You are on page 1of 61

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA TERHADAP


TINGKAT KECEMASAN INJECTING DRUG USER (IDU)
USIA 15-35 TAHUN
(Di Ruang Napza RSJ Menur Surabaya)

JOKO HENDRA PRAYITNO


05211049

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
"INSAN CENDEKIA MEDIKA"
JOMBANG
2008

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keluarga merupakan orang terdekat dari seseorang yang mengalami
gangguan kesehatan / dalam keadaan sakit. Keluarga juga merupakan salah satu
indikator dalam masyarakat apakah masyarakat sehat atau sakit (Efendi , 1998).
Peran / tugas keluarga dalam kesehatan yang dikembangkan oleh ilmu
keperawatan dalam hal ini adalah ilmu kesehatan masyarakat (Komunitas)
sangatlah mempunyai arti dalam peningkatan dalam peran / tugas keluarga itu
sendiri. Perawat diharapkan mampu meningkatkan peran keluarga dalam
mengatasi masalah kesehatan keluarga. (Friedman, ed 3, 1998 : 145)
Peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan yaitu mampu
mengambil keputusan dalam kesehatan, Ikut merawat anggota keluarga yang
sakit, memodifikasi lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada
sangatlah penting dalam mengatasi kecemasan klien.(Friedman, 2003 : 146).
Penanggulangan Injecting Drug User (IDU) memang cukup sulit, perlu
diperhatikan dari berbagai aspek, misalnya ketersediaan sarana kesehatan publik,
hukuman bagi pengguna, pengedar dan berbagai cara yang lain. Cara yang dapat
dilakukan adalah melalui pendekatan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan
terkecil bagi seorang IDU. Kasih sayang orang tua akan menyebabkan pengguna
merasa bahwa dirinya masih ada yang memperhatikan, merasa dihargai dan
dibutuhkan. Dengan kasih sayang orang tua diharapkan menjadi manusia yang
dapat diterima oleh masyarakat (Abu ahmadi, 2002 : 106).
Kesuma merupakan perkumpulan atau paguyuban, bukan organisasi
hirarkis dan berbadan hukum. Kesuma membawa keselarasan dan kebersamaan.
Motto dan semangat itu yang diciptakan. Menurut Mur achmadi, dari dinas
kesehatan Kalimantan barat, mereka sangat berperan dalam kerja pendampingan
kepada orang hidup dengan AIDS (OHIDA). Kesuma mencoba memotivasi,
bahwa hidup seseorang tidak berakhir ketika terinfeksi HIV. Perjuangan Kesuma
menghilangkan berbagai stigma, sudah cukup terbukti di lapangan. Kesuma ingin
menyakinkan masyarakat, bahwa orang tidak boleh membedakan ODHA. Entah

itu dari segi pelayanan, maupun keberadaannya. Hingga kini, keberadaan Kesuma
sebagai kelompok dukungan bagi keluarga ODHA, telah banyak dirasakan
manfaatnya. Meski demikian, keberadaan Kesuma masih sebatas orang tertentu
saja yang mengetahui. sebagian besar orang tua mendukung penanganan terhadap
HIV/AIDS. Cuma, orang tua tidak sepenuhnya tahu tentang hal itu. Seorang anak
tidak mungkin memecahkan masalahnya sendiri. Anak butuh bantuan. Dan
bantuan yang pertama kali diminta adalah dari orang tua atau keluarga.
Injecting Drug User (IDU) merupakan salah satu jenis pengguna narkoba
yang lebih spesifik. Komunitas ini hanya menggunakan narkoba dengan cara
disuntikkan, karena itu lebih berisiko terkena berbagai macam penyakit menular
dibandingkan dengan pengguna narkoba lainnya. Hal ini disebabkan perilaku IDU
yang sering berbagi jarum antar sesama IDU (needle sharing), sehingga akan
lebih mudah tertular penyakit, misalnya Hepatitis C bahkan HIV-AIDS.
Data pada pengguna narkoba suntik di Asia sebanyak 1.3 2 juta jiwa dan
dari total kasus yang ada, lebih dari 1 juta jiwa adalah pengguna narkoba suntik
(IDU). Dimana 19% dari total kasus yang ada terinfeksi HIV/AIDS.
Angka pengguna narkoba di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut perkiraan jumlah pengguna narkoba di Indonesia berkisar antara 1,3
sampai dengan 3 juta jiwa, dan didominasi kota besar. Diperkirakan jumlah IDU
di Indonesia sekitar 600 ribu sampai dengan 1 juta jiwa. Pengguna IDU rata-rata
berumur antara 16-25 tahun.
Kejadian IDU selalu berhubungan dengan kejadian HIV/AIDS ( ODHA ).
Data nasional berdasarkan Departemen Kesehatan RI menunjukkan penurunan
tingkat resiko penularan HIV/AIDS lewat jalur hubungan seksual. Bila sebelum
tahun 1999 persentase penularan lewat jalur tersebut sebesar 80 persen, tahun
1999 menurun menjadi 50 persen dan tahun 2002 menurun lagi menjadi 48
persen. Sementara kasus-kasus HIV/AIDS pada pemakai narkoba, atau IDU
(Intravenous Drug Users) justru makin meningkat. Disebutkan, kasus-kasus
HIV/AIDS pada pemakai narkoba menurun dalam kurun enam tahun terakhir dan
cenderung stabil. Berkebalikan dengan persentase IDU. Bila pada tahun 1987 Juni 1999 hanya ditemukan 6 kasus di kalangan IDU, Desember 1999 terjadi
peningkatan 25 kasus, yang meningkat lagi menjadi 780 kasus tahun 2002. Dan

pada Desember 2005 tercatat 3.719 kasus IDU. Dampak IDU tersebut tentu saja
sangat erat dengan HIV/AIDS. Jumlah penderita HIV/AIDS yang tertular lewat
berbagai jalur, hubungan seksual, pemakaian jarum suntik, transfusi darah hingga
tahun 2005 mencapai 4.244 orang untuk HIV dan 5.321 orang (AIDS).
Diperkirakan kasus-kasus tersebut masih permukaan, realitanya masih lebih
banyak

kasus

yang

belum

terungkap.

Bahkan

memperkirakan pada tahun 2007 kasus IDU

Departemen

Kesehatan

yang tercatat setidaknya ada

90.000-130.000 kasus, dimana sebagian besar tidak melaporkan. ( Bernas, 2007 )


Saat ini, Jatim menduduki posisi ketiga sebagai provinsi yang jumlah
orang hidup dengan HIV-nya terbanyak setelah DKI Jakarta dan Papua. Walau
dalam data yang di dapat dari Depkes RI masih menduduki perangkat ketiga,
jumlah penderita di Jatim memang cenderung meningkat dan bisa mengalahkan
Jawa Barat dalam jumlah. Selama tahun 2006, terdapat 863 kasus AIDS, 475
kasus HIV dan 258 diantaranya meninggal (Depkes RI).
Data dari RSJ Menur Surabaya memperlihatkan bahwa dari 17 pasien
yang ada diruang Napza, sebanyak 76.5% (13 pasien) adalah pengguna (IDU).
Pada pasien yang baru masuk rumah sakit ratarata mengalami stress psikologis
(kecemasan). Sehingga peran keluarga sangatlah penting dalam membantu untuk
mengurangi rasa cemas yang di alami pasien, dan hal itu sangat membantu dalam
proses pengobatan/terapi pasien (Rekam Medik RSJ Menur Surabaya, 2008).
Mayoritas IDU menyuntik dirinya secara intravena, tetapi juga ditemukan
secara subkutan, dan intramuskular. Jenis obat yang sering disuntikkan IDU
adalah heroin, kokain, dan juga sejenis amphetamines, buprenorphine,
benzodiazepines, dan barbiturate. Permasalahan IDU selain penyuntik akan
mengalami berbagai reaksi sistemik akibat obat yang disuntikkannya, IDU juga
dapat menularkan berbagai penyakit melalui jarum yang dipakai bergantian.
Masih belum jelas seberapa besar pengaruh peran keluarga terhadap proses
penyembuhan IDU, serta belum jelas juga jika pengaruh peran keluarga ini dapat
digunakan secara umum.
Jadi penulis berusaha mencari hubungan peran keluarga terhadap tingkat
kecemasan Injecting Drug User ( IDU ) usia 15-35 tahun.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut :
Apakah ada hubungan peran keluarga terhadap tingkat kecemasan
Injecting Drug User ( IDU ) usia 15-35 tahun ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisis peran keluarga terhadap tingkat kecemasan Injecting Drug
User ( IDU ) usia 15-35 tahun.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengidentifikasi peran keluarga.
2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan Injecting Drug User (IDU) usia
15-35 tahun.
3. Menganalisa peran keluarga terhadap tingkat kecemasan Injecting
Drug User ( IDU ) usia 15-35 tahun.
1.4 Manfaat penulisan
Sesuai dengan latar belakang perumusan masalah dan tujuan penulisan
yang hendak dicapai, maka manfaat yang dapat diharapakan dari penelitian ini
adalah
1) Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan dan pemahaman tentang peran keluarga
terhadap tingkat kecemasan Injecting Drug User (IDU) usia 15-35 tahun.
2) Bagi Institusi Pendidikan
Digunakan sebagai sumber informasi, khasanah wacana kepustakaan
serta dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
3) Bagi Profesi
Dapat memberikan sumbangan ilmu bagi ilmu keperawatan.
4) Bagi keluarga
Memberi informasi kepada orang tua tentang peran keluarga dan
perhatian orang tua kepada anak.
5) Bagi klien

