You are on page 1of 11

TREND DAN ISU KEPERAWATAN LANSIA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berjalannya waktu, proses penuaan memang tidak bisa dihindarkan. Keinginan
semua orang adalah bagaimana agar tetap tegar dalam menjalani hari tua yang berkualitas
dan penuh makna. Hal ini dapat dipertimbangkan mengingat usia harapan hidup penduduk
yang semakin meningkat. Menjadi tua adalah suatu proses naturnal dan kadang-kadang tidak
tampak mencolok. Penuaan akan terjadi pada semua sistem tubuh manusia dan tidak semua
sistem akan mengalami kemunduran pada waktu yang sama. Meskipun proses menjadi tua
merupakan gambaran yang universal, tidak seorangpun mengetahui dengan pasti penyebab
penuaan atau mengapa manusia menjadi tua pada saat usia yang berbeda-beda.
Penuaan terjadi tidak secara tiba-tiba, tetapi berkembang dari masa bayi, anak-anak,
dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Seseorang dengan usia kronologis 70 tahun mungkin
dapat memiliki usia fisiologis seperti orang usia 50 tahun. Atau sebaliknya, seseorang dengan
usia 50 tahun mungkin memiliki banyak penyakit kronis sehingga usia fisiologisnya 90
tahun.
Menua bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses
kehidupan dengan berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam
maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui bahwa ada berbagai penyakit
yang sering menghinggapi kaum lanjut usia dengan penurunan kualitas hidup sehingga status
lansia dalam kondisi sehat atau sakit.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Trend dan Issu Keperawatan Lansia
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui fenomena demografi
b. Untuk mengetahui permasalahan pada lansia
c. Untuk mengetahui fenomena bio-psico-sosio-spiritual dan penyakit lansia
d. Untuk mengetahui masalah kesehatan gerontik

e. Untuk mengetahui Upaya Pelayanan Kesehatan terhadap Lansia


f.

Untuk mengetahui Hukum dan Perundang-undangan yang Terkait dengan Lansia

g. Untuk mengetahui Peran Perawat


h. Untuk mengetahui Program Pemerintah dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia
i.

Untuk mengetahui Pandangan Islam Tentang Lansia

BAB II
TREND DAN ISU KEPERAWATAN LANSIA
A. Fenomena Demografi
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan yang
terlihat dari angka harapan hidup (AHH) yaitu :
AHH di Indonesia tahun 1971 : 46,6 tahun
AHH di Indonesia tahun 2000 : 67,5 tahun
Sebagaimana dilaporkan oleh Expert Committae on Health of the Erderly: Di Indonesia akan diperkirakan
beranjak dari peringkat ke sepuluh pada tahun 1980 ke peringkat enam pada tahun 2020, di atas Brazil yang
menduduki peringkat ke sebelas tahun 1980.
Pada tahun 1990 jumlah penduduk yang berusia 60 tahun kurang lebih 10 juta jiwa/ 5.5% dari total
populasi penduduk.Pada tahun 2020 diperkirakan meningkat 3x,menjadi kurang lebih 29 juta jiwa/11,4% dari
total populasi penduduk (lembaga Demografi FE-UI-1993).
Dari hasil tersebut diatas terdapat hasil yang mengejutkan yaitu:
1. 62,3% lansia di Indonesia masih berpenghasilan dari pekerjaannya sendiri.
2. 59,4% dari lansia masih berperan sebagai kepela keluarga.
3. 53% lansia masih menanggung beban kehidupan keluarga.
4. Hanya 27,5% lansia mendapat penghasilan dari anak atau menantu.

B. Permasalahan Pada Lansia


1. Permasalahan Umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan.

b) Makin

melemahnya

nilai

kekerabatan

sehingga

anggota

keluarga

yang

berusia

lanjut

kurang

diperhatikan,dihargai dan dihormati.


c) Lahirnya kelompok masyarakat industry.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia.
2. Permasalahan Khusus
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik fisik,mental maupun sosial.
b) Berkurangnya integrasi sosial usila.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin,terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat individualistik.
f)

Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu kesehatan fisik lansia.

