. Larutan

penjernih B diganti dengan larutan penjernih C selama 1 jam, yang menghasilkan


bagian tulang ikan yang dapat diamati yaitu rongga mulut, tulang tengkorak,
tulang belakang, sirip ekor yang sedikit, dan tulang rusuk yang tidak terlalu jelas.
Larutan penjernih A, B dan C berfungsi untuk untuk mengurangi kelebihan warna
yang masuk ke dalam jaringan otot sehingga otot menjadi tampak jernih
transparan, menyebabkan warna tulang lebih jelas (Soeminto, 2002).
Menurut Villee et al., (1988), tulang yang diwarnai oleh Alizarin Red akan
berwarna merah tua, jika tulang tersebut telah mengalami kalsifikasi. Warna
merah tua terbentuk karena zat warna yang diberikan terikat oleh kalsium pada
matriks tulang. Proses pengikatan zat warna pada matriks tulang memerlukan
keseimbangan kalsium dan fosfor. Transport fosfat inorganik (Pi) memberi
gambaran sebagian fungsi sel sel pembentukan tulang untuk mineralisasi matiks
ekstraseluler. Transport Pi dalam sel sel osteogenik tidak hanya menyediakan Pi
yang cukup untuk proses metabolik tapi juga menyediakan fungsi spesial dalam

vesikel matriks. Struktur mikro yang dimiliki mempunyai peran penting dalam
inisiasi kalsifikasi matriks tulang (Suzuki et al., 2006).
Kalsium merupakan unsur yang sangat penting dibutuhkan untuk
metabolisme dan pembentukan tulang. Mineral kalsium selain dibutuhkan dalam
proses osifikasi juga dibutuhkan dalam proses pembekuan darah, kontraksi otot,
dan aktivitas enzim (Karyadi et al., 2003).
Menurut Storer (1988), faktor-faktor yang mempengaruhi kalsifikasi yaitu
komponen matrik ekstrasel utama yang berperan dalam proses pengerasan tulang
yaitu garam kalsium. Umumnya tulang yang terbentuk secara intra membran
mengalami osifikasi lebih cepat dibandingkan dengan tulang yang terbentuk
secara endokondral. Wacana lain yaitu pada faktor-faktor yang ada misalnya saja
anoda dan aksi katalitik seperti elektron untuk reaksi degradasi dapat
menggunakan alizarin agar membantu

untuk mewarnai , terutama adalah

kalsifikasi tulang. Gambaran dari hasil Alizarin Red yang dicampur pada nilai
COD setelah 60 menit adalah seperti lubang-lubang yang tak rata. 80 menit
kemudian, berubah wujud lagi yaitu membentuk seperti gumpalan-gumpalan yang
putih dan bulat kecil-kecil (Jinzhang et al., 2006).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Prosedur pewarnaan alizarin red dilakukan dengan mematikan hewan uji,
kemudian direndam dengan larutan alkohol 96% selama 12 jam. Larutan
diganti dengan larutan KOH 1% selama 3 jam dan diganti lagi dengan larutan
pewarna alizarin red, kemudian larutan diganti kembali dengan larutan
penjernih A, B, dan C masing-masing selama 1 jam.
2. Tulang yang terkalsifikasi akan berwarna merah tua setelah di beri pewarna
alizarin red, karena zat warna yang akan mengikat kalsium pada matriks
tulang.
B. Saran

Saran untuk praktikum ini adalah pendingin ruangan pada laboratorium


dioptimalkan, karena ruangan panas. Sehingga praktikan dapat merasa nyaman
dan dapat berkonsentrasi melakukan praktikum.

DAFTAR REFERENSI
Bevelander, G. and Ramaley, J. A. 1988. Dasar-Dasar Histologi. Erlangga,
Jakarta Company, New Delhi.
Chatchavalvanich, K., Aurapa N., Uthaiwan K., Satit K., Amara T. and Oamduen
M. 2010. Histological Development of Pearl-Sac Formation in Thai
Freswater Mussels. Kasetsart J. (Nat. Sci.), 44(22) : 202-209.
Gupta, Vinod K., Rajendra N. Goyal and Ram A. Sharma. 2009. Novel PVC
Membran Based Alizari Sensor and its Application ; Determination of
Vanadium, Zirconium and Molybdensum. Departement of Chemistry,
Indian Institute of Technology Roorke.
Jasin, M. 1989. Sistematika Hewan (Invertebrate dan Vertebrate). Sinar Wijaya,
Surabaya.
Jinzhang, G., Li Yan, Yang Wu, Bo Lili, Yu Jie and Pu Lumei. 2006. Application
of the Multi-Elektrode in the Degradation of Alizarin Red Induced by
Glow Dischange Plasma. Plasma Science & Technology 8(2) : 198-201.
Junquiera, L.C and Carneiro, J.1982.Histologi Dasar Edisi 3.Buku Kedokteran
EGC:Jakarta.
Karyadi, B., Mutmainnah, D., Kadir, A., Suherman, D. 2003. Pemberian Rasio
Kalsium dan Fosfor Terhadap Osifikasi Tulang Embrio Puyuh (Cotunix
cotunix japonica). Jurnal Penelitian UNIB, 2(2) : 76-80.
Kumolosari, E., Adreanus A. S., Komar R. W. dan Hasti Y. 2004. Efek
Teratogenik Ekstrak Etanol Kulit Batang Pule (Alstonia Sholaris R. Br)
pada Tikus Wistar. Jurnal Matematika dan Sains, 9(2) : 223-227.
Soeminto. 2002. Embriologi Vertabrata. Fakultas Biologi UNSOED, Purwokerto.
Suzuki, A., Chafik Ghayor, Jrome Guicheux, David Magne, Sophie Quillard,
Ayako Kakita, Yasunaga Ono, Yoshitaka Miura, Yutaka Oiso, Mitsuyasu
Itoh, and Joseph Caverzasio. 2006. Enhanced Expression of the Inorganic
Phosphate Transporter Pit-1 Is Involved in BMP-2Induced Matrix

Mineralization in Osteoblast-Like Cells. Journal of Bone and Mineral


Research, 21(5) : 674 683.
Storer, T. 1988. General Zoology. McGraw-Hill Inc, New York.
Villee, C. A., Walker, W. F. and Barnes, R. D. 1988. Zoologi Umum. Erlangga,
Jakarta.

PEWARNAAN ALIZARIN RED

Oleh:
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten

: Karina Octavia
: B1J013081
: III
:4
: Iik Nurfagy

LAPORAN PRAKTIKUM PERKEMBANGAN HEWAN

KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2014

You might also like