Dapat meningkatkan konsep dari klien dan motivasi untuk berobat dan
sembuh.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Keluarga
2.1.1

Definisi
Menurut Departemen Kesehatan RI (1988) Keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap
dalam keadaan yang saling ketergantungan.
Menurut Bailon dan Maglaya (1989 : 43) Keluarga adalah dua atau
lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan atau
pengangkatan dan hidup dalam rumah tangga dan berinteraksi satu sama
lain dan dalam perannya menciptakan dan mempertahankan kebudayaan.
Menurut UU No. 10 tahun 1992 Keluarga adalah unit terkecil
dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami-istri dan
anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya
Menurut Friedman (1998 : 145) Keluarga adalah kumpulan dua
orang atau lebih secara bersama karena suatu ikatan lahir dan emosional
dan setiap individu mempunyai peran masing-masing yang merupakan
bagian dari keluarga.
Keluarga dapat dikatakan harmonis jika para anggota didalamnya
bisa berhubungan secara serasi dan seimbang, saling memuaskan
kebutuhan anggota lainnya serta memperoleh kepuasan atas segala
kebutuhannya ( BKKBN, 2006 : 102).
Teori Maslow yang membahas tentang beragam kebutuhan manusia
telah menyusun suatu hierarki kebutuhan yang harus dipenuhi oleh
individu sebagai pribadi dan sebagai anggota keluarga secara selaras dan
seimbang,yaitu:

1. Kebutuhan biologik-faali (kebutuhan-kebutuhan dasar) seperti makan,


minum, pakaian dsb.
2. Kebutuhan akan rasa aman (bebas dari bahaya dan ancaman baik fisik
maupun psikis).
3. Kebutuhan akan kasih sayang (afeksi) dan rasa kebersamaan, rasa
memiliki dan dimiliki, merasa dirinya bagian integral dari keluarga
(belonging).
4. Kebutuhan akan penghargaan dan prestasi (self esteem)
5. Kebutuhan akan perwujudan diri (aktualisasi diri).
2.1.2

Struktur Keluarga
Menurut Nasrul Efendi, (1998 : 45) Struktur keluarga terdiri dari
bermacam-macam :
1) Patrilineal : Keluarga yang sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui garis ayah
2) Matrilineal : Keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
beberapa generasi yang disusun melalui garis ibu
3) Matrilokal : Sepasang suami istri yang tinggal dengan keluarga istri
4) Patrilokal : Sepasang suami istri yang tinggal dengan keluarga suami
5) Kawinan : Hubungan suami istri sebagai dasar dari pembinaan
keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga
karena adanya hubungan dengan suami atau istri.

2.1.3

Type atau bentuk keluarga


Menurut Nasrul Efendi, (1998 : 44) Type atau bentuk keluarga
yaitu:
1) Keluarga inti, adalah keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anakanak
2) Keluarga besar, adalah keluarga inti ditambah sanak saudara
3) Keluarga berantai, adalah keluarga yang terdiri-dari suami atau istri
yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan keluarga inti.

4) Singgle family, adalah keluarga yang terjadi karena perceraian atau


kematian.
5) Keluarga

berkomposisi,

adalah

keluarga

dengan

perkawinan

berpoligami yang hidup secara bersama-sama


6) Keluarga kabitas, adalah dua orang menjadi satu tanpa pernikahan
tetapi membentuk satu keluarga
2.1.4

Pemegang kekuasaan dalam keluarga


Menurut Nasrul Efendi,(1998 : 87) pemegang kekuasaan dala
keluarga adalah:
1) Patriakal, adalah dominan pemegang kekuasaan adalah pihak ayah
2) Matriakal, adalah dominan pemegang kekuasaan adalah pihak ibu
3) Equalitarian, adalah Kekuasaan dalam keluarga dipegang oleh ayah
dan ibu

2.1.5

Peran keluarga
Peran yang dikutip oleh Frieman dari Nye, 1976 dinyatakan
sebagai suatu perilaku yang bersifat homogen yang diharapkan secara
normatif oleh seorang ocupan (Seseorang yang memegang suatu posisi
dalam struktur sosial) dalam situasi sosial tertentu. Posisi atau status sosial
didefinisikan sebagai tempat seseorang dalam sistem sosial. Dalam
pelaksanaan peran berkenaan dengan siapa pemegang kekuasaan keluarga
(Friedman, 1998 : 146).
Peran

dalam

keluarga

memberikan

tujuan

homeostasis,

homeostasis ini mengacu pada pemanfaatan mekanisme regulator oleh


keluarga untuk mengatur keseimbangan dalam keluarga (Friedman, 1998).
Turner, 1970

menyatakan jika keluarga tidak menyatakan atau

melaksanakan peranya maka keluarga akan menjadi ketergantungan


terhadap keberadaan peran-peran diluar keluarga (Misalkan petugas
kesehatan)
2.1.6

Variabel yang mempengaruhi pelaksanaan peran keluarga

Menurut

Friedman,

1998

Menyangkut

struktur

kekuasaan

keluarga , ada faktor-faktor yang mempengaruhi peran keluarga yang


meliputi:
1) Kelas Sosial
Fungsi dari peran keluarga tentulah dipengaruhi oleh tuntutan
kepentingan dan kebutuhan yang ada dalam keluarga
2) Bentuk Keluarga
Keluarga dengan orang tua tunggal jelas bebeda dengan orang yang
masih lengkap, demikian juga dengan antara keluarga inti dan keluarga
besar yang beragam dalam pengambilan keputusan dan kepentingan
akan rawan konflik peran.
3) Latar Belakang Keluarga

Kesadaran dan kebiasaan keluarga


Notoadmojo 1995 menyatakan kesadaran merupakan titik
temu

atau

equilibrium

dari

berbagai

pertimbangan

dan

perbandingan yang menghasilkan keyakinan. Kebiasaan yang


meningkatakan kesehatan yaitu; tidur teratur, sarapan setiap hari,
tidak merokok, tidak minum-minuman keras, tidak makan
sembarangan, olah raga, pengontrolan berat badan.

Sumber daya keluarga (Moenir, 1995 : 56)


Sumber

daya

atau

pendapatan

keluarga

merupakan

penerimaan seseorang sebagai imbalan atas semua yang telah


dilakukan dengan tenaga atau pikiran seseorang terhadap orang
lain atau organisasi lain. Dalam pendapatan ada 2 metode yang
dilakukan yaitu; KFM ( kebutuhan fisik minimum) dan KHM
(Kebutuhan hidup minimum).
4) Siklus keluarga
Perbedaan siklus keluarga yang sedang dialami juga merupakan hal
yang dapat mempengaruhi peran karena perbedaan kebutuhan dan
kepentingan.
2.1.7

Peran keluarga dalam kesehatan

10

Sesuai

dengan

fungsi

pemeliharaan

kesehatan,

keluarga

mempunyai peran dan tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan
dilakukan yang meliputi :

11

1) Mengenal masalah kesehatan


Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh
diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak berarti dan
karena kesehatanlah seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga
habis. Orang tua perlu mengenal keadaan sehat dan perubahanperubahan yang dialami anggota keluarganya. Perubahan sekecil
apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung akan
menjadi perhatian dari orang tua atau pengambil keputusan dalam
keluarga (Suprajitno, 2004). Mengenal menurut Notoadmojo, 1995
diartikan sebagai pengingat sesuatu yang sudah dipelajari atau
diketahui sebelumnya. Sesuatu tersebut adalah sesuatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Dalam mengenal masalah kesehatan keluarga haruslah mampu
mengetahui tentang sakit yang dialami pasien.
2) Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga
Peran ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan
pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai keputusan
untuk memutuskan tindakan yang tepat (Suprajitno, 2004). Friedman,
1998 menyatakan kontak keluarga dengan sistem akan melibatkan
lembaga kesehatan profesional ataupun praktisi lokal (Dukun) dan
sangat bergantung pada:

Apakah masalah dirasakan oleh keluarga ?

Apakah kepala keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang


dihadapi salah satu anggota keluarga ?

Apakah kepala keluarga takut akibat dari terapi yang dilakukan


terhadap salah satu anggota keluarganya ?

Apakah kepala keluarga percaya terhadap petugas kesehatan?

Apakah keluarga mempunyai kemampuan untuk menjangkau


fasilitas kesehatan?

12

3) Memberikan perawatan terhadap keluarga yang sakit


Beberapa keluarga akan membebaskan orang yang sakit dari
peran atau tangung jawabnya secara penuh, Pemberian perawatan
secara fisik merupakan beban paling berat yang dirasakan keluarga
(Friedman, 1998). Suprajitno menyatakan bahwa keluarga memiliki
keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan keluarga. Dirumah
keluarga memiliki kemampuan dalam melakukan pertolongan pertama.
Untuk mengetahui dapat dikaji :

Apakah keluarga aktif dalam ikut merawat pasien?