C. Fenomena Bio-psico-sosio-spiritual dan Penyakit Lansia


1. Penurunan fisik
2. Perubahan mental
3. Perubahan-perubahan Psikososial
Karakteristik Penyakit pada Lansia:
1. Penyakit sering multiple,yaitu saling berhubungan satu sama lain.
2. Penyakit bersifat degeneratif yang sering menimbulkan kecacatan.
3. Gejala sering tidak jelas dan berkembang secara perlahan.
4. Sering bersama-sama problem psikologis dan sosial.
5. Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut.
6. Sering terjadi penyakit iatrogenik.
Hasil Penelitian Profil Penyakit Lansia di 4 Kota (Padang,Bandung,Denpasar dan Makassar) sbb:
1. Fungsi

tubuh

yang

dirasakan

menurun

penglihatan

(76,24%),daya

ingat

(69,39%),seksual

(58,04%),kelenturan(53,23%),gigi dan mulut (51,12%).


2. Masalah kesehatan yang sering muncul : sakit tulang atau sendi (69,39%),sakit kepala (51,15%),daya ingat
menurun (38,51%),selera makan menurun (30,08%),mual/perut perih (26,66%),sulit tidur (24,88%),dan sesak
nafas (21,28%).
3. Penyakit kronis : rematik (33,14%),darah tinggi (20,66%),gastritis (11,34%),dan jantung (6,45%).

D. Masalah Kesehatan Gerontik


1. Masalah kehidupan seksual

Adanya anggapan bahwa semua ketertarikan seks pada lansia telah hilang adalah mitos
atau kesalahpahaman. (parke, 1990). Pada kenyataannya hubungan seksual pada suami isri
yang sudah menikah dapat berlanjut sampai bertahun-tahun. Bahkan aktivitas ini dapat
dilakukan pada saat klien sakit aau mengalami ketidakmampuan dengan cara berimajinasi
atau menyesuaikan diri dengan pasangan masing-masing. Hal ini dapat menjadi tanda bahwa
maturitas dan kemesraan antara kedua pasangan sepenuhnya normal. Ketertarikan terhadap
hubungan intim dapat terulang antara pasangan dalam membentuk ikatan fisik dan emosional
secara mendalam selama masih mampu melaksanakan.
2. Perubahan prilaku
Pada lansia sering dijumpai terjadinya perubahan perilaku diantaranya: daya ingat
menurun, pelupa, sering menarik diri, ada kecendrungan penurunan merawat diri, timbulnya
kecemasan karena dirinya sudah tidak menarik lagi, lansia sering menyebabkan sensitivitas
emosional seseorang yang akhinya menjadi sumber banyak masalah.
3. Pembatasan fisik
Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama dibidang
kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan peranan sosialnya.
Hal ini mengakibatkan pula timbulnya ganggun di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya
sehingga dapat meningkatkan ketergantunan yang memerlukan bantuan orang lain.
4. Palliative care
Pemberian obat pada lansia bersifat palliative care adalah obat tersebut ditunjukan
untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh lansia. Fenomena poli fermasi dapat
menimbulkan masalah, yaitu adanya interaksi obat dan efek samping obat. Sebagai contoh
klien dengan gagal jantung dan edema mungkin diobatai dengan dioksin dan diuretika.
Diuretik berfungsi untu mengurangi volume darah dan salah satu efek sampingnya yaitu
keracunan digosin. Klien yang sama mungkin mengalami depresi sehingga diobati dengan
antidepresan. Dan efek samping inilah yang menyebaban ketidaknyaman lansia.
5. Pengunaan obat
Medikasi pada lansia memerlukan perhatian yang khusus dan merupakan persoalan yang
sering kali muncul dimasyarakat atau rumah sakit. Persoalan utama dan terapi obat pada
lansia adalah terjadinya perubahan fisiologi pada lansia akibat efek obat yang luas, termasuk
efek samping obat tersebut. (Watson, 1992). Dampak praktis dengan adanya perubahan usia
ini adalah bahwa obat dengan dosis yang lebih kecil cenderung diberikan untuk lansia.
Namun hal ini tetap bermasalah karena lansia sering kali menderita bermacam-macam
penyakit untuk diobati sehingga mereka membutuhkan beberapa jenis obat. Persoalan yang
dialami lansia dalam pengobatan adalah :

a. Bingung
b. Lemah ingatan
c. Penglihatan berkurang
d. Tidak bias memegang
e. Kurang memahami pentingnya program tersebut unuk dipatuhi
f.