Bagaimana keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang


perawatan yang diperlukan pasien ?

Bagaimana sikap keluarga terhadap pasien? (Aktif mencari


informasi tentang perawatan terhadap pasien)

4)

Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan


keluarga

Pengetahuan keluarga tentang

sumber yang dimiliki disekitar

lingkungan rumah

Pengetahuan

tentang

pentingnya

sanitasi

lingkungan

dan

manfaatnya.

Kebersamaan dalam meningkatkan dan memelihara lingkungan


rumah yang menunjang kesehatan.

5) Menggunakan pelayanan kesehatan


Menurut Nasrul, 1998, pada keluarga tertentu bila ada anggota
keluarga yang sakit jarang dibawa ke puskesmas tapi ke mantri atau
dukun.
Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam memanfaatkan
sarana kesehatan perlu dikaji tentang :

Pengetahuan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat


dijangkau keluarga

Keuntungan dari adanya fasilitas kesehatan

Kepercayaan keluarga terhadap fasilitas kesehatan yang ada

13

Apakah fasilitas kesehatan dapat terjangkau oleh keluarga.

Tenaga kesehatan dapat menjadi hambatan dalam usaha


keluarga dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada.
Hambatan yang dapat muncul terutama kamunikasi (Bahasa) yang
kurang dimengerti oleh petugas kesehatan. Pengalaman yang kurang
menyenangkan dari keluarga ketika berhadapan dengan petugas
kesehatan ketika berhadapan dengan petugas kesehatan.
2.1.8

Ciri-ciri keluarga di Indonesia (Nasrul, 1998 : 132)


1) Suami sebagai pengambil keputusan
2) Merupakan satu kesatuan yang utuh
3) Berbentuk monogram
4) Bertanggung jawab
5) Meneruskan nilai-nilai budaya
6) Ikatan keluarga yang erat
7) Mempunyai semangat gotong royong.

2.2 Konsep Kecemasan


Stress psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang menyebabkan
perubahan

terhadap diri seseorang; sehingga orang tersebut terpaksa

mengadakan adaptasi untuk menanggulanginya. Dari hal tersebut maka dapat


timbul kecemasan bahkan sampai depresi. Seseorang yang mengalami sakit
dengan penyakit yang kronis atau cidera dapat menjadikan orang tersebut
cemas. (Dadang Hawari, 2002 :47)
Tidak semua orang yang mengalami stress psikososial mengalami
kecemasan, hal ini tergantung pada kepribadian masing masing orang dan
dukungan yang diberikan keluarga di dalamnya. (Hawari, 2002 : 142)
2.2.1

Definisi
Kecemasan dapat disebut juga ansietas / anxiety adalah merupakan
gangguan alam perasaan (Affective) yang ditandai dengan perasaan
ketakutan atau kekawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak
mengalami gangguan dalam menilai realitas, kepribadian masih utuh,
perilaku terganggu tapi masih dalam keadaan normal.

14

2.2.2

Kepribadian pencemas
Menurut teori Ludwig Klages, (1999 : 25) kepribadian seseorang
adalah perlawanan atau mempertahankan diri sekuat tenaga dari stressor
dan menyerah terhadap stressor.
Hawari menyatakan seseorang yang menderita gangguan cemas
manakala seseorang tidak mampu mengatasi stressor psikososial yang
dihadapinya dia akan menyerah atau mepertahakan diri sekuat tenaganya.
Seseorang yang tanpa stressor juga dapat menjadi cemas dapat dinamakan
pribadi pencemas. Ciri-ciri dengan kepribadian cemas :
1) Cemas, khawatir, tidak tenang, ragu dan bimbang
2) Memandang masa depan dengan rasa was-was (Khawatir)
3) Kurang percaya diri, gugup apabila tampil dimuka umum
4) Sering merasa tidak bersalah, menyalahkan orang lain
5) Tidak mudah mengalah atau suka Ngotot
6) Gerakan sering serba salah, gelisah
7) Seringkali mengeluh, khawatir yang berlebih terhadap penyakit.
8) Mudah tersinggung, suka membesarkan masalah kecil
9) Dalam mengambil keputusan sering bimbang atau ragu
10) Kalau sedang emosi bertindak histeris.
Orang dengan kepribadian ini tidak semua mengeluh hal yang
sifatnya psikis tapi juga somatik (Fisik).

2.2.3

Gejala Klinis Cemas


Keluhan keluahan yang sering diungkapkan oleh orang yang
mengalami gangguan kecemasan antara lain sebagai berikut (Hawari,
2002) :
1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah
tersinggung
2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut
3) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang
4) Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
5) Gangguan konsentrasi dan daya ingat

15

6) Keluhan-keluhan somatik, misalnya sakit pada otot dan tulang,


pendengaran berdenging, berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala, dan lain sebagainya.
Selain keluhan cemas diatas ada kelompok cemas yang lebih berat
dari gangguan cemas menyeluruh, panik, gangguan Phobik, dan gangguan
obsesif kompulsif.
2.2.4

Gangguan cemas menyeluruh


Hawari Menyatakan bahwa secara klinis selain gejala cemas yang
biasa, disertai dengan kecemasan yang menyeluruh dan menetap (1bulan)
dengan manifestasi sebagai berikut :
1) ketegangan motorik/alat gerak :

Gemetar

Tegang

Nyeri otot

Letih

Tidak dapat santai

Kelopak mata bergetar

Kening berkerut

Muka tegang

Gelisah

Tidak dapat diam

Mudah kaget

2) Hiperaktivitas saraf autonom (Simpatis/ Parasimpatis) :

Berkeringat yang berlebihan

Jantung berdebar-debar

Rasa dingin

Telapak tangan/kaki basah

Mulut kering

Pusing

16

Kepala terasa ringan

Kesemutan

Mual

Rasa aliran panas atau dingin

Sering buang air seni

Diarea

Kerongkongan rasa tersumbat

Muka pucat dan atau memerah

Nadi dan nafas cepat pada waktu istirahat.

3) Rasa khawatir yang berlebihan tentang hal-hal yang akan datang :

Cemas, khawatir, takut

Berpikir berulang

Membayangkan akan datangnya kemalangan terhadap dirinya atau


orang lain

4) Kewaspadaan yang berlebihan

Mengamati lingkungan secara berlebihan sehingga mengakibatkan


perhatian mudah teralih

2.2.5

Sukar konsentrasi

Sukar tidur

Merasa ngeri

Mudah tersinggung

Tidak sabar

Alat ukur kecemasan (Hawari, 2002 mengutip dari HRS-A)


Score diberi 0-4 pada tiap kelompok gejala:

1) Perasaan cemas (Ansietas)

Cemas

Firasat buruk

Takut akan pikiran sendiri

Mudah tersinggung

2) Ketegangan

17

Merasa tegang

Lesu

Tidak bisa istirahat dengan tenang

Mudah terkejut

Mudah menangis

Gemetar

Gelisah

3) Ketakutan

Pada gelap

Pada orang asing

Ditinggal sendiri

Pada binatang besar

Pada keramaian lalu lintas

Pada kerumunan orang banyak

4) Gangguan tidur

Sukar masuk tidur

Terbangun pada malam hari

Tidur tidak nyenyak

Bangun dengan lesu

Banyak mimpi-mimpi

Mimpi buruk

Mimpi menakutkan

5) Gangguan kecerdasan

Sukar konsentrasi

Daya ingat yang menurun

Daya ingat buruk

6) Perasan depresi (Murung)

Hilangnya minat

Berkurangnya kesenangan pada hobi

18

Sedih

Bangun dini hari

Perasaan berubah-ubah sepanjang hari

7) Gejala somatik/fisik (Otot)

Sakit dan nyeri otot-otot

Kaku

Kedutan otot

Gigi gemerutuk

Suara tidak stabil

8) Gejala Somatik/ fisik(sensorik)

Tinitus (Telinga berdenging)

Pengelihatan kabur

Muka merah atau pucat

Merasa lemas

Perasaan seperti ditusuk-tusuk

9) Gejala kardiovaskuler (Jantung dan pembuluh darah)

Takikardia

Berdebar-debar

Nyeri di dada

Denyut nadi mengeras

Rasa lesu/ lemas seperti mau pingsan

Detak jantung menghilang atau berhenti sejenak

10) Gejala Respiratori

Rasa tertekan atau sempit di dada

Rasa tercekik

Sering menarik nafas

Nafas pendek dan sesak

11) Gejala gastrointestinal

Sulit menelan

Perut melilit

19

Gangguan pencernaan

Nyeri sebelum dan sesudah makan

Perasaan terbakar di perut

Rasa penuh atau kembung

Mual dan muntah

Buang air besar lembek

Konstipasi (Sukar buang air besar)

Weight loss (Kehilangan berat badan)

12) Gejala urogenital (Perkemihan dan Kelamin)

Sering buang air kecil

Tidak dapat menahan air seni

Tidak datang bulan

Darah haid yang berlebihan

Darah haid yang teramat sedikit

Masa haid yang berkepanjangan

Masa haid yang amat pendek

Haid beberapa kali dalam sebulan

Menjadi dingin (Frigid)

Ejakulasi dini

Ereksi melemah

Ereksi hilang

Hipotensi

13) Gejala autonom

Mulut kering

Muka merah

Mudah berkeringat

Kepala pusing

Kepala terasa berat

20

Kepala terasa sakit

Bulu-bulu berdiri

14) Tingkah laku (Sikap) pada saat wawancara

Gelisah

Tidak tenang

Jari gemetar

Kerut kening

Muka tegang

Otot mengeras/ tegang

Nafas pendek dan cepat

Muka merah
Perlu diketahui bahwa alat ukur HRS-A digunakan untuk

mengukur derajat cemas apakah ringan, sedang atau berat yaitu dengan
skor <14 tidak ada kecemasan; 14-27 Kecemasan ringan; 28-41
Kecemasan sedang; 42-56 Kecemasan berat.
2.3 Injecting Drug Users (IDU)
2.3.1 Definisi
Injecting Drug User (IDU) merupakan salah satu jenis pengguna
narkoba yang lebih spesifik. Komunitas IDU tersebut hanya menggunakan
narkoba

yang

disuntikkan

secara

intravena,

subkutanneus

dan

intramuskular. IDU lebih berisiko terkena banyak penyakit menular


dibandingkan pengguna narkoba lainnya, disebabkan perilaku IDU sendiri
yang sering berbagi jarum antar sesama IDU (needle sharing), sehingga
akan lebih mudah tertular penyakit (misalnya Hepatitis C bahkan HIVAIDS) (BNN, 2007).
2.3.2 Faktor-faaktor yang mempengaruhi
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya IDU antara lain :
1. Host

2. Agent

Mental mudah terpengaruh

21

Drug dan alat-alatnya mudah didapat.

3. Lingkungan

Keluarga
Keluarga yang bercerai
Kurang kasih saying dan perhatian
Kurang pengawasan dari orang tua
Masalah dalam keluarga

Teman pergaulan

2.3.3 Jenis Obat yang disuntikkan IDU


Beberapa macam obat yang disuntikkan oleh IDU ke dalam
tubuhnya, antara lain :
1. Morphine
2. Heroin (putauw)
3. Amphetamine
4. Sedatif - hipnotis ( Benzodiazepin / BDZ )
5. Buprenorfin
6. Barbiturat
2.3.4 Pengaruh jangka panjang IDU
Pengguna narkoba jenis suntik memiliki banyak dampak negatif
bagi diri dan lingkungannya, antara lain:
1. Pembuluh darah vena rusak akibat penggunaan alat suntik tidak steril.
2. Tetanus
3. Gangguan pada jantung, dada, dan tenggorokan.
4. Menstruasi tidak teratur
5. Impotensi pada pria
6. Sembelit / mulas kronis
7. Tindak kekerasan dan kejahatan
2.3.5 Perkembangan IDU di Indonesia

22

Departemen Kesehatan memperkirakan pada tahun 2007 kasus


IDU yang tercatat setidaknya ada 90.000-130.000 kasus, yang sebagian
besar tidak melapor (Bernas, 2007). Estimasi Departemen Kesehatan dan
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional tahun 2006, tercatat sekitar
190.000 sampai 247.000 IDU di Indonesia dengan prevalensi rata-rata
tertular penyakit sebesar 41,07 % (Komunitas AIDS Indonesia, 2007).
Pelayanan dan fasilitas yang diberikan berdasarkan data yang
menunjukkan 80 persen IDU adalah pria dan 50 % usia 25-30 tahun, atau
usia produktif, tercatat pula 64 % IDU masih menggunakan jarum suntik
bersama (Kompas, 2006).

2.3.6 Terapi bagi IDU


Model terapi untuk IDU bermacam, namun tidak semua model
tersebut cocok untuk semua orang. Kutipan dari National Institute of Drug
Abuse (NIDA), lnstitut di bidang Drug Abuse tertinggi di AS menyatakan
bahwa "tidak ada satu model terapi yang cocok untuk semua orang".
Keanekaragaman terapi tergantung keanekaragaman obat-obatan yang
disalahgunakan. Terapi juga tergantung karakteristik dari pengguna.
Terapi penyalahgunaan obat-obatan harus meliputi terapi tingkah
laku (konseling, terapi kognitif, terapi sosial), terapi medis, terapi
keagamaan atau kombinasi dari semua terapi. Penyembuhan dengan
berbagai macam terapi tersebut merupakan sebuah proses, dan tidak bisa
hanya dalam satu waktu penanganan.
Detoksifikasi bukan merupakan jenis terapi, melainkan awal dari
terapi. Detoksifikasi dilakukan pecandu heroin, benzidiazepine, alkohol,
barbiturat dan sedatif lainnya. Detoksifikasi membantu meringankan
proses withdrawal. Proses detoksifikasi ini tidak menghentikan kecanduan.
Beberapa contoh model terapi bagi IDU adalah
1.

Model moral

23

Model yang sangat dikenal oleh masyarakat kita adalah model


agamis / moral. Model tersebut menekankan tentang dosa dan kelemahan
individu. Program terapi tersebut banyak dikenal di masyarakat. Model
tersebut dipakai jika masyarakat masih memegang nilai-nilai keagamaan /
moral dengan kuat. Model tersebut mengambil konsep "war on drug", dan
berjalan bersamaan dengan konsep baik dan buruk yang diajarkan oleh
agama. Model tersebut membenarkan kekuatan hukum untuk berperang
melawan penyalahgunaan obat-obatan. Kelemahan dari model terapi jenis
tersebut adalah dualisme antara keinginan berperang melawan pecandu
yang pada sisi lain adalah anggota keluarga sendiri.
2.

Model adiksi sebagai penyimpangan sosial.


Model terapi dengan program teraputik komunitas mulai banyak

diterapkan beberapa tahun terakhir ini. Model tersebut memakai konsep


penyimpangan sosial (social-disorder) sebagai dasar terapi, baik struktur
dan proses semua mengarah ke arah perubahan dari penyimpangan sosial
ke arah perilaku sosial yang layak. Mayoritas penyalahgunaan obat-obatan
melakukan tindakan asosial termasuk tindakan kriminal.
Model tersebut memusatkan terapi bukan pada obat-obatan yang
disalahgunakan tetapi perilaku yang bersangkutan. Model tersebut banyak
diterapkan di lembaga terapi yang memfokuskan diri pada mereka yang
harus menjalankan masa hukuman dengan pengawasan juridiksi
pengadilan. Keunikan model tersebut adalah dalam fungsi komunitas
sebagai agen perubahan. Banyak aktivitas yang dilakukan oleh para
residen. Kedudukan konselor hanya memastikan program yang ada harus
mendukung struktur yang ada. Psikiater dan dokter hanya diperlukan jika
ada gangguan mental atau gangguan fisik. Bantuan pekerja sosial
diperlukan untuk masalah sosial seperti hubungan dengan pengadilan,
pencarian pekerjaan, dll. Kontrol sosial dilakukan oleh para konsuler yang
merupakan mantan pecandu.
3.

Model penyakit / gangguan kesehatan


Model lain yang banyak dipakai adalah model biologis. Konsep

tersebut berasal dari teori fisiologis atau metabolisme yang tidak normal,

24

karena faktor etiologis atau keturunan. Ada dua macam model terapi
berdasarkan konsep ini.
Konsep pertama adalah konsep menyembuhkan kecanduan obat
dengan memakai obat lain. Contohnya adalah model treatmant metadon
untuk pecandu opiat. Terapi tersebut didasarkan pada teori bahwa
kecanduan opiat merupakan hasil dari defisiensi metabolik. Defisiensi
tersebut dilakukan dengan memberikan metadon (Dole and Nyswander,
1967 : 22). Terapi medis tersebut berdasarkan adanya kesalahan
metabolisme yang harus dikoreksi. Terapi yang berbeda adalah pemakaian
naltrexone sebagai antagonis dari narkotika. Saat ini pemerintah Amerika
Serikat telah menyetujui Burpenorphine sebagai alternatif dari metadon.
Penelitian membuktikan bahwa metadon tidak terlalu memberikan hasil
yang diharapkan.
Konsep adiksi sebagai penyakit mempunyai teori lain tentang
terapi. Dari model biologis tersebut, lahir konsep dis-ease (diseasemodel
mempunyai dua arti : disease sebagai penyakit dan dis-ease sebagai rasa
tidak nyaman). Konsep tersebut mulai dianut sejak tahun 1960-an di
Amerika Serikat dan disebut gerakan alkoholisme (Room, 1983 : 55).
Konsep tersebut menyatakan bahwa kecanduan alkohol identik dengan
penyakit diabetes atau penderita gangguan jantung.

Model tersebut

menjelaskan bahwa seorang alkoholik adalah penderita penyakit alkohol.


Seorang penderita penyakit gula yang dilarang mengonsumsi gula, maka
penderita penyakit alkohol juga tidak boleh mengonsumsi alkohol. Terapi
untuk konsep penyakit tersebut berbeda dengan terapi yang melihat adiksi
sebagai penyimpangan sosial. Pecandu dianggap pasien pada terapi ini.
Konselor adalah "dokter". Pasien direhabilitasi dengan konsep alergi.
Mereka mempunyai alergi terhadap alkohol, sehingga mereka tidak boleh
mengonsumsi alkohol seumur hidup. Konsep adiksi sebagai penyakit
mementingkan perkumpulan (fellowships) yang mempunyai (penyakit)
alkohol, narkotik, atau kecanduan lain untuk menjadi pendukung satu
sama lain, karena konsep tidak boleh minum atau menggunakan drug
seumur hidup itu sangat sulit.