Kesehatan mental

E. Upaya Pelayanan Kesehatan terhadap Lansia


Upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi azas, pendekatan, dan jenis
pelayanan kesehatan yang diterima.
1. Azas
Menurut WHO (1991) adalah to Add life to the Years that Have Been Added to life,
dengan prinsip kemerdekaan (independence), partisipasi (participation), perawatan (care),
pemenuhan diri (self fulfillment), dan kehormatan (dignity). Azas yang dianut oleh
Departemen Kesehatan RI adalah Add life to the Years, Add Health to Life, and Add Years to
Life, yaitu meningkatkan mutu kehidupan lanjut usia, meningkatkan kesehatan, dan
memperpanjang usia.
2. Pendekatan
Menurut World Health Organization (1982), pendekatan yang digunakan adalag sebagai
berikut :
a.

Menikmati hasil pembangunan (sharing the benefits of social development)

b.

Masing-masing lansia mempunyai keunikan (individuality of aging persons)

c.

Lansia diusahakan mandiri dalam berbagai hal (nondependence)

d.

Lansia turut memilih kebijakan (choice)

e.

Memberikan perawatan di rumah (home care)

f.

Pelayanan harus dicapai dengan mudah (accessibility)

g.

Mendorong ikatan akrab antar kelompok/ antar generasi (engaging the aging)

h.

Transportasi dan utilitas bangunan yang sesuai dengan lansia (mobility)

i.

Para lansia dapat terus berguna dalam menghasilkan karya (productivity)

j.

Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan lansia (self help care and family care)

3. Jenis
Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lim upaya kesehatan, yaitu Promotif,
prevention, diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, serta pemulihan.
a. Promotif

Upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk meningkatkan


dukungan klien, tenaga profesional dan masyarakat terhadap praktek kesehatan yang positif
menjadi norma-norma sosial.
Upaya perlindungan kesehatan bagi lansia sebagai berikut :
1) Mengurangi cedera
2) Meningkatkan keamanan di tempat kerja
3) Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk
4) Meningkatkan keamanan, penanganan makanan dan obat-obatan
5) Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mulut

b. Preventif
1) Mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier. Contoh pencegahan primer : program
imunisasi, konseling, dukungan nutrisi, exercise, keamanan di dalam dan sekitar rumah,
menejemen stres, menggunakan medikasi yang tepat.
2) Melakukakn pencegahan sekuder meliputi pemeriksaan terhadap penderita tanpa gejala. Jenis
pelayanan pencegahan sekunder: kontrol hipertensi, deteksi dan pengobatan kanker,
skrining : pemeriksaan rektal, mamogram, papsmear, gigi, mulut.
3) Melakukan pencegahan tersier dilakukan sesudah gejala penyakit dan cacat. Jenis pelayanan
mencegah berkembangnya gejala dengan memfasilisasi rehabilitasi, medukung usaha untuk
mempertahankan kemampuan anggota badan yang masih berfungsi.
c. Rehabilitatif
4. Prinsip Pelayanan Kesehatan Lansia
a. Pertahankan lingkungan aman
b. Pertahankan kenyamanan, istirahat, aktifitas dan mobilitas
c. Pertahankan kecukupan gizi
d. Pertahankan fungsi pernafasan
e. Pertahankan aliran darah
f. Pertahankan kulit
g. Pertahankan fungsi pencernaan
h. Pertahankan fungsi saluran perkemihaan
i. Meningkatkan fungsi psikososial
j. Pertahankan komunikasi
k. Mendorong pelaksanaan tugas

F. Hukum dan Perundang-undangan yang Terkait dengan Lansia


1.

UU No. 4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan bagi Orang Jomp.

2.

UU No.14 tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja

3.

UU No.6 tahun 1974 tentang Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial

4.

UU No.3 tahun 1982 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja

5.

UU No.2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional

6.

UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian

7.

UU No.4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman

8.

UU No.10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan


Keluarga Sejahtera

9.

UU No.11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun

10.

UU No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan

11.

PP No.21 tahun 1994 tentang Penyelenggaraan Pembangunan Keluarga Sejahtera

12.

PP No.27 tahun 1994 tentang Pengelolaan Perkembangan Kependudukan

13.

UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia (tambahan lembaran negara


Nomor 3796) sebagai pengganti UU No.4 tahun 1965 tentang Pemberian Bantuan
bagi Orang Jompo.

UU No. 13 tahun 1998 ini berisikan antara lain :


a.

Hak, kewajiban, tugas, serta tanggung jawab pemerintah, masyarakat, dan kelembagaan.

b. Upaya pemberdayaan
c.