25

Konsep adiksi sebagai penyakit membenarkan teori bahwa


ketergantungan adalah masalah utama. Sedangkan konsep adiksi sebagai
penyimpangan sosial melihat masalah pribadi dan sosial sebagai masalah
utama dan ketergantungan merupakan masalah kedua.
4.

Model psikologis
Model tersebut membenarkan teori psikologis bahwa kecanduan

adalah buah dari emosi yang tidak berfungsi selayaknya atau konflik,
sehingga pecandu memakai obat pilihannya untuk meringankan atau
melepaskan beban psikologis itu (Mc Lellin, Woody and O'Brien, 1979 :
175). Model tersebut mementingkan penyembuhan emosi. IDU tidak akan
mempunyai masalah dengan obat-obatan jika emosi dapat dikendalikan.
Model terapi tersebut banyak dilakukan dalam konseling pribadi,
baik dalam pusat rehabilitasi atau terapi pribadi. Model tersebut digunakan
oleh beberapa instansi di negara kita.
5.

Model kebudayaan dan sosial


Model terapi jenis ini menyatakan bahwa kecanduan adalah hasil

sosialisasi seumur hidup dalam lingkungan sosial atau kebudayaan


tertentu.
Keluarga

seperti

lingkungan,

dapat

dikategorikan

sebagai

lingkungan sosial dan kebudayaan tertentu. Penelitian menunjukkan


bahwa pemakaian alkohol oleh anggota keluarga merupakan masalah di
keluarga yang bersangkutan. Model tersebut banyak menekankan proses
terapi untuk anggota keluarga pecandu (Ametembun, 2003 : 255).

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS


3.1 Kerangka Konsep (Hawari, 2002)
Host

Agent

Lingkungan

Mental

Drug dan alat-alatnya

Mudah
terpengaruh

Mudah didapat

Keluarga dan
teman pergaulan
Keluarga

Injecting drug user (IDU)


PERAN KELUARGA

Masuk rumah sakit (MRS)

1. Mengenal masalah kesehatan


2. Mengambil keputusan yang
tepat
3. Merawat keluarga yang sakit
4. Memodifikasi lingkungan
yang sehat
5. Menggunakan pelayanan
kesehatan
Baik

Kecemasan Menurun

General Anxiety Desease


------- : Tidak diteliti

Stress Psikologis
Cemas

Stress

Depresi

Kurang

Kecemasan Meningkat

Panik

Phobik

____ : Diteliti
Gambar 2.1 Kerangka konseptual

26

Obsesif Konvulsif

27

3.2 Hipotesis Penelitian


H1 : Ada hubungan antara peran keluarga dalam kesehatan terhadap
kecemasan Injecting Drug User ( IDU ) usia 15-35 tahun.
H0 : Tidak ada hubungan antara peran keluarga dalam kesehatan
terhadap kecemasan Injecting Drug User ( IDU ) usia 15-35 tahun.

BAB IV METODE PENELITIAN


4.1 Waktu dan lokasi penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di ruang Napza RSJ Menur
Surabaya. Adapun waktu penelitian ini dimulai januari 2008 sampai April
2008
4.2 Desain penelitian
Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan
penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau
penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam & Pariani,
2001).
Jenis penelitian yang digunakan AnalitikCross sectional, artinya
obyek diobservasi satu kali saja dan pengukuran menggunakan variabel
independen dan dependen dilakukan pada saat pengkajian data, Metode
menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu dengan korelasi dimana analisa
digunakan untuk mengetahui hubungan. (Sastroasmoro & Ismael, 1995).

4.3 Kerangka Kerja (Frame Work)


Penyusunan proposal
Populasi
Seluruh pasien IDU diruang Napza RSJ Menur surabaya.
Sampling
Accidental sampling
Sample
klien yang memenuhi kriteria inklusi
Desain penelitian
Cross sectional
Pengumpulan data
Kuisioner dan observasi
Pengumpulan dan Analisa data
Program SPSS
Penyusunan laporan akhir
Gambar 4.2 Kerangka Kerja Penelitian
4.4 Populasi, sampel dan sampling
a.

Populasi
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti
(Nursalam & Pariani, 2001). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien IDU diruang Napza RSJ Menur surabaya.

b. Sampel
Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat digunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam, 2005)
Sampel adalah sebagian dari keseluruha objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi Notoatmodjo, 2005)
Berdasarkan pemakaian sampling yang dipilih peneliti maka
peneliti menetapkan adanya kriteria
Kriteria penerimaan (inklusi) sebagai berikut
1. Masih mempunyai keluarga
2. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan
3. Pengguna narkoba jenis suntik
4. Usia 15-35 tahun
5. Pasien yang ada di RSJ Menur Surabaya
6. Penderita kooperatif dan bersedia ikut dalam penelitian.
Kriteria penolakan (eksklusi) sebagai berikut
1. Keluarga tidak jelas / tidak punya keluarga.
2. Terinfeksi virus HIV/ AIDS
3. Memiliki gangguan kejiwaan berat
c. Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari populasi
untuk dapat mewakili populasi (Nursalam & Pariani, 2001).
Pada penelitian ini menggunakan Accidental sampling yaitu
pemilihan sample dengan berdasarkan secara kebetulan bertemu (Alimul,
2003).
4.5 Variabel dan Definisi operasional
a.

Variabel Independent
Variabel independent adalah faktor yang diduga berhubungan variabel

dependen (Nursalam & Pariani, 2001). Dalam penelitian ini variabel


independennya adalah Peran keluarga.

b.

Variabel Dependent
Variabel dependent adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas

(Nursalam & Pariani, 2001). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
Tingkat kecemasan IDU.
c.

Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang dapat

diamati (diukur) untuk diobservasi atau pengukuran secara cermat terhadap situasi
obyek yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Nursalam & Pariani,
2001). Definisi operasional meliputi :

Indepen

Definisi
Parameter
opersional
Peran keluarga (Friedman,

den

merupakan

Peran

pehatian

Variabel

keluarga kasih

Obsevasi

Skor

O Terdiri dari 20

1998)

dan

R Baik= 14-20

atau 1. Mengenal

kuisioner

D Cukup= 8-13

sayang

yang diberikan
keluarga

masalah

kesehatan

2. Mengambil

kepada pasien

keputusan yang

sehingga dapat

tepat

membantu
pasien

Alat Ukur Skala

untuk

mengurangi
kecemasan
yang dialami.

3. Merawat
keluarga yang
sakit
4. Memodifikasi
lingkungan yang
sehat
5. Menggunakan
pelayanan
kesehatan

Kurang = <7

Dependen Tingkat

Hawari, HRS-A

Tingkat

- Perasaan cemas

kecemasan

kecemasan IDU
IDU

merupakan

Observasi

Terdiri dari 14

Nilai :

(Ansietas)

<14 : Tidak

- Ketegangan

ada cemas(0)

respon

atau - Ketakutan

14-27 : Ringan

sikap

yang - Gangguan tidur

(1)

tampak pada - Gangguan


pasien
apa
telah

atas

kecerdasan

Sedang (2)

yang - Perasan depresi


terjadi

pada dirinya.

(Murung)
somatik/fisik
(Otot)
- Gejala Somatik/
fisik(sensorik)
- Gejala
kardiovaskuler
dan

pembuluh darah)
- Gejala
Respiratori
- Gejala
gastrointestinal
- Gejala
urogenetalia
- Gejala autonom
- Tingkah

laku

(Sikap) pada saat


wawancara

42-56 :Berat
(3)

- Gejala

(Jantung

28-41:

4.6 Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan setelah mendapat ijin dari RSJ Menur
Surabaya kemudian dilakukan inform concent setelah mendapat persetujuan untuk
menjadi responden dibagikan kuessioner pada responden untuk peran dan
dilakukan wawancara oleh petugas kesehatan dengan bantuan kuessioner HRS-A.
4.7 Analisa Data
Setelah data terkumpul dilakukan penyuntingan untuk melihat kualitas
data. Dilanjutkan dengan melakukan coding dan tabulasi, kemudian disajikan
dalam bentuk tabulasi silang sesuai dengan variable yang hendak diukur. Untuk
mengetahui hubungan antar variable digunakan Uji korelasi rank Spearman
dengan nilai kemaknaaan p<0,05 dengan menggunakan program SPSS 11 for
Windows. Apabila hasil uji statistik didapatkan p<0,05, maka H 0 ditolak yang
berarti ada hubungan antara peran keluarga terhadap tingkat kecemasan injecting
drug user (IDU) usia 15-35 tahun. Sebaliknya apabila hasil uji statistik p>0,05
maka H0 diterima yang berarti tidak ada hubungan antara peran keluarga terhadap
tingkat kecemasan injecting drug user (IDU) usia 15-35 tahun.
4.8 Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin
kepada Direktur RSJ Menur Surabaya. Setelah mendapatkan persetujuan peneliti
mulai melakukan penelitian dengan mendapatkan masalah etika mulai melakukan
penelitian dengan memperhatikan masalah etika yang meliputi :
1. Lembar persetujuan menjadi responden (informed consent)
Sebelum lembar persetujuan diberikan pada subyek penelitian, peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan yang akan dilakukan serta dampak yang
mungkin terjadi selama dan sesudah pengumpulan data. Setelah diberikan
penjelasan, lembar persetujuan diberikan kepada subyek penelitian. Jika
subyek penelitian bersedia diteliti maka mereka harus menandatangani lembar
persetujuan, namun jika subyek penelitian menolak untuk diteliti maka
peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.

2. Anonimity (tanpa nama)


Untuk menjaga kerahasiaan subyek peneliti, peneliti mencantumkan namanya
pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberikan kode pada
masing-masing lembar tersebut.
3. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan semua informasi yang diperoleh dari subyek penelitian dijamin
oleh peneliti.
4.9 Keterbatasan
Dalam penelitian ini keterbatasan yang dihadapi peneliti adalah:
a. Sampel atau responden
Karena keterbatasan jumlah sampel maka keakuratannya hasil penelitian
masih perludi uji coba.
b. Pengumpulan data.
Keterbatasan dalam pernyataan sehingga tidak dapat mengungkap hal-hal
yang diperlukan lebih banyak lagi. Pengumpulan data dengan kuesioner
mewakili jawaban lebih banyak dipengaruhi oleh sikap dan harapan
pribadi yang bersifat subyektif.

TINGKAT KECEMASAN HAMILTON RATING SCALE FOR


ANXIETY
Penilaian :
0 : Tidak ada

(Tidak ada gejala sama sekali)

1 : Ringan

(Satu atau kurang dari sparuh dari gejala pilihan yang ada)

2 : Sedang

(Separuh dari gejala yang ada)

3 : Berat

(Lebih dari separuh dari gejala yang ada)

4 : Sangat berat

(Semua gejala ada)

Penilaian derajat kecemasan :


Score <14

: Tidak ada

Score 15-27

: Ringan

Score 28-41

: Sedang

Score 42-56

: Berat

Berilah tanda () gejala yang terjadi selama pemeriksaan (dimulai dari anamnesa)
1)

Perasaan cemas
Cemas

Score :

Mudah tersinggung
Firasat buruk
Takut akan pikiran sendiri
2)

Ketegangan
Merasa tegang
Lesu
Mudah menangis
Tidak dapat beristirahat dengan tenang
Gelisah

Score :

Gemetar

3)

Ketakutan

Score :

Pada petugas kesehatan


Pada keadaan kesendirian
Pada saat dilakukan pemeriksaan
Pada kerumunan banyak orang
Pada gelap
Pada keramaian lalu lintas
4)

Gangguan Tidur
Sukar memulai tidur

Score :

Terbangun pada malam hari


Tidak pulas
Mimpi buruk
Mimpi yang menakutkan
Bangun dengan lesu
Banyak bermimpi
5)

Gangguan Kecerdasan
Daya ingat memburuk

Score :

Sulit berkonsentrasi
Sering bingung
6)

Perasaan depresi
Kehilangan minat melakukan aktifitas

Score :

Sedih akan keadaan dirinya.


Bangun dini hari
Perasaan yang berubah-ubah (Sedih / senang)
7)

Gejala somatik (Otot-otot)


Nyeri otot
Kaku-kaku
Suara tidak stabil

Score :

Gigi gemeretak
8)

Gejala sensorik
Telinga berdenging

Score :

Pengelihatan kabur
Muka merah dan pucat
Merasa lemah
Perasaan badan seperti ditusuk-tusuk
9)

Gejala cardiovaskuler

Score :

Denyut nadi cepat


Berdebar-debar
Nyeri dada
Denyut nadi mengeras
Rasa lemah seperti mau pingsan
10) Gejala Pernafasan

Score :

Rasa tertekan didada


Perasaan tercekik
Merasa nafas pendek / sesak
Sering menarik nafas panjang
11) Gejala gastrointestinal
Sulit menelan
Mual muntah
Berat badan menurun
Sulit buang air besar
Gangguan pencernaan (Diare)
Nyeri lambung sesudah / sebelum makan

Score :

Perut terasa penuh / kembung


12) Gejala urogenitalia

Score :

Sering kencing
Tidak dapat menahan kencing
Impotensi / Frigiditas
13) Gejala vegetatif / otonom
Mulut kering
Muka merah
Mudah berkeringat
Pusing / sakit kepala
Bulu roma berdiri

Score :

14) Sikap pada saat wawancara


Gelisah
Jari gemetar
Kerut kening
Muka tegang
Muka merah
Nafas pendek dan cepat

Score :

Kuessioner Peran Keluarga Dalam Kesehatan


No. Responden

Kode responden :
Jawablah dengan memberikan tanda () pada pilihan yang anda anggap tepat.
No

Pertanyaan

Ya

A. Mengenal masalah kesehatan


1

Apakah keluarga menganggap pencandu narkoba


merupakan hal yang tidak wajar?

Apakah

keluarga

menganggap

bahwa

pasien

merupakan beban bagi keluarga?


3

Apakah keluarga menganggap bahwa pasien haruslah


melalui pengobatan yang lama dan rutin?

Apakah

keluarga

mengetahui

bahwa

pengguna

narkoba ?
B. Mengambil Keputusan Yang Tepat
1

Apakah anda kecewa dengan keadaan pasien?

Apakah keluarga menganggap pasien memerlukan


tempat atau pengawasan yang lebih dari sebelum
sakit?

Apakah

keluarga

mengetahui

tentang

perlunya

pengambilan keputusan yang tepat untuk membawa


pasien kerumah sakit?
4

Apakah keluarga memandang perlu untuk meminta


pendapat kepada pasien tentang terapi yang akan
dilakukan?
C. Memberikan perawatan pada pasien

Apakah keluarga sering mengunjungi pasien dirumah


sakit ?

Apakah keluarga menolong pasien ketika pasien


membutuhkan sesuatu diluar kemampuannya ?

Apaka keluarga pernah / selalu membantu pasien

Tidak

dalam merawat dirinya ?


4

Adakah orang lain yang menemani / merawat pasien


yang sakit selain keluarga ?
D. Mempertahankan lingkungan yang sehat

Apakah keluarga mampu menyediakan alat alat untuk


keperluan sehari-hari pasien ?

Apakah keluarga mampu meluangkan waktu untuk


membahas masalah atau bercakap-cakap dengan
pasien ?

Apakah keluarga mampu menciptakan lingkungan


yang aman bagi pasien (Bersih, terang, terhindar dari
perabotan yang tajam)?

Apakah keluarga melakukan kegiatan bersih-bersih


secara bersama-sama secara rutin?
E. Menggunakan pelayanan kesehatan

Apakah keluarga merasakan keuntungan dari adanya


pelayanan kesehatan?

Apakah keluarga memberi kesempatan pasien untuk


memilih fasilitas kesehatan yang diinginkan?

Apakah keluarga pernah mengalami pengalaman yang


kurang baik dari petugas kesehatan?

Apakah keluarga percaya terhadap pengobatan yang


diberkan kepada pasien oleh petugas kesehatan?

Tanda Tangan

(......................)

Kuessioner Data Demografi :


Jawablah dengan memberikan tanda () pada pilihan yang anda anggap tepat
1. Berapa usia Anda saat ini ?
a. < 14 tahun
b. 15 tahun - 20 tahun
c. 21 tahun - 30 tahun
d. 31 tahun 35 tahun
e. > 36 tahun
2. Apa pendidikan terakhir Anda ?
a. SD

c. SMA

b. SMP

d. Perguruan Tinggi

3. Apa pekerjaan Anda saat ini ?


a. TNI/POLRI
b. Wiraswasta
c. Swasta
d. Pegawai negeri
4. Anda menganut agama :
a. Islam
b. Kristen Protestan
c. Katholik
d. Hindu
e. Budha
5. Pandapatan anda sekeluarga
a. <500.000
b. 500.000 1 juta
c. 1 juta 2 juta
d. > 2 Juta

Pasien :
Jawablah dengan memberikan tanda () pada pilihan yang anda anggap tepat
1. Berapa usia pasien saat ini :
a. 15 19 th
b. 20 24 th
c. 25 -29 th
d. 30 35 th
2. Pendidikan terakhir :
a. SD
b. SMP
c. SLTA
d. Perguruan Tinggi
3. Pekerjaan pasien :
a. TNI/POLRI
b. Wiraswasta
c. Swasta
d. PNS
e. Pelajar atau mahasiswa
4. Status dalam keluarga
a. Ayah/ Ibu
b. Anak
5. Jenis kelamin
a. laki-laki
b. Perempuan
6. Status parital :
a. Kawin
b. Tidak kawin
c. janda
d. Duda

BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Lokasi Penelitian
Puskesmas Campur Darat merupakan puskesmas tingkat kecamatan yang
merupakan puskesmas rujukan dan mempunyai 3 puskesmas pembantu. Pada
Puskesmas campur Darat di dapatkan sarana rawat inap dengan kapasitas 22
tempat tidur yang dibagi dalam 3 bangsal yaitu anak, dewasa dan wanita. Pada
puskesmas ini dilayani oleh 1 dokter umum , 1 dokter gigi ,10 perawat ,1 Perawat
gigi, 1 Analis kesehatan, 3 petugas kesehatan lingkungan. Jumlah pasien dengan
hipertensi pada puskesmas adalah 40 penderita.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Data umum keluarga responden
1. Distribusi umur keluarga responden

Usia
0%
3%

28%

44%
25%

<15 tahun
15-20 tahun
20-30 tahun
30-35 tahun
>35 tahun

Gambar 4.1 Diagram Pie distribusi menurut umur keluarga responden dengan
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung
tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 4.1 diatas diketahui bahwa sebagian besar keluarga
renponden berusia > 35 tahun (44 %) atau 18 orang.
2. Distribusi Pendidikan keluarga responden
3

Gambar 4.2 Diagram Pie distribusi menurut pendidikan keluarga responden


dengan hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat
Tulungagung tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 4.2 diatas diketahui bahwa sebagian besar responden
mempunyai pendidikan SMP yaitu 15 responden (37%).
3. Distribusi pekerjaan keluarga responden

Gambar 4.3 Diagram Pie distribusi menurut pekerjaan keluarga responden


dengan hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat
Tulungagung tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 4.3 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden
mempunyai pekerjaan wiraswasta.