Upaya peningkatan kesejahteraan sosial lansia potensial dan tidak potensial

d. Pelayanan terhadap lansia


e.

Perlindungan sosial

f.

Bantuan sosial

g. Koordinasi
h. Ketentuan pidana dan sanksi administrasi

i.

Ketentuan peralihan
Beberapa undang-undang yang perlu disusun adalah :
1.

UU tentang Pelayanan Lansia Berkelanjutan (Continum of Care)

2.

UU tentang Tunjangan Perawatan Lansia

3.

UU tentang Penghuni Panti (Charter of Residents Right)

4.

UU tentang Pelayanan Lansia di Masyarakat (Community Option Program)

G. Peran Perawat
Berkaitan dengan kode etik yang harus diperhatikan oleh perawat adalah :
1.

Perawat harus memberikan rasa hormat kepada klien tanpa memperhatikan suku, ras,
gol, pangkat, jabatan, status social, maslah kesehatan.

2.

Menjaga rahasia klien

3.

Melindungi klien dari campur tangan pihak yang tidak kompeten, tidak etis, praktek
illegal.

4.

Perawat berhak menerima jasa dari hasil konsultasi danpekerjaannya

5.

Perawat menjaga kompetesi keperawatan

6.

Perawat memberikan pendapat dan menggunakannya. Kompetei individu serta


kualifikasi daalm memberikan konsultasi

7.

Berpartisipasi aktif dalam kelanjutanyaperkembangannya body of knowledge

8.

Berpartipitasi aktif dalam meningkatan standar professional

9.

Berpatisipasi dalam usaha mencegah masyarakat, dari informasi yang salah dan
misinterpretasi dan menjaga integritas perawat

10.

Perawat melakukan kolaborasi dengan profesi kesehatannya yang lain atau ahli dalam
rangka meningkatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat
termasuk pada lansia.

H. Program Pemerintah dalam Meningkatkan Kesehatan Lansia


Contoh upaya pemerintah di negara maju dalam meningkatkan kesehatan
masyarakatnya, diantaranya adanya medicare dan medicaid. Medicare adalah program
asuransi social federal yang dirancang untu menyediakan perawatan kesehatan bagi lansia
yang memberikan jaminan keamanan social. Medicare dibagi 2 : bagian A asuransi rumah
sakit dan B asuransi medis. Semua pasien berhak atas bagian A, yang memberikan santunan
terbatas untuk perawatan rumah sakit dan perawatan di rumah pasca rumah sakit dan
kunjungan asuhan kesehatan yang tidak terbatas di rumah. Bagian B merupakan program
sukarela dengan penambhan sedikit premi perbulan, bagian B menyantuni secara terbatas
layanan rawat jalan medis dan kunjungan dokter. Layanan mayor yang tidak di santuni oleh
ke dua bagian tersebut termasuk asuhan keperwatan tidak terampil, asuhan keperawatan
rumah yang berkelanjutan obat-obat yang diresepkan, kaca mata dan perawatan gigi. Medical
membayar sekitar biyaya kesehatan lansia (U.S Senate Committee on Aging, 1991).
Medicaid adalah program kesehatan yang dibiayai oleh dana Negara dan bantuan
pemerintah bersangkutan. Program ini beredar antara satu Negara dengan lainya dan hanya
diperuntukan bagi orang tidak mampu. Medicaid merupakan sumber utama dana masyarakat
yang memberikan asuhan keperawatan di rumah bagi lansia yang tidak mampu. Program ini
menjamin semua layanan medis dasar dan layanan medis lain seperti obta-obatan, kaca mata
dan perawatan gigi.
Adapun program kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia yang diperuntukkan
khusunya bagi lansia adalah JPKM yang merupakan salah satu program pokok perawatan
kesehatan masyarakat yang ada di puskesmas sasarannya adalah yang didalamnya ada
keluarga lansia. Perkembangan jumlah keluarga yang terus menerus meningkat dan
banyaknya keluarga yang berisiko tentunya menurut perawat memberikan pelayanan pada
keluarga secara professional. Tuntutan ini tentunya membangun Indonesia Sehat 2010
yang salah satu strateginya adalah Jaminan Pemeliharan Kesehatan Masyarakat (JPKM).
Dengan strategi ini diharapkan lansia mendapatkan yang baik dan perhatian yang layak.
I. Pandangan Islam Tentang Lansia
Firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Isra : 23-24
Artinya :

Dan tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah
berbuat baik ibu bapakmu. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai
usia lanjut dalam pemeliharaan, maka jangan sekali-sekali engkau mengatakan kepada ke
duanya perkataan Ah dan janganlah engkau membentak mereka dan ucapkanlah kepada
keduanya perkataan yang baik.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah
wahai tuhanku sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku diwaktu
kecil.