4. Distribusi Agama keluarga responden

Gambar 4.4 Diagram Pie distribusi menurut agama keluarga responden dengan
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung
tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 4.4 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden
menganut agama Islam.
5. Distribusi Pendapatan keluarga responden

Gambar 4.5 Diagram Pie distribusi menurut Pendapatan keluarga responden


dengan hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat
Tulungagung tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 4.5 diatas diketahui bahwa sebagian besar yaitu 27 responden
(67%) mempunyai pendapatan < 500.000

4.2.2 Data Umum Pasien


1. Distribusi responden berdasarkan umur

Gambar 4.7 Diagram Pie distribusi menurut umur responden dengan hipertensi
di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung tanggal
1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 4.7 diatas diketahui bahwa sebagian besar pasien berusia
lebih dari 35 tahun (77%) atau 31 orang.
2. Distribusi responden berdasarkan pendidikan

Gambar 4.8 Diagram Pie distribusi menurut pendidikan responden dengan


hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung
tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 5.2 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden
berpendidikan SD (62%) atau 25 orang.
3. Disribusi responden berdasarkan pekerjaan

Gambar 4.9 Diagram Pie distribusi menurut pekerjaan responden dengan


hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung
tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 4.8 di atas diketahui bahwa sebagian besar responden
mempunyai pekerjaan wiraswasta (75%) atau 30 orang.
4. Distribusi responden berdasarkan status

Gambar 4.10 Diagram Pie distribusi menurut Status responden dengan hipertensi
di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung tanggal
1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 5.4 di atas diketahui bahwa sebagian besar pasien mempunyai
status sebagai ayah / ibu (85%) atau 34 orang

5. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin

Gambar 4.11 Diagram Pie distribusi menurut jenis kelamin responden dengan
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung
tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 4.11 diketahui bahwa sebagian besar pasien adalah laki-laki
(62%) atau 25 orang.
6. Distribusi Status parital keluarga responden
Status parital
15%
8%
3%
74%

Kawin
Tdk kawin
Duda
Janda

Gambar 4.6 Diagram Pie distribusi menurut Status keluarga responden dengan
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung
tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Dari gambar 4.6 diatas diketahui bahwa sebagian besar yaitu 30 responden
(74%) dengan status kawin.

4.2.3 Data Khusus Responden


1. Data tentang peran keluarga responden
Tabel 4.1 Data peran keluarga dengan salah satu anggota menderita HT di wilayah
kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung tanggal 1Juli sampai
dengan 5 Agustus 2005
Peran
keluarga
kurang
Cukup
Baik
Total

Jumlah
responden
2
30
8
40

Prosentas
e
5%
75%
20%
100%

Sebagian besar peran keluarga sedang sebanyak 75% atau 30 responden


dari 40 responden.
2. Data tentang tingkat kecemasan responden
Table 4.2 Data tingkat kecemasan pasien HT di wilayah kerja Puskesmas Campur
darat Tulungagung tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
Jumlah
kecemasan
Tidak ada
Ringan
Sedang
Baik
Total

responden
0
0
27
13
40

Prosentas
e
0%
0%
67.5%
32.5%
100%

Sebagian besar responden mempunyai tingkat kecemasan sedang yang


berjumlah 27 (67,5%)

3. Data tentang hubungan antar sosiodemografi dengan tingkat kecemasan pasien


dengan hipertensi
Tabel 4.3 Hubungan antara sosiodemografi dengan tingkat kecemasan pada pasien
dengan hipertensi di wilayah

kerja Puskesmas

Campur darat

Tulungagung tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005


No Hubungan dengan

Nilai p

kecemasan
1
2
3
4
5
6

rho

Statistik korelasi
spearman
0,248
0,001
0,711
0,446
0,774
0,573

Usia
Pendidikan
Status
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Status parital

Nilai p :
Statistik Regresi

-0,187
0,575
-0,061
-0,124
0,053
0,092

linear
0,333
0,202
0,000
0,405
0,541
0,013

Dari tabel 4.3 diketahui bahwa yang mempunyai hubungan dengan tingkat
kecemasan adalah pendidikan dengan nilai p:0,001 dengan keeratan hubungan
0,575 atau sedang. Nilai positif yang ditunjukkan oleh nilai rho berarti semakin
tinggi status pendidikan seseorang semakin meningkat kecemasannya. Dari
statistik regresi didapatkan nilai signifikasi untuk status dalam keluarga 0,000 dan
status parital adalah 0,013 yang berarti ada pengaruh antara status dalam keluarga
dan status parital terhadap kecemasan responden.
4. Data tentang hubungan antara variabel sosiodemografi dengan peran keluarga
dalam kesehatan keluarga.
Tabel 4.3 Hubungan antara sosiodemografi dengan peran keluarga pasien dengan
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung
tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005
No

1
2
3

Hubungan

Nilai p

dengan Peran

Statistik korelasi

Usia
Pendidikan
Pekerjaan

spearman
0,800
0,006
0,000

rho

Nilai p :
Statistik regresi

-0,41
0,428
0,536

linear
0,983
0,246
0,108

4
5

Pendapatan
0,734
0,055
0,916
Agama
0,736
-0,55
0,758
Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa yang mempunyai hubungan dengan

peran keluarga adalah pendidikan (p:0,004) dan Pekerjaan (p:0,001) dengan nilai
rho untuk pendidikan 0,0428 atau hubungan dengan keeratan sedang, dan nilai rho
untuk pekerjaan adalah 0,536 dengan keeratan hubungan adalah sedang. Nilai
positif yang ditunjukkan oleh nilai rho berarti semakin tinggi status pendidikan
dan pekerjaan seseorang semakin baik peran dalam keluarganya .
5. Hubungan antara peran keluarga dan tingkat kecemasan pasien dengan
Hipertensi
Tabel 4.4

Nilai hubungan antara peran keluarga dan tingkat kecemasan


pasien

hipertensi

di

wilayah

kerja

Puskesmas

Campur

darat

Tulungagung tanggal 1Juli sampai dengan 5 Agustus 2005

Spearman's rho Kecemasan Koefisien korelasi


Nilai p
N
Peran
Koefisien korelasi
Nilai p
Keluarga
N

CEMAS Peran
1.000
keluarga
40
.478**
.002
40

.478**
.002
40
1.000
40

Dari hasil korelasi antara peran keluarga dan tingkat kecemasan pasien
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Campur darat Tulungagung adalah ada
hubungan antara kedua variable dengan nilai p=0,02 atau <0,05.
4.3 Pembahasan
Dalam pembahasan ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian yang
telah dilakukan dan disajikan berdasarkan pada teori di Bab 2.
4.3.1 Hubungan Antara Sosiodemografi Dengan Tingkat Kecemasan Pasien
Dengan

Hipertensi

Tulungagung.

Di

Wilayah

Kerja

Puskesmas

Campur

Darat

Berdasarkan dengan uji korelasi ditemukan bahwa antara pendidikan dan


tingkat kecemasan mempunyai hubungan dengan nilai p = 0,001 yang berarti ada
hubungan antara kedua variable dari data juga ditemukan tingkat kecemasan
dipengaruhi oleh status dalam keluarga dan status parital dengan nilai 0,000 dan
0,013. Nilai positif yang ditunjukkan oleh nilai rho berarti semakin tinggi status
pendidikan seseorang semakin meningkat kecemasannya. Dadang Hawari
menyatakan bahwa tingkat kecemasan sangatlah berhubungan dengan tingkat
pendidikan seseorang dimana seseorang akan dapat mencari informasi atau
menerima informasi dengan baik sehingga akan cepat mengerti akan kondisi dan
keparahan penyakitnya dan dengan keadaan yang seperti ini akan menyebabkan
peningkatan kecemasan pada orang tersebut. Selain hal tersebut pengalaman juga
merupakan hal yang sangat menentukan tingkat kecemasan.