Penemuan baru muncul dari kampus UGM. Sekelompok mahasiswa menemukan


obat untuk pengeroposan tulang (osteoporosis).
Solopos.com, JAKARTA Tingginya kandungan kalsium pada cangkang kerang darah
ternyata mampu dimanfaatkan lima mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas
Gajah Mada (UGM). Mereka menjadikan cangkang tersebut bahan untuk obat terapi penderita
osteoporosis.
Kelima mahasiswa tersebut adalah Nabila Syarifah Jamilah, Istianah Maryam Jamilah, Aprilia
Maharani, Pras Setya, dan Ariska Devy. Mereka melakukan penelitian cangkang kerang darah
dibawah bimbingan dosen FKH Devita Anggraeni.
Proses pembuatannya sederhana yaitu cangkang kerang yang kami peroleh dari sejumlah
rumah makan di Jogja di oven pada suhu 110C selama 8 jam kemudian dihaluskan menjadi
bentuk serbuk halus, terang Nabila dalam rilisnya.
Selanjutnya serbuk cangkang kerang darah tersebut diujikan pada tulang femur tikus berjenis
Sprague Dawley. Dari pemberian serbuk selama dua bulan menunjukkan adanya kepadatan
tulang yang lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol dilihat dari intensitas sinar X yang
diserap oleh tulang.
Sedangkan dari pembacaan radiografi juga menunjukkan tikus yang telah diinduksi osteoporosis
sebelumnya kemudian diberi serbuk cangkang kerang darah. Pembacaan ini menunjukkan
adanya penyembuhan dari osteoporosis yang sangat baik.
Aprilia juga mentakan dengan adanya kajian pre-klinis pada tikus ini membuktikan bahwa
kalsium pada cangkang kerang darah dapat diserap dan membantu mengurangi resiko
osteoporosis. Kendati demikian Aprilia mengaku kedepannya masih diperlukan penelitian
lanjutan yakni Scanning Electron Microscope (SEM).

Harapannya nantinya bisa membantu para penderita osteoporosis dan mendapatkan sumber
kalsium alternatif yang mudah, murah dan efisien bagi penderia osteoporosis, katanya.

Pengobatan
Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang. Semua wanita, terutama yang menderita
osteoporosis, harus mengonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi.
Wanita paska menopause yang menderita osteoporosis juga bisa mendapatkan estrogen (biasanya
bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan
penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
Alendronat berfungsi:

mengurangi kecepatan penyerapan tulang pada wanita pasca menopause

meningkatakan massa tulang di tulang belakang dan tulang panggul

mengurangi angka kejadian patah tulang.

Supaya diserap dengan baik, alendronat harus diminum dengan segelas penuh air pada pagi hari dan
dalam waktu 30 menit sesudahnya tidak boleh makan atau minum yang lain. Alendronat bisa
mengiritasi lapisan saluran pencernaan bagian atas, sehingga setelah meminumnya tidak boleh
berbaring, minimal selama 30 menit sesudahnya. Obat ini tidak boleh diberikan kepada orang yang
memiliki kesulitan menelan atau penyakit kerongkongan dan lambung tertentu.

Kalsitonin dianjurkan untuk diberikan kepada orang yang menderita patah tulang belakang yang
disertai nyeri. Obat ini bisa diberikan dalam bentuk suntikan atau semprot hidung.
Tambahan fluorida bisa meningkatkan kepadatan tulang. Tetapi tulang bisa mengalami kelainan dan
menjadi rapuh, sehingga pemakaiannya tidak dianjurkan.
Pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama
jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang
mencukupi. Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron.
Patah tulang karena osteoporosis harus diobati. Patah tulang panggul biasanya di atasi dengan
tindakan pembedahan. Patah tulang pergelangan biasanya digips atau diperbaiki dengan
pembedahan. Pada kolaps tulang belakang disertai nyeri punggung yang hebat, diberikan obat
pereda nyeri, dipasang supportive back brace dan dilakukan terapi fisik.

You might also like