Pengaruh status

dalam keluarga dan status parital juga sangat berpengaruh terutama dalam
kecemasan yaitu sebagai ayah/ibu dan dengan status parital kawin. Kecemasan
dapat terjadi jika seseorang tidak mempunyai kesiapan dalam menerima informasi
tentang penyakitnya sehingga dengan informasi atau pengetahuan tentang
penyakitnya seseorang akan mengalami kecemasan.
Pada penderita hipertensi yang menjadi responden dengan tingkat
pendidikan yang tidak terlalu tinggi akan menimbulkan tingkat kecemasan
sedang. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kurangnya informasi tentang
penyakit atau kurangnya penangkapan terhadap informasi yang masuk. Pada
responden dengan tingkat pendidikan yang tinggi juga dapat menimbulkan
kecemasan yang tinggi yang dikarenakan semakin seseorang tahu akan
penyakitnya seseorang akan semakin mengalami kecemasan. Status dalam
keluarga yaitu sebagai ayah /ibu dan juga status parital sebagian besar adalah
kawin juga mempunyai pengaruh dalam tingkat kecemasan responden yang tidak
terlalu tinggi tetapi sedang. Untuk sosiodemografi yang lain didapatkan hasil yang
menyatakan tidak ada hubungan dan tidak berpengaruh terhadap tingkat
kecemasan pasien.
4.3.2 Hubungan Antara Sosiodemografi Dengan Peran Keluarga Dalam Kesehatan
Dengan Anggota Keluarga Menderita Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Campur Darat Tulungagung.

Dari hasil uji statistik didapatkan bahwa yang mempunyai hubungan


dengan peran keluarga dalam kesehatan adalah pendidikan dengan nilai p=0,006
dan pekerjaan keluarga dengan nilai p=0,000. Nilai positif yang ditunjukkan oleh
nilai rho berarti semakin tinggi status pendidikan dan pekerjaan seseorang
semakin baik peran dalam keluarganya Dari uji regresi ditemukan tidak ada
pengaruh dari sosiodemografi terhadap peran keluarga responden.
Dengan pendidikan yang baik maka pengetahuan dan penangkapan
informasi akan baik pula. Seperti yang dikemukakan Freeman yang menyatakan
bahwa peran dapat dipengaruhi oleh pengetahuan. Dimana semakin tinggi
pengetahuan seseorang akan meningkatkan peran. Dari uji statistik didapatkan
pula bahwa pendapatan dan usia tidaklah terlalu mempunyai hubungan dengan
peran hal ini dapat disebabkan pendapatan masyarakat yang rendah dan usia yang
sangatlah bervariasi.
Pekerjaan pasien yang baik akan menimbulkan suatu interaksi dengan
orang lain sehingga informasi bertambah sesuai dengan jenis pekerjaan, dan hal
ini akan meningkatkan peran mereka didalam kesehatan (Freeman, 1998)
Pada responden banyak yang sudah bekerja baik itu swasta, wiraswasta
ataupun pegawai negeri yang banyak mendapatkan informasi dari orang lain yang
berinteraksi dengan mereka. Pendidikan dari responden banyak yang baik
sehingga kemudahan dalam berkomunikasi dan menerima informasi akan
menambah peran mereka dalam keluarga terutama dalam bidang kesehatan.
Dengan cara berfikir yang baik maka seseorang juga akan lebih cepat dalam
melakukan keputusan dalam kesehatan.
4.3.3 Hubungan Antara Peran Keluarga Dalam Kesehatan Keluarga Dengan
Kecemasan Pasien Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Campur Darat
Tulungagung
Sesuai dengan hasil dari uji korelasi yang dilakukan menunjukkan adanya
hubungan antara peran keluarga dalam kesehatan dengan tingkat kecemasan
pasien dengan hipertensi dengan tingkat signifikan yaitu 0.02 <0,05. Hasil ini
sangatlah sesuai dengan pendapat yang dikemukanakan oleh Freedman dimana
dalam mengatasi masalah kesehatan dalam keluarga dibutuhkan peran keluarga

dalam mengatasinya. Masalah kesehatan dalam keluarga dapat berupa maalah


kesehatan yang menimpa salah satu anggota keluarga seperti Hipertensi.
Hipertensi merupakan penyakit kronis yang dapat menyebabkan berbagai
komplikasi terutama stroke (Tagor, 2003). Menurut Dadang Hawari penyakit
kronis dapat menyebabkan stress psikologis yang dapat berlanjut menjadi
kecemasan dan bila hal ini tidak segera ditangani akan menjadi lebih parah sampai
orang tersebut mengalami Kecemasan menyeluruh, phobia, panic bahkan sampai
obsesiv konvulsif.

Stress psikologis menurut Taat Putra dapat menurunkan

kekebalan tubuh seseorang yang akan membawa orang tersebut kepada keadaan
yang lebih parah dari keadaan yang sebelumnya.
Peran keluarga dalam kesehatan pada responden adalah sedang,
sebenarnya hal ini tidaklah cukup karena harusnya peran keluarga adalah baik
sehingga derajat kesehatan keluarganya akan menjadi lebih optimal. Dengan
peran yang cukup baik didapatkan pula tingkat kecemasan yang sedang pada
pasien dengan hipertensi.
Tingkat pendapatan akan mempengaruhi peran seseorang. Dadang Hawari
menyatakan tingkat pengalaman atau dalam hal ini orang terbiasa dengan keadaan
penyakit hipertensi (Kronis) akan lebih dapat bertoleransi terhadap masalah atau
keadaan tersebut dan bisa dikatakan tidak akan terlalu berpengaruh (tingkat stress
tidak terlalu tinggi). Menurut Moenir pendapatan seseorang yang digunakan
dalam memenuhi kebutuhan fisik minimum seseorang, dengan kebutuhan fisik
minimum seseorang yang terpenuhi maka peran yang dapat dilakukan oleh
keluarga adalah dengan meningkatkan derajat kesehatan secara optimal. Hal
seperti ini akan dapat membuat pasien dengan hipertensi dapat mengatasi masalah
kesehatan baik secara fisik maupun secara psikologis sehingga kecemasan tidak
terjadi.

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah dilakukan pengelompokan dan tabulasi data serta pembahasan
dari hubungan antara peran keluarga dalam kesehatan keluarga dan tingkat
kecemasan pasien dengan hipertensi, maka dapat diambil suatu kesimpulan dan
saran sebagai berikut :
5.1 Kesimpulan
1. Sebagian besar Peran keluarga dalam kesehatan keluarga adalah cukup
baik
2. Sebagian besar tingkat kecemasan pada responden adalah sedang
3. Ada hubungan sedang antara tingkat pendidikan dengan tingkat
kecemasan responden
4. Ada hubungan antara pendidikan dan pekerjaan keluarga responden
dengan peran keluarga
5. Ada pengaruh status dalam keluarga responden dan status parital terhadap
tingkat kecemasan responden
6. Tidak terdapat pengaruh antara sosiodemografi dengan peran keluarga
responden
7. Terdapat hubungan antara peran keluarga dalam kesehatan dengan tingkat
kecemasan responden

5.2 Saran
1. Peran keluarga yang cukup baik tetap dilaksanakan bahkan dapat
ditingkatkan menjadi lebih baik sehingga kesehatan keluarga menjadi
lebih optimal
2. Dengan pengobatan dan peningkatan peran keluarga pasien diharapkan
tidak merasa cemas akan kondisi atau akan menjadi beban keluarga,
karena merawat anggota keluarga merupakan tugas dari keluarga.

3. bagi petugas kesehatan pentingnya peran keluarga dalam terapi pasien


hipertensi dapat dipertimbangkan, bukan hanya melalui pengobatan.
4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan peran keluarga
dengan tingkat kecemasan pasien hipertensi yang terkait dengan
mengembangkan variabel-variabel berpengaruh, sampel yang lebih banyak
dan tempat yang lebih luas.

DAFTAR PUSTAKA
Arif dkk (1999). Kapita Selekta Kedokteran ed 3. Jakarta: EGC.
Arikunto, S (1998). Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S (2000). Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, S(1998). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya.Yogyakarta
Efendi Nasrul, (1998). Dasar-dasar Kerperawatan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: EGC.
Friedman, Marilyn M (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek. Alih
Bahasa : Ina Debora R.L, Yoakim Asy. Jakarta :EGC
Hawari, D (2002). Stress, Depresi dan Cemas. Jakarta, EGC.
Idris dan Kasim, (2003), Buku Ajar Kardiologi, Surabaya, Universitas Airlangga
Ismudiarti Lily (2003). Buku Ajar Kardiologi. FKUI, Jakarta
Keliat Budi Anna (1998). Komunikasi Terapeutik, Jakarta, EGC
Notoadmojo S (2002). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoadmojo S. (1997). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S (1993). Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Perilaku
Kesehatan. Yogyakarta: Andi Offset.
Nursalam (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi, Penelitian Ilmu
Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam

dan

Pariani

(2001).

Pendekatan

Keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Praktis

Metodologi

Riset

Moenir A.S. (2001). Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi


Aksara
Putra Taat (1999). Konsep PsikoNeuroImunologi. Simposium PNI, Surabaya,
Universitas Airlangga
Sholeh M, (2000). Pengaruh Salat Tahajud Terhadap Peningkatan Perubahan
Respon Ketahanan TubuhImunologis. ,Surabaya, Airlangga
Tagor, (2003). Buku Ajar Kardiologi, Surabaya, Universitas Airlangga

You might also like